6 - الأنعام - Al-An'aam

Juz : 7

The Cattle
Meccan

وَلَا تَقْرَبُوا۟ مَالَ ٱلْيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُۥ ۖ وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ بِٱلْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَٱعْدِلُوا۟ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ ٱللَّهِ أَوْفُوا۟ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ 152

(152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

(152) 

Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 1), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw. Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian.” (Al-Baqarah: 22) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka.

Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.

*****

Firman Allah Swt.:

حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ

hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152)

Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran.

Firman Allah Swt.:

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ

Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (Al-An'am: 152)

Allah Swt. memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ * الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ * وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ * أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ * لِيَوْمٍ عَظِيمٍ * يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6)

Allah Swt. telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya.

وَفِي كِتَابِ الْجَامِعِ لِأَبِي عِيسَى التِّرْمِذِيِّ، مِنْ حَدِيثِ الْحُسَيْنِ بْنِ قَيْسٍ أَبِي عَلِيٍّ الرّحَبي، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِ الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ: "إِنَّكُمْ وُلّيتم أَمْرًا هَلَكَتْ فِيهِ الْأُمَمُ السَّالِفَةُ قَبْلَكُمْ".

Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadis Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai hadis marfu' kecuali melalui hadis Al-Husain, padahal dia orangnya daif dalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf.

Menurut kami,

وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَرْدُوَيه فِي تَفْسِيرِهِ، مِنْ حَدِيثِ شَرِيك، عَنِ الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّكُمْ مَعْشَر الْمَوَالِي قَدْ بَشَّرَكم اللَّهُ بِخَصْلَتَيْنِ بِهَا هَلَكَتِ الْقُرُونُ الْمُتَقَدِّمَةُ: الْمِكْيَالِ وَالْمِيزَانِ"

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Syarik, dari Al-Abu’masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya kalian, hai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu takaran dan timbangan.

*****

Firman Allah Swt.:

لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kemampuannya. (Al-An'am: 152)

Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada dosa atas dirinya.

وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حَدِيثِ بَقِيَّة، عَنْ مُبَشر بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونِ بْنِ مهْران، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَيَّب قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا فَقَالَ: "مِنْ أَوْفَى عَلَى يَدِهِ فِي الْكَيْلِ وَالْمِيزَانِ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ صِحَّةَ نِيَّتِهِ بِالْوَفَاءِ فِيهِمَا، لَمْ يُؤَاخَذْ". وَذَلِكَ تَأْوِيلُ وُسْعَهَا

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Maisarah ibnu Ubaid, dari Amr ibnu Maimun ibnu Mahran, dari ayahnya, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152) pernah bersabda: Barang siapa yang menunaikan dengan sempurna takaran dan timbangan yang ada di tangannya —Allah lebih mengetahui kebenaran niatnya dalam melakukan keduanya—, maka ia tidak berdosa. Demikianlah takwil 'sebatas kemampuannya'.

Hadis ini berpredikat mursal garib.

****

Firman Allah Swt.:

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى

Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian. (Al-An'am: 152)

Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ

hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8), hingga akhir ayat.

Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintah­kan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan.

*****

Firman Allah Swt.:

وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا

dan penuhilah janji Allah. (Al-An'am: 152)

Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamal­kan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah.

ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)

Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan.

لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

agar kalian ingat. (Al-An'am: 152)

Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna.


وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًۭا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 153

(153) dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

(153) 

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. (Al-An'am: 153) Juga mengenai firman-Nya: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya. (Asy-Syura: 13) dan ayat lainnya yang semakna dalam Al-Qur'an. Ibnu Abbas berkata bahwa Allah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk berjamaah (bersatu) dan melarang mereka berselisih pendapat dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberitahukan kepada mereka, sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum mereka hanyalah karena pertikaian dan permusuhan mereka dalam agama Allah. Hal yang semisal disebutkan pula oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ: شَاذَانُ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ -هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ -عَنْ عَاصِمٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي النُّجُودِ -عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -قَالَ: خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا سَبِيل اللَّهِ مُسْتَقِيمًا". وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذِهِ السُّبُل لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ". ثُمَّ قَرَأَ: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir Syazan. telah menceritakan kepada kami Abu Bakar (yaitu Ibnu Ayyasy), dari Asim (yaitu Ibnu Abun Nujud), dari Abu Wail, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, membuat sebuah garis dengan tangannya (di tanah), kemudian bersabda: "Ini jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau Saw. membuat garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian bersabda, "Ini jalan-jalan lain, tiada suatu jalan pun darinya melainkan terdapat setan yang menyerukan kepadanya." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Kuyang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan­Nya. (Al-An'am: 153)

