2 - البقرة - Al-Baqara

Juz : 1

The Cow
Medinan

قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ ٱلدَّارُ ٱلْءَاخِرَةُ عِندَ ٱللَّهِ خَالِصَةًۭ مِّن دُونِ ٱلنَّاسِ فَتَمَنَّوُا۟ ٱلْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ 94

(94) Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.

(94) 

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.: Katakanlah, "Jika kalian (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar” (Al-Baqarah: 94) Yakni berdoalah kalian untuk minta segera dimatikan. Khitab ini ditujukan kepada kedua belah pihak, yakni orang-orang Yahudi dan kaum muslim. Dengan kata lain, manakah di antara kedua golongan itu yang berdusta. Ternyata mereka menolak hal tersebut di hadapan Rasulullah Saw. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. (Al-Baqarah: 95) Maksudnya, Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal pengetahuan mereka mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh diri mereka sendiri, bahkan mereka mengetahui kekufuran diri mereka terhadap agamanya sendiri. Disebutkan, seandainya mereka benar-benar menginginkan kematian di saat Allah berfirman demikian terhadap mereka, niscaya tiada seorang pun dari kalangan Yahudi di muka bumi ini melainkan pasti binasa saat itu juga.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Fatamannawul mauta," artinya minta matilah kalian.

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Ikrimah sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar. (Al-Baqarah: 94) Sahabat Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Seandainya orang-orang Yahudi itu mengingini kematian, niscaya mereka akan mati semuanya."

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Assam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar dari Al-A'masy, yang ia yakini bahwa Al-A'masy mendengamya dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka benar-benar mengingini kematian, niscaya seseorang dari mereka menelan kembali air ludahnya (dahaknya)." Sanad dari semua riwayat tersebut memang sahih sampai kepada Ibnu Abbas.

Ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah sampai sebuah riwayat kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لَوْ أَنَّ الْيَهُودَ تَمَنَّوُا الْمَوْتَ لَمَاتُوا. وَلَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ النَّارِ. وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُباهلون رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَرَجَعُوا لَا يَجِدُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا".

Seandainya orang-orang Yahudi itu mengingini kematian, niscaya mereka semua mati dan niscaya mereka akan melihat tempat kediaman mereka di neraka. Dan seandainya orang-orang yang diajak bermubahalah oleh Rasulullah Saw. keluar, niscaya mereka akan kembali tanpa menemukan keluarga dan harta bendanya lagi.

Hadis ini diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. Imam Ahmad dari Ismail ibnu Yazid Ar-Raqi telah meriwayatkannya pula bahwa telah menceritakan kepada kami Furat, dari Abdul Karim dengan lafaz yang sama.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt., "Mereka (orang-orang Yahudi) sama sekali tidak akan mengingini kematian itu karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka sendiri." Aku (Abbad ibnu Mansur) bertanya, "Bagaimanakah menurutmu, seandainya mereka mengingini kematian itu, ketika dikatakan kepada mereka, 'Inginilah kematian kalian!' Apakah mereka akan mati ketika itu juga?" Al-Hasan menjawab, "Tidak, demi Allah, mereka sama sekali tidak akan mati ketika itu juga, sekalipun mereka mengingini kematian itu. Mereka sekali-kali tidak akan mengingini kematian itu, karena sesungguhnya seperti apa yang telah kamu dengar, Allah Swt. telah berfirman: 'Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya" (Al-Baqarah: 95)."

Sanad riwayat ini yang bersumber dari Al-Hasan berpredikat garib, mengingat penafsiran yang diketengahkan oleh Ibnu Abbas r.a. mengenai makna ayat ini bersifat telah dipastikan, yakni menyerukan kepada kedua belah pihak, siapakah di antara keduanya yang berdusta; apakah mereka (orang-orang Yahudi) atau kaum muslim melalui cara mubahalah (sumpah-menyumpah). Demikianlah menurut keterangan yang dinukil oleh Ibnu Jarir, dari Qatadah, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas rahimahullah.

Ayat lain yang semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Swt. dalam surat Al-Jumu'ah, yaitu:

قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ* وَلا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ* قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Katakanlah, "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian mendakwakan bahwa sesungguhnya kalian sajalah kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar." Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim. Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan." (Al-Jumu'ah: 6-8)

Ketika mereka —semoga laknat Allah menimpa mereka— menduga bahwa diri mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, serta mereka berani mengatakan, "Tidak akan masuk surga kecuali hanya orang yang beragama Yahudi atau Nasrani," lalu mereka diajak untuk ber-mubahalah dan mendoakan kebinasaan terhadap siapa yang berdusta di antara kedua belah pihak; yakni dari kalangan mereka atau dari kalangan kaum muslim. Ketika mereka menolak untuk melakukan hal tersebut, maka masing-masing orang dari kalangan mereka mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim. Seandainya mereka merasa yakin dengan apa yang mereka jalani, niscaya mereka berani maju melakukan mubahalah tersebut. Tetapi setelah mereka mundur, maka diketahuilah bahwa mereka berdusta.

Hal yang sama pernah diserukan pula oleh Rasulullah Saw. terhadap delegasi dari orang-orang Nasrani Najran sesudah hujah mereka dipatahkan dalam suatu perdebatan, dan mereka masih tetap ingkar serta membangkang. Rasulullah Saw. mengajak mereka untuk ber-mubahalah. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61)

Ketika mereka dihadapkan kepada suatu kenyataan, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Demi Allah, jika kalian mau ber-mubahalah dengan Nabi ini, niscaya tiada seorang pun dari kalian yang matanya masih berkedip (mati semua)." Maka sejak saat itu akhirnya mereka lebih cenderung untuk perdamaian, dan mereka bersedia membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan hina. Maka Nabi Saw. menetapkan jizyah atas mereka dan mengutus kepada mereka Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai amin (sekretarisnya).

Sama dengan makna ayat ini atau mendekatinya adalah firman Allah Swt. kepada Nabi-Nya yang memerintahkan agar mengatakan kepada orang-orang musyrik, yaitu:

قُلْ مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا

Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya." (Maryam: 75)

Yakni barang siapa yang berada dalam kesesatan dari kalangan kami dan kalian, semoga Allah menambahkan kepadanya apa yang sudah ada baginya dan memperpanjang serta menangguhkannya, seperti yang akan diterangkan pada tempatnya nanti, insya Allah.

Adapun mengenai orang yang menafsirkan firman-Nya, "Jika kalian memang benar," yakni dalam pengakuan kalian itu, maka inginilah kematian itu. Mereka yang menafsirkan demikian tidak menyinggung masalah mubahalah, seperti yang telah ditetapkan oleh segolongan ulama ahli kalam (ahli tauhid) dan lain-lainnya.

Ibnu Jarir cenderung kepada pendapat ini sesudah mendekati pendapat yang pertama (yakni yang menyinggung masalah mubahalah). Karena sesungguhnya ia telah mengatakan sehubungan dengan takwil ayat berikut: Katakanlah, "Jika kalian (beranggapan bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain ..." (Al-Baqarah: 94) Bahwa ayat ini termasuk salah satu ayat yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya sebagai hujah terhadap orang-orang Yahudi yang berada di tempat dekat tempat hijrah beliau Saw., sekaligus mengungkap kedustaan para rahib dan para pendeta mereka.

Demikian itu karena Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk memutuskan peradilan yang adil dalam menangani kasus yang terjadi antara beliau dan mereka, yakni kasus perselisihan. Seba-gaimana Allah memerintahkan kepada beliau agar mengajak golongan yang lain (yakni kaum Nasrani) —di saat mereka bertentangan dengannya dalam masalah Isa ibnu Maryam a.s. dan mereka berdebat dengan beliau mengenainya— untuk melerai hal ini melalui mubahalah antara beliau dan mereka.

Untuk itu dikatakan kepada golongan orang-orang Yahudi, "Jika kalian memang benar (dalam pengakuan kalian), maka inginilah kematian kalian. Karena sesungguhnya kematian itu tidak merugikan kalian jika kalian memang benar dalam pengakuan kalian yang menyatakan bahwa kalian beriman dan kedudukan kalian dekat dengan Allah Swt. Karena dengan kematian itu niscaya Allah akan segera memberikan apa yang kalian cita-citakan dan yang selama ini kalian dambakan itu. Karena sesungguhnya setelah kalian mati, kalian terbebas dari kepayahan hidup di dunia ini yang penuh dengan kekeruhan dan kelelahan di dalamnya; kemudian kalian beruntung memperoleh kedudukan di sisi Allah —yaitu di surga-Nya— jika perkaranya seperti apa yang kalian duga, bahwa kampung akhirat (surga) hanya khusus buat kalian, bukan kami. Tetapi jika kalian tidak mau melakukannya, maka orang-orang lain akan mengetahui bahwa kalianlah yang batal dan kamilah yang benar dalam pengakuan kami, serta ter-bukalah bagi mereka perkara kami dan kalian."

Maka orang-orang Yahudi itu menolak melakukan hal tersebut karena mereka mengetahui jika mereka mengingini kematian, niscaya mereka benar-benar binasa. Akibatnya akan lenyaplah dunia mereka, dan tempat mereka kembali kepada kehinaan selama-lamanya di ne-geri akhirat.

Hal yang sama dilakukan oleh orang-orang Nasrani, mereka menolak diajak untuk ber-mubahalah oleh Nabi Saw. ketika mereka bertentangan dengan Nabi Saw. sehubungan dengan masalah Isa ibnu Maryam a.s.

Pendapat ini permulaannya memang baik, tetapi bagian terakhirnya masih perlu dipertimbangkan. Demikian itu karena yang tersimpul darinya tidak mengandung hujah terhadap mereka. Mengingat dapat saja dikatakan bahwa sesungguhnya tidak ada kaitan antara keadaan mereka yang mengakui benar dalam dakwaannya dengan konsekuensinya yang menyatakan bahwa mereka harus mengingini kematian. Dengan kata lain, hubungan antara keberadaan kemaslahatan dan mengharapkan kematian bukan merupakan suatu kaitan yang lazim. Dikatakan demikian karena pada kenyataannya banyak orang saleh yang tidak mengharapkan kematian dirinya, dan bahkan ia menginginkan untuk diperpanjang usianya agar kebaikannya bertambah dan derajatnya di surga makin tinggi, seperti yang disebutkan di dalam salah satu hadis:

"خَيْرُكُمْ مَنْ طَالَ عَمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ"

Sebaik-baik kalian ialah orang yang panjang usianya dan baik amalnya.

Alasan seperti ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk membalikkannya kepada kita, lalu mereka dapat saja mengatakan, "Sekarang kalian —kaum rnuslim— berkeyakinan bahwa kalian adalah ahli surga, sedangkan kalian sendiri tidak mengingini kematian dalam keadaan sehat. Mengapa kalian menetapkan kepada kami hal yang kalian sendiri tidak melakukannya?"

Semua itu hanyalah bersumber dari penafsiran ayat atas dasar pengertian ini. Adapun mengenai tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, sama sekali tidak memberikan pengertian seperti itu; bahkan perkataan yang ditujukan kepada mereka merupakan perkataan yang seadanya, yaitu: "Jika kalian berkeyakinan bahwa kalian adalah kekasih-kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain; dan bahwa kalian adalah anak-anak Allah serta kekasih-kekasih-Nya, serta kalian adalah ahli surga, sedangkan selain kalian adalah ahli neraka, maka ber-mubahalah-lah kalian untuk membuktikan hal tersebut. Berdoalah untuk kebinasaan orang-orang yang dusta dari kalangan kalian atau dari kalangan selain kalian. Ketahuilah bahwa mubahalah itu pasti akan membinasakan orang yang dusta!"

Setelah mereka merasa yakin akan hal tersebut dan mengetahui kebenaran Nabi Saw., maka mereka menolak ber-mubahalah, mengingat mereka merasa bahwa diri mereka dusta dan hanya bohong belaka. Mereka dengan sengaja menyembunyikan sifat dan ciri khas Rasulullah Saw., dan mereka mengetahui Rasulullah Saw. sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka sendiri secara pasti. Maka masing-masing mereka mengetahui kebatilan, kehinaan, kesesatan, dan keingkaran diri mereka; semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka sampai hari kiamat.

Mubahalah ini diungkapkan oleh ayat ini dengan istilah tamanni, mengingat setiap orang yang merasa benar niscaya berharap semoga lawannya yang batil dibinasakan oleh Allah. Terlebih lagi jika hal tersebut mengandung hujah yang menampakkan dan membuktikan kebenaran pihaknya.

Mubahalah yang diajukan ialah mubahalah bersedia untuk mati, karena hidup bagi mereka sangat berharga dan diagungkan, mengingat mereka menyadari keburukan tempat kembali mereka sesudah mereka mati. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman: Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan (mereka) sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Dan sungguh kalian akan mendapati mereka manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia). (Al-Baqarah: 95-96)

Artinya, mereka adalah orang-orang yang paling menginginkan usia panjang, karena mereka mengetahui bahwa tempat kembali mereka sangat buruk dan akibat dari amal perbuatan mereka di hadapan Allah sangat merugi. Dunia ini bagaikan penjara bagi orang mukmin, dan bagaikan surga bagi orang kafir. Mereka sangat menginginkan seandainya ditangguhkan dari kepastian hari akhirat, untuk itu mereka berupaya ke arah itu dengan semua kemampuan yang mereka kuasai. Akan tetapi, apa yang mereka takutkan dan mereka hindari itu pasti akan menimpa diri mereka; hingga mereka lebih tamak kepada kehidupan di dunia ketimbang orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu kitab pun. Pengertian dan takwil ini termasuk ke dalam Bab "Mengaitkan hal yang Khusus kepada Hal yang Umum".

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: bahkan (lebih loba lagi) daripada orang-orang musyrik. (Al-Baqarah: 96) Yang dimaksud dengan orang-orang musyrik adalah orang-orang Ajam, yakni selain orang Arab.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis As-Sauri. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim mengatakan bahwa keduanya telah sepakat (ittifaq) dalam sanad tafsir yang dikemukakan oleh sahabat.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, setamak-tamak manusia kepada kehidupan (di dunia). (Al-Baqarah: 96) Orang munafik adalah orang yang paling tamak kepada kehidupan dunia dan lebih tamak lagi daripada orang musyrik.

Masing-masing dari mereka ingin, yakni masing-masing dari orang-orang Yahudi menginginkan. Demikianlah maknanya menurut konteks ayat. Sedangkan menurut Abul Aliyah, makna 'masing-masing dari mereka ingin' adalah orang-orang Majusi. Pendapat ini sama dengan pendapat pertama tadi, yaitu agar diberi umur seribu tahun.

Al-A'masy meriwayatkan dari Muslim Al-Batui, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Hal ini sama dengan perkataan seorang Persia, "Dah hazarsal," yang artinya sepuluh ribu tahun. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sendiri.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq. Ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Maknanya sama dengan ucapan seorang Ajam (Persia), "Hazarsal nuruz wamahrajan," semoga usia sepuluh ribu tahun penuh dengan kegembiraan.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) "Aku berharap semoga sepanjang usia mereka dipenuhi dengan dosa-dosa."

Mujahid ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Yakni hal tersebut tidak dapat menyelamatkannya dari siksa. Demikian itu karena orang musyrik tidak mengharapkan akan dibangkitkan kembali sesudah matinya, dia selalu mencintai hidup di dunia dalam usia yang panjang. Sedangkan seorang Yahudi telah mengetahui kehinaan apa yang bakal diterimanya kelak di akhirat, karena ia telah menyia-nyiakan ilmu yang ada pada dirinya.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Mereka yang berharap demikian adalah orang-orang (Yahudi) yang memusuhi Malaikat Jibril.

Abul Aliyah dan Ibnu Umar mengatakan sehubungan dengan tafsir firman ini, bahwa hal tersebut (usia panjang) tidak dapat menolongnya dari azab, tidak pula dapat menyelamatkannya.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan tafsir firman ini mengatakan bahwa orang Yahudi itu adalah setamak-tamak manusia kepada kehidupan di dunia daripada selain mereka. Orang-orang Yahudi ingin seandainya masing-masing dari mereka diberi umur seribu tahun, padahal usia panjang itu sama sekali tidak dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah. Seandainya dia diberi usia sebagaimana iblis, niscaya hal tersebut tiada manfaatnya bagi dirinya, mengingat dia adalah orang kafir.

وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (Al-Baqarah: 96)

Allah Mahawaspada lagi Maha Melihat semua yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, baik amal baik atau pun amal buruk; dan kelak setiap orang yang beramal akan menerima balasan yang setimpal karena perbuatannya.


وَلَن يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًۢا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ 95

(95) Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.

(95) Mubahalah yang diajukan ialah mubahalah bersedia untuk mati, karena hidup bagi mereka sangat berharga dan diagungkan, mengingat mereka menyadari keburukan tempat kembali mereka sesudah mereka mati. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman: Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan (mereka) sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Dan sungguh kalian akan mendapati mereka manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia). (Al-Baqarah: 95-96)


وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ ٱلنَّاسِ عَلَىٰ حَيَوٰةٍۢ وَمِنَ ٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍۢ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِۦ مِنَ ٱلْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا يَعْمَلُونَ 96

(96) Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

(96) 

Artinya, mereka adalah orang-orang yang paling menginginkan usia panjang, karena mereka mengetahui bahwa tempat kembali mereka sangat buruk dan akibat dari amal perbuatan mereka di hadapan Allah sangat merugi. Dunia ini bagaikan penjara bagi orang mukmin, dan bagaikan surga bagi orang kafir. Mereka sangat menginginkan seandainya ditangguhkan dari kepastian hari akhirat, untuk itu mereka berupaya ke arah itu dengan semua kemampuan yang mereka kuasai. Akan tetapi, apa yang mereka takutkan dan mereka hindari itu pasti akan menimpa diri mereka; hingga mereka lebih tamak kepada kehidupan di dunia ketimbang orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu kitab pun. Pengertian dan takwil ini termasuk ke dalam Bab "Mengaitkan hal yang Khusus kepada Hal yang Umum".

