8 - الأنفال - Al-Anfaal
The Spoils of War
Medinan
وَإِن يُرِيدُوٓا۟ أَن يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ ٱللَّهُ ۚ هُوَ ٱلَّذِىٓ أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِۦ وَبِٱلْمُؤْمِنِينَ 62
(62) Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin,
(62)
maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung kalian). (Al-Anfal: 62)
Artinya, Dialah semata yang mencukupi dan yang menjamin kalian. Kemudian Allah Swt. menyebutkan nikmat yang telah Dia limpahkan kepada orang-orang mukmin dari kalangan Muhajirin dan Ansar melalui apa yang Dia perbantukan kepada mereka. Untuk itu, Allah Swt. berfirman :
هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ
Dialah yang memperkuat kalian dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka. (Al-Anfal: 62-63)
Yakni mempersatukannya untuk beriman kepadamu, taat menolongdan membantumu.
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا مَّآ أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ 63
(63) dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.
(63)
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka (Al-Anfal: 63)
Karena sebelum itu telah ada permusuhan dan kebencian di antara mereka. Orang-orang Ansar di masa Jahiliah sering berperang di antara sesama mereka, yaitu antara kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Terjadi pula berbagai peristiwa yang berekorkan kejahatan yang panjang, sehingga akhirnya Allah memadamkan pertikaian itu dengan nur keimanan, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadikan kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (Ali Imran: 13) Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa ketika Rasulullah Saw. berkhotbah kepada orang-orang Ansar mengenai masalah ganimah Hunain. maka beliau bersabda kepada mereka: "يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي" كُلَّمَا قَالَ شَيْئًا قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمَنَّ. Hai orang-orang Ansar, bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberikan petunjuk kepada kalian melalui diriku: dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberikan kecukupan kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan berpecah-belah, lalu Allah menjinakkan hati kalian melalui diriku. Setiap kali Rasulullah Saw. mengucapkan sesuatu, mereka menjawab, "Kami hanya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat ini: وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Anfal: 6Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Anfal: 63
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ حَسْبُكَ ٱللَّهُ وَمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ 64
(64) Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.
(64)
Allah Swt. mengobarkan semangat Nabi Saw. dan orang-orang mukmin untuk berperang melawan musuh dan menghadapi mereka dalam medan-medan perang. Dan Allah memberitahukan kepada mereka bahwa Dialah Yang akan memberikan kecukupan kepada mereka. Yang akan menolong mereka dan mendukung mereka dalam menghadapi musuh, sekalipun jumlah musuh mereka lebih banyak bilangannya dan bala bantuannya berlipat ganda, sedangkan jumlah pasukan kaum mukmin sedikit.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Syauzab, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang mengikutimu (menjadi penolong) mu (Al Anfal : 64) Bahwa cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu sebagai penolongmu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ata Al-Khurrasani dan Abdur Rahman ibnu Zaid.
Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. (Al-Anfal: 65)
Yakni kobarkanlah semangat mereka dan perintahkanlah mereka untuk berperang. Karena itulah Rasulullah Saw. selalu mengobarkan semangat pasukan kaum mukmin untuk berperang di kala mereka telah berbaris dan menghadapi musuh-musuhnya. Seperti yang pernah disabdakannya kepada para sahabatnya dalam Perang Badar, yaitu ketika pasukan kaum musrik datang dengan semua kekuatannya, yaitu:
"قُومُوا إلى جنة عرضها السموات والأرض"
Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya sama dengan langit dan bumi.
Maka Umair ibnul Hammam bertanya, "Luas surga itu sama dengan langit dan bumi?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Umair berseru, "Wah. wah!" Rasulullah Saw. bertanya, "Mengapa kamu katakan wah, wah?" Umair menjawab, "Saya berharap semoga saya termasuk penghuninya." Rasulullah Saw. bersabda, "Engkau termasuk salah seorang penghuninya." Maka Umair maju dan mematahkan sarung pedangnya, lalu mengeluarkan beberapa biji kurma dan memakan sebagiannya, kemudian sisanya yang masih dipegangnya ia buang, lalu berkata, "Seandainya saya masih hidup hingga dapat memakan semuanya, sesungguhnya hal itu merupakan hidup yang panjang." Kemudian ia maju dan bertempur hingga gugur sebagai syuhada.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab dan Sa'id ibnu Jubair, bahwa ayat ini diturunkan ketika Umar ibnul Khattab masuk islam, sehingga pemeluk islam genap berjumlah empat puluh orang Tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat ayat ini adalah ayat Madaniyah, sedangkan masuk Islamnya Umar terjadi di Mekah (periode Makkiyah) sesudah peristiwa hijrah ke negeri Habsyah dan sebelum hijrah ke Medinah.
