6 - الأنعام - Al-An'aam
The Cattle
Meccan
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ 82
(82) Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(82)
Firman Allah Swt:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (Al-An'am: 82)
Yakni mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Mereka adalah orang-orang yang mendapat keamanan pada hari kiamat, dan merekalah orang-orang yang mendapat hidayah di dunia dan akhirat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Syu'bah, dari Sulaiman, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan dengan firman berikut, bahwa ketika ayat berikut diturunkan: dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Maka berkatalah para sahabat Nabi Saw., "Siapakah di antara kita yang-tidak berbuat zalim terhadap dirinya sendiri?" Lalu turunlah firman Allah Swt.: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ شَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ وَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: "إِنَّهُ لَيْسَ الَّذِي تَعْنُونَ! أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ: يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Maka hal ini terasa berat oleh mereka (para sahabat). Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya hal itu bukan seperti apa yang kalian maksudkan. Tidakkah kalian mendengar apa yang telah dikatakan oleh seorang hamba yang saleh (Luqman), "Hai anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Luqman: 13). Sesungguhnya yang dimaksud dengan zalim hanyalah syirik (mempersekutukan Allah).
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَابْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالُوا: وَأَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيْسَ كَمَا تَظُنُّونَ، إِنَّمَا قَالَ [لُقْمَانُ] لِابْنِهِ: يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ibnu Idris, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman-Nya: dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Hal tersebut terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Mereka berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Tidak seperti yang kalian duga, melainkan seperti yang dikatakan kepada anaknya, yaitu: "Hai anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Telah menceritakan pula kepada kami Umar ibnu Taglab An-Namiri, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, hal tersebut terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat lainnya, yaitu: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
Hadis riwayat Imam Bukhari.
Menurut lafaz yang lain,
أينا لم يظلم نفسه؟ فقال النبي صلّى الله عليه وسلم «ليس بالذي تَعْنُونَ، أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ»
para sahabat berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Maka Nabi Saw. bersabda: Tidaklah seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian pernah mendengar apa yang telah diucapkan oleh seorang hamba yang saleh (Luqman), yaitu: "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Sesungguhnya yang dimaksudkannya hanyalah kemusyrikan.
Menurut apa yang ada pada Ibnu Abu Hatim, dari Abdullah, secara marfu' disebutkan: dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Yang dimaksud dengan zalim adalah syirik (mempersekutukan Allah Swt.).
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal dengan hadis di atas telah diriwayatkan melalui Abu Bakar As-Siddiq, Umar, Ubay ibnu Ka'b, Salman, Huzaifah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Amr ibnu Syurahbil, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Mujahid, Ikrimah, An-Nakha'i, Ad-Dahhak, Qatadah,dan As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا الشَّافِعِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شَدَّاد المِسْمَعِيّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قِيلَ لِي: أَنْتَ مِنْهُمْ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asy-Syafi'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syaddad Al-Masma'i, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman Allah Swt. ini: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Diwahyukan kepadaku bahwa engkau (yakni Abdullah ibnu Mas'ud) termasuk salah seorang dari mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا أَبُو جَناب، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَلَمَّا بَرَزْنَا مِنَ الْمَدِينَةِ، إِذَا رَاكِبٌ يُوضِعُ نَحْوَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَأَنَّ هَذَا الرَّاكِبَ إِيَّاكُمْ يُرِيدُ". فَانْتَهَى إِلَيْنَا الرَّجُلُ، فَسَلَّمَ فَرَدَدْنَا عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ؟ " قَالَ: مِنْ أَهْلِي وَوَلَدِي وَعَشِيرَتِي. قَالَ: "فَأَيْنَ تُرِيدُ؟ "، قَالَ: أريدُ رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "فَقَدْ أَصَبْتَهُ". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي مَا الْإِيمَانُ؟ قَالَ: "تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ". قَالَ: قَدْ أَقْرَرْتُ. قَالَ: ثُمَّ إن بعيره دخلت يده في جحر جُرْذَان، فَهَوَى بِعِيرُهُ وَهَوَى الرَّجُلُ، فَوَقَعَ عَلَى هَامَتِهِ فَمَاتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيَّ بِالرَّجُلِ". فَوَثَبَ إِلَيْهِ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ وَحُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ فَأَقْعَدَاهُ، فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُبِضَ الرَّجُلُ! قَالَ: فَأَعْرَضَ عَنْهُمَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثم قَالَ لَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا رَأَيْتُمَا إِعْرَاضِي عَنِ الرَّجُلِ، فَإِنِّي رَأَيْتُ مَلَكَيْنِ يَدُسَّانِ فِي فِيهِ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ، فَعَلِمْتُ أَنَّهُ مَاتَ جَائِعًا"، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا مِنَ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ ثُمَّ قَالَ: "دُونَكُمْ أَخَاكُمْ". قَالَ: فَاحْتَمَلْنَاهُ إِلَى الْمَاءِ فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ، وَحَمَلْنَاهُ إِلَى الْقَبْرِ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى جَلَسَ عَلَى شَفِير الْقَبْرِ فَقَالَ: "الْحِدُوا وَلَا تَشُقُّوا، فَإِنَّ اللَّحْدَ لَنَا وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abu Janab, dari Zazan, dari Jarir ibnu Abdullah yang menceritakan, "Kami (para sahabat) berangkat bersama Rasulullah Saw. Ketika kami keluar dari perbatasan kota Madinah, tiba-tiba ada seorang pengendara menuju ke arah kami, maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Seakan-akan pengendara ini bermaksud menemui kalian.’ Lalu orang tersebut sampai kepada kami dan mengucapkan salam penghormatan kepada kami, dan kami membalas salamnya. Nabi Saw. bertanya kepadanya, 'Dari manakah engkau?' Lelaki itu menjawab, 'Dari tempat keluarga, anak-anak, dan handai tolanku.' Nabi Saw. bertanya. 'Hendak ke mana?' Ia menjawab, 'Aku bermaksud menemui Rasulullah Saw’. Nabi Saw. menjawab, 'Sekarang ia ada di hadapanmu.' Ia bertanya, 'Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku apakah iman itu?' Rasulullah Saw. bersabda: Hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau dirikan salat, engkau tunaikan zakat, engkau puasa dalam bulan Ramadan, dan engkau berhaji ke Baitullah. Lelaki itu menjawab, 'Aku berikrar (untuk mengamalkannya).' Kemudian unta kendaraan lelaki itu terperosok ke dalam liang tikus padang pasir, maka untanya terjatuh, dan ia pun terjatuh pula dengan posisi kepala di bawah, hingga mengakibatkan ia mati. Rasulullah Saw. bersabda, 'Kemarikanlah lelaki itu!' Maka Ammar ibnu Yasir dan Huzaifah ibnul Yaman melompat ke arahnya memberikan pertolongan, lalu mendudukkannya. Keduanya berkata, 'Wahai Rasulullah, lelaki ini telah meninggal dunia.' Rasulullah Saw. berpaling dari keduanya, lalu bersabda: Tidakkah kalian berdua melihat mengapa aku berpaling dari lelaki ini? Sesungguhnya aku melihat dua malaikat sedang menyuapkan buah surga ke dalam mulutnya, maka aku mengetahui bahwa lelaki ini meninggal dunia karena kelaparan. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula; Lelaki ini termasuk orang-orang yang perihalnya disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya, 'Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik).’ (Al-An'am: 82) Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Urusilah jenazah saudara kalian ini!' Lalu kami membawanya ke tempat air dan memandikannya, memberinya wewangian, mengafaninya, dan kami usung ke kuburnya." Rasulullah Saw. datang, lalu duduk di pinggir kuburnya dan bersabda: Buatlah liang lahad, dan janganlah kalian membelahnya, karena sesungguhnya liang lahad adalah bagi kita, sedangkan belahan hanya bagi selain kita.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Aswad ibnu Amir, dari Abdul Humaid ibnu Ja'far Al-Farra, dari Sabit, dari Zazan, dari Jarir ibnu Abdullah, kemudian disebutkan hal yang semisal. Sehubungan dengan hadis ini Imam Ahmad pun memberikan komentarnya, "Orang ini termasuk di antara orang-orang yang sedikit beramal, tetapi berpahala banyak."