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim, dari Al-Asam, dari Ahmad ibnu Abdul Jabbar, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan sanad yang sama. Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Razi, Warqa, dan Amr ibnu Abu Qaus, dari Asim, dari Abu Wail (yaitu Syaqiq ibnu Salamah), dari Ibnu Mas'ud secara marfu’ dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yazid ibnu Harun dan Musaddad serta An-Nasai, dari Yahya ibnu Habib ibnu Arabi dan Ibnu Hibban melalui hadis Ibnu Wahb, keempat-empatnya dari Hammad ibnu Zaid, dari Asim, dari Abu Wail, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna, dari Al-Hammani, dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang semisal. Imam Hakim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Ishaq, dari Ismail ibnu Ishaq Al-Qadi, dari Sulaiman ibnu Harb, dari Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang sama pula; dan Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

Imam Nasai dan Imam Hakim telah meriwayatkan hadis ini melalui hadis Ahmad ibnu Abdullah ibnu Yunus, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Zurr, dari Abdullah ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama secara marfu.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih melalui hadis Yahya Al-Hammani, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Zurr dengan lafaz yang semisal.

Imam Hakim menilainya sahih, seperti yang Anda ketahui melalui dua jalur. Barangkali hadis ini bersumberkan dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Zurr, juga dari Abu Wail Syaqiq ibnu Salamah; kedua-duanya dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama.

Imam Hakim mengatakan bahwa syahid (bukti) dari hadis ini diperkuat oleh hadis Asy-Sya'bi, dari Jabir melalui jalur yang tidak dikukuhkan. Imam Hakim seakan-akan mengisyaratkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abdu ibnu Humaid, sedangkan lafaznya berdasarkan Imam Ahmad.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بن محمد -وهو أبو بكر بن أَبِي شَيْبَةَ -أَنْبَأَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَطَّ خَطًّا هَكَذَا أَمَامَهُ، فَقَالَ: "هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ". وَخَطَّيْنِ عَنْ يَمِينِهِ، وَخَطَّيْنِ عَنْ شِمَالِهِ، وَقَالَ: "هَذِهِ سَبِيلُ الشَّيْطَانِ". ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ فِي الْخَطِّ الْأَوْسَطِ، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (yaitu Abu Bakar ibnu Abu Syaibah), telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan, "Ketika kami sedang duduk di dekat Nabi Saw., maka beliau membuat suatu garis seperti ini di hadapannya, lalu bersabda: 'Ini adalah jalan Allah,’ lalu membuat dua garis di sebelah kanan dan dua garis lagi di sebelah kiri garis pertama, lalu bersabda, 'Ini jalan-jalan setan.' Sesudah itu Nabi Saw. meletakkan tangannya pada garis yang paling tengah seraya membacakan firman-Nya: 'dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa' (Al-An'am: 153)."

Imam Ibnu Majah meriwayatkannya di dalam kitab sunnah dari Sunan-nya, begitu juga Imam Al-Bazzar, semuanya dari Abu Sa'id (yaitu Abdullah ibnu Sa'id), dari Abu Khalid Al-Ahmar dengan lafaz yang sama.

Menurut kami, Al-Hafiz ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua jalur, dari Abu Sa'id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membuat suatu garis, lalu membuat garis lagi di sebelah kanan dan sebelah kirinya masing-masing satu garis. Kemudian beliau meletakkan tangan (tongkat)nya pada garis yang pa­ling tengah, lalu membacakan firman-Nya: dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. (Al-An'am: 153)