*******************
Kemudian Allah menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin yang di dalamnya terkandung makna perintah:
إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا
Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kalian, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kalian, mereka dapat mengalahkan seribu orang-orang kafir. (Al-Anfal: 65)
Yakni setiap orang dapat mengalahkan sepuluh orang. Kemudian perintah ini di-mansukh, tetapi berita gembiranya masih tetap berlangsung.
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, telah menceritakan kepadaku Az-Zubair ibnul Khirrit, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kalian, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. (Al-Anfal: 65) Maka hal tersebut terasa berat oleh kaum muslim, karena Allah memfardukan atas mereka bahwa hendaklah seseorang dari mereka jangan lari dalam menghadapi sepuluh orang musuh, kemudian datanglah keringanan yang hal ini diungkapkan oleh ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian. (Al-Anfal: 66) Sampai dengan firman-Nya: niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang. (Al-Anfal: 66) Allah memberikan keringanan kepada mereka dalam hal bilangan, mengingat keteguhan mereka berkurang, yakni keringanan ini ditetapkan-Nya berdasarkan kemampuan mereka.
Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Ibnu Mubarak hal yang semisal.
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amir ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa pada awal mulanya Allah mengharuskan mereka (kaum muslim) tidak boleh lari dalam menghadapi musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipat; dua puluh orang dari mereka tidak boleh lari karena menghadapi dua ratus orang musuh. Kemudian Allah Swt. memberikan keringanan kepada mereka melalui firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian dan Dia mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66) Karena itu tidaklah layak bagi seratus orang dari kalian lari karena menghadapi dua ratus orang musuh.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Ali ibnu Abdullah. dari Sufyan dengan sanad yang sama.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Nujaih. dari Ata. dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, maka bagi kaum muslim terasa berat bila dua puluh orang dari mereka diharuskan menghadapi dua ratus orang musuh dan seratus orang dari mereka diharuskan menghadapi dua ratus orang musuh dan seratus orang dari mereka harus menghadapi seribu orang musuh. Kemudian Allah memberikan keringanan-Nya kepada mereka, maka ayat ini di-mansukh oleh ayat lainnya yang mengatakan: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian dan Dia telah mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66), hingga akhir ayat. Maka sejak saat itu bila jumlah mereka separo dari jumlah musuh, mereka tidak diperbolehkan lari meninggalkan medan perang. Apabila jumlah mereka kurang dari itu, maka mereka tidak diwajibkan memerangi musuhnya, dan diperbolehkan mundur menghindari musuhnya. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, Ata, Ikrimah, Al-Hasan, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-Khurrasani, Ad-Dahhak. dan lain-lainnya.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Al-Musayyab ibnu Syarik, dari Ibnu Aun, dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kalian niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. (Al- Anfal : 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, sahabat Nabi Muhammad Saw.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu Amr ibnul Ala, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian, dan Dia mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66) Ayat ini menghapuskan hukum ayat yang sebelumnya. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ حَرِّضِ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَلَى ٱلْقِتَالِ ۚ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَٰبِرُونَ يَغْلِبُوا۟ مِا۟ئَتَيْنِ ۚ وَإِن يَكُن مِّنكُم مِّا۟ئَةٌۭ يَغْلِبُوٓا۟ أَلْفًۭا مِّنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌۭ لَّا يَفْقَهُونَ 65
(65) Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
(65)
Kemudian Allah menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin yang di dalamnya terkandung makna perintah:
إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا
Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kalian, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kalian, mereka dapat mengalahkan seribu orang-orang kafir. (Al-Anfal: 65)
Yakni setiap orang dapat mengalahkan sepuluh orang. Kemudian perintah ini di-mansukh, tetapi berita gembiranya masih tetap berlangsung.
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, telah menceritakan kepadaku Az-Zubair ibnul Khirrit, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kalian, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. (Al-Anfal: 65) Maka hal tersebut terasa berat oleh kaum muslim, karena Allah memfardukan atas mereka bahwa hendaklah seseorang dari mereka jangan lari dalam menghadapi sepuluh orang musuh, kemudian datanglah keringanan yang hal ini diungkapkan oleh ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian. (Al-Anfal: 66) Sampai dengan firman-Nya: niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang. (Al-Anfal: 66) Allah memberikan keringanan kepada mereka dalam hal bilangan, mengingat keteguhan mereka berkurang, yakni keringanan ini ditetapkan-Nya berdasarkan kemampuan mereka.
Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Ibnu Mubarak hal yang semisal.
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amir ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa pada awal mulanya Allah mengharuskan mereka (kaum muslim) tidak boleh lari dalam menghadapi musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipat; dua puluh orang dari mereka tidak boleh lari karena menghadapi dua ratus orang musuh. Kemudian Allah Swt. memberikan keringanan kepada mereka melalui firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian dan Dia mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66) Karena itu tidaklah layak bagi seratus orang dari kalian lari karena menghadapi dua ratus orang musuh.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Ali ibnu Abdullah. dari Sufyan dengan sanad yang sama.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Nujaih. dari Ata. dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, maka bagi kaum muslim terasa berat bila dua puluh orang dari mereka diharuskan menghadapi dua ratus orang musuh dan seratus orang dari mereka diharuskan menghadapi dua ratus orang musuh dan seratus orang dari mereka harus menghadapi seribu orang musuh. Kemudian Allah memberikan keringanan-Nya kepada mereka, maka ayat ini di-mansukh oleh ayat lainnya yang mengatakan: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian dan Dia telah mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66), hingga akhir ayat. Maka sejak saat itu bila jumlah mereka separo dari jumlah musuh, mereka tidak diperbolehkan lari meninggalkan medan perang. Apabila jumlah mereka kurang dari itu, maka mereka tidak diwajibkan memerangi musuhnya, dan diperbolehkan mundur menghindari musuhnya. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, Ata, Ikrimah, Al-Hasan, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-Khurrasani, Ad-Dahhak. dan lain-lainnya.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Al-Musayyab ibnu Syarik, dari Ibnu Aun, dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kalian niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. (Al- Anfal : 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, sahabat Nabi Muhammad Saw.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu Amr ibnul Ala, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian, dan Dia mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66) Ayat ini menghapuskan hukum ayat yang sebelumnya. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
ٱلْـَٰٔنَ خَفَّفَ ٱللَّهُ عَنكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًۭا ۚ فَإِن يَكُن مِّنكُم مِّا۟ئَةٌۭ صَابِرَةٌۭ يَغْلِبُوا۟ مِا۟ئَتَيْنِ ۚ وَإِن يَكُن مِّنكُمْ أَلْفٌۭ يَغْلِبُوٓا۟ أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ 66
(66) Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
(66) Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu Amr ibnul Ala, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian, dan Dia mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. (Al-Anfal: 66) Ayat ini menghapuskan hukum ayat yang sebelumnya. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
مَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَكُونَ لَهُۥٓ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ ٱلدُّنْيَا وَٱللَّهُ يُرِيدُ ٱلْءَاخِرَةَ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ 67
(67) Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(67)
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim, dari Humaid. dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. meminta saran kepada sahabat-sahabatnya tentang para tawanan Perang Badar yang berhasil ditangkap oleh kaum muslim. Untuk itu beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah menguasakan sebagian dari mereka kepada kalian." Maka Umar ibnul Khattab berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, pancunglah leher mereka." Nabi Saw. berpaling darinya, kemudian kembali bersabda, "Hai manusia, sesungguhnya Allah telah menguasakan sebagian dari mereka kepada kalian, dan sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian sendiri di masa kemarin." Maka Umar berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, pancunglah leher mereka." Nabi Saw. berpaling darinya. Kemudian Nabi Saw. kembali bersabda kepada orang-orang seperti sabdanya yang pertama. Maka berdirilah Abu Bakar As-Siddiq r.a., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, kami berpendapat sebaiknya engkau memberi maaf mereka dan menerima tebusan dari mereka." Maka lenyaplah rasa gusar yang tadinya mencekam wajah Rasulullah Saw., dan beliau Saw. memberi maaf mereka serta menerima tebusan mereka. Saat itu juga turunlah Firman Allah SWT yang mengatakan: Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kalian ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kalian ambil. (Al-Anfal: 68)