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا مِهْران بن أبي عمر، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ سَارَهُ، إِذْ عَرَضَ لَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَالذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَقَدْ خَرَجْتُ مِنْ بِلَادِي وَتِلَادِي وَمَالِي لِأَهْتَدِيَ بِهُدَاكَ، وَآخُذَ مِنْ قَوْلِكَ، وَمَا بَلَغْتُكَ حَتَّى مَا لِي طَعَامٌ إِلَّا مِنْ خَضِر الْأَرْضِ، فاعْرِضْ عَلَيّ. فَعَرَضَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَبِلَ فَازْدَحَمْنَا حَوْلَهُ، فَدَخَلَ خُفُّ بَكْره فِي بَيْتِ جُرْذَان، فَتَرَدَّى الْأَعْرَابِيُّ، فَانْكَسَرَتْ عُنُقُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، لَقَدْ خَرَجَ مِنْ بِلَادِهِ وَتِلَادِهِ وَمَالِهِ لِيَهْتَدِيَ بِهُدَايَ وَيَأْخُذَ مِنْ قَوْلِي، وَمَا بَلَغَنِي حَتَّى مَا لَهُ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ خَضِرِ الْأَرْضِ، أَسَمِعْتُمْ بِالَّذِي عَمِلَ قَلِيلًا وَأُجِرَ كَثِيرًا هَذَا مِنْهُمْ! أَسَمِعْتُمْ بِالَّذِينِ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ؟ فَإِنَّ هَذَا مِنْهُمْ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Mahran ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, dari ayahnya, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba di tengah jalan ada seorang lelaki Badui yang menghalang-halanginya, lalu lelaki Badui itu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan benar, sesungguhnya aku tinggalkan tempat kelahiranku dan semua harta bendaku dengan tujuan mengikuti petunjukmu dan mengambil ucapanmu. Dan tidak sekali-kali aku dapat sampai kepadamu melainkan setelah semua perbekalanku habis dan makananku hanyalah dedaunan, maka aku mohon sudilah engkau menerimaku." Lalu Rasulullah Saw. menuju ke arahnya dan menerimanya. Kami (para sahabat) berdesak-desakan di sekitar lelaki Badui itu, dan ternyata kaki depan unta kendaraannya terperosok ke dalam liang tikus padang pasir, sehingga lelaki itu terjatuh dan lehernya patah (meninggal dunia). Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, dia benar berangkat (meninggalkan) negeri kelahirannya dan semua harta bendanya untuk mengikuti petunjukku dan mengambil dari ucapanku, serta tidak sekali-kali dia sampai kepadaku melainkan setelah makanan perbekalannya habis, kecuali hanya makan dari dedaunan pepohonan. Tidakkah kalian dengar perihal orang yang sedikit beramal tetapi diberi pahala banyak? Dia termasuk salah seorang dari mereka. Tidakkah kalian dengar perihal orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka' dengan kezaliman? Mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Sesungguhnya orang ini termasuk salah seorang dari mereka. Menurut lafaz lain disebutkan: Orang ini sedikit beramal tetapi diberi pahala banyak.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حديث محمد ابن مُعَلَّى -وَكَانَ نَزَلَ الرَّيَّ -حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ خَيْثَمَةَ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مِنْ أُعْطِيَ فَشَكَرَ وَمُنِعَ فَصَبَرَ وَظَلَمَ فَاسْتَغْفَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ" وَسَكَتَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَهُ؟ قَالَ ": أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Muhammad ibnu Ya'la Al-Kufi yang bertempat tinggal di Ar-Ray, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Khaisamah, dari Abu Daud, dari Abdullah ibnu Sakhbarah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diberi, lalu bersyukur; dan (barang siapa yang) dicegah (tidak diberi), lalu bersabar; dan (barang siapa yang) berbuat aniaya, lalu meminta ampun; dan (barang siapa yang) dianiaya, lalu memaafkan.... Rasulullah Saw. diam sejenak. Maka mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa dia (bagaimana kelanjutannya)?" Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-An'am: 82)
وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ ءَاتَيْنَٰهَآ إِبْرَٰهِيمَ عَلَىٰ قَوْمِهِۦ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَٰتٍۢ مَّن نَّشَآءُ ۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌۭ 83
(83) Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(83)
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya (Al-An'am: 83)
Artinya, Kami arahkan dan Kami ajarkan kepadanya cara mendebat mereka. Menurut Mujahid dan lain-lainnya, hal yang dimaksud ialah seperti yang tertera di dalam firman-Nya:
وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالأمْنِ
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang berhak mendapat keamanan? (Al-An'am: 81), hingga akhir ayat.
