9 - التوبة - At-Tawba
The Repentance
Medinan
إِنَّمَا ٱلنَّسِىٓءُ زِيَادَةٌۭ فِى ٱلْكُفْرِ ۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ يُحِلُّونَهُۥ عَامًۭا وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَامًۭا لِّيُوَاطِـُٔوا۟ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ فَيُحِلُّوا۟ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ ۚ زُيِّنَ لَهُمْ سُوٓءُ أَعْمَٰلِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْكَٰفِرِينَ 37
(37) Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
(37)
Melalui ayat ini Allah mencela orang-orang musyrikin karena perbuatan mereka yang dengan seenaknya mengubah syariat Allah dengan pendapat-pendapat mereka yang rusak. Mereka berani mengubah hukum-hukum Allah dengan hawa nafsu mereka, berani pula menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh-Nya. Karena sesungguhnya mereka dengan kekuatan yang mereka miliki, kefanatikan, keberanian, dan kekerasan hati mereka, mereka berani melanggar kesucian tiga bulan Haram yang mengharamkan mereka melakukan keperluan mereka, yaitu memerangi musuh-musuh mereka. Di masa lalu sebelum Islam, mereka pernah menghalalkan bulan Haram dan menangguhkannya sampai bulan Safar. Karenanya mereka menghalalkan bulan Haram dan mengharamkan bulan Halal, dengan tujuan agar bersesuaian dengan bilangan bulan yang diharamkan oleh Allah Swt., yaitu empat bulan. Salah seorang penyair mereka yang bernama Umair ibnu Qais yang dikenal dengan julukan 'Jazlut Ta'an' mengatakan:
لَقَدْ عَلمت مَعد أنَّ قَومِي ... كرَامُ النَّاس أنَّ لَهُمْ كِراما ...
ألسْنا الناسئينَ عَلَى مَعد ... شُهُورَ الحِل نَجْعلُهَا حَرَاما ...
فَأَيُّ النَّاسِ لَم تُدْرَك بوتْر? ... وأيّ النَّاس لم نُعْلك لجاما
Sesungguhnya Ma'ad telah mengetahui bahwa kaumku adalah orang-orang mulia, mereka mempunyai kemuliaan.
Bukankah kami adalah orang-orang yang suka menangguh-nangguhkan kesucian bulan Haram terhadap Ma'ad, bulan-bulan Halal kami jadikan bulan-bulan Haram.
Maka siapakah orangnya yang tidak kami kejar dengan panah, dan siapakah orangnya yang tidak kami belenggukan kepadamu?
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undur bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37) Bahwa istilah 'menangguh-nangguhkan bulan Haram' pada awal mulanya dilakukan oleh Junadah Ibnu Auf Ibnu Umayyah Al-Kannani. Dia biasa datang ke musim haji setiap tahunnya, dan ia diberi nama julukan 'Abu Sumamah'. Lalu ia berseru, "Ingatlah, sesungguhnya Abu Sumamah adalah orang yang tidak pernah memutuskan (silaturahmi) dan tidak pernah dicela. Ingatlah, sesungguhnya Safar tahun ini halal." Dia menghalalkannya untuk orang-orang, kemudian di tahun berikutnya dia mengharamkannya untuk mereka.Yang demikian itulah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. ( At-Taubah: 37) Makna yang dimaksud ialah ' mereka menghalalkan bulan Haram dalam satu tahun, sedangkan pada tahun berikutnya mereka mengharamkannya'. Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa dahulu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah, setiap tahunnya ia selalu datang ke musim haji dengan mengendarai keledai miliknya. Lalu ia berkata, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah orang yang tidak pernah dicela dan tidak pernah diputuskan, dan tidak ada yang menolak apa yang aku katakan. Sesungguhnya kami mengharamkan bulan Haram dan menangguhkan bulan Safar." Kemudian ia datang lagi pada tahun berikutnya dan mengatakan kata-kata yang semisal, lalu ia berkata.”Sesungguhnya sekarang kami haramkan bulan Safar dan kami menangguhkan bulan Haram." Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya. (At-Taubah: 37) Yakni yang empat bulan itu. maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (At-Taubah: 37) karena mereka, menangguhkan bulan yang haram itu.