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: bahkan (lebih loba lagi) daripada orang-orang musyrik. (Al-Baqarah: 96) Yang dimaksud dengan orang-orang musyrik adalah orang-orang Ajam, yakni selain orang Arab.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis As-Sauri. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Imam Hakim mengatakan bahwa keduanya telah sepakat (ittifaq) dalam sanad tafsir yang dikemukakan oleh sahabat.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, setamak-tamak manusia kepada kehidupan (di dunia). (Al-Baqarah: 96) Orang munafik adalah orang yang paling tamak kepada kehidupan dunia dan lebih tamak lagi daripada orang musyrik.

Masing-masing dari mereka ingin, yakni masing-masing dari orang-orang Yahudi menginginkan. Demikianlah maknanya menurut konteks ayat. Sedangkan menurut Abul Aliyah, makna 'masing-masing dari mereka ingin' adalah orang-orang Majusi. Pendapat ini sama dengan pendapat pertama tadi, yaitu agar diberi umur seribu tahun.

Al-A'masy meriwayatkan dari Muslim Al-Batui, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Hal ini sama dengan perkataan seorang Persia, "Dah hazarsal," yang artinya sepuluh ribu tahun. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sendiri.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq. Ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Maknanya sama dengan ucapan seorang Ajam (Persia), "Hazarsal nuruz wamahrajan," semoga usia sepuluh ribu tahun penuh dengan kegembiraan.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) "Aku berharap semoga sepanjang usia mereka dipenuhi dengan dosa-dosa."

Mujahid ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Yakni hal tersebut tidak dapat menyelamatkannya dari siksa. Demikian itu karena orang musyrik tidak mengharapkan akan dibangkitkan kembali sesudah matinya, dia selalu mencintai hidup di dunia dalam usia yang panjang. Sedangkan seorang Yahudi telah mengetahui kehinaan apa yang bakal diterimanya kelak di akhirat, karena ia telah menyia-nyiakan ilmu yang ada pada dirinya.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (Al-Baqarah: 96) Mereka yang berharap demikian adalah orang-orang (Yahudi) yang memusuhi Malaikat Jibril.

Abul Aliyah dan Ibnu Umar mengatakan sehubungan dengan tafsir firman ini, bahwa hal tersebut (usia panjang) tidak dapat menolongnya dari azab, tidak pula dapat menyelamatkannya.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan tafsir firman ini mengatakan bahwa orang Yahudi itu adalah setamak-tamak manusia kepada kehidupan di dunia daripada selain mereka. Orang-orang Yahudi ingin seandainya masing-masing dari mereka diberi umur seribu tahun, padahal usia panjang itu sama sekali tidak dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah. Seandainya dia diberi usia sebagaimana iblis, niscaya hal tersebut tiada manfaatnya bagi dirinya, mengingat dia adalah orang kafir.

وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (Al-Baqarah: 96)

Allah Mahawaspada lagi Maha Melihat semua yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, baik amal baik atau pun amal buruk; dan kelak setiap orang yang beramal akan menerima balasan yang setimpal karena perbuatannya.


قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّۭا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُۥ نَزَّلَهُۥ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ ٱللَّهِ مُصَدِّقًۭا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًۭى وَبُشْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ 97

(97) Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.

(97) 

Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir At-Tabari rahimahullah mengatakan bahwa semua ahlul 'ilmi telah sepakat dengan takwil berikut, bahwa ayat ini diturunkan sebagai bantahan terhadap orang-orang Yahudi dari kalangan Bani Israil. Karena mereka mengatakan bahwa Malaikat Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Malaikat Mikail adalah teman mereka. Kemudian ahlul 'ilmi berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan kata-kata seperti itu. Menurut sebagian mereka, sesungguhnya penyebab yang membuat mereka mengatakan kata-kata seperti itu hanyalah sewaktu terjadi dialog antara mereka dengan Rasulullah Saw. mengenai perkara kenabian beliau Saw.

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَهرام، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: حَضَرَتْ عِصَابَةٌ مِنَ الْيَهُودِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، حَدِّثْنَا عَنْ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ، لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلُوا عَمَّا شِئْتُمْ، وَلَكِنِ اجعلوا لي ذِمَّةً وَمَا أَخَذَ يَعْقُوبُ عَلَى بَنِيهِ، لَئِنْ أَنَا حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا فَعَرَفْتُمُوهُ لتتابِعُنِّي عَلَى الْإِسْلَامِ". فَقَالُوا: ذَلِكَ لَكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلُونِي عَمَّا شِئْتُمْ". فَقَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنْ أَرْبَعِ خِلَالٍ نَسْأَلُكَ عَنْهُنَّ: أَخْبَرْنَا أَيُّ الطَّعَامِ حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ؟ وَأَخْبِرْنَا كَيْفَ مَاءُ الْمَرْأَةِ وَمَاءُ الرَّجُلِ؟ وَكَيْفَ يَكُونُ الذَّكَرُ مِنْهُ وَالْأُنْثَى؟ وَأَخْبِرْنَا بِهَذَا النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ فِي النَّوْمِ وَوَلِيِّهِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيْكُمْ عَهْدَ اللَّهِ لَئِنْ أَنَا أَنْبَأْتُكُمْ لتتابعنِّي؟ " فَأَعْطَوْهُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ عَهْدٍ وَمِيثَاقٍ. فَقَالَ: "نَشَدْتُكُمْ بِالذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسْرَائِيلَ يَعْقُوبَ مَرِضَ مَرَضًا شَدِيدًا فَطَالَ سَقَمُهُ مِنْهُ، فَنَذَرَ لِلَّهِ نَذْرًا لَئِنْ عَافَاهُ اللَّهُ مِنْ سَقَمِهِ لَيُحَرِّمَنَّ أَحَبَّ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ إِلَيْهِ، وَكَانَ أَحَبُّ الطَّعَامِ إِلَيْهِ لُحُومَ الْإِبِلِ وَأَحَبُّ الشَّرَابِ إِلَيْهِ أَلْبَانَهَا؟ ". فَقَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ عَلَيْهِمْ. وَأَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هو، الذي أنزل التوراة على موسى، هل تَعْلَمُونَ أَنَّ مَاءَ الرَّجُلِ أَبْيَضُ غَلِيظٌ، وَأَنَّ مَاءَ الْمَرْأَةِ أَصْفَرُ رَقِيقٌ، فَأَيُّهُمَا عَلَا كَانَ لَهُ الْوَلَدُ وَالشَّبَهُ بِإِذْنِ اللَّهِ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ كَانَ الْوَلَدُ ذَكَرًا بِإِذْنِ اللَّهِ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الْمَرْأَةِ مَاءَ الرَّجُلِ كَانَ الْوَلَدُ أُنْثَى بِإِذْنِ اللَّهِ؟ ". قَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ". قَالَ: "وَأَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ الذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ تَنَامُ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ؟ ". قَالُوا: اللَّهُمَّ نَعَمْ. قَالَ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ". قَالُوا: أَنْتَ الْآنَ، فَحَدِّثْنَا مَنْ وَلِيُّكَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ، فَعِنْدَهَا نُجَامِعُكَ أَوْ نُفَارِقُكَ. قَالَ: "فَإِنَّ وَلِيِّي جِبْرِيلُ، وَلَمْ يَبْعَثِ اللَّهُ نَبِيًّا قَطُّ إِلَّا وَهُوَ وليُّه". قَالُوا: فَعِنْدَهَا نُفَارِقُكَ، لَوْ كَانَ وَلِيُّكَ سِوَاهُ مِنَ الْمَلَائِكَةِ تَابَعْنَاكَ وَصَدَّقْنَاكَ. قَالَ: "فَمَا مَنَعكم أَنْ تُصَدِّقُوهُ؟ " قَالُوا: إِنَّهُ عَدُوُّنَا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ إِلَى قَوْلِهِ: لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ [الْبَقَرَةِ: 13] فَعِنْدَهَا بَاؤُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ.

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut: Segolongan orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, ceritakanlah kepada kami beberapa perkara yang akan kami tanyakan kepadamu. Perkara-perkara tersebut tiada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi." Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Bertanyalah tentang semua yang kalian sukai, tetapi berjanjilah kalian kepadaku sebagaimana apa yang diambil oleh Ya'qub dari anak-anaknya, sebagai jaminan untukku. Jika aku benar-benar menceritakan kepada kalian tentang sesuatu hal, lalu kalian mengetahuinya, maka kalian benar-benar mau mengikutiku dan masuk Islam?" Mereka menjawab, "Baiklah, kami ikuti kemauanmu." Rasul Saw. bersabda, "Bertanyalah kalian tentang apa yang kalian sukai." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang empat perkara yang akan kami ajukan sebagai pertanyaan kepadamu. Ceritakanlah kepada kami, rnakanan apakah yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub) terhadap dirinya sebelum kitab Taurat diturunkan? Sebutkanlah kepada kami bagaimanakah rupa air mani laki-laki dan air mani perempuan, dan bagaimana bisa terjadi darinya anak laki-laki dan anak perempuan. Dan ceritakanlah kepada kami tentang nabi yang ummi dalam kitab Taurat, serta siapakah yang menjadi kekasihnya dari kalangan para malaikat?" Nabi Saw. menjawab, "Berjanjilah kalian atas nama Allah, jika aku dapat menceritakannya kepada kalian, maka kalian benar-benar akan mengikutiku." Maka mereka memberikan kepada Nabi Saw. ikrar dan janjinya. Lalu Nabi Saw. bersabda: "Aku bertanya kepada kalian atas nama Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa Israil—yakni Ya'qub—pernah mengalami sakit keras yang memakan waktu cukup lama. Lalu ia bernazar kepada Allah, seandainya Allah menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya itu, maka ia akan mengharamkan bagi dirinya makanan dan minuman yang paling ia sukai. Makanan yang paling ia sukai ialah daging unta, dan minuman yang paling disukainya ialah air susu unta" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas diri mereka. Aku mau bertanya kepada kalian dengan nama Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian mengetahui bahwa air mani laki-laki itu rupanya kental lagi putih, sedangkan air mani perempuan encer berwarna kuning. Maka mana saja di antara keduanya yang dapat mengalahkan yang lain, maka kelak anaknya akan seperti dia dan mirip kepadanya dengan seizin Allah Swt. Apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani perempuan, maka anaknya adalah laki-laki dengan seizin Allah. Dan apabila air mani perempuan dapat mengalahkan air mani laki-laki, maka kelak anaknya bakal perempuan dengan seizin Allah." Mereka menjawab, "Ya Allah, memang benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka. Dan aku bertanya kepada kalian, demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian mengetahui bahwa nabi yang ummi ini kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur? Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Ya Allah, persaksikanlah atas mereka." Mereka berkata, "Sekarang engkau harus menceritakan kepada kami siapakah kekasihmu dari kalangan para malaikat. Jawaban inilah yang menentukan apakah kami akan bergabung denganmu ataukah berpisah denganmu." Rasulullah Saw. menjawab, "Sesungguhnya kekasihku adalah Jibril, tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan dia selalu bersamanya." Mereka berkata, "Inilah yang menyebabkan kami berpisah denganmu. Seandainya kekasihmu itu selainnya dari kalangan para malaikat, maka kami akan mengikuti dan percaya kepadamu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah gerangan yang mencegah kalian untuk percaya kepadanya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya —sampai dengan firman-Nya— kalau mereka mengetahui (Al-Baqarah: 97-12)." Maka saat itu mereka kembali dengan mendapat murka di atas kemurkaan yang telah ada pada pundak mereka.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad melalui Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dan Abdur Rahman ibnu Humaid di dalam kitab tafsir melalui Ahmad ibnu Yunus. Keduanya telah meriwayatkan hadis ini dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan lafaz yang sama.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Al-Husain ibnu Muhammad Al-Mawarzi, dari Abdul Hamid, dengan lafaz yang sama.

وَقَدْ رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ يَسَارٍ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، فَذَكَرَهُ مُرْسَلًا وَزَادَ فِيهِ: قَالُوا: فَأَخْبِرْنَا عن الروح قال: "أنشدكم بالله وبآياته عِنْدَ بَنِي إِسْرَائِيلَ، هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّهُ جِبْرِيلُ، وَهُوَ الذِي يَأْتِينِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ، وَلَكِنَّهُ لَنَا عَدُوٌّ، وَهُوَ مَلَكٌ إِنَّمَا يَأْتِي بِالشِّدَّةِ وَسَفْكِ الدِّمَاءِ، فَلَوْلَا ذَلِكَ اتَّبَعْنَاكَ . فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِمْ: قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ إِلَى قَوْلِهِ: كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ [الْبَقَرَةِ: 11] .

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar meriwayatkannya pula seperti berikut: Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Husain, dari Syahr ibnu Hausyab, lalu ia mengetengahkannya secara mursal. Akan tetapi, di dalam riwayatnya ini ditambahkan bahwa mereka (orang-orang Yahudi itu) bertanya, "Maka ceritakanlah kepada kami tentang Ar-Ruh." Lalu Rasulullah Saw. menjawab: "Aku bertanya kepada kalian demi nama Allah dan hari-hari-Nya bersama Bani Israil. Tahukah kalian bahwa Ar-Ruh itu adalah Jibril, dialah yang selalu datang kepadaku" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar, tetapi dia adalah musuh kami. Sesungguhnya dia adalah malaikat yang hanya mendatangkan kekerasan dan mengalirkan darah. Seandainya bukan dia, niscaya kami akan mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, Barang siapa yang menjadi musuh Jibril —sampai dengan firman-Nya— kalau mereka mengetahui" (Al-Baqarah: 97-12)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ الْعِجْلِيُّ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: أَقْبَلَتْ يَهُودُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، إِنَّا نَسْأَلُكَ عَنْ خَمْسَةِ أَشْيَاءَ، فَإِنْ أَنْبَأْتَنَا بِهِنَّ عَرَفْنَا أَنَّكَ نَبِيٌّ وَاتَّبَعْنَاكَ. فَأَخَذَ عَلَيْهِمْ مَا أَخَذَ إِسْرَائِيلُ عَلَى بَنِيهِ إِذْ قَالَ: اللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ [يُوسُفَ:66] قَالَ: "هَاتُوا". قَالُوا: أَخْبِرْنَا عَنْ عَلَامَةِ النَّبِيِّ. قَالَ: "تَنَامُ عَيْنَاهُ ولا ينام قلبه". قالوا: أخبرنا كيف تؤنث الْمَرْأَةُ وَكَيْفَ يُذْكَّرُ الرَّجُلُ؟ قَالَ: "يَلْتَقِي الْمَاءَانِ فَإِذَا عَلَا مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ أَذْكَرَتْ، وَإِذَا عَلَا مَاءُ الْمَرْأَةِ مَاءَ الرَّجُلِ أَنَّثَتْ"، قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ. قَالَ: "كَانَ يَشْتَكِي عِرْق النَّساء، فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا يُلَائِمُهُ إِلَّا أَلْبَانَ كَذَا وَكَذَا" -قَالَ أَحْمَدُ: قَالَ بَعْضُهُمْ: يَعْنِي الْإِبِلَ، فَحَرَّمَ لُحُومَهَا -قَالُوا: صَدَقْتَ. قَالُوا: أَخْبِرْنَا مَا هَذَا الرَّعْدُ؟ قَالَ "مَلَكٌ مِنْ مَلَائِكَةِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ بِيَدَيْهِ-أَوْ فِي يَدِهِ-مِخْراق مِنْ نَارٍ يَزْجُرُ بِهِ السَّحَابَ، يَسُوقُهُ حَيْثُ أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ". قَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الذِي نَسْمَعُهُ؟ قَالَ: "صَوْتُهُ". قَالُوا: صَدَقْتَ. إنما بقيت واحدة وهي التي نتابعك إن أَخْبَرْتَنَا إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَلَهُ مَلَك يَأْتِيهِ بِالْخَبَرِ، فَأَخْبِرْنَا مَنْ صَاحِبُكَ؟ قَالَ: "جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ"، قَالُوا: جِبْرِيلُ ذَاكَ الذِي يَنْزِلُ بِالْحَرْبِ وَالْقِتَالِ وَالْعَذَابِ عَدُوُّنَا، لَوْ قُلْتَ: ميكائيل الذي ينزل بالرحمة والنبات والقطر لكان فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.

Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid Al-Ajali, dari Bukair ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut: Orang-orang Yahudi menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, ceritakanlah kepada kami tentang lima perkara; karena sesungguhnya jika engkau menceritakannya kepada kami, maka kami mengetahui bahwa engkau adalah seorang nabi dan kami akan mengikutimu." Maka Nabi Saw. mengambil janji terhadap mereka sebagaimana apa yang pernah diambil oleh Israil (Ya'qub) terhadap anak-anaknya, yaitu ketika dia mengatakan, "Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)." Rasul Saw. bersabda, "Kemukakanlah oleh kalian." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang pertanda nabi." Rasulullah Saw. menjawab, "Kedua matanya tertidur, tetapi hatinya tidak tidur." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, bagaimanakah anak itu lahir perempuan dan bagaimanakah pula lahir laki-laki?" Rasulullah Saw. menjawab, "Kedua air mani bertemu; apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani wanita, maka anaknya akan lahir laki-laki. Dan apabila air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka anaknya akan perempuan." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami apa yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya’qub) terhadap dirinya sendiri?" Rasulullah Saw. menjawab, "Pada mulanya dia menderita suatu penyakit yang parah (irqun nisa), maka dia tidak menemukan sesuatu yang lebih layak baginya (sebagai nazarnya jika ia sembuh) kecuali air susu ternak anu —Imam Ahmad mengatakan bahwa sebagian dari mereka mengatakan, yang dimaksud adalah ternak unta— maka dia mengharamkan dagingnya (untuk dirinya sendiri)." Mereka berkata, "Engkau benar." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami apakah guruh itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Salah satu malaikat Allah Swt. yang ditugaskan untuk mengatur awan dengan kedua tangannya, atau di tangannya ia memegang sebuah cemeti api yang ia gunakan untuk menggiring awan menurut apa yang diperintahkan oleh Allah Swt." Mereka bertanya, "Lalu apakah suara yang biasa kita dengar dari guruh itu? Rasulullah Saw. menjawab, "Suara malaikat itu." Mereka menjawab, "Engkau benar." Mereka berkata, "Sesungguhnya kini tinggal satu pertanyaan lagi yang menentukan apakah kami akan mengikutimu jika kamu dapat menceritakannya. Sesungguhnya tiada seorang nabi pun melainkan berteman dengan malaikat yang selalu datang kepadanya membawa kebaikan (wahyu). Maka ceritakanlah kepada kami, siapa teman malaikatmu itu? Rasul Saw. menjawab, "Jibril a.s." Mereka berkata, "Jibril, dia adalah malaikat yang selalu turun dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan azab; dia adalah musuh kami, Seandainya engkau katakan Mikail yang biasa menurunkan rahmat, hujan, dan tetumbuhan, niscaya kami akan mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah'..., hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).

Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkannya pula melalui hadis Abdullah ibnul Walid dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.

وَقَالَ سُنَيْد فِي تَفْسِيرِهِ، عَنْ حَجَّاجِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْج: أخبرني القاسم بن أبي بَزَّة أَنَّ يَهُودَ سَأَلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَاحِبِهِ الذِي يَنْزِلُ عَلَيْهِ بِالْوَحْيِ. قَالَ: "جِبْرِيلُ". قَالُوا: فَإِنَّهُ لَنَا عَدُوٌّ، وَلَا يَأْتِي إِلَّا بِالشِّدَّةِ وَالْحَرْبِ وَالْقِتَالِ. فَنَزَلَ: قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ الْآيَةَ.

Sunaid di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan dari Hajjah ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Buzzah: Bahwa orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Saw. tentang temannya yang biasa menurunkan wahyu kepadanya. Maka beliau Saw. menjawab, "Jibrail" Mereka berkata, "Sesungguhnya dia adalah musuh kami. Tiada yang ia datangkan kecuali hanya perang, kekerasan, dan pembunuhan." Lalu turunlah ayat berikut: "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril ..., hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).

Ibnu Jarir mengatakan, Mujahid telah menceritakan hadis berikut: Orang-orang Yahudi berkata, "Hai Muhammad, tiada yang dibawa oleh Jibril melainkan hanya kekerasan, perang, dan pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Maka turunlah ayat ini, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril ..., hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).

Imam Bukhari meriwayatkan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril. (Al-Baqarah: 97) Menurut Ikrimah, lafaz jabra, mik, dan israf artinya menurut bahasa Arab adalah abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنير سَمِع عَبْدَ اللَّهِ بْنَ بَكْرٍ حدثنا حُمَيد، عن أنس بن مالك، قَالَ: سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلَامٍ بِمَقْدَمِ رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو فِي أَرْضٍ يَخْتَرِفُ. فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي سَائِلُكَ عَنْ ثَلَاثٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ: مَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ؟ وَمَا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ وَمَا يَنْزِعُ الْوَلَدُ إِلَى أَبِيهِ أَوْ إِلَى أُمِّهِ؟ قَالَ: "أَخْبَرَنِي بِهن جِبْرِيلُ آنِفًا". قَالَ: جِبْرِيلُ؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ الْيَهُودِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ، فَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ "أَمَّا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ فَنَارٌ تَحْشُرُ النَّاسَ مِنَ الْمَشْرِقِ إِلَى الْمَغْرِبِ، وَأَمَّا أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَزِيَادَةُ كَبِدِ الْحُوتِ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَ الْمَرْأَةِ نَزَعَ الْوَلَدُ، وَإِذَا سَبَقَ مَاءُ الْمَرْأَةِ [مَاءَ الرَّجُلِ نَزَعَتْ". قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ. يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْيَهُودَ قَوْمٌ بُهُت، وَإِنَّهُمْ إِنْ يَعْلَمُوا بِإِسْلَامِي قَبْلَ أَنْ تَسْأَلَهُمْ يَبْهَتُونِي. فَجَاءَتِ الْيَهُودُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّ رَجُلٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ فِيكُمْ؟ " قَالُوا: خَيْرُنَا وَابْنُ خَيْرِنَا، وَسَيِّدُنَا وَابْنُ سَيِّدِنَا. قَالَ: "أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَسْلَمَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ". فَقَالُوا: أَعَاذَهُ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ. فَخَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. فَقَالُوا: شَرُّنَا وَابْنُ شَرِّنَا. فَانْتَقَصُوهُ. قَالَ هَذَا الذِي كُنْتُ أَخَافُ يَا رَسُولَ اللَّهِ.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Munir yang pernah mendengar Abdullah ibnu Bakr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan hadis berikut: Abdullah ibnu Salam mendengar kedatangan Nabi Saw. (di Madinah). Ketika itu ia sedang membajak lahannya, lalu ia datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, "Sesungguhnya aku akan bertanya kepadamu tentang tiga perkara, tiada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi. Apakah tanda-tanda hari kiamat itu, apakah makanan yang mula-mula dimakan oleh ahli surga, dan apakah yang menyebabkan seorang anak mirip kepada ayahnya atau ibunya?'' Nabi Saw. menjawab, "Tadi Jibril baru saja menceritakannya kepadaku." Abdullah ibnu Salam berkata, "Jibril?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Dia adalah musuh orang-orang Yahudi dari kalangan para malaikat." Maka Nabi Saw. membacakan ayat ini, yaitu: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu" (Al-Baqarah: 97). Adapun pertanda hari kiamat ialah munculnya api yang menggiring manusia dari arah timur menuju ke arah barat. Adapun makanan yang mula-mula dimakan oleh ahli surga, maka ia adalah lebihan dari hati ikan paus. Dan apabila air mani laki-laki mendahului air mani perempuan, maka si anak kelak akan menyerupainya. Dan apabila air mani perempuan mendahului air mani laki-laki, maka kelak anaknya akan mirip dengannya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi itu adalah kaum yang suka mendustakan, dan sesungguhnya jika mereka mengetahui aku masuk Islam sebelum engkau bertanya kepada mereka, nanti mereka akan mendustakan diriku." Maka datanglah orang-orang Yahudi, dan Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, "Apakah kedudukan Abdullah ibnu Salam di antara kalian!" Mereka menjawab, "Dia orang terbaik dari kalangan kami dan anak orang terbaik kami. Dia adalah penghulu kami dan anak penghulu kami." Nabi Saw. bertanya, "Bagaimanakah menurut kalian jika dia masuk Islam!" Mereka menjawab, "Semoga Allah menghindarkannya dari itu." Kemudian keluarlah Abdullah dan berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Maka mereka berkata, "Dia paling buruk di antara kami, anak orang yang paling buruk dari kami" dan mereka terus mencelanya. Maka berkatalah Abdullah ibnu Salam, "Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah"

Imam Bukhari menyendiri dengan sanad ini, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) mengetengahkannya dari jalur yang lain melalui sahabat Anas dengan lafaz yang semisal. Di dalam kitab Sahih Muslim terdapat hadis yang maknanya mendekati makna hadis ini, diriwayatkan melalui Sauban maula Rasulullah Saw., seperti yang akan diterangkan nanti pada tempatnya.

Riwayat Imam Bukhari —seperti yang disebutkan di atas melalui Ikrimah—merupakan riwayat yang masyhur, yaitu yang mengatakan bahwa lil artinya Allah. Hal ini diriwayatkan pula oleh Sufyan As-Sauri, dari Khasif, dari Ikrimah. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid, dari Ibrahim ibnul Hakam, dari ayah-nya, dari Ikrimah.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Al-Husain ibnu Yazid At-Tah-han, dari Ishaq ibnu Mansur, dari Qais ibnu Asim, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa sesungguhnya Jibril menurut bahasa Arab artinya Abdullah (hamba Allah) dan Mikail sama artinya dengan Abdullah (hamba Allah), karena lafaz lil menurut bahasa Arab artinya Allah. Hal semisal diriwayatkan oleh Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh sejumlah ulama salaf, seperti yang akan diterangkan berikut ini.

Sebagian ulama mengatakan bahwa lil artinya abdun (hamba), sedangkan kalimat yang lainnya artinya nama Allah, mengingat nama lil tidak berubah pada kesemua itu, maka wazan-nya sama dengan nama-nama seperti Abdullah, Abdur Rahman, Abdul Malik, Abdul Quddus, Abdus Salam, Abdul Kafi, dan Abdul Jalil. Lafaz abdun ada dalam semua nama tersebut, sedangkan nama yang di-mudaf-kan kepadanya berbeda-beda. Hal yang sama terjadi pula pada lafaz Jabrail, Mikail, Azrail, Israfil, dan lain-lainnya yang sejenis. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam bahasa Arab terdapat perbedaan, selalu mendahulukan mudaf ilaih daripada mudaf-nya.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya berpendapat bahwa penyebab yang membuat mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan hal tersebut (seperti yang disebut di dalam surat Al-Baqarah ayat 97) ialah ketika terjadi dialog antara mereka dengan sahabat Umar ibnul Khattab tentang perihal Nabi Saw.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمَثْنَى، حَدَّثَنِي رِبْعِيُّ بْنُ عُلَيّة، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: نَزَلَ عُمَرُ الرَّوْحَاءَ، فَرَأَى رِجَالًا يَبْتَدِرُونَ أَحْجَارًا يُصَلُّونَ إِلَيْهَا، فَقَالَ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ قَالُوا: يَزْعُمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم صَلَّى هَاهُنَا. قَالَ: فَكَفَرَ ذَلِكَ. وَقَالَ: إِنَّمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ بِوَادٍ صَلَّاهَا ثُمَّ ارْتَحَلَ، فَتَرَكَهُ. ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُهُمْ، فَقَالَ: كُنْتُ أَشْهَدُ الْيَهُودَ يَوْمَ مِدْرَاسهم فَأَعْجَبُ مِنَ التَّوْرَاةِ كَيْفَ تُصَدِّقُ الْفُرْقَانَ وَمِنَ الْفُرْقَانِ كَيْفَ يُصَدِّقُ التَّوْرَاةَ؟ فَبَيْنَمَا أَنَا عِنْدَهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ، قَالُوا: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، مَا مِنْ أَصْحَابِكَ أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْكَ. قُلْتُ: وَلِمَ ذَلِكَ؟ قَالُوا: إِنَّكَ تَغْشَانَا وَتَأْتِينَا. فَقُلْتُ: إِنِّي آتِيكُمْ فَأَعْجَبُ مِنَ الْفُرْقَانِ كَيْفَ يُصَدِّقُ التَّوْرَاةَ، وَمِنَ التَّوْرَاةِ كَيْفَ تُصَدِّقُ الْفُرْقَانَ. قَالَ: وَمَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، ذَاكَ صَاحِبُكُمْ فَالْحَقْ بِهِ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ: نَشَدْتُكُمْ بِاللَّهِ الذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، وَمَا اسْتَرْعَاكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَاسْتَوْدَعَكُمْ مِنْ كِتَابِهِ: أَتَعْلَمُونَ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ؟ قَالَ: فَسَكَتُوا. فَقَالَ لَهُمْ عَالِمُهُمْ وَكَبِيرُهُمْ: إِنَّهُ قَدْ غَلَّظ عَلَيْكُمْ فَأَجِيبُوهُ. فَقَالُوا: فَأَنْتَ عَالِمُنَا وَكَبِيرُنَا فَأَجِبْهُ أَنْتَ. قَالَ: أَمَا إِذْ نَشَدْتَنَا بِمَا نَشَدْتَنَا بِهِ فَإِنَّا نَعْلَمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، قَالَ: قُلْتُ: وَيَحْكُمُ فأنَّي هَلَكْتُمْ؟! قَالُوا إِنَّا لَمْ نَهْلَكْ [قَالَ]: قُلْتُ: كَيْفَ ذَلِكَ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ [ثُمَّ] وَلَا تَتْبَعُونَهُ وَلَا تُصَدِّقُونَهُ؟ قَالُوا: إِنَّ لَنَا عَدُوًّا مِنَ الْمَلَائِكَةِ وسِلْمًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ، وَإِنَّهُ قُرِنَ بِنُبُوَّتِهِ عَدُوُّنَا مِنَ الْمَلَائِكَةِ. قَالَ: قُلْتُ: وَمَنْ عَدُوُّكُمْ وَمَنْ سِلْمُكُمْ؟ قَالُوا: عَدُوُّنَا جِبْرِيلُ، وَسِلْمُنَا مِيكَائِيلُ. قَالَ: قُلْتُ: وَفِيمَ عَادَيْتُمْ جِبْرِيلَ، وَفِيمَ سَالَمْتُمْ مِيكَائِيلَ؟ قَالُوا: إِنَّ جِبْرِيلَ مَلَك الْفَظَاظَةِ وَالْغِلْظَةِ وَالْإِعْسَارِ وَالتَّشْدِيدِ وَالْعَذَابِ وَنَحْوِ هَذَا، وَإِنَّ مِيكَائِيلَ مَلَكُ الرَّأْفَةِ والرحمة والتخفيف ونحو هذا. قَالَ: قُلْتُ: وَمَا مَنْزِلَتُهُمَا مِنْ رَبِّهِمَا عَزَّ وَجَلَّ؟ قَالُوا: أَحَدُهُمَا عَنْ يَمِينِهِ وَالْآخُرُ عَنْ يَسَارِهِ. قَالَ: قُلْتُ: فَوَ [اللَّهِ] الذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، إِنَّهُمَا وَالذِي بَيْنَهُمَا لَعَدُوٌّ لِمَنْ عَادَاهُمَا وَسِلْمٌ لِمَنْ سَالَمَهُمَا وَمَا يَنْبَغِي لِجِبْرِيلَ أَنْ يُسَالِمَ عَدُوَّ مِيكَائِيلَ وَمَا يَنْبَغِي لِمِيكَائِيلَ أَنْ يُسَالِمَ عَدُوَّ جِبْرِيلَ. ثُمَّ قُمْتُ فَاتَّبَعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَحِقْتُهُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ خَوْخة لِبَنِي فُلَانٍ، فَقَالَ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، أَلَا أُقْرِئَكَ آيَاتٍ نَزَلْنَ قَبْلُ؟ " فَقَرَأَ عَلِيَّ: مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى قَرَأَ هَذِهِ الْآيَاتِ. قَالَ: قُلْتُ: بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَالذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَقَدْ جِئْتُ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُخْبِرَكَ، فَأَسْمَعُ اللَّطِيفَ الْخَبِيرَ قَدْ سَبَقَنِي إِلَيْكَ بِالْخَبَرِ

Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Rab'i ibnu Ulayyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi yang menceritakan hadis berikut: Umar turun istirahat di Rauha, ia melihat banyak kaum lelaki berebutan menuju bebatuan yang akan mereka pakai untuk tempat salat. Ia berkata, "Apakah gerangan yang mereka lakukan itu?" Mereka berkata, "Mereka menduga bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan salat di tempat tersebut." Maka Umar ibnul Khattab mengingkari (memprotes)nya dan mengatakan, "Kapan saja Rasulullah Saw. menjumpai waktu salat di lembah mana pun, beliau salat di tempat itu, kemudian berangkat meninggalkannya." Kemudian Umar menceritakan sebuah hadis kepada mereka (kaum muslim), "Dahulu aku sering menyaksikan orang-orang Yahudi di hari kebaktian mereka, aku merasa kagum terhadap kitab Taurat karena ia membenarkan Al-Qur'an. Aku kagum pula terhadap Al-Qur'an yang juga membenarkan Taurat. Ketika di suatu hari aku berada di antara mereka, mereka berkata, 'Hai Ibnul Khattab, tiada seorang. pun di antara teman-temanmu yang paling aku senangi selain engkau sendiri.' Aku bertanya, 'Mengapa demikian?' Mereka menjawab, 'Karena engkau sering berkumpul dengan kami dan selalu datang kepada kami.' Aku menjawab, 'Aku selalu datang kepada kalian karena aku merasa kagum kepada Al-Qur'an, bagaimana ia membenarkan kitab Taurat; kagum pula kepada Taurat, bagaimana ia membenarkan Al-Qur'an.' Mereka berkata, (yang saat itu Rasulullah Saw. sedang lewat), 'Hai Ibnul Khattab, itulah sahabatmu, maka bergabunglah dengannya'." Perawi melanjutkan kisahnya, "Maka aku berkata kepada mereka saat itu juga, 'Aku meminta kepada kalian demi nama Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, dan demi apa yang kalian pelihara dari hak-nya serta demi apa yang dititipkan kepada kalian dari kitabnya, apakah kalian mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah?'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mereka diam, tidak menjawab. Lalu salah seorang yang paling alim dari kalangan mereka —yang juga sebagai pembesar mereka— mengatakan, "Sesungguhnya hal itu terasa berat bagi kalian, tetapi kalian harus menjawabnya." Ternyata mereka balik bertanya, "Engkau adalah orang yang paling alim dan paling terhormat di kalangan kami, jawablah olehmu sendiri." Ia berkata, "Apabila kalian meminta kepadaku seperti apa yang kalian minta, maka sesungguhnya aku mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah." Aku (Umar) berkata, "Celakalah kalian, kalau demikian kalian binasa." Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami masih belum binasa." Aku (Umar) berkata, "Mengapa bisa terjadi, kalian mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah, sedangkan kalian tidak mau mengikutinya, tidak pula percaya kepadanya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mempunyai musuh dari kalangan para malaikat, juga mempunyai teman dari kalangan mereka. Sesungguhnya dia ditemani dalam kenabiannya oleh musuh kami dari kalangan para malaikat." Aku bertanya, "Siapakah musuh dan teman kalian itu?" Mereka menjawab, "Musuh kami adalah Jibril, dan teman kami adalah Mikail." Mereka mengatakan, "Sesungguhnya Jibril adalah malaikat yang bengis, kasar, sulit, keras, dan tukang menyiksa atau hal yang semisal dengan itu. Sesungguhnya Mikail adalah malaikat rahmat, lembut lagi ringan atau hal yang semacam itu." Aku bertanya, "Apakah kedudukan keduanya di sisi Rabbnya?" Mereka menjawab, "Salah seorang darinya berada di sebelah kanan-Nya dan yang lainnya berada di sebelah kiri-Nya." Maka aku berkata, "Demi Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya keduanya dan Tuhan yang mereka berdua berada di kedua sisi-Nya benar-benar memusuhi orang-orang yang memusuhi keduanya dan berdamai dengan orang-orang yang damai dengan keduanya. Tidak layak bagi Malaikat Jibril berdamai dengan musuh Malaikat Mikail, dan tidak layak pula bagi Mikail berdamai dengan musuh Malaikat Jibril." Kemudian aku bangkit dan mengikuti Nabi Saw. hingga aku dapat menyusulnya. Pada saat itu beliau baru keluar dari rumah kecil Bani Fulan, lalu beliau Saw. bersabda, "Hai Ibnul Khattab, maukah aku bacakan kepadamu beberapa ayat yang baru saja diturunkan kepadaku?" Kemudian beliau membacakan ayat-ayat berikut kepadaku, yaitu: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hati kalian dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97) Beliau Saw. membaca pula beberapa ayat sesudahnya. Aku berkata, "Ayah dan ibuku kujadikan sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan hak, sesungguhnya aku sendiri datang untuk menceritakan hal itu kepadamu, tetapi aku mendengar bahwa Tuhan Yang Mahalembut lagi Mahaperiksa telah mendahuluiku kepadamu dengan membawa kebaikan."