Dan Allah telah membenarkannya serta menceritakan baginya akan mendapat keamanan dan hidayah melalui firman-Nya:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-An'am: 82)
Setelah kesemuanya itu Allah Swt. berfirman:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. (Al-An'am: 83)
Lafaz darajatin man dapat dibaca dengan susunan idafah, dapat pula dibaca tanpa susunan idafah, seperti halnya yang ada pada surat Yusuf; kedua bacaan tersebut mempunyai makna yang hampir sama (berdekatan).
****
Firman Allah Swt.:
إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 83)
Yakni Mahabijaksana dalam semua ucapan dan perbuatan-Nya, lagi Maha Mengetahui terhadap siapa yang akan diberi-Nya hidayah dan siapa yang akan disesatkan-Nya, sekalipun telah terbukti baginya semua hujah dan bukti-bukti. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. Dalam ayat lain:
إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ * وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 83) .
وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ ۚ كُلًّا هَدَيْنَا ۚ وَنُوحًا هَدَيْنَا مِن قَبْلُ ۖ وَمِن ذُرِّيَّتِهِۦ دَاوُۥدَ وَسُلَيْمَٰنَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَٰرُونَ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ 84
(84) Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(84)
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia mengaruniakan seorang anak kepada Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ishaq, padahal usia Nabi Ibrahim sangat lanjut dan telah putus harapan untuk mendapatkan seorang anak; begitu pula istrinya, yaitu Sarah. Pada suatu hari datanglah sejumlah malaikat bertamu kepada Nabi Ibrahim dalam perjalanan mereka menuju tempat kaum Nabi Lut. Lalu mereka menyampaikan berita gembira akan kedatangan Ishaq kepada keduanya. Maka istri Nabi Ibrahim merasa heran terhadap berita tersebut dan mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
قَالَتْ يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ * قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” Para malaikat itu berkata,”tApakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya. dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (Hud: 72-73)
Para malaikat itu menyampaikan berita gembira pula perihal kenabian yang akan diperoleh anaknya selagi ia masih hidup, dan bahwa kelak anaknya akan mempunyai keturunan pula, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt melalui firman-Nya:
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh (Ash-Shaffat: 112)
Hal ini lebih sempurna dan merupakan nikmat yang paling besar. Dalam ayat lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira akan (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud: 71)
Dengan kata lain, sesudah itu dilahirkan pula seorang anak dari anakmu selagi kamu berdua masih hidup, sehingga hatimu menjadi senang karenanya, sebagaimana hati anakmu pun senang pula mendapatkannya. Karena sesungguhnya kegembiraan mendapat seorang cucu sangat kuat, mengingat hal itu sebagai pertanda akan keberlangsungannya keturunan. Juga mengingat anak yang dilahirkan dari pasangan yang sudah lanjut usia diduga tidak akan dapat melahirkan keturuhan selanjutnya, sebab keadaannya sudah lemah. Lalu terjadilah suatu kegembiraan dengan lahirnya seorang cucu, maka cucu itu dinamakan Ya'qub yang berakar dari kata keturunan atau cucu.
Hal tersebut merupakan imbalan yang diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. berkat perjuangannya. Ia rela hijrah meninggalkan kaumnya dan negeri tempat tinggalnya, pergi mengembara ke tempat yang jauh untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka Allah mengganti kaum dan handai taulannya dengan mengaruniakan anak-anak yang saleh kepadanya dari tulang sulbinya dan berpegang kepada agamanya, agar hati Nabi Ibrahim senang dengan keberadaan mereka. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا
Maka tatkala Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'qub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi. (Maryam: 49)
Sedangkan dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ۚ كُلًّا هَدَيْنَا
Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk. (Al-An'am: 84)
Artinya, sebelum itu Kami telah memberikan petunjuk kepada Nuh, sebagaimana Kami telah memberikan petunjuk kepadanya (Ibrahim) dan Kami anugerahkan kepadanya keturunan yang baik (saleh). Masing-masing dari keduanya (Nuh dan Ibrahim) mempunyai keistimewaan tersendiri yang sangat besar. Adapun Nabi Nuh a.s., maka ketika Allah Swt. menenggelamkan semua penghuni bumi —kecuali orang-orang yang beriman kepada Nabi Nuh, yaitu mereka yang menemaninya dalam perahunya— maka Allah menjadikan keturunannya adalah orang-orang yang menjadi generasi penerus; umat manusia semuanya merupakan keturunan Nabi Nuh a.s. Sedangkan Nabi Ibrahim a.s. adalah kekasih Allah. Maka tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi sesudahnya melainkan berasal dari keturunannya, seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ الْآيَةَ
dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya. (Al-Ankabut: 27), hingga akhir ayat.