Hal yang semisal dengan di atas telah diriwayatkan pula dari Abu Wail, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah yang dikenal dengan nama julukan "Al-Qalmas', dia hidup di masa Jahiliah. Pada awal mulanya mereka di masa Jahiliah tidak berani melakukan serangan terhadap sebagian dari mereka dalam bulan-bulan Haram. Seseorang bersua dengan pembunuh ayahnya tanpa berani memanjangkan tangan terhadapnya (tidak berani menyentuhnya) karena menghormat bulan Haram. Tetapi di saat Al-Qalmas muncul, dia berkata, "Marilah kita berangkat untuk mengadakan serangan." Mereka menjawab, "Bulan ini adalah bulan Muharram." Al-Qalmas menjawab, "Kita tangguhkan untuk tahun ini, dua bulan sekarang kita kosongkan saja. Apabila datang tahun depan, kita bayar, lalu kita jadikan keduanya sebagai bulan Haram." Maka hal tersebut diberlakukan. Kemudian ketika tahun depan tiba, ia berkata, "Janganlah kalian mengadakan peperangan dalam bulan Safar. Jadikanlah ia sebagai bulan Haram, sama dengan bulan Muharram. kedua-duanya kita haramkan."
Apa yang disebutkan dalam riwayat Ini terkandung ke-garib-an, dan kebenarannya masih perlu dipertimbangkan. Dikatakan demikian karena sesungguhnya mereka dalam satu tahun hanya mengharamkan tiga bulan itu saja, sedangkan pada tahun berikutnya mereka mengharamkan lima bulan. Lalu manakah kebenaran riwayat ini bila ditinjau dengan yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ
mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya. (At-Taubah: 37)
Telah diriwayatkan dari Mujahid gambaran yang lain, tetapi garib pula kandungannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran. (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Allah memfardukan ibadah haji dalam bulan Zul Hijjah. Tetapi orang-orang musyrik di masa lalu menamakan Zul Hijjah dengan sebutan bulan Muharram, bulan Safar menjadi Rabi', bulan Rabi' menjadi bulan Jumada, sedangkan bulan Jumada mereka namakan menjadi Rajab, Sya'ban menjadi Ramadan. Syawwal menjadi Zul Qa'dah. Terkadang mereka melakukan hajinya dalam bulan Zul Hijjah, kemudian mereka diam, tidak menyebutkan Muharram. Lalu mereka kembali dan menamakannya menjadi Safar. dan mereka menamakan Rajab menjadi Jumadil Akhir, lalu Sya'ban menjadi Ramadan, Syawwal menjadi Ramadan, Zul Qa'dah menjadi Syawwal. Zul Hijjah menjadi Zul Qa'dah, Muharram menjadi Zul Hijjah dan mereka melakukan hajinya dalam bulan itu, yang menurut peristilahan mereka disebut Zul Hijjah. Kemudian mereka kembali melakukan keadaan tersebut, dan mereka melakukan hajinya setiap bulan selama dua tahun, hingga pada bulan yang terakhir dari dua tahun itu (yakni dalam bulan Zul Qa'dah) bertepatan dengan haji yang dilakukan oleh Abu Bakar. Kemudian Nabi Saw. melakukan hajinya yang bersesuaian dengan bulan Zul Hijjah. Yang demikian itu dinyatakan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya yang mengatakan, "Sesungguhnya zaman ini berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi."
Apa yang dikatakan oleh Mujahid ini masih perlu dipertimbangkan pula kebenarannya. karena mengapa bisa dianggap sah haji yang dilakukan oleh Abu Bakar, padahal hal itu dilakukan dalam bulan Zul Qa'dah. Kalau demikian. berarti mana kebenaran dari pendapat ini? Sedangkan Allah Swt. telah berfirman:
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ
Dan (ini lah) suatu permaklumatan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. (At-Taubah: 3), hingga akhir ayat.