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, telah menceritakan kepada kami Amir yang menceritakan bahwa sahabat Umar berangkat menuju kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Aku meminta kepada kalian dengan nama Tuhan Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian menemukan Muhammad di dalam kitab-kitab kalian?" Mereka menjawab, "Ya." Umar bertanya, "Apakah gerangan yang menghalang-halangi kalian untuk mengikutnya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali mengutus seorang rasul melainkan menjadikan baginya teman dari kalangan para malaikat. Sesungguhnya Jibril adalah teman Muhammad, dialah yang selalu datang kepadanya. Tetapi dia adalah malaikat yang menjadi musuh kami, sedangkan Malaikat Mikail adalah teman kami. Seandainya Mikail yang selalu datang kepadanya, niscaya kami masuk Islam." Umar r.a. berkata, "Sesungguhnya aku bertanya kepada kalian dengan nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kedudukan keduanya di sisi Allah Swt.?" Mereka menjawab, "Jibril berada di sebelah kanan-Nya dan Mikail berada di sebelah kiri-Nya." Umar berkata, "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa keduanya tidak akan turun (ke bumi) kecuali dengan seizin Allah, dan Mikail tidak akan berdamai dengan musuh Jibril, Jibril tidak akan berdamai dengan musuh Mikail." Ketika Umar berada bersama mereka (orang-orang Yahudi), tiba-tiba lewatlah Nabi Saw., lalu mereka berkata, "Inilah temanmu, hai Ibnul Khattab." Maka Umar bangkit menuju ke arahnya dan datang menghadap kepadanya, sedangkan saat itu Allah Swt. telah menurunkan firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Kedua sanad riwayat ini menunjukkan bahwa Asy-Sya'bi menceritakannya dari Umar r.a., tetapi di dalamnya terdapat inqita' (rentetan sanad yang terputus) antara Asy-Sya'bi dan Umar r.a. karena Asy-Sya'bi tidak menjumpai zaman sahabat Umar r.a.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Basyir, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', dari Sa'id, dari Qatadah yang menceritakan, telah diceritakan kepada kami bahwa di suatu hari Umar ibnul Khattab pernah berangkat menuju tempat orang-orang Yahudi. Ketika ia sampai di kalangan mereka, mereka menyambutnya dengan sambutan yang hangat. Maka Umar r.a. berkata kepada mereka, "Ingatlah, demi Allah, tidak sekali-kali aku datang kepada kalian karena terdorong suka kepada kalian, tidak pula karena berharap kepada kalian, tetapi aku datang kepada kalian untuk mendengar langsung dari kalian." Lalu Umar bertanya kepada mereka, dan mereka bertanya kepadanya, "Siapakah teman kalian (dari kalangan malaikat)?" Umar menjawab, "Jibril." Mereka berkata, "Dia adalah musuh kami dari kalangan penduduk langit, dialah yang memperlihatkan kepada Muhammad rahasia kami. Apabila ia datang, maka yang didatangkannya adalah peperangan dan kelaparan. Tetapi teman kami adalah Mikail; apabila dia datang, yang didatangkannya adalah kesuburan dan kedamaian." Umar berkata kepada mereka, "Mengapa kalian mengakui Jibril, tetapi mengingkari Muhammad Saw.?" Sejak saat itu Umar pergi meninggalkan mereka dan menuju ke arah Nabi Saw. untuk menceritakan kepada beliau apa yang telah diceritakan oleh mereka. Tetapi ternyata ia menjumpai beliau dalam keadaan telah menerima wahyu ayat-ayat berikut: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97), hingga beberapa ayat sesudahnya.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadanya Al-Musan-na, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah sampai kepada kami bahwa di suatu hari sahabat Umar datang me-nemui orang-orang Yahudi. Kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan hadis yang semisal dengan hadis di atas hingga selesai.

Di dalam riwayat ini terdapat nama Adam, dia berpredikat munqati pula. Hadis ini diriwayatkan juga oleh Asbat, dari As-Saddi, dari Umar dengan mak-na yang sama atau yang semisal dengannya, tetapi riwayat ini pun berpredikat munqati.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ad-Dustuli), telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, bahwa seorang Yahudi menemui sahabat Umar ibnul Khattab, lalu orang Yahudi itu berkata, "Sesungguhnya Jibril yang disebut oleh teman kalian (Nabi Muhammad Saw.) adalah musuh kami." Maka sahabat Umar r.a. membacakan firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Dengan kata lain, ayat ini diturunkan bertepatan dengan perkataan yang dikatakan oleh lisan sahabat Umar r.a. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid, dari Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dari Abu Ja'far (yakni Ar-Razi).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Abdur Rahman, dari Ibnu Abu Laila sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril..., hingga akhir, ayat (Al-Baqarah: 97). Dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada kaum muslim, "Seandainya malaikat yang turun kepada kalian adalah Mikail, niscaya kami akan mengikuti kalian. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail itu selalu turun membawa rahmat dan hujan, dan sesungguhnya Jibril selalu turun membawa azab dan pembalasan. Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Ibnu Jarir mengatakan lalu turunlah ayat ini.

Telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Ata hal yang semisal.

Abdur Razzaq menceritakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 97). Bahwa orang-orang Yahudi pernah mengatakan, "Sesungguhnya Jabrail adalah musuh kami, karena sesungguhnya dia turun hanya dengan membawa kekerasan dan kelaparan. Dan sesungguhnya Mikail selalu turun membawa kemakmuran, kesehatan, dan kesuburan. Jabrail adalah musuh kami." Lalu Allah Swt. berfirman menurunkan ayat ini.

*************

Mengenai tafsir firman-Nya:

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hati kalian dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97)

Artinya, barang siapa yang memusuhi Malaikat Jabrail, ketahuilah bahwa dia adalah Ruh (malaikat) Al-Amin (yang dipercaya oleh Allah Swt.). Dialah yang membawa turun Al-Qur'an yang bijaksana ke dalam hatimu dari Allah dengan seizin-Nya. Dia adalah utusan Allah dari kalangan para malaikat; dan barang siapa yang memusuhi utusan, berarti dia memusuhi semua utusan. Sama halnya orang yang beriman kepada seorang rasul, sesungguhnya ia pasti beriman kepada semua rasul, sebagaimana orang yang kafir kepada seorang rasul, berarti dia kafir kepada semua rasul. Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada yang sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)." (An-Nisa: 15), hingga kedua ayat berikutnya.

Di dalamnya diputuskan terhadap mereka sebagai orang-orang kafir yang sesungguhnya, jika mereka beriman kepada sebagian para rasul dan kafir kepada sebagian yang lainnya. Demikian pula perihal orang yang memusuhi Malaikat Jibril, sesungguhnya orang tersebut adalah musuh Allah. Dikatakan demikian karena sesungguhnya tidak sekali-kali Malaikat Jibril turun dengan membawa perintah dari dirinya sen-diri, melainkan dia turun dengan membawa perintah Tuhannya, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:

وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhan-mu. (Maryam: 64)

وَإِنَّهُ لَتَنزيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ* نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ* عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ

Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dan dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 192-194)

Imam Bukhari meriwayatkan di dalam kitab sahihnya melalui Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ"

Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti dia menantangku terang-terangan untuk berperang.

Karena itu, Allah murka terhadap setiap orang yang memusuhi Malaikat Jibril.

****************

Allah Swt. berfirman:

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نزلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ

Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 97)

Ma baina yadaihi, yakni kitab-kitab sebelumnya.

Hudan, petunjuk bagi hati mereka.

Busyra, berita gembira bagi mereka bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Dan Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah bagi orang-orang mukmin, seperti yang disebutkan oleh firman lainnya, yaitu:

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ

Katakanlah, "Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman"..., hingga akhir ayat, (Fushshilat: 44).

وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82)

**************

Kemudian Allah Swt. berfirman:

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Melalui ayat ini Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang memusuhi-Ku, para malaikat-Ku, dan rasul-rasul-Ku," yang termasuk ke dalam pengertiannya semua utusan —baik dari kalangan malaikat ataupun manusia— seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:

اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ

Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia. (Al-Hajj: 75)

Barang siapa yang memusuhi Jibril dan Mikail", kalimat ini termasuk ke dalam Bab "Ataf Khusus kepada Umum", karena sesungguhnya keduanya adalah malaikat yang termasuk ke dalam pengertian umum semua rasul (utusan). Kemudian keduanya disebutkan lagi secara khusus karena konteks pembicaraan berkaitan dengan membela Jibril yang merupakan duta di antara Allah dan nabi-nabi-Nya. Penyebutan Jibril dibarengi dengan penyebutan Mikail, karena orang-orang Yahudi menduga bahwa Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail kekasih mereka; maka Allah mempermaklumatkan kepada mereka bahwa barang siapa yang menjadi musuh salah satu dari kedua malaikat tersebut, berarti menjadi musuh pula bagi yang lain, juga menjadi musuh Allah. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail pun adakalanya turun kepada nabi-nabi Allah di suatu waktu, sebagaimana dia pun pernah menemani Rasulullah Saw. pada permulaannya, tetapi Jibril lebih banyak menemaninya karena hal ini merupakan tugasnya. Malaikat Mikail tugas utamanya ialah mengatur tetumbuhan dan hujan, Malaikat Jibril menurunkan wahyu, sedangkan malaikat Mikail menurunkan rezeki, sebagaimana Israfil ditugaskan untuk meniup sangkakala pada hari berbangkit kelak di hari kiamat.

Karena itu, di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila salat di malam hari acapkali membaca doa berikut:

"اللَّهُمَّ رب جبريل وإسرافيل وميكائيل ، فاطر السموات وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اختُلِف فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ"

Ya Allah, Tuhan Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, dan Malaikat Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui hal yang gaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan hukum di antara hamba-hamba-Mu dalam semua perkara yang diperselisihkan di antara mereka. Berilah daku petunjuk kepada perkara yang hak, guna menyelesaikan hal yang diperselisihkan dengan seizin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.

Dalam riwayat pertama di atas telah disebutkan riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari, diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Ikrimah dan lain-Lainnya, bahwa jabra, mik, dan isra artinya sama dengan abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ismail ibnu Abu Raja', dari Umair maula (bekas budak) Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya kata Jabrail itu dalam bahasa Arabnya sama dengan kata Abdullah (hamba Allah) dan Abdur Rahman (hamba Tuhan Yang Maha Pemurah). Menurut pendapat lain, jabra artinya hamba, sedangkan il artinya Allah.

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang pernah mengatakan, "Tahukah kalian apakah persamaan nama Jabrail pada nama kalian?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Ali ibnul Husain menjawab, "Ialah Abdullah (hamba Allah), setiap nama yang diakhiri dengan kata il terjemahannya berarti Allah Swt." Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak, dan Yahya ibnu Ya'mur. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abul Hawari, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Umair yang mengatakan bahwa nama Jabrail di kalangan para malaikat artinya pelayan Allah. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah menceritakan hadis ini kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, maka Abu Sulaiman mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengatakan, "Sesungguhnya hadis ini lebih aku sukai daripada segala sesuatu," yang hal itu ia catat pada buku yang ada di tangannya.

Sehubungan dengan lafaz Jabrail dan Mikail ini terdapat beberapa dialek mengenainya yang hanya disebut di dalam kitab bahasa dan qiraat, dan kami membahasnya hanya sebatas apa yang dapat menunaikan makna yang dimaksud, atau yang dapat dijadikan sebagai pegangan. Hanya kepada Allah-lah kami percaya, dan Dia adalah Yang dimintai pertolongan-Nya.

*************

Firman Allah Swt.:

فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Di dalam ungkapan ayat ini terkandung meletakkan isim lahir di tempat isim damir, mengingat tidak dikatakan fainnahu 'aduwwul lil kafirin, melainkan dikatakan fainnallaha 'aduwwul lil kafirin. Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:

لَا أَرَى الموتَ يَسْبِقُ الموتَ شَيْءٌ ... نَغَّص الموتُ ذَا الْغِنَى وَالْفَقِيرَا ...

Aku yakin bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mendahului mati (ajal), maut selalu mendahului orang yang kaya, juga orang yang miskin (tanpa pandang bulu).

Penyair lainnya mengatakan:

ليتَ الغرابَ غَدَاةَ ينعَبُ دَائِبًا ... كَانَ الغرابُ مقطَّع الْأَوْدَاجِ

Aduhai, seandainya burung gagak seperti biasanya di pagi hari selalu bergoak, tetapi seakan-akan kini burung-burung gagak itu sudah putus urat lehemya.

Sesungguhnya lafaz Allah di-izhar-kan (ditampakkan) dalam kedudukan ini tiada lain untuk menyatakan dan menonjolkan makna tersebut, sebagai pemberitahuan terhadap mereka bahwa barang siapa yang memusuhi kekasih Allah, berarti dia memusuhi Allah. Barang siapa yang memusuhi Allah, berarti Allah adalah musuhnya; dan barang siapa yang menjadi musuh Allah, berarti merugilah dia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan oleh hadis yang lalu, yaitu:

"مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ"

Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti aku telah mempermaklumatkan perang terhadapnya.

Di dalam hadis lain disebutkan:

"إِنِّي لِأَثْأَرُ لِأَوْلِيَائِي كَمَا يَثْأَرُ اللَّيْثُ الْحَرِبُ"

Sesungguhnya aku benar-benar akan mengadakan pembalasan demi membela kekasih-kekasihku, sebagaimana singa (seorang pemberani) menuntut balas dalam peperangan.

Di dalam hadis sahih dinyatakan:

"وَمَن كنتُ خَصْمَه خَصَمْتُه".

Barang siapa menjadi musuhku, niscaya aku akan memusuhinya.


مَن كَانَ عَدُوًّۭا لِّلَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَىٰلَ فَإِنَّ ٱللَّهَ عَدُوٌّۭ لِّلْكَٰفِرِينَ 98

(98) Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.

(98) 

Kemudian Allah Swt. berfirman:

مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Melalui ayat ini Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang memusuhi-Ku, para malaikat-Ku, dan rasul-rasul-Ku," yang termasuk ke dalam pengertiannya semua utusan —baik dari kalangan malaikat ataupun manusia— seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:

اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ

Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia. (Al-Hajj: 75)

Barang siapa yang memusuhi Jibril dan Mikail", kalimat ini termasuk ke dalam Bab "Ataf Khusus kepada Umum", karena sesungguhnya keduanya adalah malaikat yang termasuk ke dalam pengertian umum semua rasul (utusan). Kemudian keduanya disebutkan lagi secara khusus karena konteks pembicaraan berkaitan dengan membela Jibril yang merupakan duta di antara Allah dan nabi-nabi-Nya. Penyebutan Jibril dibarengi dengan penyebutan Mikail, karena orang-orang Yahudi menduga bahwa Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail kekasih mereka; maka Allah mempermaklumatkan kepada mereka bahwa barang siapa yang menjadi musuh salah satu dari kedua malaikat tersebut, berarti menjadi musuh pula bagi yang lain, juga menjadi musuh Allah. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail pun adakalanya turun kepada nabi-nabi Allah di suatu waktu, sebagaimana dia pun pernah menemani Rasulullah Saw. pada permulaannya, tetapi Jibril lebih banyak menemaninya karena hal ini merupakan tugasnya. Malaikat Mikail tugas utamanya ialah mengatur tetumbuhan dan hujan, Malaikat Jibril menurunkan wahyu, sedangkan malaikat Mikail menurunkan rezeki, sebagaimana Israfil ditugaskan untuk meniup sangkakala pada hari berbangkit kelak di hari kiamat.