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا وَإِبْرَاهِيمَ وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِمَا النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim, dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al-Kitab. (Al-Hadid: 26)
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Maryam: 58)****
Adapun firman Allah Swt. berikut ini:
وَنُوحًا هَدَيْنَا ۖ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَارُونَ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-An'am: 84)
Artinya, dan Kami beri petunjuk kepada sebagian dari keturunannya, yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun.
Damir yang ada pada lafaz zurriyyatihi kembali kepada Nuh, karena lafaz Nuh merupakan lafaz yang paling dekat di antara lafaz yang ada, lagi pula cukup jelas, tidak ada kesulitan mencarinya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan bila dikembalikan kepada lafaz Ibrahim —mengingat dialah yang disebutkan dalam konteks ayat ini— memang dinilai baik, tetapi sulit untuk mengaitkannya dengan lafaz Lut, karena Nabi Lut bukan termasuk keturunan Nabi Ibrahim, melainkan anak saudaranya yang bernama Haran ibnu Azar. Kecuali jika ia dimasukkan ke dalam pengertian keturunan berdasarkan kriteria taglib (mayoritas), seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kalian hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apakah yang kalian sembah sepeninggalanku?” Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 133)
Nabi Ismail adalah pamannya, tetapi ia dimasukkan ke dalam pengertian ayah-ayahnya secara taglib. Sama pula dengan pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ * إِلا إِبْلِيسَ
Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis. (Al-Hijr: 3-31)
Dalam ayat ini iblis dimasukkan ke dalam malaikat dalam hal mendapat perintah untuk bersujud, dan iblis dicela karena menentang perintah itu. Dia menyerupai mereka, karena itu dia diperlakukan sama dengan mereka (para malaikat) dan dikategorikan sebagai golongan para malaikat secara taglib; karena sesungguhnya pada kenyataannya iblis termasuk makhluk jin yang diciptakan dari api, sedangkan malaikat diciptakan dari nur.
وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَىٰ وَعِيسَىٰ وَإِلْيَاسَ ۖ كُلٌّۭ مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ 85
(85) dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.
(85)
وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَىٰ وَعِيسَىٰ وَإِلْيَاسَ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ
Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas, Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh. (Al-An'am: 85)
Penyebutan Isa a.s. ke dalam keturunan Nabi Ibrahim atau Nabi Nuh, menurut pendapat lainnya hal ini menunjukkan dimasukkannya keturunan anak perempuan ke dalam golongan keturunan anak laki-laki, karena sesungguhnya nasab Isa a.s. berkaitan dengan Nabi Ibrahim a.s. hanyalah melalui ibunya, yaitu Maryam a.s sebab Isa a.s. tidak berayah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Yahya Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abis, dari Abdullah ibnu Ata Al-Makki, dari Abu Harb ibnu Abul Aswad yang menceritakan bahwa Al-Hajjaj mengirimkan utusan kepada Yahya ibnu Ya'mur untuk menyampaikan pesan, "Telah sampai kepadaku suatu berita bahwa engkau menduga Al-Hasan dan Al-Husain termasuk keturunan Nabi Saw. dan kamu jumpai dalilnya di dalam Kitabullah (Al-Qur'an). Padahal aku telah membaca Al-Qur'an dari awal sampai akhir, tetapi tidak menemukannya." Yahya ibnu Ya'mur menjawab, "Tidak pernahkah engkau membaca suatu ayat di dalam surat Al-An'am yang mengatakan: dan dari keturunannya, yaitu Daud dan Sulaiman. (Al-An'am: 84) sampai kepada firman-Nya: Yahya dan Isa. (Al-An'am: 85)." Al-Hajjaj menjawab, "Ya." Yahya ibnu Ya'mur berkata, "Bukankah Isa termasuk keturunan Nabi Ibrahim, padahal dia tidak berayah?" Al-Hajjaj menjawab, "Engkau benar."