Karena sesungguhnya hal itu dipermaklumatkan dalam hajinya Abu Bakar. Seandainya haji yang dilakukannya itu bukan dalam bulan Zul Hijjah, niscaya Allah tidak akan mengatakan dalam firman-Nya:
يَوْمَ الْحَجِّ الأكْبَرِ
pada hari haji akbar. (At-Taubah: 3)
Dan bukanlah suatu kepastian adanya perbuatan mereka yang selalu menangguh-nangguhkan bulan Haram menjadi penyebab adanya apa yang disebutkan olehnya bahwa tahun terus berputar atas mereka, dan haji yang dilakukan oleh mereka setiap bulan selama dua tahun. Karena sesungguhnya perbuatan nasi' (menangguh-nangguhkan bulan Haram) tetap terjadi, sekalipun tanpa itu.
Sesungguhnya mereka di saat menghalalkan bulan Muharram dalam satu tahun, maka mereka mengharamkan penggantinya (yaitu bulan Safar), dan sesudahnya adalah bulan Rabi', dan dari Rabi' hingga akhir tahun tetap seperti tatanan yang semula, begitu pula bilangan dan nama bulan-bulannya.
Kemudian pada tahun yang kedua mereka mengharamkan bulan Muharram dan tetap membiarkan keharamannya yang sesudahnya adalah bulan Safar, kemudian Rabi' hingga akhir tahun. mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharam-kannya pada tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang dinaramkan Allah. (At-Taubah: 37) Yakni menyesuaikan bilangan bulan-bulan yang diharamkan oleh Allah, yaitu selama empat bulan. Hanya mereka terkadang mendahulukan pengharaman bulan ketiga dari ketiga bulan yang berturut-turut itu (yakni bulan Muharram) dan terkadang mereka menangguhkannya sampai bulan Safar.
Dalam pembahasan yang lalu—sehubungan dengan sabdaNabi Saw. yang mengatakan, "Sesungguhnya zaman itu berputar," hingga akhir hadis— telah disebutkan bahwa sesungguhnya perkara mengenai bilangan bulan-bulan itu dan pengharaman sebagian darinya adalah sesuai dengan apa yang telah disebutkan di dalam ketetapan Allah, baik bilangannya maupun urutannya. Dan bukanlah seperti apa yang dikatakan oleh sebagian orang-orang Arab Jahiliah yang bodoh yang memutuskan pengharaman sebagian darinya atas sebagian yang lain melalui nasi'.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ بِشْرِ بْنِ سَلَمَةَ الطَّبَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: وَقَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَقَبَةِ، فَاجْتَمَعَ إِلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ: "وَإِنَّمَا النَّسِيءُ مِنَ الشَّيْطَانِ، زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ، يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا، يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عاما". فكانوا يحرمون المحرم عاما، ويستحلون صفر وَيَسْتَحِلُّونَ الْمُحَرَّمَ، وَهُوَ النَّسِيءُ
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Bisyr ibnu Salamah At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasullah Saw. berdiri di Aqabah dan sejumlah kaum muslim sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. berkumpul menghadap Nabi Saw. untuk mendengarkan khotbahnya. Mula-mula Nabi Saw. memuji kepada Allah Swt. dengan pujian-pujian yang layak bagi-Nya, kemudian beliau Saw. bersabda: Dan sesungguhnya perbuatan menangguh-nangguhkan bulan Haram itu termasuk perbuatan setan, menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu; mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain.
Mereka menganggap haram bulan Muharram dan menghalalkan bulan Safar di suatu tahun. sedangkan di tahun lainnya mereka menghalalkan bulan Muharram. Itulah yang dinamakan nasi'
Imam Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya. telah mengupas masalah ini dengan kupasan yang baik lagi berfaedah. Ia mengatakan. orang yang mula-mula menangguh-nangguhkan bulan Haram di kalangan orang-orang Arab, yang karenanya ia menghalalkan sebagian dari yang diharamkan Allah dan mengharamkan sebagian dari apa yang dihalalkan oleh-Nya di antara bulan-bulan itu, adalah Al-Qalmas. Nama aslinya ialah Huzaifah ibnu Abdu Faqim ibnu Addi ibnu Amir ibnu Sa'labah ibnul Haris ibnu Malik ibnu Kinanah ibnu Khuzaimah ibnu Mudrikah ibnu Ilyas ibnu Mudar ibnu Nizar ibnu Ma'ad ibnu Adnan. Kemudian kedudukannya digantikan oleh anaknya yang bernama Abbad. Setelah Abbad, diganti oleh anaknya (yaitu Qala' ibnu Abbad), lalu diganti oleh anaknya (yaitu Umayyah ibnu Qala'), lalu diganti oleh anaknya (yaitu Auf ibnu Umayyah), dan terakhir oleh anaknya (yaitu Abu Sumamah) yang nama aslinya yaitu Junadah ibnu Auf. Dia adalah orang terakhir yang berbuat nasi’, di masanya berdirilah agama Islam.