Tetapi yang dijadikan pegangan adalah hadis Ibnu Mas'ud, sekalipun di dalamnya ada hal yang diperselisihkan, jika dianggap sebagai asar, dan memang telah diriwayatkan secara mauquf hanya sampai pada dia.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Aban ibnu Usman, bahwa pernah seorang lelaki berkata kepada Ibnu Mas'ud, "Apakah siratal mustaqim (jalan yang lurus) itu?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Nabi Muhammad Saw. meninggal­kan kami di bawahnya, sedangkan di ujung jalan yang lurus itu terdapat surga. Tetapi di sebelah kanannya terdapat jembatan dan di sebelah kirinya terdapat jembatan lagi. Kemudian dipanggillah semua orang yang harus melewatinya. Barang siapa yang mengambil jalan jembatan tersebut, maka jembatan itu mengantarkannya ke neraka. Tetapi barang siapa yang mengambil jalan yang lurus itu, maka jalan yang lurus itu menghantarkannya ke surga." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia: dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya (Al-An’am: 153), hingga akhir ayat.

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahab, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kaini Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Ayyasy, dari Muslim ibnu Abu Imran, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud mengenai makna jalan yang lurus. Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Nabi Muhammad Saw. meninggalkan kita di bawahnya yang ujungnya berakhir sampai ke surga," hingga akhir hadis, sama dengan sebelumnya.

Telah diriwayatkan melalui hadis An-Nuwwas ibnu Sam'an hal yang semisal.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سَوَّار أَبُو الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا لَيْث -يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ؛ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ جُبَيْر بْنِ نُفَيْرٍ حَدَّثَهُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا صِراطًا مُسْتَقِيمًا، وَعَنْ جَنْبتَي الصِّرَاطِ سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ، وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ مُرْخَاةٌ، وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ: أَيُّهَا النَّاسُ، ادْخُلُوا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ جَمِيعًا، وَلَا تَتَفَرَّجُوا وَدَاعٍ يَدْعُو مَنْ جَوْفِ الصِّرَاطِ، فَإِذَا أَرَادَ الْإِنْسَانُ أَنْ يَفْتَحَ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ قَالَ: وَيْحَكَ. لَا تَفْتَحْهُ، فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ، فَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ، وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ، وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ، وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ، وَالدَّاعِي مِنْ فَوْقِ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Siwar Abul Ala, telah menceritakan kepada kami Lais (yakni Ibnu Sa'd), dari Mu'awiyah ibnu Saleh, bahwa Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir telah menceritakan kepadanya, dari ayahnya, dari An-Nuwwas ibnu Sam'an, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Allah membuat suatu perumpamaan, yaitu jalan yang lurus, pada kedua sisi jalan yang lurus terdapat dua buah tembok, yang pada kedua tembok itu terdapat banyak pintu yang terbuka dalam keadaan tertutup oleh penutup yang dijuraikan. Pada pintu jalan terdapat juru seru yang mengatakan.”Hai manusia, marilah kalian semua masuki jalan yang lurus ini, dan janganlah kalian bercerai berai!" Dan ada juru penyeru lagi dari atas jalan itu: maka apabila seseorang hendak membuka salah satu dari pintu-pintu itu, juru seru tersebut berkata.”Celakalah kamu. jangan kamu buka. Jika kamu membukanya, kamu pasti memasukinya (yakni neraka).' 'Jalan tersebut adalah perumpamaan agama Islam, sedangkan kedua tembok itu perumpamaan batasan-batasan Allah, dan pintu-pintu yang terbuka itu perumpamaan hal-hal yang diharamkan Allah. Juru penyeru yang ada di pintu jalan adalah perumpamaan Kitabullah, sedangkan juru penyeru yang dari atas jalan adalah nasihat Allah yang ada di dalam kalbu setiap orang muslim.

Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya dari Ali ibnu Hijr, Imam Nasai menambahkan dari Amr ibnu Usman; kedua-duanya dari Baqiyyah ibnul Walid, dari Yahya ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Jubair ibnu Nafir, dari An-Nuwwas ibnu Sam'an dengan lafaz yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.