Dalam permulaan surat ini telah disebutkan hadis Ibnu Abbas yang ada di dalam kitab Sahih Muslim yang maknanya semisal dengan hadis ini.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa ketika Perang Badar usai, Rasulullah Saw. bersabda, "Bagaimanakah pendapat kalian tentang para tawanan ini?" Maka Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, mereka adalah kaummu, keluargamu, maka biarkanlah mereka hidup dan suruhlah mereka bertobat, mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka." Sedangkan Umar berkata, "Wahai Rasulullah, mereka mendustakanmu dan mengusirmu, maka ajukanlah mereka, aku akan pancung kepala mereka." Dan Abdullah ibnu Rawwahah berkata, "Wahai Rasulullah, engkau sekarang berada di sebuah lembah yang banyak kayunya, maka nyalakanlah lembah itu, kemudian lemparkanlah mereka ke dalamnya." Rasulullah Saw. diam, tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada mereka, lalu beliau bangkit dan masuk. Maka sebagian orang mengatakan bahwa Nabi Saw. menerima pendapat Abu Bakar, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa Nabi Saw. menerima pendapat Umar, dan yang lainnya lagi mengatakan bahwa Nabi Saw. menerima pendapat Abdullah ibnu Rawwahah. Setelah itu Rasulullah Saw. keluar menemui mereka dan bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ لَيُلِينُ قُلُوبَ رِجَالٍ حَتَّى تَكُونَ أَلْيَنَ مِنَ اللَّبَنِ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيُشَدِّدُ قُلُوبَ رِجَالٍ فِيهِ حَتَّى تَكُونَ أَشَدَّ مِنَ الْحِجَارَةِ، وَإِنَّ مَثَلَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ كَمَثَلِ إِبْرَاهِيمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌرَحِيمٌ [إِبْرَاهِيمَ: 36] ،وَإِنَّ مَثَلَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ كَمَثَلِ عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الْمَائِدَةِ: 118] ، وَإِنَّ مَثَلَكَ يَا عُمَرُ مَثَلُ موسى عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ [يُونُسَ: 88] ،وَإِنَّ مَثَلَكَ يَا عُمَرُ كَمَثَلِ نُوحٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ، قَالَ: رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الأرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا [نُوحٍ: 26] ،أَنْتُمْ عَالَةٌ فَلَا يَنْفَلِتَنَّ أَحَدٌ مِنْهُمْ إِلَّا بِفِدَاءٍ أَوْ ضَرْبَةِ عُنُقٍ".
Sesungguhnya Allah itu benar-benar melunakkan hati banyak kaum laki-laki sehingga lebih lembut daripada air susu, dan sesungguhnya Allah itu benar-benar membuat keras hati banyak kaum laki-laki dalam menanggapi hal ini, sehingga lebih keras daripada batu. Dan sesungguhnya perumpamaanmu, hai Abu Bakar sama dengan ucapan Nabi Ibrahim yang disitir oleh firman-Nya. Barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku; dan barang siapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Ibrahim: 36). Dan sesungguhnya perumpamaanmu, hai Abu Bakar, sama dengan perkataan Isa a.s. yang disitir oleh firman-Nya. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (Al-Maidah: 118). Dan sesungguhnya perumpamaanmu, hai Umar, sama dengan perkataan Musa a.s. yang disitir oleh firman-Nya, "Ya Tuhan Kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih (Yunus: 88). Dan sesungguhnya perumpamaanmu, hai Umar, sama dengan ucapan Nuh a.s. yang disitir oleh firman-Nya, "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi (Nuh : 26) Kalian mempunyai tanggungan, maka janganlah sekali-kali seseorang melepaskan bebannya kecuali dengan tebusan atau memenggal kepala (menghukum mati).
Ibnu Mas'ud berkata, "Wahai Rasulullah, kecuali Suhail ibnu Baida. Karena sesungguhnya dia sering menyebutkan tentang Islam (yakni dia masuk Islam secara rahasia).' Rasulullah Saw. diam. Ibnu Mas'ud mengatakan.”Tiada suatu hari pun yang lebih aku takuti bila ada batu dari langit menimpaku selain hari itu, hingga Rasulullah Saw. bersabda, "Kecuali Suhail ibnu Baida'." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan. (Al-Anfal: 67)r hingga akhir ayat.