Di masa lalu orang- orang Arab apabila selesai dari hajinya berkumpul menghadap kepada Junadah ibnu Auf, lalu Junadah berdiri di kalangan mereka dan berkhotbah kepada mereka. Di dalam isi khotbahnya itu ia mengharamkan bulan Rajab, bulan Zul Qa'dah, dan bulan Zul Hijjah; dan menghalalkan bulan Muharram di suatu tahun, lalu menggantikannya dengan bulan Safar, dan di tahun lainnya ia mengharamkannya. Dia melakukan demikian untuk menyesuaikan bilangan bulan-bulan yang diharamkan oleh Allah. Dengan kata lain, ia menghalalkan bulan yang diharamkan oleh Allah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ ٱنفِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱثَّاقَلْتُمْ إِلَى ٱلْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا مِنَ ٱلْءَاخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فِى ٱلْءَاخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ 38
(38) Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
(38)
Ini adalah permulaan celaan yang ditujukan kepada orang-orang yang tidak ikut dengan Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk. Saat itu buah-buahan sedang meranum dan masak, dan cuaca sangat terik dan panas. Maka Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kalian, "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah. (At-Taubah: 38)
Artinya, apabila kalian diseru untuk berperang di jalan Allah.
اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ
kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian? (At-Taubah: 38)
Yakni kalian malas dan cenderung untuk tetap tinggal di tempat dengan penuh kesantaian dan menikmati buah-buahan yang telah masak.
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ
Apakah kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? (At-Taubah: 38)
Maksudnya, mengapa kalian melakukan demikian; kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan akhirat (Pahala akhirat) ?
Kemudian Allah Swt. memerintahkan berzuhud terhadap kehidupan di dunia dan menganjurkan kepada pahala akhirat. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ
padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ. حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسٍ، عَنِ المستَوْرِد أَخِي بَني فِهْر قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا كَمَا يَجْعَلُ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِي اليم، فلينظر بما تَرْجِعُ؟ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Yahya ibnu Sa'id; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Abu Khalid, dari Qais, dari Al-Mustaurid (saudara lelaki Bani Fihr) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada kehidupan di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan di akhirat, melainkan sebagaimana seseorang di antara kalian memasukkan jarinya ke dalam laut, maka hendaklah ia melihat apa yng didapati oleh jarinya? Rasulullah Saw. mengucapkan demikian seraya berisyarat dengan jari telunjuknya.
Hadis ini diketengahkan secara munfarid oleh Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُسْلِمِ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الحِمْصي، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ رَوْح، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ الْوَهْبِيُّ، حَدَّثَنَا زِيَادٌ -يَعْنِي الْجَصَّاصَ -عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ: قُلْتُ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، سَمِعْتُ مِنْ إِخْوَانِي بِالْبَصْرَةِ أَنَّكَ تَقُولُ: سَمِعْتُ نَبِيَّ اللَّهِ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي بِالْحَسَنَةِ أَلْفَ أَلْفَ حَسَنَةٍ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: بَلْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ اللَّهَ يجزي بالحسنة ألفي ألف حَسَنَةٍ" ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Muslim ibnu Abdul Hamid Al-Himsi di Himsa, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalid Al-Wahbi, telah menceritakan kepada kami Ziyad (yakni Al-Jassas), dari Abu Usman yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Hurairah, "Aku telah mendengar dari teman-temanku di Basrah bahwa engkau pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas perbuatan kebaikan dengan sejuta pahala kebaikan'.” Abu Hurairah menjawab.”Bahkan aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas kebaikan dengan dua juta pahala kebaikan'.” Selanjutnya beliau membacakan firman-Nya: Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)
Kehidupan di dunia yang telah lalu dan yang kemudian tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat (yakni pahala-Nya).