Karena itulah apabila seseorang berwasiat kepada keturunannya, atau mewakafkan kepada mereka, atau memberi mereka suatu hibah, maka keturunan dari anak-anak perempuan termasuk ke dalam golongan keturunannya.
Adapun jika seseorang memberi kepada anak laki-lakinya atau mewakafkan sesuatu kepada anak-anak lelakinya, maka hal tersebut hanya khusus bagi mereka dan bagi keturunannya dari anak laki-lakinya. Mereka yang berpendapat demikian berdalilkan kepada ucapan seorang penyair Arab yang mengatakan:
بَنُونَا بَنُو أَبْنَائِنَا وَبَنَاتُنَا ... بَنُوهُنَّ أَبْنَاءُ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ
Anak-anak lelaki kami adalah keturunan kami; sedangkan anak-anak lelaki dari keturunan anak-anak perempuan kami, mereka adalah para putra dari lelaki lain.
Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa anak-anak lelaki dari keturunan anak-anak perempuan termasuk pula ke dalam pengertian keturunan dari anak laki-laki, karena berdasarkan kepada sebuah hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Al-Hasan ibnu Ali:
"إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ"
Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyidf mudah-mudahan Allah mendamaikan dengan melaluinya dua golongan yang besar dari kalangan kaum muslim.
Dalam hadis ini Rasulullah Saw. menyebutkan Al-Hasan sebagai anak lelakinya. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Hasan (yang merupakan anak dari putrinya) dianggap sebagai anak Rasulullah Saw. sendiri.
Pendapat yang lainnya lagi membolehkannya (yakni boleh memasukkan keturunan dari anak perempuan ke dalam golongan keturunan dari anak laki-laki).
وَإِسْمَٰعِيلَ وَٱلْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًۭا ۚ وَكُلًّۭا فَضَّلْنَا عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ 86
(86) dan Ismail, Alyasa', Yunus dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya),
(86)
وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا ۚ وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ
Dan Ismail, Ilyas, Yunus dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya). (Al-An'am: 86)
وَمِنْ ءَابَآئِهِمْ وَذُرِّيَّٰتِهِمْ وَإِخْوَٰنِهِمْ ۖ وَٱجْتَبَيْنَٰهُمْ وَهَدَيْنَٰهُمْ إِلَىٰ صِرَٰطٍۢ مُّسْتَقِيمٍۢ 87
(87) Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus.
(87)
Firman Allah Swt.:
وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ
dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. (Al-An'am: 87)
Disebutkan orang-orang tua mereka, anak-anak mereka, dan saudara-saudara mereka yang setara; dan bahwa hidayah serta pilihan mencakup mereka seluruhnya. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dan Kami telah memilih mereka, dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 87)
ذَٰلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَهْدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ ۚ وَلَوْ أَشْرَكُوا۟ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ 88
(88) Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.
(88)
Kemudian disebutkan pula:
ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. (Al-An'am: 88)
Dengan kata lain, hal tersebut terjadi semata-mata berkat taufik dari Allah dan hidayah-Nya kepada mereka.
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am: 88)
Hal ini sebagai peringatan keras, sanksi yang berat terhadap perbuatan mempersekutukan Allah, dan bahwa pelakunya melakukan dosa terbesar, seperti yang disebutkan Allah dalam firman lainnya:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum kamu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalanmu.” (Az-Zumar: 65), hingga akhir ayat.
Hal ini adalah syarat, sedangkan syarat itu bukan berarti pasti akan terjadi; perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman-Nya:
قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ
Katakanlah "Jika benar Tuhan yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula menyembah (memuliakan anak itu)." (Az-Zukhruf: 81)
لَوْ أَرَدْنَا أَنْ نَتَّخِذَ لَهْوًا لاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا فَاعِلِينَ
Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya). (Al-Anbiya: 17)
لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا لاصْطَفَى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ سُبْحَانَهُ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya Mahasuci Allah Dialah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4)
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحُكْمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ۚ فَإِن يَكْفُرْ بِهَا هَٰٓؤُلَآءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًۭا لَّيْسُوا۟ بِهَا بِكَٰفِرِينَ 89
(89) Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya.