Imam Ahmad dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan sanad yang sama; dan Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya. lalu ia mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) yang menjadi standar bagi kesahihan sebuah hadisi tidak mengetengahkannya.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Amrdan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. hal yang semisal. Dalam bab yang sama telah diriwayatkan pula sebuah hadis melalui Abu Ayyub Al-Ansari.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula menurut lafaznya, demikian pula Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa, bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ketika para tawanan perang dikumpulkan, Al-Abbas termasuk salah seorang di antara mereka; ia ditangkap oleh seorang lelaki dari kalangan Ansar. Sedangkan orang-orang Ansar telah mengancam akan membunuhnya. Ketika berita itu sampai kepada Nabi Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya malam ini aku tidak dapat tidur karena pamanku Al-Abbas, karena orang-orang Ansar bertekad akan membunuhnya." Maka Umar berkata kepadanya, "Apakah saya harus mendatangi mereka?" Nabi Saw. bersabda, "Ya." Maka Umar datang menemui orang-orang Ansar dan berkata kepada mereka, "Lepaskanlah Al-Abbas." Mereka menjawab, "Tidak. Demi Allah, kami tidak akan melepaskannya." Umar berkata kepada mereka, "Bagaimanakah jika Rasulullah Saw. rela dengan kebebasannya?" Mereka menjawab, "Jika Rasulullah Saw. rela, maka ambillah dia." Maka Umar mengambil Al-Abbas dari tangan mereka. Setelah Al-Abbas berada di tangan Umar, Umar berkata kepadanya, "Hai Abbas, masuk Islamlah kamu. Demi Allah, masuk Islamnya engkau lebih aku sukai daripada masuk Islamnya Al-Khattab (ayah Umar sendiri). Hal itu tidak lain karena aku melihat bahwa Rasulullah Saw. amat senang bila kamu masuk Islam." Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, bahwa kemudian Rasulullah Saw. meminta pendapat kepada Abu Bakar tentang nasib para tawanan itu. Maka Abu Bakar berkata, "Mereka adalah kerabatmu juga, maka lepaskanlah mereka." Dan Rasulullah Saw. meminta pendapat kepada Umar, maka Umar berkata, "Bunuhlah mereka." Lalu Rasulullah Saw. memutuskan tebusan terhadap mereka, maka turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan. (Al-Anfal: 67), hingga akhir ayat.
Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Hisyam ibnu Hissan, dari Muhammad ibnu Sirin. dari Ubaidah. dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw. dalam Perang Badar, lalu berkata, "Suruhlah sahabat-sahabatmu memilih perihal nasib para tawanan itu. Jika mereka menghendaki tebusan, mereka boleh menerimanya; dan jika mereka menghendaki menjatuhkan hukuman mati, mereka boleh membunuhnya, tetapi pada tahun mendatang akan terbunuh pula dari kalangan sahabatmu itu sebanyak jumlah mereka (para tawanan itu)." Tetapi mereka menjawab, "Kami menerima tebusan, dan sebagian dari kami biar ada yang terbunuh nantinya."
Hadis riwayat Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya melalui hadis As-Sauri dengan sanad yang sama. Hadist ini garib sekali.
Ibnu Aun telah meriwayatkan dari Ubaidah, dari Ali yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan tawanan Perang Badar, "Jika kalian menghendaki membunuh mereka, maka kalian boleh menghukum mati mereka; dan jika kalian suka menerima tebusan mereka, kalian boleh menerima tebusannya dan kalian memperoleh kesenangan dari hasil tebusan itu. tetapi kelak akan mati syahid dari kalangan kalian sejumlah mereka." Maka dikisahkan bahwa orang yang paling akhir dari tujuh puluh orang tersebut adalah Sabit ibnu Qais, ia gugur dalam Perang Yamamah. Di antara para perawi ada yang meriwayatkan hadis ini melalui Ubaidah secara mursal.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan. (Al-Anfal: 67) Ibnu Abbas membacanya sampai dengan firman-Nya: siksaan yang besar. (Al-Anfal: 68) Ia mengatakan bahwa hal ini berkenaan dengan ganimah Perang Badar sebelum dibagikan kepada mereka. Makna yang dimaksud ialah seandainya Aku mengazab orang yang durhaka kepada-Ku.- secara langsung, niscaya kalian akan tertimpa azab yang besar karena tebusan yang kalian ambil itu'. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.
Al-A'masy mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'telah ditetapkan oleh takdir-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab seorang pun yang ikut Perang Badar'. Hal yang semisal telah diriwayatkan dan Sa'd ibnu Abu Waqqas, Sa'id ibnu Jubair, dan Ata.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Hasyim. dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah. (Al-Anfal: 68) Yakni bahwa mereka beroleh ampunan. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri rahimahulldh.