As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy sehubungan dengan makna firman-Nya: padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38) Menurutnya, perumpamaannya sama dengan bekal yang dibawa oleh seorang musafir.
Abdul Aziz ibnu Abu Hazim telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ketika Abdul Aziz ibnu Marwan menjelang kematiannya, ia mengatakan, "Berikanlah kepadaku kain kafan yang akan dipakai untuk mengafani diriku. untuk aku lihat." Ketika kain kafan itu diletakkan di hadapannya, maka ia memandang ke arah kain itu dan berkata, "Bukankah aku memiliki yang banyak, tiada yang menemaniku dari dunia ini kecuali hanya kain kafan ini?" Kemudian ia memalingkan punggungnya seraya menangis dan berkata, "Celakalah engkau, hai dunia, sebagai rumah. Sesungguhnya banyakmu hanyalah sedikit, sedikitmu hanyalah kecil, dan sesungguhnya kami yang bergelimang denganmu benar-benar dalam keadaan teperdaya."
*******************
Kemudian Allah Swt. mengancam orang yang meninggalkan jihad melalui firman-Nya:
إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih. (At-Taubah: 39)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menyuruh suatu kabilah dari orang-orang Arab untuk berangkat berperang, tetapi mereka merasa keberatan untuk berangkat berjihad. Maka Allah menahan hujan dari mereka, itulah azab yang mereka terima.
وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ
dan ditukarnya (kalian) dengan kaum yang lain. (At-Taubah: 39)
untuk menolong Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
إِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kalian (ini). (Muhammad: 38)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا
dan kalian tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. (At-Taubah: 39)
Artinya, kalian sama sekali tidak dapat membahayakan Allah barang sedikit pun dengan berpalingnya kalian dari jihad, pembangkangan kalian, dan keberatan kalian dari melakukannya.
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Taubah: 39)
Yakni Dia Mahakuasa untuk menang atas musuh-musuh-Nya tanpa kalian. Menurut pendapat lain, ayat ini dan firman-Nya:
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
مَا كَانَ لأهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinahdan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berperang). (At-Taubah: 12)
bahwa semuanya itu telah di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122)
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, dan Zaid ibnu Aslam.
Ibnu Jarir menyanggahnya dan mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini hanyalah ditujukan kepada orang-orang yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk berangkat jihad, maka sudah merupakan suatu keharusan bagi mereka untuk memperkenankan seruannya. Jikalau mereka tidak menuruti seruannya, niscaya mereka akan mendapat siksaan. Pendapat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir ini mempunyai alasan yang tepat.
إِلَّا تَنفِرُوا۟ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْـًۭٔا ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌ 39
(39) Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(39)
Kemudian Allah Swt. mengancam orang yang meninggalkan jihad melalui firman-Nya:
إِلا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih. (At-Taubah: 39)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah menyuruh suatu kabilah dari orang-orang Arab untuk berangkat berperang, tetapi mereka merasa keberatan untuk berangkat berjihad. Maka Allah menahan hujan dari mereka, itulah azab yang mereka terima.
وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ
dan ditukarnya (kalian) dengan kaum yang lain. (At-Taubah: 39)
untuk menolong Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
إِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
dan jika kalian berpaling, niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kalian (ini). (Muhammad: 38)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَلا تَضُرُّوهُ شَيْئًا
dan kalian tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. (At-Taubah: 39)
Artinya, kalian sama sekali tidak dapat membahayakan Allah barang sedikit pun dengan berpalingnya kalian dari jihad, pembangkangan kalian, dan keberatan kalian dari melakukannya.
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Taubah: 39)
Yakni Dia Mahakuasa untuk menang atas musuh-musuh-Nya tanpa kalian. Menurut pendapat lain, ayat ini dan firman-Nya:
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat. (At-Taubah: 41)
مَا كَانَ لأهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الأعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinahdan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berperang). (At-Taubah: 12)
bahwa semuanya itu telah di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang. (At-Taubah: 122)
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ikrimah, Al-Hasan, dan Zaid ibnu Aslam.