(89)
Adapun firman Allah Swt.:
أُولَئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ
Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka kitab, hikmat, dan kenabian. (Al-An'am: 89)
Artinya, merekalah orang-orang yang telah Kami berikan nikmat kepada mereka berupa hal-hal tersebut sebagai rahmat buat hamba-hamba Kami melalui mereka, dan sebagai kasih sayang Kami terhadap semua makhluk.
فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا
Jika ingkar terhadapnya. (Al-An'am: 89)
Yakni terhadap kenabian. Dapat pula diinterpretasikan bahwa damir yang ada kembali kepada ketiga perkara tersebut, yaitu Al-Kitab, hikmat, dan kenabian.
Firman Allah Swt.:
هَؤلاءِ
orang-orang itu. (Al-An'am: 89)
Yaitu penduduk Mekah, menurut Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ
maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Al-An'am: 89)
Dengan kata lain, jika semua nikmat ini diingkari oleh orang-orang dari kalangan Quraisy dan lain-lainnya, baik yang Arab maupun yang 'Ajam, dan baik dari kalangan Ahli Kitab maupun dari kalangan agama lainnya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang lain —yakni kaum Muhajirin dan kaum Ansar serta pengikut mereka— sampai hari kiamat.
لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ
yang sekali-kali mereka tidak akan mengingkarinya. (Al-An'am: 89)
Maksudnya, mereka sama sekali tidak akan mengingkarinya dan tidak akan menolak barang satu huruf pun darinya, bahkan mereka beriman kepada semuanya, baik yang muhkam maupun yang mutasyabih. Semoga Allah menjadikan kita ke dalam golongan mereka berkat karunia, kedermawanan, dan kebajikan-Nya.
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۖ فَبِهُدَىٰهُمُ ٱقْتَدِهْ ۗ قُل لَّآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَٰلَمِينَ 90
(90) Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)". Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.
(90)
Kemudian Allah Swt. ber-khitab (berbicara) kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw., melalui firman-Nya:
أُولَئِكَ
Mereka itulah (Al-An'am: 9)
Yakni para nabi yang telah disebutkan di atas serta orang-orang yang disebutkan bersama mereka dari kalangan para orang tua dan keturunannya serta saudara-saudaranya yang setara dengan mereka.
الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
Orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah (Al-An'am: 9)
Artinya, hanya merekalah yang mendapat petunjuk, bukan selain mereka.
فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ
maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 9)
Yakni anuti dan ikutilah mereka. Apabila hal ini merupakan perintah yang ditujukan kepada Rasul Saw., maka umatnya mengikut kepadanya dalam semua yang disyariatkan dan yang diperintahkan olehnya kepada mereka.
Sehubungan dengan ayat ini Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam, bahwa Juraij pernah bercerita kepada mereka, bahwa telah menceritakan kepadaku Sulaiman Al-Ahwal, bahwa Mujahid pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah di dalam surat Sad terdapat ayat yang menganjurkan bersujud tilawah?" Ibnu Abbas mengiakannya, lalu membacakan firman Allah Swt.: Dan Kami anugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. (Al-An'am: 84) sampai dengan: maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 9) Kemudian ia berkata, "Nabi Saw. termasuk salah seorang dari mereka."
Yazid ibnu Harun, Muhammad ibnu Ubaid, dan Suhail ibnu Yusuf menambahkan dari Al-Awwam, dari Mujahid, bahwa ia bertanya kepada Ibnu Abbas mengenainya. Lalu Ibnu Abbas menjawab, "Nabi kalian termasuk salah seorang yang diperintahkan untuk mengikuti petunjuk mereka."
****
Firman Allah Swt.:
قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا
Katakanlah, "Aku tidak meminta upah kepada kalian dalam menyampaikannya (Al-Qur'an)." (Al-An'am: 9)
Artinya, dalam menyampaikan Al-Qur'an ini aku tidak meminta suatu upah pun kepada kalian. Dengan kata lain, aku tidak bermaksud sesuatupun dari kalian.
إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. (Al-An'am: 9)
Yakni mereka menjadi sadar dan mendapat petunjuk dari kegelapan menuju ke jalan hidayah, dan dari kesesatan menuju ke jalan petunjuk, dan dari kekafiran menuju kepada iman, berkat Al-Qur'an.