Ali Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah. (Al-Anfal: 68) Maksudnya, di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz) yang di dalamnya tercatat bahwa ganimah dari tawanan itu halal bagi kalian. niscaya karena tebusan yang kalian ambil itu kalian akan ditimpa. (Al-Anfal: 68) Yaitu tebusan dari para tawanan. siksa yang besar. (Al-Anfal: 68); Firman Allah Swt: Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik. (Al-Anfal: 69), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas; dan hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnu Mas'ud, Sa'id ibnu Jubair, Ata. Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan Al-A'masy, bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah. (Al-Anfal: 68) Yakni bagi umat ini yang menghalalkan ganimah.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis yang diketengahkan di dalam kitab Sahihain oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أُعْطِيتُ خَمْسًا، لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً"
Aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku. Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar yang mencekam hati musuh sejauh perjalanan satu bulan, bumi ini dijadikan bagiku sebagai tempat sujud (salat) lagi menyucikan: dan dihalalkan bagiku ganimah. sedangkan sebelumnya tidak dihalalkan bagi seorang (nabi)pun. Aku dianugerahi syafaat: dan dahulu seorang nabi diutus hanya kepada kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لم تحل الغنائم لسود الرؤوس غَيْرِنَا"
Tidak dihalalkan ganimah bagi yang berkepala hitam (manusia) kecuali hanya kami.
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-"Nya
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوااللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik. (Al-Anfal: 69), hingga akhir ayat.
Maka saat itu juga mereka menerima tebusan dari para tawanan.
Imam Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya meriwayatkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mubarak Al-Absi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abul Anbas, dari Abusy Sya'sa, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. menetapkan tebusan sebanyak empat ratus dinar bagi tawanan Perang Badar.
Menurut jumhur ulama hukum ini masih tetap berlaku terhadap para tawanan, dan imam boleh memilih sehubungan dengan para tawanan itu. Jika dia menghendaki untuk menjatuhkan hukuman mati seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw terhadap para tawanan perang Bani Quraizah, maka ia boleh melakukannya. Jika dia memilih tebusan, maka ia boleh menerimanya seperti yang dilakukan terhadap tawanan Perang Badar. Ia boleh pula melakukan barter untuk membebaskan kaum muslim yang tertawan oleh musuh, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap seorang wanita dan anak perempuannya, yang kedua-duanya hasil tangkapan Salamah ibnul Akwa". Nabi Saw. mengembalikan keduanya ke tangan musuh dan sebagai barterannya Nabi Saw. mengambil sejumlah kaum muslim yang tertawan di tangan kaum musyrik. Jika imam ingin menjadikan tawanannya itu sebagai budak belian, ia boleh melakukannya. Demikianlah menurut mazhab Imam Syafii dan sejumlah ulama. Sehubungan dengan masalah ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para imam ahli fiqih, yang keterangannya disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih pada bab yang membahasnya.
لَّوْلَا كِتَٰبٌۭ مِّنَ ٱللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَآ أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌۭ 68
(68) Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.
(68) Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kalian ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kalian ambil. (Al-Anfal: 68)
فَكُلُوا۟ مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَٰلًۭا طَيِّبًۭا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ 69
(69) Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(69)
Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik. (Al-Anfal: 69), hingga akhir ayat.
Maka saat itu juga mereka menerima tebusan dari para tawanan.
Imam Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya meriwayatkan bahwa: telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mubarak Al-Absi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abul Anbas, dari Abusy Sya'sa, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. menetapkan tebusan sebanyak empat ratus dinar bagi tawanan Perang Badar.
Menurut jumhur ulama hukum ini masih tetap berlaku terhadap para tawanan, dan imam boleh memilih sehubungan dengan para tawanan itu. Jika dia menghendaki untuk menjatuhkan hukuman mati seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw terhadap para tawanan perang Bani Quraizah, maka ia boleh melakukannya. Jika dia memilih tebusan, maka ia boleh menerimanya seperti yang dilakukan terhadap tawanan Perang Badar. Ia boleh pula melakukan barter untuk membebaskan kaum muslim yang tertawan oleh musuh, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap seorang wanita dan anak perempuannya, yang kedua-duanya hasil tangkapan Salamah ibnul Akwa". Nabi Saw. mengembalikan keduanya ke tangan musuh dan sebagai barterannya Nabi Saw. mengambil sejumlah kaum muslim yang tertawan di tangan kaum musyrik. Jika imam ingin menjadikan tawanannya itu sebagai budak belian, ia boleh melakukannya. Demikianlah menurut mazhab Imam Syafii dan sejumlah ulama. Sehubungan dengan masalah ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para imam ahli fiqih, yang keterangannya disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih pada bab yang membahasnya.