Karena itu, di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila salat di malam hari acapkali membaca doa berikut:

"اللَّهُمَّ رب جبريل وإسرافيل وميكائيل ، فاطر السموات وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اختُلِف فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ"

Ya Allah, Tuhan Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, dan Malaikat Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui hal yang gaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan hukum di antara hamba-hamba-Mu dalam semua perkara yang diperselisihkan di antara mereka. Berilah daku petunjuk kepada perkara yang hak, guna menyelesaikan hal yang diperselisihkan dengan seizin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.

Dalam riwayat pertama di atas telah disebutkan riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari, diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Ikrimah dan lain-Lainnya, bahwa jabra, mik, dan isra artinya sama dengan abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ismail ibnu Abu Raja', dari Umair maula (bekas budak) Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya kata Jabrail itu dalam bahasa Arabnya sama dengan kata Abdullah (hamba Allah) dan Abdur Rahman (hamba Tuhan Yang Maha Pemurah). Menurut pendapat lain, jabra artinya hamba, sedangkan il artinya Allah.

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang pernah mengatakan, "Tahukah kalian apakah persamaan nama Jabrail pada nama kalian?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Ali ibnul Husain menjawab, "Ialah Abdullah (hamba Allah), setiap nama yang diakhiri dengan kata il terjemahannya berarti Allah Swt." Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak, dan Yahya ibnu Ya'mur. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abul Hawari, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Umair yang mengatakan bahwa nama Jabrail di kalangan para malaikat artinya pelayan Allah. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah menceritakan hadis ini kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, maka Abu Sulaiman mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengatakan, "Sesungguhnya hadis ini lebih aku sukai daripada segala sesuatu," yang hal itu ia catat pada buku yang ada di tangannya.

Sehubungan dengan lafaz Jabrail dan Mikail ini terdapat beberapa dialek mengenainya yang hanya disebut di dalam kitab bahasa dan qiraat, dan kami membahasnya hanya sebatas apa yang dapat menunaikan makna yang dimaksud, atau yang dapat dijadikan sebagai pegangan. Hanya kepada Allah-lah kami percaya, dan Dia adalah Yang dimintai pertolongan-Nya.

*************

Firman Allah Swt.:

فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Di dalam ungkapan ayat ini terkandung meletakkan isim lahir di tempat isim damir, mengingat tidak dikatakan fainnahu 'aduwwul lil kafirin, melainkan dikatakan fainnallaha 'aduwwul lil kafirin. Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:

لَا أَرَى الموتَ يَسْبِقُ الموتَ شَيْءٌ ... نَغَّص الموتُ ذَا الْغِنَى وَالْفَقِيرَا ...

Aku yakin bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mendahului mati (ajal), maut selalu mendahului orang yang kaya, juga orang yang miskin (tanpa pandang bulu).

Penyair lainnya mengatakan:

ليتَ الغرابَ غَدَاةَ ينعَبُ دَائِبًا ... كَانَ الغرابُ مقطَّع الْأَوْدَاجِ

Aduhai, seandainya burung gagak seperti biasanya di pagi hari selalu bergoak, tetapi seakan-akan kini burung-burung gagak itu sudah putus urat lehemya.

Sesungguhnya lafaz Allah di-izhar-kan (ditampakkan) dalam kedudukan ini tiada lain untuk menyatakan dan menonjolkan makna tersebut, sebagai pemberitahuan terhadap mereka bahwa barang siapa yang memusuhi kekasih Allah, berarti dia memusuhi Allah. Barang siapa yang memusuhi Allah, berarti Allah adalah musuhnya; dan barang siapa yang menjadi musuh Allah, berarti merugilah dia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan oleh hadis yang lalu, yaitu:

"مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ"

Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti aku telah mempermaklumatkan perang terhadapnya.

Di dalam hadis lain disebutkan:

"إِنِّي لِأَثْأَرُ لِأَوْلِيَائِي كَمَا يَثْأَرُ اللَّيْثُ الْحَرِبُ"

Sesungguhnya aku benar-benar akan mengadakan pembalasan demi membela kekasih-kekasihku, sebagaimana singa (seorang pemberani) menuntut balas dalam peperangan.

Di dalam hadis sahih dinyatakan:

"وَمَن كنتُ خَصْمَه خَصَمْتُه".

Barang siapa menjadi musuhku, niscaya aku akan memusuhinya.Firman Allah Swt.:

فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ

Maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 98)

Di dalam ungkapan ayat ini terkandung meletakkan isim lahir di tempat isim damir, mengingat tidak dikatakan fainnahu 'aduwwul lil kafirin, melainkan dikatakan fainnallaha 'aduwwul lil kafirin. Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:

لَا أَرَى الموتَ يَسْبِقُ الموتَ شَيْءٌ ... نَغَّص الموتُ ذَا الْغِنَى وَالْفَقِيرَا ...

Aku yakin bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mendahului mati (ajal), maut selalu mendahului orang yang kaya, juga orang yang miskin (tanpa pandang bulu).

Penyair lainnya mengatakan:

ليتَ الغرابَ غَدَاةَ ينعَبُ دَائِبًا ... كَانَ الغرابُ مقطَّع الْأَوْدَاجِ

Aduhai, seandainya burung gagak seperti biasanya di pagi hari selalu bergoak, tetapi seakan-akan kini burung-burung gagak itu sudah putus urat lehemya.

Sesungguhnya lafaz Allah di-izhar-kan (ditampakkan) dalam kedudukan ini tiada lain untuk menyatakan dan menonjolkan makna tersebut, sebagai pemberitahuan terhadap mereka bahwa barang siapa yang memusuhi kekasih Allah, berarti dia memusuhi Allah. Barang siapa yang memusuhi Allah, berarti Allah adalah musuhnya; dan barang siapa yang menjadi musuh Allah, berarti merugilah dia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan oleh hadis yang lalu, yaitu:

"مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ بَارَزَنِي بِالْحَرْبِ"

Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti aku telah mempermaklumatkan perang terhadapnya.

Di dalam hadis lain disebutkan:

"إِنِّي لِأَثْأَرُ لِأَوْلِيَائِي كَمَا يَثْأَرُ اللَّيْثُ الْحَرِبُ"

Sesungguhnya aku benar-benar akan mengadakan pembalasan demi membela kekasih-kekasihku, sebagaimana singa (seorang pemberani) menuntut balas dalam peperangan.

Di dalam hadis sahih dinyatakan:

"وَمَن كنتُ خَصْمَه خَصَمْتُه".

Barang siapa menjadi musuhku, niscaya aku akan memusuhinya.


وَلَقَدْ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ءَايَٰتٍۭ بَيِّنَٰتٍۢ ۖ وَمَا يَكْفُرُ بِهَآ إِلَّا ٱلْفَٰسِقُونَ 99

(99) Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.

(99) 

Imam Abu Ja'far mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat-yang jelas..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 99). Yakni sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu —Muhammad— alamat-alamat yang jelas yang menunjukkan akan kenabianmu. Tanda-tanda tersebut adalah terkandung di dalam Kitabullah (Al-Qur'an) menyangkut rahasia ilmu-ilmu Yahudi dan rahasia-rahasia berita mereka yang disimpan rapi oleh mereka. Juga mengandung berita kakek moyang mereka, berita tentang apa yang terkandung di dalam kitab-kitab mereka yang hanya diketahui oleh para rahib dan ulama mereka saja, dan hal-hal yang telah diubah oleh para pendahulu dan generasi penerus mereka yang berani mengubah hukum-hukum yang ada di dalam kitab Tauratnya. Maka Allah Swt. memperlihatkan hal tersebut kepada Nabi-Nya, yakni Nabi Muhammad Saw. melalui kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadanya.

Maka sesungguhnya hal tersebut seharusnya merupakan tanda-tanda yang jelas bagi orang yang menyadari keadaan dirinya dan tidak membiarkan dirinya termakan oleh rasa dengki dan kesombongan yang membinasakannya. Mengingat setiap orang yang memiliki fitrah yang sehat niscaya membenarkan semisal apa yang didatangkan oleh Nabi Muhammad Saw., yaitu berupa ayat-ayat yang jelas. Bukti-bukti tersebut mempunyai ciri khas dihasilkan oleh beliau Saw. tanpa melalui proses belajar yang dituntutnya dari seorang manusia; tidak pula mengambil sesuatu dari manusia, seperti yang disebutkan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas. (Al-Baqarah: 99)

Allah Swt. berfirman bahwa engkau membacakannya (Al-Qur'an) kepada mereka dan memberitahukannya kepada mereka di setiap pagi dan petang di antara keduanya, sedangkan di kalangan mereka engkau diketahui sebagai orang yang ummi (buta huruf), tetapi engkau memberitahukan kepada mereka semua hal yang ada di kalangan mereka sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Allah Swt. berfirman kepada mereka yang di dalamnya terkandung pelajaran dan penjelasan, tetapi sekaligus menjadi hujah terhadap mereka, seandainya mereka mengetahui.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Ibnu Suria Al-Qatwaini berkata kepada Rasulullah Saw., "Hai Muhammad, engkau tidak mendatangkan kepada kami sesuatu yang kami kenal, dan Allah tidak menurunkan kepadamu suatu ayat pun yang jelas yang menyebabkan kami mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik. (Al-Baqarah: 99)

Malik ibnu Saif (seorang Yahudi) mengatakan ketika Rasulullah Saw. telah menjadi utusan Allah dan memperingatkan kepada mereka perjanjian yang diambil oleh Allah atas diri mereka dan apa yang dijanji-kan Allah Swt. kepada mereka sehubungan dengan perkara Nabi Muhammad Saw., "Allah tidak menjanjikan kepada kami tentang Muhammad, dan Dia tidak mengambil janji apa pun atas diri kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya (Al-Baqarah: 1)

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman. (Al-Baqarah: 1) Memang benar, tiada suatu perjanjian pun di muka bumi ini yang mereka lakukan melainkan mereka pasti melanggar dan merusaknya. Mereka mengadakan perjanjian di hari ini, dan besoknya mereka pasti merusaknya.

Menurut As-Saddi, makna la yu-minuna ialah 'mereka tidak beriman dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.'.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Nabaza fariqum minhum" bahwa perjanjian itu dirusak oleh segolongan orang dari kalangan mereka.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal makna an-nabaz ialah membuang dan melemparkan. Karena itu anak yang hilang disebut manbuz, yakni diambil dari kata an-nabaz ini, dan disebut pula nabiz bagi buah kurma serta buah anggur yang dimasukkan (dilemparkan) ke dalam air.

Sehubungan dengan pengertian ini Abul Aswad Ad-Du-ali mengatakan dalam syairnya:

نَظَرْتُ إِلَى عُنْوَانِهِ فَنَبَذْتُهُ ... كَنَبْذِكَ نَعْلًا أَخْلَقَتْ مِنْ نِعَالِكَا

Ketika aku melihat alamat (tempat tinggal)nya, maka aku langsung membuang (melemparkan)nya (jauh-jauh) sebagaimana engkau lemparkan salah satu dari terompahmu yang sudah rusak.

Kaum yang disebut dalam ayat ini dicela oleh Allah Swt. karena mereka merusak perjanjian mereka dengan Allah yang telah disebut sebelumnya, yaitu mereka bersedia memegangnya dan mengamalkan-nya sesuai dengan apa yang sebenarnya. Lebih ironisnya lagi mereka mengiringi hal tersebut dengan kedustaan terhadap Rasul Saw. yang diutus kepada mereka, juga kepada seluruh umat manusia, padahal perihal Rasul tersebut telah termaktub di dalam kitab mereka sifat-si-fat dan ciri-ciri khasnya serta berita-beritanya; dan mereka diperintah-kan di dalamnya agar mengikuti Rasul itu, mendukung, dan menolongnya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْراةِ وَالْإِنْجِيلِ

(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka..., hingga akhir ayat, (Al-A'raf: 157).

Sedangkan dalam surat ini disebutkan: Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 11).

Yakni segolongan dari kalangan mereka melemparkan kitab yang ada di tangan mereka yang di dalamnya terkandung berita gembira kedatangan Nabi Muhammad Saw. Di dalam ayat ini disebutkan wara-a zuhurihim, di belakang punggung mereka, yakni mereka meninggalkannya seakan-akan mereka tidak mengetahui apa isinya. Sebagai gantinya mereka memusatkan perhatiannya untuk mempelajari sihir serta menjadi pengikutnya. Karena itu, mereka bermaksud mencelakakan Rasulullah Saw. Lalu mereka menyihirnya melalui sisir, buntelan secarik kain, dan ketandan kering pohon kurma yang disimpan di bawah batu di pinggir sumur Arwan. Orang yang melakukan hal ini dari kalangan mereka adalah seorang lelaki yang dikenal dengan nama Labid ibnul A'sam, semoga laknat Allah menimpa dirinya, dan semoga Allah memburukkannya. Maka Allah memperlihatkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. dan menyembuhkannya serta menyelamatkannya dari sihir tersebut, seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahihain secara panjang lebar dari Siti Aisyah r.a. Ummul Mu’minin, yang hadisnya akan diketengahkan kemudian.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka. (Al-Baqarah: 11) Ketika Nabi Muhammad Saw. datang kepada mereka, mereka menentangnya dengan kitab Taurat dan mendebatnya, tetapi pada akhirnya kitab Taurat sepaham dengan Al-Qur'an. Lalu mereka meninggalkan kitab Taurat dan mengambil kitab Asif serta sihir Harut dan Marut, karena tidak setuju dengan Al-Qur'an. Karena itu, pada akhir ayat disebutkan: seolah-olah mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 11)

Qatadah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Seolah-olah mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 11) Sesungguhnya kaum yang bersangkutan adalah orang-orang yang mengetahui (bahwa Al-Qur'an itu adalah kitab Allah), tetapi mereka menjauhi pengetahuan mereka dan menyembunyikannya serta mengingkarinya.

Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan. (Al-Baqarah: 12) Tersebutlah bahwa ketika kerajaan Nabi Sulaiman terlepas dari tangannya, maka murtadlah segolongan jin dan manusia; mereka mengikuti hawa nafsu mereka. Setelah mengembalikan kerajaan kepada Sulaiman, maka orang-orang pun berjalan sesuai dengan hukum agama seperti semula. Sesungguhnya Sulaiman dapat menemukan kitab-kitab mereka, lalu menguburnya di bawah singgasananya; tidak lama kemudian Nabi Sulaiman a.s. meninggai dunia. Akan tetapi, manusia dan jin dapat menemukan kitab-kitab tersebut setelah Nabi Sulaiman wafat. Lalu mereka berkata, "Kitab inilah yang diturunkan oleh Allah kepada Sulaiman, tetapi Sulaiman menyembunyikannya." Maka mereka mengambil kitab tersebut dan menjadikannya sebagai agama. Lalu turunlah firman Allah Swt.: Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka. (Al-Baqarah: 11), hingga akhir ayat. Maka mereka mengikuti kemauan hawa nafsu mereka yang dibacakan oleh setan-setan, yaitu alat-alat musik dan permainan serta segala sesuatu yang melalaikan berzikir kepada Allah Swt.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Asif adalah juru tulis Nabi Sulaiman. Dia adalah orang yang mengetahui Ismul A'zam, dan mencatat segala sesuatu atas izin Nabi Sulaiman, lalu Nabi Sulaiman mengubur catatan tersebut di bawah singgasananya. Ketika Nabi Sulaiman wafat, catatan tersebut dikeluarkan oleh setan-setan, lalu mereka menyisipkan catatan mengenai sihir dan kekufuran di antara tiap dua barisnya. Mereka mengatakan, inilah yang dahulu diamalkan oleh Sulaiman. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah ada keterangan dari setan, maka orang-orang yang tidak mengerti mengafirkan Sulaiman dan mencacimakinya, tetapi para ulama dari kalangan mereka hanya diam. Orang-orang yang bodoh dari kalangan mereka terus-menerus mencaci maki Nabi Sulaiman, hingga Allah Swt. menurunkan ayat berikut kepada Nabi Muhammad Saw., yaitu: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 12)

Ibnu Jarir mengatakan bahwa Abus Sa'ib Salimah ibnu Junadah As-Sawa-i menceritakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan riwayat berikut: Tersebutlah bahwa Nabi Sulaiman apabila hendak memasuki kamar mandi atau menggauli salah seorang istrinya, terlebih dahulu ia menyerahkan cincinnya kepada pembantu pribadinya, yaitu seorang wanita. Ketika Allah hendak menguji Nabi Sulaiman a.s. dengan ujian yang dikehendaki-Nya, maka di suatu hari Sulaiman menyerahkan cincinnya kepada pembantunya. Lalu datanglah setan dalam rupa Sulaiman dan berkata kepada pembantu Sulaiman, "Serahkanlah cincinku." Si pembantu menyerahkan cincin itu kepadanya, dan ia segera memakainya. Ketika setan memakainya, maka tunduklah semua setan, jin, dan manusia kepadanya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Sulaiman datang kepada pembantunya itu dan berkata kepadanya, "Berikanlah cincinku kepadaku." Si pembantu berkata, "Engkau dusta, engkau bukan Sulaiman." Maka sejak saat itu Nabi Sulaiman mengetahui bahwa hal ini merupakan cobaan yang ditimpakan kepada dirinya. Ibnu Abbas berkata bahwa di hari-hari (kekuasaannya itu) setan-setan menulis berbagai macam kitab yang di dalamnya terkandung sihir dan kekufuran, lalu mereka menguburnya di bawah singgasana Raja Sulaiman. (Setelah Sulaiman wafat) mereka mengeluarkan kitab-kitab itu dan membacakannya di hadapan semua orang, lalu mereka berkata, "Sesungguhnya dahulu Sulaiman dapat berkuasa atas manusia melalui kitab-kitab ini." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu semua orang berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh Sulaiman dan mengafirkannya. Setelah Allah mengutus Nabi Muhammad Saw., maka diturunkan-Nyalah ayat berikut, yakni firman-Nya: Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak melakukan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 12)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Imran (yaitu Al-Haris) yang menceritakan: Ketika kami berada di rumah Ibnu Abbas r.a., tiba-tiba datanglah seorang lelaki, lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya, "Dari manakah kamu?" Lelaki itu menjawab, "Dari negeri Irak. Ibnu Abbas bertanya, "Dari bagian mana?" Lelaki menjawab, "Kufah." Ibnu Abbas bertanya, "Bagaimanakah beritanya?" Lelaki menjawab, "Ketika aku meninggalkan mereka, mereka sedang hangat membicarakan bahwa Ali r.a. berangkat menuju ke arah mereka (untuk memerangi mereka)." Maka Ibnu Abbas merasa kaget dan mengatakan, "Tidak pantas kamu katakan demikian, hanya orang yang tak berayah yang mengatakan demikian. Seandainya kami percaya (dengan apa yang diberitakannya itu), pasti kami tidak mau menikahi wanita-wanitanya, tidak pula membagikan harta warisannya. Ingatlah, sesungguhnya aku akan menceritakan kepada kalian tentang jawaban yang sebenarnya. Bahwa dahulu setan-setan mencuri-curi pendengaran di langit, lalu seseorang dari mereka datang membawa kalimat hak yang telah didengarnya; tetapi bila hendak ia sampaikan, maka ia mencampurinya dengan tujuh puluh (banyak) kedustaan."

Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa kalimat-kalimat tersebut sempat memperoleh perhatian banyak orang hingga meresap ke dalam hati mereka. Maka Allah memperlihatkan hal tersebut kepada Nabi Sulaiman a.s., lalu Nabi Sulaiman mengubur (catatan-catatan itu) di bawah kursi singgasananya. Tetapi setelah Nabi Sulaiman wafat, setan jalanan bangkit, lalu berkata, "Maukah kalian aku tunjukkan kepada kalian simpanan terlarang yang tiada simpanan seperti simpanan itu? Ia berada di bawah kursi singgasananya." Lalu mereka mengeluarkannya, dan setan itu berkata, "Ini ilmu sihir." Maka orang-orang menggandakan catatan-catatan tersebut dari generasi ke generasi yang lain, hingga sisanya adalah yang sekarang hangat dibicarakan oleh penduduk Irak. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir)..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 12).

Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Abu Zakaria Al-Anbari, dari Muhammad ibnu Abdus Salam, dari Ishaq ibnu Ibrahim, dari Jarir dengan lafaz yang sama.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. (Al-Baqarah: 12) Yang dimaksud dengan Mulki Sulaiman ialah di masa kerajaan Nabi Sulaiman. Tersebutlah bahwa setan-setan sering naik ke langit, lalu sampai pada suatu kedudukan yang darinya mereka dapat mencuri pendengaran. Lalu mereka mencuri sebagian dari perkataan para malaikat tentang apa yang bakal terjadi di bumi menyangkut perkara kematian, atau hal yang gaib atau suatu kejadian. Kemudian setan-setan itu menyampaikan hal tersebut kepada tukang-tukang tenung, lalu tukang-tukang tenung (juru ramal) menceritakan kepada manusia hal tersebut, dan ternyata kejadiannya mereka jumpai seperti apa yang dikatakan oleh para tukang tenung itu.

Setelah para juru ramal percaya kepada setan-setan tersebut, maka setan-setan itu mulai berdusta kepada mereka dan memasukkan hal-hal yang lain ke dalam berita yang dibawanya; mereka menambah tujuh puluh kalimat pada setiap kalimatnya. Lalu orang-orang mencatat omongan itu ke dalam buku-buku hingga tersiarlah di kalangan Bani Israil bahwa jin mengetahui hal yang gaib.

Kemudian Nabi Sulaiman mengirimkan utusannya kepada semua orang untuk menyita buku-buku itu. Setelah terkumpul, semua buku dimasukkan ke dalam peti, lalu peti itu dikuburnya di bawah kursi singgasananya. Tiada suatu setan pun yang berani mendekat ke kursi tersebut melainkan ia pasti terbakar. Nabi Sulaiman berkata, "Tidak sekali-kali aku mendengar seseorang mengatakan bahwa setan-setan itu mengetahui hal yang gaib melainkan aku pasti menebas batang lehemya (sebagai hukumannya)."

Setelah Nabi Sulaiman meninggal dunia dan semua ulama yang mengetahui perihal Nabi Sulaiman telah tiada, lalu mereka diganti oleh generasi sesudahnya, maka datanglah setan dalam bentuk seorang manusia. Setan itu mendatangi segolongan kaum Bani Israil dan berkata kepada mereka, "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu perbendaharaan yang tidak akan habis kalian makan untuk selama-lamanya?" Mereka menjawab, "Tentu saja kami mau." Setan berkata, "Galilah tanah di bawah kursi singgasananya."

Setan pergi bersama mereka dan memperlihatkan tempat tersebut kepada mereka, sedangkan dia sendiri berdiri di salah satu tempat yang agak jauh dari tempat tersebut. Mereka berkata, "Mendekatlah kamu ke sini." Setan menjawab, "Tidak, aku hanya di sini saja dekat dengan kalian. Tetapi jika kalian tidak menemukannya, kalian boleh membunuhku."

Mereka menggali tempat tersebut dan akhirnya mereka menjumpai kitab-kitab itu. Ketika mereka mengeluarkannya, setan berkata kepada mereka.”Sesungguhnya Sulaiman dapat menguasai dan mengatur manusia, setan-setan, dan burung-burung hanyalah melalui ilmu sihir ini." Setelah itu setan tersebut terbang dan pergi. Maka mulai tersiarlah di kalangan manusia bahwa Sulaiman adalah ahli sihir, dan orang-orang Bani Israil mengambil kitab-kitab itu. Ketika Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah, mereka mendebatnya dengan kitab-kitab tersebut, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya: Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 12)

Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, sesungguhnya orang-orang Yahudi pernah bertanya kepada Nabi Muhammad Saw. di suatu masa mengenai hal-hal yang terkandung di dalam kitab Taurat, Tiada suatu pertanyaan pun darinya yang mereka ajukan melainkan Allah Swt. menurunkan wahyu kepada beliau apa yang dijadikan senjata oleh beliau untuk membantah mereka. Setelah mereka melihat jawaban tersebut, mereka berkata, "Orang ini lebih mengetahui daripada kami tentang apa yang diturunkan oleh Allah kepada kami."

Sesungguhnya mereka menanyakan kepada Nabi Saw. tentang ilmu sihir serta mendebatnya dengan ilmu tersebut. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia. (Al-Baqarah: 12)

Sesungguhnya setan-setan itu dengan sengaja membuat suatu kitab, lalu mereka mencatat ke dalamnya tentang sihir dan tenung serta hal-hal yang dikehendaki oleh Allah Swt. dari hal tersebut. Lalu mereka menguburnya di bawah kursi singgasana Nabi Sulaiman, sedangkan Nabi Sulaiman sendiri tidak mengetahui hal yang gaib.

Setelah Nabi Sulaiman wafat, lalu mereka (atas petunjuk setan) mengeluarkan buku sihir itu dan memperdaya manusia dengan kitab itu. Mereka mengatakan, "Kitab inilah yang dahulu disembunyikan oleh Sulaiman, ia menggunakannya untuk melampiaskan dengkinya terhadap manusia."

Maka Nabi Saw. menceritakan kisah yang sesungguhnya, dan mereka (orang-orang Yahudi itu) kembali ke tempat tinggalnya dari sisi beliau Saw. dalam keadaan tak berdaya karena hujah mereka dipatahkan oleh wahyu Allah Swt.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. (Al-Baqarah: 12); Dahulu setan-setan sering mencuri-curi pendengaran dari wahyu, maka tidak sekali-kali mereka mendengar suatu kalimat pun dari wahyu itu melainkan mereka menambahkan kepadanya dua ratus kali lipat hal yang semisal dari diri mereka sendiri. Kemudian Nabi Sulaiman a.s. mengirimkan utusannya untuk mencatat hal tersebut. Setelah Nabi Sulaiman wafat, maka setan-setan menemukan catatan itu (yaitu ilmu sihir), lalu mereka mengajarkannya kepada manusia.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan, dahulu Nabi Sulaiman merampas semua ilmu sihir yang ada di tangan setan, kemudian ia kubur ilmu tersebut di bawah kursi singgasananya, yakni di dalam gudangnya, hingga setan-setan tidak dapat mencapainya.

Kemudian setan mendekati manusia dan berkata kepada mereka, "Tahukah kalian ilmu apakah yang dipakai oleh Sulaiman untuk menundukkan setan-setan dan angin serta lain-lainnya?" Mereka menyetujui pendapat setan, lalu setan berkata kepada mereka, "Sesungguhnya kitab itu ada di dalam gudang rumahnya, tepatnya di bawah kursi singgasananya." Setan membujuk manusia untuk mengeluarkannya, lalu mengamalkannya.

Orang-orang Hijaz mengatakan bahwa dahulu Sulaiman mengerjakan ilmu sihir tersebut. Maka Allah Swt. menurunkan kepada Nabi-Nya wahyu yang membersihkan nama Nabi Sulaiman a.s. dari sihir tersebut. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). (Al-Baqarah: 12)

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa setelah setan-setan mengetahui kewafatan Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud a.s., maka dengan sengaja mereka menulis berbagai macam ilmu sihir. Di dalamnya dicatatkan bahwa barang siapa yang ingin mencapai anu dan anu, hendaklah ia melakukan ini dan itu. Setelah semuanya terhimpun, lalu mereka mencatatkannya ke dalam sebuah buku, lalu mereka cap dengan memakai cap seperti cap Nabi Sulaiman. Mereka mencatat judulnya dengan kalimat sebagai berikut: "Inilah semua yang dicatat oleh Asif ibnu Barkhia, teman dekat Nabi Sulaiman ibnu Daud; di dalamnya terkandung perbendaharaan berbagai ilmu yang langka". Kemudian mereka mengubur buku tersebut di bawah kursi singgasana bekas Nabi Sulaiman.

Tidak lama kemudian buku tersebut digali oleh sisa-sisa Bani Israil. Setelah menemukannya, mereka berkata, "Demi Allah, kerajaan Sulaiman hanyalah tegak melalui ilmu ini." Lalu mereka menyebarkan ilmu sihir di kalangan manusia, mempelajarinya, juga mengajarkannya. Maka tiada sesuatu pun dari ilmu sihir itu dimiliki oleh seseorang melainkan orang-orang Yahudi jauh lebih banyak darinya. Semoga laknat Allah menimpa mereka.

Ketika Rasulullah Saw. menyebutkan di antara wahyu yang diturunkan kepadanya dari Allah Swt. mengenai diri Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud dan menyebutnya sebagai salah seorang dari kalangan rasul-rasul Allah, maka orang-orang Yahudi yang ada di Madinah mengatakan, "Tidakkah kalian heran dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad ini. Dia menduga bahwa Sulaiman ibnu Daud adalah seorang nabi. Demi Allah, tiada lain Sulaiman itu hanyalah seorang ahli sihir." Maka sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir), (Al-Baqarah: 12) hingga akhir ayat.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Hajjaj, dari Abu Bakar, dari Syahr ibnu Hausyab yang menceritakan bahwa ketika kerajaan Nabi Sulaiman dirampas dari tangannya, maka selama Nabi Sulaiman absen setan-setan mencatat ilmu sihir. Setan-setan tersebut mencatat bahwa barang siapa yang ingin mendapatkan anu dan anu, hendaklah ia menghadap ke arah matahari dan mengucapkan mantera ini dan itu. Barang siapa yang hendak melakukan anu dan anu, hendaklah ia membelakangi matahari dan mengucapkan mantera ini dan itu. Setan-setan itu mencatat semuanya dan menamakan catatannya itu dengan suatu judul, yaitu "Inilah yang telah dicatat oleh Asif ibnu Barkhia buat Raja Sulaiman ibnu Daud, mengandung perbendaharaan-perbendaharaan rahasia ilmu yang terpendam".

Ketika Nabi Sulaiman mengetahui kitab catatan itu, maka ia menguburnya di bawah kursi singgasananya. Setelah Nabi Sulaiman meninggal dunia, iblis berdiri, lalu berkhotbah dengan mengatakan, "Hai manusia, sesungguhnya Sulaiman itu bukanlah seorang nabi, melainkan seorang penyihir. Maka carilah ilmu sihirnya itu di antara barang-barang miliknya dan rumah-rumahnya." Kemudian iblis menunjukkan' kepada mereka tempat Nabi Sulaiman mengubur kitab tersebut.

Maka mereka berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Sulaiman adalah seorang penyihir. Inilah sihirnya. Dengan sihir ini kita diperbudak, dan dengan sihir ini kita dikalahkan." Orang-orang yang beriman mengatakan, "Tidak, bahkan dia adalah seorang nabi lagi mukmin."

Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. dan beliau Saw. menceritakan perihal Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, maka orang-orang Yahudi mengatakan, "Lihatlah oleh kalian Muhammad ini, dia mencampuradukkan antara yang hak dengan yang batil. Dia menyebut Sulaiman bersama para nabi, padahal sesungguhnya Sulaiman hanyalah tukang sihir yang dapat menaiki angin." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir)..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 12).

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A’la As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Imran ibnu Jarir mengatakan dari Abul Mijlaz, bahwa Nabi Sulaiman mengikat tiap-tiap ekor kuda dengan sebuah janji. Untuk itu apabila seorang lelaki memperolehnya (dalam perang), lalu Nabi Sulaiman memintanya, maka ia harus menyerahkannya. Maka orang-orang menambah sajak dan sihir, lalu mereka berkata, "Inilah yang diamalkan oleh Sulaiman ibnu Daud." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka menga-jarkan sihir kepada manusia. (Al-Baqarah: 12)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Isam ibnu Rawwad, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Ziad maula Mus'ab, dari Al-Hasan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan. (Al-Baqarah: 12) Bahwa sepertiganya berisikan syair, sepertiganya lagi berisikan sihir, sedangkan sepertiga yang terakhir berisikan ramalan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Basysyar Al-Wasiti, telah menceritakan kepadaku Surur ibnul Mugirah, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan sehu-bungan dengan makna firman-Nya: Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. (Al-Baqarah: 12) Artinya, orang-orang Yahudi mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan itu di masa kerajaan Nabi Sulaiman. Sebelum itu ilmu sihir memang telah ada di muka bumi ini, tetapi baru diikuti hanya pada masa kerajaan Nabi Sulaiman.

Demikianlah sekilas dari pendapat para imam terdahulu sehubungan dengan makna ayat ini. Tetapi pada garis besarnya tidak samar lagi kesemuanya dapat digabungkan menjadi suatu kesimpulan, dan pada hakikatnya di antara pendapat-pendapat tersebut tidak ada pertentangan, menurut pandangan orang-orang yang mempunyai pemahaman yang mendalam.

*************

Firman Allah Swt.:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ

Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. (Al-Baqarah: 12)

Yang dimaksud dengan mereka ialah orang-orang Yahudi yang telah diberi Al-kitab (Taurat). Hal ini terjadi setelah mereka berpaling dari ajaran Kitabullah (Taurat) yang ada di tangan mereka dan setelah mereka menentang Rasulullah Saw. Sesudah kesemuanya itu mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan. Yang dimaksud dengan bacaan setan ialah riwayat, berita, dan kisah yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman.

Dalam ungkapan ini fi'il tatlu ber-muta'addi dengan huruf 'ala karena di dalamnya terkandung pengertian membaca secara dusta.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa huruf 'ala dalam ayat ini mengandung makna sama dengan huruf fi, yakni tatlu fi mulki Sulaiman, artinya: Yang dibacakan oleh setan-setan dalam kerajaan Sulaiman. Ibnu Jarir menukil pendapat ini dari Ibnu Juraij dan Ibnu Ishaq.

Menurut kami, makna tadammun (yang mengandung pengertian membaca dan berdusta) adalah lebih baik dan lebih utama.

Mengenai pendapat Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa dahulu sebelum masa Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud sihir itu telah ada, pendapat ini memang benar dan tidak diragukan lagi. Mengingat tukang-tukang sihir banyak didapat di masa Nabi Musa a.s., sedangkan zaman Sulaiman ibnu Daud sesudah itu, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسى

Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 246).

Kemudian dalam kisah selanjutnya disebutkan melalui firman-Nya:

وَقَتَلَ داوُدُ جالُوتَ وَآتاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ

Dan (dalam peperangan ini) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah. (Al-Baqarah: 251)

Kaum Nabi Saleh —yang ada sebelum Nabi Ibrahim a.s.— berkata kepada Nabi mereka (yaitu Nabi Saleh), seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya:

إِنَّمَا أَنْتَ مِنَ الْمُسَحَّرِينَ

Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang terkena sihir. (Asy-Syu'ara: 153)

Menurut pendapat yang masyhur, lafaz mas-hur artinya orang yang terkena sihir.

****************

Firman Allah Swt.:

وَمَا أُنزلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu). Sebab itu, janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. (Al-Baqarah: 12)

Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan takwil ayat ini. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa huruf ma adalah nafiyah, yakni huruf ma yang terdapat di dalam firman-Nya, "Wa ma unzila 'alal malakaini."

Al-Qurtubi mengatakan bahwa ma adalah nafiyah, ia di-'ataf-kan kepada firman-Nya, "Wa ma kafara Sulaimanu." Selanjutnya dalam ayat berikut disebutkan:

وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزلَ أَيِ: السِّحْرُ عَلَى الْمَلَكَيْنِ

hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat. (Al-Baqarah: 12)

Karena dahulu orang-orang Yahudi menduga bahwa ilmu sihir tersebut diturunkan oleh Malaikat Jibril dan Mikail. Maka Allah Swt. membantah kedustaan mereka itu melalui firman-Nya:

هَارُوتَ وَمَارُوتَ

yaitu Harut dan Marut. (Al-Baqarah: 12)

Kedudukan kedua lafaz ini menjadi badal dari lafaz syayatin. Selanjutnya Al-Qurtubi mengatakan, hal seperti ini dinilai sah, mengingat adakalanya jamak itu disebut dengan lafaz yang menunjukkan pengertian dua, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

فَإِنْ كانَ لَهُ إِخْوَةٌ

jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara. (An-Nisa: 11)

Atau karena keduanya mempunyai banyak pengikut, atau keduanya diprioritaskan dalam sebutan di antara mereka karena keduanya sangat jahat. Bentuk kalimat secara lengkap menurut Al-Qurtubi ialah seperti berikut: "Mereka mengajarkan sihir kepada manusia di Babil, yakni Harut dan Marut." Kemudian Al-Qurtubi mengatakan, "Takwil inilah yang menurut pendapatku merupakan takwil yang paling utama dan paling sahih pada ayat ini, sedangkan yang lainnya tidak perlu diperhatikan lagi."

Ibnu Jarir meriwayatkan berikut sanadnya melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan tafsir firman-Nya: dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil. (Al-Baqarah: 12), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah Swt. tidak menurunkan sihir.

Menurut riwayat lain berikut sanadnya Ibnu Jarir mengemukakan pula melalui Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan takwil ayat ini, bahwa Allah Swt. menurunkan ilmu sihir kepada keduanya.

Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa takwil ayat ini seperti berikut: "Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman, yaitu berupa ilmu sihir, padahal Sulaiman tidak mengerjakan sihir dan Allah pun tidak pernah menurunkan ilmu sihir kepada dua malaikat, hanya setan-setanlah yang kafir. Mereka mengajarkan ilmu sihir pada manusia di Babil, yakni Harut dan Marut."

Dengan demikian, berarti lafaz bibabila haruta wa maruta termasuk lafaz yang diakhirkan, tetapi maknanya didahulukan.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa seandainya ada seseorang bertanya, "Apakah alasan yang membolehkan taqdim (pendahuluan) tersebut?" Sebagai jawabannya ialah dikemukakan bahwa takwil ayat seperti berikut: "Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman, yakni berupa ilmu sihir, padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), tidak pula Allah menurunkan ilmu sihir kepada dua malaikat, hanya setan-setanlah yang kafir. Mereka mengajarkan ilmu sihir kepada manusia di Babil, yaitu Harut dan Marut." Lafaz malakaini dimaksudkan adalah Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail, karena para ahli sihir orang-orang Yahudi menurut berita yang tersiar di kalangan mereka menduga bahwa Allah Swt. telah menurunkan ilmu sihir melalui lisan Jibril dan Mikail yang disampaikan kepada Sulaiman ibnu Daud. Maka Allah mendustakan tuduhan yang mereka lancarkan itu, dan memberitahukan kepada Nabi-Nya (Nabi Muhammad Saw.) bahwa Jibril dan Mikail sama sekali tidak pernah menurunkan ilmu sihir. Dan Allah Swt. membersihkan diri Nabi Sulaiman a.s. dari tuduhan mempraktikkan sihir yang mereka lancarkan itu. Sekaligus Allah memberitahukan kepada mereka (orang-orang Yahudi) bahwa sihir itu merupakan perbuatan setan-setan. Setan-setanlah yang mengajarkannya kepada manusia di Babil. Orang-orang yang mengajarkan sihir kepada mereka adalah dua orang lelaki, salah seorangnya bernama Harut, sedangkan yang lain adalah Marut.

Berdasarkan takwil ini berarti Harut dan Marut adalah nama manusia, sekaligus sebagai bantahan terhadap apa yang mereka tuduhkan terhadap kedua malaikat (Jibril dan Mikail). Demikianlah nukilan dari Ibnu Jarir secara harfiah.

Sesungguhnya Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah menceritakan riwayat berikut dari Ubaidillah ibnu Musa yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah sehubungan dengan tafsir firman-Nya, "Wa ma unzila 'alal malakaini," bahwa Allah sama sekali tidak menurunkan ilmu sihir kepada Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Fadl ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ya’la (yakni Ibnu Asad), telah menceritakan kepada kami Bakr (yakni Ibnu Mus'ab), telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, bahwa Abdur Rahman ibnu Abza selalu membaca ayat berikut dengan bacaan: Wa ma unzila 'alal malakaini Dawuda wa Sulaimana.

Abul Aliyah mengatakan bahwa Allah tidak menurunkan ilmu sihir kepada keduanya (Daud dan Sulaiman). Keduanya mengajarkan kepada iman dan memperingatkan terhadap kekufuran, sedangkan sihir termasuk perbuatan kafir. Keduanya selalu melarang perbuatan kufur dengan larangan yang sangat keras. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Kemudian Ibnu Jarir melanjutkan kata-katanya sehubungan dengan bantahannya terhadap pendapat Al-Qurtubi tadi, bahwa huruf ma dalam ayat ini bermakna al-lazi; lalu ia membahasnya dengan pembahasan yang panjang lebar. Ia menduga bahwa Harut dan Marut adalah dua malaikat yang diturunkan ke bumi oleh Allah Swt. Allah mengizinkan keduanya untuk mengajarkan ilmu sihir sebagai cobaan buat hamba-hamba-Nya, sekaligus sebagai ujian, sesudah Allah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya melalui lisan rasul-rasul-Nya bahwa melakukan sihir itu merupakan perbuatan terlarang.

Ibnu Jarir menduga pula bahwa Harut dan Marut dalam mengajarkan ilmu sihir tersebut dianggap sebagai malaikat yang taat, mengingat keduanya dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Pendapat yang ditempuh oleh Ibnu Jarir ini sangat garib.

Tetapi ada pendapat yang lebih garib lagi dari itu, yaitu pendapat orang yang mengatakan bahwa Harut dan Marut adalah dua kabilah dari kalangan makhluk jin, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hazm.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan berikut sanadnya melalui Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa ia pernah membacakan wama unzila 'alal malakaini, lalu ia mengatakan bahwa keduanya adalah dua orang kafir dari kalangan penduduk negeri Babil. Alasan yang dipegang oleh orang-orang yang berpendapat demikian ialah bahwa al-inzal di sini bermakna menciptakan, bukan menurunkan; seperti pengertian yang terkandung di dalarn firman Allah Swt. lainnya, yaitu:

وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ الْأَنْعامِ ثَمانِيَةَ أَزْواجٍ

Dia ciptakan bagi kalian delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. (Az-Zumar: 6)

وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ

Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat. (Al-Hadid: 25)

وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِنَ السَّماءِ رِزْقاً

Dan Dia menciptakan untuk kalian rezeki dari langit. (Al-Mu’min: 13)

Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:

«مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ دَوَاءً»

Tidak sekali-kali Allah menciptakan penyakit melainkan Dia menciptakan pula obat penawarnya.

Sebagaimana dikatakan dalam suatu pepatah, "Allah menciptakan kebaikan dan keburukan."

Al-Qurtubi meriwayatkan melalui Ibnu Abbas, Ibnu Abza, dan Al-Hasan Al-Basri, bahwa mereka membaca ayat ini seperti berikut: Wama unzila 'alal malikaini, dengan huruf lam yang di-kasrah-kan. Ibnu Abza mengatakan, yang dimaksud dengan al-malikaini adalah Daud dan Sulaiman. Imam Qurtubi mengatakan bahwa dengan bacaan ini berarti huruf ma adalah nafiyah.

Ulama lainnya berpendapat mewaqafkan pada firman-Nya, "Yu'allimunan nasas sihra," sedangkan huruf ma adalah nafiyah.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Al-Qasim ibnu Muhammad ketika ditanya mengenai takwil firman-Nya oleh seorang lelaki, yaitu: Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut. (Al-Baqarah: 12) Bahwa keduanya adalah dua orang lelaki, mereka mengajarkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada keduanya. Menurut yang lainnya, keduanya mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diturunkan kepada keduanya. Al-Qasim ibnu Muhammad mengatakan, "Aku tidak pedulikan lagi mana yang dimaksud di antara keduanya."

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari Yunus, dari Anas ibnu Iyad, dari sebagian teman-temannya, bahwa Al-Qasim ibnu Muhammad sehubungan dengan kisah ini mengatakan, "Aku tidak mempedulikan mana yang dimaksud di antaranya, pada prinsipnya aku tetap beriman kepadanya."

Kebanyakan ulama Salaf berpendapat bahwa Harut dan Marut adalah dua malaikat dari langit, dan bahwa keduanya diturunkan ke bumi, kemudian terjadilah apa yang dialami oleh keduanya. Kisah keduanya itu disebutkan di dalam hadis marfu'' yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnadnya, seperti yang akan kami kemukakan nanti, insya Allah.

Berdasarkan pengertian ini, berarti dari penggabungan antara pendapat ini dengan dalil-dalil yang menyatakan bahwa para malaikat itu terpelihara dari kesalahan dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang dialami oleh kedua malaikat ini sejak zaman azali telah diketahui oleh ilmu Allah. Dengan demikian, berarti peristiwa ini merupakan kekhususan bagi keduanya; maka tidak ada pertentangan pada kedua dalilnya, seperti juga yang telah diketahui oleh ilmu Allah mengenai perkara iblis dalam keterangan terdahulu. Tidak bertentangan pula dengan pendapat yang mengatakan bahwa pada awalnya iblis merupakan segolongan dari malaikat, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam. Maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan. (Al-Baqarah: 34)

dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan makna tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa apa yang dilakukan oleh Harut dan Marut —bila ditinjau dari kisah keduanya— jauh lebih ringan daripada apa yang dialami oleh iblis yang dilaknat Allah. Hal ini diriwayatkan oleh Al-Qurtubi, dari Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ka'b Al-Ahbar, As-Saddi, dan Al-Kalbi.

Hadis yang menceritakan Harut dan Marut

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ، فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ [أَبِي] بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ سَمِعَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ آدَمَ -عَلَيْهِ السَّلَامُ-لَمَّا أَهْبَطَهُ اللَّهُ إِلَى الْأَرْضِ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: أَيْ رَبِّ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ [الْبَقَرَةِ: 3] ، قَالُوا: رَبَّنَا، نَحْنُ أَطْوَعُ لَكَ مِنْ بَنِي آدَمَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِلْمَلَائِكَةِ: هَلُموا مَلَكَيْنِ مِنَ الْمَلَائِكَةِ حَتَّى نُهْبِطَهُمَا إِلَى الْأَرْضِ، فَنَنْظُرَ كَيْفَ يَعْمَلَانِ؟ قَالُوا: برَبِّنا، هاروتَ وماروتَ. فَأُهْبِطَا إِلَى الْأَرْضِ ومثُلت لَهُمَا الزُّهَرة امْرَأَةً مِنْ أَحْسَنِ الْبَشَرِ، فَجَاءَتْهُمَا، فَسَأَلَاهَا نَفْسَهَا. فَقَالَتْ: لَا وَاللَّهِ حَتَّى تَتَكَلَّمَا بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ مِنَ الْإِشْرَاكِ. فَقَالَا وَاللَّهِ لَا نُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا أَبَدًا. فَذَهَبَتْ عَنْهُمَا ثُمَّ رَجَعَتْ بِصَبِيٍّ تَحْمِلُهُ، فَسَأَلَاهَا نَفْسَهَا. فَقَالَتْ: لَا وَاللَّهِ حَتَّى تَقْتُلَا هَذَا الصَّبِيَّ. فَقَالَا لَا وَاللَّهِ لَا نَقْتُلُهُ أَبَدًا. ثُمَّ ذَهَبَتْ فَرَجَعَتْ بقَدَح خَمْر تَحْمِلُهُ، فَسَأَلَاهَا نَفْسَهَا. فَقَالَتْ: لَا وَاللَّهِ حَتَّى تَشْرَبَا هَذَا الْخَمْرَ. فَشَرِبَا فَسَكِرَا، فَوَقْعَا عَلَيْهَا، وَقَتَلَا الصَّبِيَّ. فَلَمَّا أَفَاقَا قَالَتِ الْمَرْأَةُ: وَاللَّهِ مَا تَرَكْتُمَا شَيْئًا أَبَيْتُمَاهُ عَلِيَّ إِلَّا قَدْ فَعَلْتُمَاهُ حِينَ سَكِرْتُمَا. فخيرَا بَيْنَ عَذَابِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْآخِرَةِ، فَاخْتَارَا عَذَابَ الدُّنْيَا".

Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan di dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Musa ibnu Jubair, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Adam a.s. ketika diturunkan oleh Allah ke bumi, para malaikat berkata, "Wahai Tuhan, mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." Mereka bermaksud, "Wahai Tuhan kami, kami lebih taat kepada-Mu daripada Bani Adam." Allah berfirman kepada para malaikat, "Datangkanlah dua malaikat oleh kalian untuk Kami turunkan ke bumi, lalu Kami lihat apa yang akan dikerjakan oleh keduanya." Mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, Harut dan Marut." Kemudian keduanya diturunkan ke bumi, dan diciptakan bagi keduanya Zahrah, yaitu seorang wanita yang paling cantik di masanya. Lalu Zahrah datang kepada keduanya, maka keduanya meminta agar Zahrah menyerahkan diri kepadanya. Zahrah menjawab, "Tidak, demi Allah, sebelum kamu berdua mengucapkan kalimat-kalimat ini (yang mengandung makna kemusyrikan)." Kedua malaikat itu menjawab, "Tidak, demi Allah, kami tidak mau menyekutukan Allah dengan sesuatu pun untuk selama-lamanya." Zahrah pergi dari keduanya, lalu kembali lagi dengan membawa seorang bayi laki-laki yang digendongnya. Kedua malaikat itu meminta Zahrah agar menyerahkan diri kepada keduanya, maka Zahrah menjawab, "Tidak, demi Allah, sebelum kamu berdua membunuh bayi kecil ini." Keduanya menjawab, "Tidak, demi Allah, kami tidak akan membunuhnya selama-lamanya." Zahrah pergi meninggalkan keduanya, lalu kembali lagi dengan membawa sebuah wadah yang berisikan khamr. Ketika keduanya meminta agar ia menyerahkan diri kepada keduanya, maka ia menjawab, "Tidak, demi Allah, sebelum kamu berdua meminum khamr ini." Keduanya meminum khamr itu hingga mabuk, dan akhirnya keduanya menggauli Zahrah, lalu membunuh anak kecil itu." Ketika keduanya sadar, si wanita itu (yakni Zahrah) berkata kepada keduanya, "Demi Allah, tiada sesuatu pun" yang pada mulanya kamu berdua menolak kepadaku tidak mau melakukannya, melainkan sekarang .kamu telah melakukannya di saat kamu berdua mabuk." Akhirnya kedua malaikat itu disuruh memilih antara azab di dunia dan azab di akhirat, maka keduanya memilih azab di dunia.

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui Al-Hasan, dari Sufyan, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Bukair. Hadis ini berpredikat garib ditinjau dari sanad ini; semua perawinya berpredikat siqah, semuanya dari kalangan para perawi kitab Sahihain, kecuali Musa ibnu Jubair. Dia adalah seorang dari Ansar, dari kabilah As-Sulami; maula mereka adalah Al-Madini Al-Hazza.

Musa ibnu Jubair ini meriwayatkan hadisnya dari Ibnu Abbas, Abu Umamah ibnu Sahl ibnu Hanif, Nafi', dan Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik. Orang-orang yang telah mengambil hadis darinya ialah anak lelakinya sendiri (yaitu Abdus Salam), Bakr ibnu Mudar, Zuhair ibnu Muhammad, Sa'id ibnu Salamah, Abdullah ibnu Luhai'ah, Amr ibnul Haris, dan Yahya ibnu Ayyub. Orang-orang yang meriwayatkan hadisnya ialah Abu Daud dan Ibnu Majah. Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Al-Jarhu wat Ta'dil menyebutkannya, tetapi dia tidak sedikit pun menceritakan perihal pribadinya, baik yang menyangkut hadis ini atau pun yang lainnya. Pada kesimpulannya dia adalah perawi yang keadaannya tidak diketahui. Sesungguhnya dia menyendiri dengan hadis ini, dari Nafi' maula Ibnu Umar r.a., dari Nabi Saw. Tetapi menurut Ibnu Murdawaih, ada seorang mutabi’ yang meriwayatkan hadis ini melalui Nafi' dari jalur lain, yaitu: Telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ali ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abdulah ibnu Raja', telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Sarjis, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda mengatakan hadis ini. Lalu ia menyebut hadis ini secara panjang lebar.

Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada Al-Husain (yakni Sunaid ibnu Daud, penulis kitab tafsir), telah menceritakan kepada kami Al-Faraj ibnu Fudalah, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Nafi'. Nafi' menceritakan bahwa ia pernah bepergian bersama Ibnu Umar. Ketika malam hari sampai pada penghujung waktunya, Ibnu Umar berkata, "Hai Nafi', lihatlah apakah bintang merah telah terbit?" Aku menjawab, "Belum," sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian aku katakan, "Ia telah terbit." Ibnu Umar menjawab, "Tiada selamat terbit dan tiada selamat datang baginya." Aku berkata, "Subhanallah (Mahasuci Allah), bintang itu diciptakan dalam keadaan tunduk dan taat (kepada perintah Allah)." Ia menjawab bahwa tidak sekali-kali ia mengatakan demikian melainkan setelah ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda kepadanya menceritakan kisah berikut, yaitu:

«إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالَتْ يَا رَبِّ كَيْفَ صَبْرُكَ عَلَى بَنِي آدَمَ فِي الْخَطَايَا وَالذُّنُوبِ؟ قَالَ: إِنِّي ابْتَلَيْتُهُمْ وَعَافِيَتُكُمْ، قَالُوا: لَوْ كُنَّا مَكَانَهُمْ مَا عَصَيْنَاكَ، قَالَ: فَاخْتَارُوا مَلَكَيْنِ مِنْكُمْ، قَالَ: فَلَمْ يَأْلُوا جُهْدًا أَنْ يَخْتَارُوا فَاخْتَارُوا هَارُوتَ وَمَارُوتَ»

Sesungguhnya para malaikat pernah berkata, "Wahai Tuhan, bagaimanakah Engkau sabar terhadap Bani Adam yang gemar melakukan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa itu?" Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku menimpakan cobaan kepada mereka, sedangkan kalian Kubebaskan dari cobaan." Mereka berkata, "Seandainya kami menggantikan mereka, niscaya kami tidak akan durhaka kepada-Mu." Allah Swt. berfirman, "Pilihlah oleh kalian dua malaikat dari kalangan kalian.” Maka mereka mengerahkan segala kemampuannya untuk melakukan pilihan, akhirnya mereka memilih Harut dan Marut.

Riwayat ini pun sangat garib, dan yang lebih dekat kepada kebenaran dalam hal ini ialah yang bersumber dari riwayat Abdullah ibnu Umar, dari Ka'b Al-Ahbar, bukan dari Nabi Saw. Seperti yang dikatakan oleh Abdur Razzaq di dalam kitab tafsirnya, dari As-Sauri, dari Musa ibnu Uqbah, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari Ka'b Al-Ahbar yang menceritakan riwayat berikut:

Para malaikat membicarakan tentang amal perbuatan anak-anak Adam dan dosa-dosa yang dilakukan mereka. Maka dikatakan kepada para malaikat, "Pilihlah dua malaikat dari kalangan kalian.” Lalu mereka memilih Harut dan Marut, dan Allah Swt. berfirman kepada keduanya, "Sesungguhnya Aku akan mengirimkan para rasul kepada Bani Adam, tetapi antara Aku dan kamu berdua tidak ada rasul. Turunlah kamu berdua (ke bumi); janganlah kamu sekutukan Aku dengan sesuatu pun, jangan berzina, dan jangan minum khamr." Ka'b melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, tidak sekali-kali keduanya mengalami sore hari pada hari mereka diturunkan ke bumi, melainkan keduanya telah rampung mengerjakan semua hal yang keduanya dilarang melakukannya."

Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui dua jalur periwayatan dari Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ahmad ibnu Isham, dari Muammal, dari Sufyan As-Sauri dengan lafaz yang sama.

Ibnu Jarir meriwayatkan pula, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-MA’la (yaitu Ibnu Asad), telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Musa ibnu Uqbah, telah menceritakan kepadaku Salim, bahwa ia pernah mendengar Abdullah menceritakan riwayat berikut dari Ka'b ibnul Ahbar, lalu ia mengetengahkannya.

Riwayat terakhir ini lebih sahih dan lebih kuat sanadnya (sandarannya) sampai kepada Abdullah ibnu Umar daripada kedua sanad sebelumnya. Salim lebih kuat predikatnya bila dinisbatkan kepada ayahnya sendiri ketimbang kepada maulanya, Nafi'. Hadis ini merujuk dan berpangkal kepada nukilan Ka'b Al-Ahbar yang ia ambil dari kitab-kitab Bani Israil.

Asar yang menceritakan Harut, Marut dan Zahrah

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Khalid Al-Hazza, dari Umair ibnu Sa'id yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. menceritakan asar berikut:

Zahrah adalah seorang wanita cantik dari kalangan penduduk negeri Persia. Sesungguhnya ia pernah mengadukan suatu perkara kep-da dua malaikat, yaitu Harut dan Marut. Akan tetapi, Harut dan Marut merayunya agar mau menyerahkan diri kepada keduanya. Ia menolak ajakan tersebut, kecuali bila keduanya mengajarkan kepadanya suatu mantera yang bila dibacakan oleh seseorang, maka ia dapat terbang naik ke langit. Lalu keduanya mengajarkan mantera itu kepadanya, dan ia segera merapalkannya. Maka naiklah ia ke langit, tetapi setelah itu ia dikutuk (oleh Allah Swt.) menjadi sebuah bintang (yaitu bintang Zahrah atau Venus).

Sanad riwayat ini semua perawinya berpredikat siqah, tetapi dinilai sangat garib (aneh).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah, dari Abu Khalid, dari Umair ibnu Sa'id, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa keduanya adalah malaikat dari langit. Yang dimaksud ialah takwil yang terkandung di dalam firman-Nya: dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat. (Al-Baqarah: 12)

Asar ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya berikut sanadnya melalui Mugis, dari maulanya (yaitu Ja'far ibnu Muhammad), dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ali secara marfu'. Hal ini pun tidak dapat menguatkan sanad hanya dari segi ini.

Kemudian Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui dua jalur yang lain, dari Jabir, dari Abut Tufail, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«لَعَنَ اللَّهُ الزُّهَرَةَ فَإِنَّهَا هِيَ التِي فَتَنَتِ الْمَلَكَيْنِ هَارُوتَ وَمَارُوتَ»

Semoga Allah melaknat Zahrah, karena sesungguhnya dialah yang memfitnah dua malaikat, yaitu Harut dan Marut.

Hadis ini pun tidak sahih, bahkan berpredikat munkar sekali.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas, bahwa keduanya pernah menceritakan asar berikut:

Ketika Bani Adam bertambah banyak jumlahnya dan mereka sering melakukan maksiat, maka para malaikat, bumi, dan gunung-gunung mendoakan kebinasaan bagi mereka, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau tangguhkan mereka." Maka Allah Swt. berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya telah Aku lenyapkan dari hati kalian nafsu berahi dan setan, sedangkan di dalam hati mereka Aku jadikan nafsu berahi dan setan. Seandainya kalian menduduki tempat mereka, niscaya kalian pun akan melakukan hal yang sama." Maka dalam hati para malaikat terdetik kata-kata yang mengatakan, "Seandainya mereka dicoba, niscaya mereka akan berteguh hati." Maka Allah berfirman kepada mereka, "Pilihlah dua malaikat dari kalangan malaikat yang paling utama dari kalian." Lalu mereka memilih Harut dan Marut, kemudian keduanya diturunkan ke bumi.

Lalu Zahrah diturunkan dalam rupa seorang wanita cantik dari kalangan penduduk negeri Persia yang dikenal oleh mereka dengan sebutan Baizakhat. Akhirnya kedua malaikat itu terjerumus ke dalam perbuatan yang berdosa. Pada mulanya malaikat selalu memohonkan ampunan buat orang-orang yang beriman saja (seraya mengucapkan): Wahai Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu..., hingga akhir ayat, (Al-Mu’min: 7).

Akan tetapi, setelah kedua malaikat tersebut terjerumus ke dalam perbuatan dosa, maka mereka memohonkan arnpun buat semua orang yang berada di muka bumi (seraya mengucapkan): Ingatlah, bahwa sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Asy-Syura: 5)

Lalu keduanya disuruh memilih antara azab di dunia dan azab di akhirat, maka keduanya memilih azab di dunia.

Ibnu Abu Hatim menceritakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far Ar-Ruqi, telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnu Amr), dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Al-Minhal ibnu Amr dan Yunus ibnu Khabbab, dari Mujahid yang menceritakan asar berikut:

Aku turun istirahat di rumah Abdullah ibnu Amr dalam suatu perjalananku. Ketika datang suatu malam, ia berkata kepada pelayannya, "Lihatlah apakah bintang Hamra terbit? Tiada selamat datang dan tiada selamat terbit buatnya, dan semoga Allah tidak menghidupkannya lagi; dia adalah teman wanita dari dua malaikat."

Ibnu Umar melanjutkan kisahnya bahwa pada mulanya para malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, mengapa Engkau biarkan saja orang-orang durhaka dari kalangan Bani Adam itu? Mereka gemar mengalirkan darah secara haram, mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh-Mu, dan membuat kerusakan di muka bumi." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku menimpakan cobaan terhadap mereka. Barangkali jika Aku timpakan kepada kalian cobaan yang sama seperti cobaan yang Kutimpakan kepada mereka, maka kalian pun akan mengerjakan seperti apa yang dilakukan mereka itu." Mereka menjawab, "Tidak mungkin."

Allah Swt. berfirman, "Pilihlah oleh kalian dua malaikat yang terkemuka dari kalian." Maka mereka memilih Harut dan Marut. Allah Swt. berfirman kepada keduanya, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan kamu berdua ke bumi dan mengadakan perjanjian dengan kamu, bahwa kamu tidak boleh musyrik, tidak boleh berzina, dan tidak boleh khianat." Kedua malaikat itu diturunkan ke bumi dan Allah memberinya nafsu syahwat, lalu Allah pun menurunkan Zahrah bersama keduanya dalam rupa seorang wanita yang paling cantik.

Zahrah menampilkan diri kepada keduanya, maka keduanya merayu Zahrah agar menyerahkan diri kepada keduanya. Tetapi Zahrah berkata, "Sesungguhnya aku adalah.pemeluk suatu agama yang melarang seseorang mendatangiku kecuali jika orang itu seagama denganku," Keduanya bertanya, "Apakah agamamu?" Zahrah menjawab, "Majusi." Keduanya berkata, "Agama musyrik. Ini adalah agama yang sama sekali tidak kami akui." Maka Zahrah pergi meninggalkan keduanya selama masa yang dikehendaki oleh Allah Swt.

Kemudian Zahrah menampakkan diri lagi kepada keduanya, lalu keduanya merayunya agar menyerahkan diri kepada keduanya, tetapi Zahrah menjawab, "Aku mau menuruti kehendakmu berdua, hanya saja aku mempunyai suami dan aku tidak suka bila suamiku nanti mengetahui perbuatanku yang akibatnya rahasiaku akan terbongkar. Akan tetapi, jika kamu berdua berjanji kepadaku mau masuk agamaku dan mengajarkan kepadaku cara naik ke langit, niscaya aku akan memenuhi kemauanmu."

Keduanya memasuki agama wanita itu dan mendatanginya seperti apa yang dikehendaki oleh keduanya. Setelah itu keduanya membawa Zahrah naik ke langit. Tetapi setelah mereka sampai di langit, wanita itu diculik dari tangan keduanya, dan sayap keduanya dipotong hingga akhirnya keduanya terjatuh ke bumi dalam keadaan takut, menyesal, dan menangisi perbuatannya.

Pada masa itu di bumi terdapat seorang nabi yang selalu memanjatkan doa di antara dua Jumat; apabila datang hari Jumat berikutnya, maka doanya diperkenankan. Keduanya berkata "Sebaiknya kita datang kepada si Fulan (nabi tersebut), lalu kita meminta kepadanya agar sudi memohonkan tobat buat kita." Keduanya datang kepada nabi itu, lalu si nabi berkata, "Semoga Allah mengasihani kamu berdua, mana mungkin penduduk bumi memohonkan tobat buat penduduk langit?" Keduanya berkata, "Sesungguhnya kami telah tertimpa cobaan." Nabi berkata, "Kalau demikian, datanglah kamu berdua pada hari Jumat." Pada hari Jumat keduanya datang kepada nabi itu, dan nabi berkata, "Aku masih belum dikabulkan barang sedikit pun buat kamu berdua. Sebaiknya kamu datang lagi kepadaku pada hari Jumat berikutnya." Maka keduanya datang kepadanya pada Jumat berikutnya.

Nabi itu berkata, "Kamu berdua harus memilih, karena sesungguhnya kamu disuruh memilih salah satu di antara dua alternatif. Kamu boleh memilih selamat di dunia dan azab di akhirat. Atau jika kamu suka, boleh memilih azab di dunia, sedangkan di akhirat urusan kamu berdua berada di tangan kekuasaan Allah."

Salah satu dari keduanya berkata, "Sesungguhnya masa yang dilalui oleh dunia baru sebentar." Yang lain mengatakan, "Celakalah kamu, sesungguhnya aku pada mulanya mau menuruti kemauanmu, sekarang kamu harus mau menuruti kemauanku. Sesungguhnya azab yang fana (azab di dunia) tidaklah seperti azab yang kekal (azab di akhirat)." Malaikat pertama berkata, "Sesungguhnya kita di hari kiamat nanti berada dal


أَوَكُلَّمَا عَٰهَدُوا۟ عَهْدًۭا نَّبَذَهُۥ فَرِيقٌۭ مِّنْهُم ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ 100

(100) Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.

(100) 

Malik ibnu Saif (seorang Yahudi) mengatakan ketika Rasulullah Saw. telah menjadi utusan Allah dan memperingatkan kepada mereka perjanjian yang diambil oleh Allah atas diri mereka dan apa yang dijanji-kan Allah Swt. kepada mereka sehubungan dengan perkara Nabi Muhammad Saw., "Allah tidak menjanjikan kepada kami tentang Muhammad, dan Dia tidak mengambil janji apa pun atas diri kami." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya (Al-Baqarah: 1)

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman. (Al-Baqarah: 1) Memang benar, tiada suatu perjanjian pun di muka bumi ini yang mereka lakukan melainkan mereka pasti melanggar dan merusaknya. Mereka mengadakan perjanjian di hari ini, dan besoknya mereka pasti merusaknya.

Menurut As-Saddi, makna la yu-minuna ialah 'mereka tidak beriman dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.'.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Nabaza fariqum minhum" bahwa perjanjian itu dirusak oleh segolongan orang dari kalangan mereka.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal makna an-nabaz ialah membuang dan melemparkan. Karena itu anak yang hilang disebut manbuz, yakni diambil dari kata an-nabaz ini, dan disebut pula nabiz bagi buah kurma serta buah anggur yang dimasukkan (dilemparkan) ke dalam air.

Sehubungan dengan pengertian ini Abul Aswad Ad-Du-ali mengatakan dalam syairnya:

نَظَرْتُ إِلَى عُنْوَانِهِ فَنَبَذْتُهُ ... كَنَبْذِكَ نَعْلًا أَخْلَقَتْ مِنْ نِعَالِكَا

Ketika aku melihat alamat (tempat tinggal)nya, maka aku langsung membuang (melemparkan)nya (jauh-jauh) sebagaimana engkau lemparkan salah satu dari terompahmu yang sudah rusak.



وَلَمَّا جَآءَهُمْ رَسُولٌۭ مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٌۭ لِّمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌۭ مِّنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَرَآءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ 101

(101) Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).

(101) 

Kaum yang disebut dalam ayat ini dicela oleh Allah Swt. karena mereka merusak perjanjian mereka dengan Allah yang telah disebut sebelumnya, yaitu mereka bersedia memegangnya dan mengamalkan-nya sesuai dengan apa yang sebenarnya. Lebih ironisnya lagi mereka mengiringi hal tersebut dengan kedustaan terhadap Rasul Saw. yang diutus kepada mereka, juga kepada seluruh umat manusia, padahal perihal Rasul tersebut telah termaktub di dalam kitab mereka sifat-si-fat dan ciri-ciri khasnya serta berita-beritanya; dan mereka diperintah-kan di dalamnya agar mengikuti Rasul itu, mendukung, dan menolongnya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْراةِ وَالْإِنْجِيلِ

(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka..., hingga akhir ayat, (Al-A'raf: 157).

Sedangkan dalam surat ini disebutkan: Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 11).

Yakni segolongan dari kalangan mereka melemparkan kitab yang ada di tangan mereka yang di dalamnya terkandung berita gembira kedatangan Nabi Muhammad Saw. Di dalam ayat ini disebutkan wara-a zuhurihim, di belakang punggung mereka, yakni mereka meninggalkannya seakan-akan mereka tidak mengetahui apa isinya. Sebagai gantinya mereka memusatkan perhatiannya untuk mempelajari sihir serta menjadi pengikutnya. Karena itu, mereka bermaksud mencelakakan Rasulullah Saw. Lalu mereka menyihirnya melalui sisir, buntelan secarik kain, dan ketandan kering pohon kurma yang disimpan di bawah batu di pinggir sumur Arwan. Orang yang melakukan hal ini dari kalangan mereka adalah seorang lelaki yang dikenal dengan nama Labid ibnul A'sam, semoga laknat Allah menimpa dirinya, dan semoga Allah memburukkannya. Maka Allah memperlihatkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. dan menyembuhkannya serta menyelamatkannya dari sihir tersebut, seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahihain secara panjang lebar dari Siti Aisyah r.a. Ummul Mu’minin, yang hadisnya akan diketengahkan kemudian.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka. (Al-Baqarah: 11) Ketika Nabi Muhammad Saw. datang kepada mereka, mereka menentangnya dengan kitab Taurat dan mendebatnya, tetapi pada akhirnya kitab Taurat sepaham dengan Al-Qur'an. Lalu mereka meninggalkan kitab Taurat dan mengambil kitab Asif serta sihir Harut dan Marut, karena tidak setuju dengan Al-Qur'an. Karena itu, pada akhir ayat disebutkan: seolah-olah mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 11)

Qatadah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Seolah-olah mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 11) Sesungguhnya kaum yang bersangkutan adalah orang-orang yang mengetahui (bahwa Al-Qur'an itu adalah kitab Allah), tetapi mereka menjauhi pengetahuan mereka dan menyembunyikannya serta mengingkarinya.