*****

Firman Allah Swt.:

فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ

maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain. (Al-An'am: 153)

Sesungguhnya lafaz sirat atau jalan-Nya dikemukakan dalam bentuk tunggal karena perkara yang hak itu hanyalah satu. Mengingat hal itu, maka lafaz sabil dikemukakan dalam bentuk jamak (yaitu subul) karena berbeda-beda dan bercabang-cabang, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا سفيان بن حسين، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمْ يُبَايِعُنِي عَلَى هَذِهِ الْآيَاتِ الثَّلَاثِ؟ ". ثُمَّ تَلَا قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ حَتَّى فَرَغَ مِنْ ثَلَاثِ الْآيَاتِ، ثُمَّ قَالَ: "وَمَنْ وَفَّى بِهِنَّ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنِ انْتَقَصَ مِنْهُنَّ شَيْئًا أَدْرَكَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا كَانَتْ عُقُوبَتَهُ، وَمَنْ أخَّرَه إِلَى الْآخِرَةِ كَانَ أَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ أَخَذَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Siapakah di antara kalian yang mau berbaiat (berjanji setia) kepadaku untuk berpegang teguh kepada ketiga ayat ini?" Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151) hingga selesai sampai akhir ketiga ayat berikutnya. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang menunaikan ketiganya, maka pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah di dunia, maka hal itu adalah hukumannya. Barang siapa yang menangguhkannya sampai hari akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah. Jika Allah berke­hendak menyiksanya, niscaya Dia menyiksanya; dan jika Dia berkehendak memaafkannya, niscaya Dia memaafkannya.


ثُمَّ ءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ تَمَامًا عَلَى ٱلَّذِىٓ أَحْسَنَ وَتَفْصِيلًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ لَّعَلَّهُم بِلِقَآءِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ 154

(154) Kemudian Kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka.

(154) 

Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa. (Al-An'am: 154) Bentuk lengkapnya ialah, "Kemudian katakanlah, hai Muhammad, sebagai penyampai berita dari Kami bahwa Kami telah memberikan kitab Taurat kepada Musa." Ditafsirkan demikian karena berdasarkan hal yang ditunjukkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian." (Al-An'am: 151)

Menurut kami, pendapat ini masih perlu diteliti, mengingat lafaz summa di sini hanyalah menunjukkan pengertian 'ataf khabar sesudah khabar, bukan untuk menunjukkan makna tartib (urutan). Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair, yaitu:

قُلْ لِمَنْ سَادَ ثُم سَادَ أبوهُ ... ثُمّ قَدْ سَادَ قَبْلَ ذَلكَ جَده

Katakanlah kepada orang yang berkuasa, kemudian ayahnya berkuasa, kemudian sebelum itu kakeknya telah berkuasa pula.

Dalam ayat berikut ini ketika Allah memberitakan perihal Al-Qur'an melalui firman-Nya:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ

dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. (Al-An'am: 153)

maka Allah meng-'ataf-kannya dengan sanjungan yang ditujukan kepada kitab Taurat dan rasul yang membawanya melalui firman-Nya:

ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ

Kemudian Kami memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa. (Al-An'am: 154)

Banyak sekali penyebutan Al-Qur'an diiringi dengan sebutan Taurat, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:

وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُصَدِّقٌ لِسَانًا عَرَبِيًّا

Dan sebelum Al-Qur’an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang membenar­kannya dalam bahasa Arab. (Al-Ahqaf: 12)

Juga dalam firman Allah Swt. sebelum ayat ini, yaitu firman-Nya:

قُلْ مَنْ أَنزلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا

Katakanlah, "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kalian jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kalian perlihatkan (sebagiannya) dan kalian sembunyikan sebagian besarnya. (Al-An'am: 91), hingga akhir ayat.

Lalu sesudahnya, yaitu firman-Nya:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ

Dan ini (Al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi. (Al-An'am: 92), hingga akhir ayat)

Dan Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik:

فَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوا لَوْلا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ مُوسَى

Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata.”Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?” (Al-Qashash: 48)

Kemudian dalam Firman selanjutnya disebutkan:

أَوَلَمْ يَكْفُرُوا بِمَا أُوتِيَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ قَالُوا سِحْرَانِ تَظَاهَرَا وَقَالُوا إِنَّا بِكُلٍّ كَافِرُونَ

Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkata, "Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu-membantu." Dan mereka (juga) berkata, "Sesungguhnya kami tidak memper­cayai masing-masing mereka itu.” (Al-Qashash: 48)

Allah Swt. berfirman menceritakan perihal jin, bahwa mereka mengatakan:

قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ

Mereka berkata, "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran. (Al-Ahqaf: 3)

*****

Firman Allah Swt.:

تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ وَتَفْصِيلا

untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan dan untuk menjelaskan segala sesuatu. (Al-An'am: 154)

Artinya Kami berikan kepadanya Al-Kitab yang Kami turunkan kepadanya dalam keadaan lengkap, sempurna, dan mencakup semua yang diperlukan di dalam syariatnya. Hal ini semakna dengan firman-Nya:

وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa luh-luh (Taurat) segala sesuatu. (Al-A'raf: 145)

*****

Adapun firman Allah Swt.:

عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ

kepada orang yang berbuat kebaikan. (Al-An'am: 154)

Yakni sebagai balasan atas kebaikannya dalam beramal, menegakkan perintah-perintah Kami, dan taat kepada Kami. Perihalnya sama dengan makna firman-Nya:

هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (Ar-Rahman: 6)

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.”(Al-Baqarah: 124)

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (As-Sajdah: 24)

Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan. (Al-An'am: 154) Yaitu berbuat baik terhadap apa yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Menurut Qatadah, orang yang berbuat kebaikan di dunia akan disempurnakan baginya pahala hal tersebut di hari akhirat nanti.

Tetapi Ibnu Jarir memilih makna yang menafsirkan firman-Nya: Kemudian Kami telah memberikan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan. (Al-An 'am: 154) Yakni menyempurnakan kebaikannya. Maka seakan-akan lafaz Al-lazi yang sesudahnya dianggap sebagai masdar, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا

dan kalian mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. (At-Taubah: 69)

Yaitu seperti percakapan mereka. Juga sama dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataan Ibnu Rawwahah dalam salah satu bait syairnya berikut ini:

فَثَبَّتَ اللهُ مَا آتاكَ مِنْ حَسَنٍ ... فِي الْمَرْسَلِينَ وَنَصْرًا كَالَّذِي نُصِرُوا

Semoga Allah menetapkan kebaikan yang telah diberikan-Nya kepada engkau di kalangan para rasul, juga kemenangan seperti kemenangan mereka.

Ulama lainnya mengatakan bahwa

( الَّذِي )

dalam ayat ini bermakna

( الَّذِينَ.)

Ibnu Jarir mengatakan,telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa dia membacanya seperti bacaan berikut, yaitu:

"تَمَامًا عَلَى الَّذِينَ أَحْسَنُوا"

Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa makna

تَمَامًا عَلَى الَّذِي أَحْسَنَ

ialah untuk menyempurnakan nikmat Kami kepada orang-orang mukmin dan orang-orang yang berbuat baik.

Hal yang sama dikatakan oleh Abu Ubaidah.

Al-Bagawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang berbuat baik ialah para nabi dan orang-orang mukmin. Dengan kata lain, Kami tampakkan keutamaan Musa atas mereka.

Pendapat ini semakna dengan pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang mengatakan:

قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي

Allah berfirman, "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku.” (Al-A'raf: 144)

Tetapi bukan berarti terpilihnya Musa berada di atas Nabi Muhammad —penutup para nabi— dan Nabi Ibrahim Al-Khalil karena ada dalil-dalil lain yang menyanggahnya.

Ibnu Jarir mengatakan, Abu Amr ibnul Ala telah meriwayatkan dari Yahya ibnu Ya'mur bahwa Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut: Tamaman 'alal lazi ahsanu, dengan bacaan rafa' yang takwil-nya ialah bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa bacaan ini tidak boleh dipakai, sekalipun menurut penilaian bahasa Arab dapat dibenarkan.

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah sebagai karunia Allah untuk menambahkan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Al-Bagawi, tidak ada pertentangan antara pendapat ini dengan pendapat yang pertama. Kedua pengertian tersebut digabungkan oleh Ibnu Jarir, seperti yang telah kami sebutkan.

*****

Firman Allah Swt.:

وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً

dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat. (Al An’am: 154)

Di dalam makna ayat ini terkandung pujian kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah kepada mereka.

لَعَلَّهُمْ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ * وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka. Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (Al-An'am: 154-155)

Makna ayat mengandung seruan untuk mengikuti Al-Qur'an yang di­anjurkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka menyukai­nya, dan memerintahkan kepada mereka untuk memikirkan maknanya, mengamalkan kandungannya, dan menyerukan orang lain untuk mengikutinya. Allah menyifati Al-Qur'an sebagai kitab yang diberkahi, yakni barang siapa yang mengikuti ajaran Al-Qur'an dan mengamalkan­nya, niscaya ia mendapat berkah di dunia dan akhirat, karena sesungguhnya Al-Qur'an adalah tali yang menghubungkan kepada Allah, tali Allah yang kuat.


وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ مُبَارَكٌۭ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ 155

(155) Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.

(155) 

Di dalam makna ayat ini terkandung pujian kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah kepada mereka.

لَعَلَّهُمْ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ * وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka. Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (Al-An'am: 154-155)

Makna ayat mengandung seruan untuk mengikuti Al-Qur'an yang di­anjurkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka menyukai­nya, dan memerintahkan kepada mereka untuk memikirkan maknanya, mengamalkan kandungannya, dan menyerukan orang lain untuk mengikutinya. Allah menyifati Al-Qur'an sebagai kitab yang diberkahi, yakni barang siapa yang mengikuti ajaran Al-Qur'an dan mengamalkan­nya, niscaya ia mendapat berkah di dunia dan akhirat, karena sesungguhnya Al-Qur'an adalah tali yang menghubungkan kepada Allah, tali Allah yang kuat.


أَن تَقُولُوٓا۟ إِنَّمَآ أُنزِلَ ٱلْكِتَٰبُ عَلَىٰ طَآئِفَتَيْنِ مِن قَبْلِنَا وَإِن كُنَّا عَن دِرَاسَتِهِمْ لَغَٰفِلِينَ 156

(156) (Kami turunkan al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.

(156) 

Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat adalah seperti berikut. Bahwa ini adalah Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan agar kalian tidak mengatakan:

إِنَّمَا أُنزلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا

Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami. (Al-An'am: 156)

Dengan kata lain, agar kalian tidak mempunyai alasan lagi untuk berkilah. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:

وَلَوْلا أَنْ تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ

Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau.” (Al-Qashash: 47), hingga akhir ayat.

****

Firman Allah Swt.:

عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا

kepada dua golongan saja sebelum kami. (Al-An'am: 156)

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan kedua golongan tersebut ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, As-Saddi, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Firman Allah Swt.:

وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ

dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca. (Al-An'am: 156)

Yakni kami tidak memahami apa yang mereka katakan karena mereka tidak sebahasa dengan kami, selain itu kami dalam keadaan lalai dan sibuk dari memperhatikan apa yang mereka baca itu.

Firman Allah Swt.:

أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنزلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَى مِنْهُمْ

Atau agar kalian (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami. tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka.” (Al-An'am: 157)

Dengan kata lain, Kami sengaja memutuskan alasan kalian agar kalian jangan mengatakan, "Sekiranya diturunkan kepada kami Kitab seperti apa yang diturunkan kepada mereka, niscaya kami akan lebih mendapat petunjuk daripada mereka dalam memahami apa yang diturunkan kepada mereka." Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:

وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَهُمْ نَذِيرٌ لَيَكُونُنَّ أَهْدَى مِنْ إِحْدَى الأمَمِ

Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk daripada salah satu umat-umat (yang lain). (Fathir: 42)

Hal yang sama dikatakan dalam surat ini melalui firman-Nya:

فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ

Sesungguhnya telah datang kepada kalian keterangan yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk, dan rahmat. (Al-An'am: 157)

Disebutkan bahwa telah datang kepada kalian dari Allah melalui lisan Nabi Muhammad Saw. yang Arab, yaitu Al-Quran yang di dalamnya terkandung penjelasan mengenai halal dan haram sebagai petunjuk hati serta sebagai rahmat dari Allah buat hamba-hamba-Nya yang mau mengikutinya dan menelusuri apa yang terkandung di dalamnya.

****

Firman Allah Swt.:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya. (Al-An’am: 157)

Maksudnya tidak mau mengambil manfaat dari apa yang disampaikan oleh Rasul, tidak mau mengikuti tuntunan yang diajarkannya, serta tidak mau meninggalkan selainnya. Bahkan berpaling, tidak mau mengikuti ayat-ayat Allah dan memalingkan orang lain darinya serta menghalang-halangi mereka untuk menerimanya. Demikianlah menurut penafsiran As-Saddi.

Dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan berpaling darinya. (Al-An'am: 157) Yaitu memalingkan diri dari ayat-ayat Allah.

Pendapat As-Saddi dalam tafsir ayat ini mengandung kekuatan, mengingat Allah Swt. telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157)

Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam permulaan surat, yaitu melalui firman-Nya:

وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ

Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri. (Al-An'am: 26)

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ

Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88)

Sedangkan dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ

Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (Al-An'am: 157)

Barangkali makna yang dimaksud sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Yakni tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak pula mengamalkan­nya. Seperti yang disebutkan dalam ayat-lainnya melalui firman-Nya:

فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى

Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32)

Masih banyak ayat lain yang menunjukkan makna bahwa orang kafir itu hatinya ingkar dan seluruh anggota tubuhnya tidak mau digerakkan untuk beramal. Tetapi pendapat As-Saddi lebih kuat dan lebih jelas, karena Allah Swt. telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Sama dengan firman lainnya: Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)


أَوْ تَقُولُوا۟ لَوْ أَنَّآ أُنزِلَ عَلَيْنَا ٱلْكِتَٰبُ لَكُنَّآ أَهْدَىٰ مِنْهُمْ ۚ فَقَدْ جَآءَكُم بَيِّنَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَهُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَذَّبَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا ۗ سَنَجْزِى ٱلَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ ءَايَٰتِنَا سُوٓءَ ٱلْعَذَابِ بِمَا كَانُوا۟ يَصْدِفُونَ 157

(157) Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Sesungguhnya jikalau kitab ini diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka". Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksa yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.

(157) 

Firman Allah Swt.:

أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنزلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَى مِنْهُمْ

Atau agar kalian (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya jikalau kitab itu diturunkan kepada kami. tentulah kami lebih mendapat petunjuk daripada mereka.” (Al-An'am: 157)

Dengan kata lain, Kami sengaja memutuskan alasan kalian agar kalian jangan mengatakan, "Sekiranya diturunkan kepada kami Kitab seperti apa yang diturunkan kepada mereka, niscaya kami akan lebih mendapat petunjuk daripada mereka dalam memahami apa yang diturunkan kepada mereka." Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:

وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَهُمْ نَذِيرٌ لَيَكُونُنَّ أَهْدَى مِنْ إِحْدَى الأمَمِ

Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk daripada salah satu umat-umat (yang lain). (Fathir: 42)

Hal yang sama dikatakan dalam surat ini melalui firman-Nya:

فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ

Sesungguhnya telah datang kepada kalian keterangan yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk, dan rahmat. (Al-An'am: 157)

Disebutkan bahwa telah datang kepada kalian dari Allah melalui lisan Nabi Muhammad Saw. yang Arab, yaitu Al-Quran yang di dalamnya terkandung penjelasan mengenai halal dan haram sebagai petunjuk hati serta sebagai rahmat dari Allah buat hamba-hamba-Nya yang mau mengikutinya dan menelusuri apa yang terkandung di dalamnya.

****

Firman Allah Swt.:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya. (Al-An’am: 157)

Maksudnya tidak mau mengambil manfaat dari apa yang disampaikan oleh Rasul, tidak mau mengikuti tuntunan yang diajarkannya, serta tidak mau meninggalkan selainnya. Bahkan berpaling, tidak mau mengikuti ayat-ayat Allah dan memalingkan orang lain darinya serta menghalang-halangi mereka untuk menerimanya. Demikianlah menurut penafsiran As-Saddi.

Dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan berpaling darinya. (Al-An'am: 157) Yaitu memalingkan diri dari ayat-ayat Allah.

Pendapat As-Saddi dalam tafsir ayat ini mengandung kekuatan, mengingat Allah Swt. telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157)

Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam permulaan surat, yaitu melalui firman-Nya:

وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ

Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri. (Al-An'am: 26)

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ

Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88)

Sedangkan dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ

Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (Al-An'am: 157)

Barangkali makna yang dimaksud sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Yakni tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak pula mengamalkan­nya. Seperti yang disebutkan dalam ayat-lainnya melalui firman-Nya:

فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى

Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32)

Masih banyak ayat lain yang menunjukkan makna bahwa orang kafir itu hatinya ingkar dan seluruh anggota tubuhnya tidak mau digerakkan untuk beramal. Tetapi pendapat As-Saddi lebih kuat dan lebih jelas, karena Allah Swt. telah berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling darinya? (Al-An'am: 157) Sama dengan firman lainnya: Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)