Ibnu Jarir menyanggahnya dan mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini hanyalah ditujukan kepada orang-orang yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. untuk berangkat jihad, maka sudah merupakan suatu keharusan bagi mereka untuk memperkenankan seruannya. Jikalau mereka tidak menuruti seruannya, niscaya mereka akan mendapat siksaan. Pendapat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir ini mempunyai alasan yang tepat.
إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍۢ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 40
(40) Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(40)
Firman Allah Swt.:
إِلا تَنْصُرُوهُ
Jikalau kalian tidak menolongnya. (At-Taubah: 4)
Yakni jika kalian tidak menolong Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah-lah yang menolong, yang membantu. yang mencukupi, dan yang memeliharanya, seperti yang telah dilakukan-Nya:
إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ
ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang. (At-Taubah: 4)
Hal ini terjadi pada tahun beliau Saw. melakukan hijrahnya. Saat itu orang-orang musyrikin bertekad hendak membunuhnya atau menahannya atau mengusirnya. Maka Nabi Saw. lari dari mereka bersama sahabatnya, yaitu Abu Bakar As-Siddiq. Lalu keduanya berlindung di dalam Gua Sur selama tiga hari, menunggu agar orang-orang yang mencari dan menelusuri jejaknya kembali ke Mekah. Sesudah itu beliau bersama Abu Bakar meneruskan perjalanan ke Madinah.
Abu Bakar merasa takut bila seseorang dari kaum musyrik yang mengejarnya itu dapat melihatnya yang akhirnya nanti Rasulullah Saw. akan disakiti oleh mereka. Maka Nabi Saw. menenangkan hatinya dan meneguhkannya seraya bersabda:
" يَا أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا"
Hai Abu Bakar, bagaimanakah dugaanmu terhadap dua orang yang ketiganya adalah Allah?
Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، أَنْبَأَنَا ثَابِتٌ، عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ حَدَّثَهُ قَالَ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْنُ فِي الْغَارِ: لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ إِلَى قَدَمَيْهِ لَأَبْصَرَنَا تَحْتَ قَدَمَيْهِ. قَالَ: فَقَالَ: "يَا أَبَا بَكْرٍ، مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللَّهُ ثَالِثُهُمَا".
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas; Abu Bakar telah bercerita kepadanya bahwa ketika ia berada di dalam gua bersama Nabi Saw., ia berkata kepada Nabi Saw., "Seandainya seseorang dari mereka itu memandang ke arah kedua telapak kakinya, niscaya dia akan dapat melihat kita berada di bawah kedua telapak kakinya." Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Abu Bakar, apakah dugaanmu tentang dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah?
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahih-nya masing-masing. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ
Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad). (At-Taubah: 4)
Maksudnya, dukungan dan pertolongan Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Demikianlah menurut salah satu di antara dua pendapat yang terkenal. Menurut pendapat lain, ketenangan-Nya itu diturunkan kepada Abu Bakar. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. selalu disertai oleh ketenangan. Akan tetapi, hal ini tidaklah bertentangan bila dikatakan bahwa ketenangan tersebut diperbarui dalam keadaan yang khusus itu. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا
dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya. (At-Taubah: 4)
Yaitu para malaikat.
وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا
dan Allah menjadikan seruan orang-orang yang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. (At-Taubah: 4)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah kalimat orang-orang kafir adalah kemusyrikan. sedangkan kalimat Allah ialah kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah"".
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang seorang lelaki yang berperang karena pemberani dan seorang lelaki yang berperang karena fanatisme dan pamer, manakah di antara keduanya yang termasuk di jalan Allah Swt.? Rasulullah Saw. menjawab:
"مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Barang siapa yang berperang untuk membela agar kalimat Allah tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ عَزِيزٌ
Allah Mahaperkasa. (At-Taubah: 4)
Yakni dalam pembalasan dan pertolongan-Nya, lagi Mahakebal Zat-Nya, tidak akan tertimpa bahaya orangyang berlindung kepada naungan-Nya dan mengungsi kepada-Nya dengan berpegang kepada khitab (perintah)-Nya.
حَكِيمٌ
lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 4)
Mahabijaksana dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya.