9 - التوبة - At-Tawba

Juz : 10

The Repentance
Medinan

ٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةًۭ فَلَن يَغْفِرَ ٱللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ 80

(80) Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.

(80) 

Allah Swt. menceritakan kepada Nabi-Nya bahwa orang-orang munafik itu bukanlah orang-orang yang layak dimohonkan ampunan bagi mereka. Sekalipun Nabi Saw. memohonkan ampun bagi mereka sebanyak tujuh puluh kali, Allah tetap tidak akan mengampuni mereka.

Menurut suatu pendapat, kata 'tujuh puluh kali' dalam ayat ini hanya disebutkan sebagai batas maksimal Dari bilangan istigfar buat mereka, karena sesungguhnya dalam percakapan orang-orang Arab bilangan tujuh puluh disebutkan untuk menunjukkan pengertian mubalagah dan bukan sebagai batasan, tidak pula bilangan yang lebih dari tujuh puluh memberikan pengertian yang sebaliknya.

Menurut pendapat lainnya lagi, sebenarnya bilangan tujuh puluh ini mempunyai pengertian sesuai dengan bilangannya. Seperti apa yang disebutkan di dalam riwayat Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"أَسْمَعُ رَبِّي قَدْ رَخَّصَ لِي فِيهِمْ، فَوَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَغْفِرَ لَهُمْ! فَقَالَ اللَّهُ مِنْ شِدَّةِ غَضَبِهِ عَلَيْهِمْ: سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Ketika ayat ini diturunkan, aku mendengar Tuhanku memberikan, kemurahan kepadaku sehubungan dengan mereka. Maka demi Allah, aku benar-benar akan memohonkan ampun bagi mereka lebih dari tujuh puluh kali. mudah-mudahan Allah memberikan ampunan­Nya bagi mereka. Maka Allah berfirman karena kemurkaan-Nya yang sangat terhadap mereka: Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). (At-Taubah: 8), hingga akhir ayat.

قَالَ الشَّعْبِيُّ: لَمَّا ثَقُل عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ، انْطَلَقَ ابْنُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ أَبِي قَدِ احْتُضَرَ، فَأُحِبُّ أَنْ تَشْهَدَهُ وَتُصَلِّيَ عَلَيْهِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا اسْمُكَ". قَالَ الْحُبَابُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ. قَالَ: "بَلْ أَنْتَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، إِنَّ الْحُبَابَ اسْمُ شَيْطَانٍ". قَالَ: فَانْطَلَقَ مَعَهُ حَتَّى شَهِدَهُ وَأَلْبَسَهُ قَمِيصَهُ وَهُوَ عَرِقٌ، وَصَلَّى عَلَيْهِ، فَقِيلَ لَهُ: أَتُصَلِّي عَلَيْهِ [وَهُوَ مُنَافِقٌ] ؟ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ قَالَ: إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً وَلَأَسْتَغْفِرَنَّ لَهُ سَبْعِينَ وَسَبْعِينَ وَسَبْعِينَ".

Asy-Sya'bi mengatakan bahwa ketika Abdullah ibnu Ubay sakit keras, maka anaknya datang menghadap Nabi Saw. dan berkata, "Sesungguhnya ayahku sedang menjelang kematiannya, maka aku sangat menginginkan bila engkau menghadiri dan menyalatkannya." Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Siapakah namamu?" Ia menjawab, "Al-Hubab ibnu Abdullah." Nabi Saw. bersabda, "Tidak, engkau adalah Abdullah ibnu Abdullah. Sesungguhnya Al-Hubab adalah nama setan." Maka Rasulullah Saw. berangkat bersamanya hingga menghadiri jenazah ayahnya, lalu Nabi Saw. memakaikan baju gamisnya yang sudah tua kepada jenazah itu dan ikut menyalatkannya. Ketika ditanyakan kepada Nabi Saw., "Apakah engkau menyalatkannya?" Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah berfirman, "Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali.” Dan sungguh aku akan memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali. tujuh puluh kali, dan tujuh puluh kali.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, dan Qatadah ibnu Di'amah. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya berikut semua sanadnya.


فَرِحَ ٱلْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَٰفَ رَسُولِ ٱللَّهِ وَكَرِهُوٓا۟ أَن يُجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَالُوا۟ لَا تَنفِرُوا۟ فِى ٱلْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّۭا ۚ لَّوْ كَانُوا۟ يَفْقَهُونَ 81

(81) Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.

(81) 

Allah Swt. berfirman mencela orang-orang munafik yang tidak ikut menemani Rasulullah Saw. berangkat ke medan Perang Tabuk, dan bahkan mereka gembira dengan ketidakberangkatan mereka setelah Nabi Saw. berangkat.

وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا

dan mereka tidak suka berjihad. (At-Taubah: 81)

Bersama Rasulullah Saw.

بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا

dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, dan mereka berkata. (At-Taubah: 81)

Yakni sebagian dari orang-orang munafik itu berkata kepada sebagian yang lainnya.

لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ

Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini. (At-Taubah: 81)

Demikian itu karena keberangkatan ke medan Tabuk bertepatan dengan musim panas yang terik, yaitu di saat orang-orang sedang suka bernaung di bawah pohon yang sedang berbuah. Karena itulah mereka berkata kepada sesamanya: Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini. (At-Taubah: 81)

Maka Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:

قُلْ لَهُمْ: نَارُ جَهَنَّمَ

Katakanlah (kepada mereka), "Neraka Jahannam itu.” (At-Taubah: 81)

Yaitu neraka Jahannam yang kelak bakal menjadi tempat tinggal kalian.

أَشَدُّ حَرًّا

lebih sangat panas (nya). (At-Taubah: 81)

Panasnya lebih daripada panas terik yang kalian hindari itu, bahkan jauh lebih panas pula daripada api (di dunia ini).

قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَارُ بَنِي آدَمَ الَّتِي يُوقِدُونَ بِهَا جزءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا [مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ" فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ. قَالَ إِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا]

Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Api manusia yang biasa kalian nyalakan itu merupakan seper­tujuh puluh dari panasnya api neraka Jahannam.” Mereka (para sahabat bertanya), "Wahai Rasulullah, sekalipun panas api itu sudah cukup.” Rasulullah Saw. bersabda, "Api neraka Jahannam lebih panas enam puluh sembilan kali lipat daripada api di dunia.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Malik dengan sanad yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ، وَضُرِبَتْ بِالْبَحْرِ مَرَّتَيْنِ، وَلَوْلَا ذَلِكَ مَا جَعَلَ [اللَّهُ] فِيهَا مَنْفَعَةً لِأَحَدٍ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya api kalian ini merupakan suatu bagian dari tujuh puluh bagian neraka Jahannam. padahal telah dicelup dua kali ke dalam laut. Seandainya tidak dicelup dahulu, niscaya Allah tidak akjan memberikan manfaat apapun padanya bagi seseorang.

Hadis ini pun sanadnya sahih.

Imam Abu Isa At-Turmuzi dan Ibnu Majah telah meriwayatkan:

عَنْ عَبَّاسٍ الدُّورِيِّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي بُكَيْرٍ عَنْ شَرِيكٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احمرَّت، ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابيضَّت، ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ، فَهِيَ سَوْدَاءُ كَاللَّيْلِ الْمُظْلِمِ".

dari Abbas Ad-Duri dan dari Yahya ibnu Abu Bukair, dari Syarik, dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah menyalakan api selama seribu tahun hingga berwarna merah, kemudian menyalakannya lagi selama seribu tahun hingga warnanya menjadi putih, lalu menyalakannya lagi selama seribu tahun hingga berubah warna menjadi hitam, maka api (neraka) itu berwarna hitam seperti malam yang gelap gulita.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa ia tidak mengetahui seorang pun yang me-rafa -kannya kecuali hanya Yahya.

Al-Hafiz Abu Bakar Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan dari Ibrahim ibnu Muhammad, dari Muhammad ibnul Husain ibnu Makram, dari Ubaidillah ibnu Sa'id. dari pamannya, dari Syarik (yaitu Ibnu Abdullah An-Nakhi') dengan lafaz yang semisal.

وَرَوَى أَيْضًا ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ رِوَايَةِ مُبَارَكِ بْنِ فَضَالَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ [التَّحْرِيمِ:6] قَالَ: "أُوقد عَلَيْهَا أَلْفَ عَامٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ، وَأَلْفَ عَامٍ حَتَّى احْمَرَّتْ، وَأَلْفَ عَامٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ، فَهِيَ سَوْدَاءُ كَاللَّيْلِ، لَا يُضِيءُ لَهَبُهَا"

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui riwayat Mubarak ibnu Fudalah, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) Lalu beliau Saw. bersabda: Allah menyalakannya selama seribu tahun hingga warnanya menjadi putih, dan seribu tahun lagi hingga warnanya menjadi merah, lalu seribu tahun lagi hingga warnanya menjadi hitam seperti malam hari, nyalanya tidak bersinar.

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Tamam ibnu Najih —yang masih diperselisihkan predikatnya—, dari Al-Hasan, dari Anas yang me-rafa'-kannya:

"لَوْ أَنَّ شَرَارَةً بِالْمَشْرِقِ -أَيْ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ -لَوَجَدَ حَرَّهَا مَنْ بِالْمَغْرِبِ"

Seandainya suatu percikan (dari api neraka Jahannam) ada di belahan timur (bumi), niscaya panasnya akan terasa sampai ke belahan barat (nya).

وَرَوَى الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ أَبِي إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ الْحَدَّادِ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ شَبِيبٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي وَحْشِيَّةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ كَانَ هَذَا الْمَسْجِدُ مِائَةَ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ، وَفِيهِمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَتَنَفَّسَ فَأَصَابَهُمْ نَفَسُهُ، لَاحْتَرَقَ الْمَسْجِدُ وَمَنْ فِيهِ"

Al-Hafiz Abu Ya'la telah meriwayatkan dari Ishaq ibnu Abu Israil, dari Abu Ubaidah Al-Haddad, dari Hisyam ibnu Hissan ibnu Muhammad ibnu Syabib, dari Ja'far ibnu Abu Wahsyiyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya di dalam masjid ini terdapat seratus ribu orang atau lebih, sedangkan di antara mereka terdapat seseorang dari ahli neraka Jahannam, lalu ia bernapas dan mereka terkena oleh embusan napasnya, niscaya masjid ini berikut semua orang yang di dalamnya akan terbakar olehnya.

Hadis ini berpredikat garib.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, darf An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَمَنْ لَهُ نَعْلَانِ وشِرَاكان مِنْ نَارٍ، يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلِي الْمِرْجَلُ، لَا يَرَى أَحَدًا مِنْ أَهْلِ النَّارِ أشدُّ عَذَابًا مِنْهُ، وَإِنَّهُ أَهُوَنُهُمْ عَذَابًا".

Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya kelak di hari kiamat adalah seseorang yang mengenakan sepasang terompah dan sepasang tali terompah dari api neraka Jahannam. Karena keduanya itu otak orang yang bersangkutan mendidih, sebagaimana panci mendidih. Seakan-akan tidak ada seseorang dari kalangan penghuni neraka yang lebih berat siksanya daripada dia, padahal kenyataannya dia adalah yang paling ringan siksaannya daripada mereka.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-A'masy.

Muslim telah mengatakan pula bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ أَبِي عَيَّاشٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْنِ مِنْ نَارٍ، يَغْلِي دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ"

telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari An-Nu'man ibnu Abu Ayyasy, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya di hari kiamat ialah seseorang yang dipakaikan kepadanya sepasang terompah dari api, otaknya mendidih karena panas kedua terompahnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنِ ابْنِ عَجْلَانَ، سَمِعْتُ أَبِي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا رَجُلٌ يُجْعَلُ لَهُ نَعْلَانِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu Ajlan, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah seorang lelaki yang dipakaikan kepadanya sepasang terompah, hingga otaknya mendidih karena panas kedua terompahnya.

Sanad ini jayyid lagi kuat, semua perawinya dengan syarat Imam Mus­lim. Hadis dan asar mengenai hal ini cukup banyak.

Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia:

كَلا إِنَّهَا لَظَى نزاعَةً لِلشَّوَى

Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 15-16)

يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), "Rasakanlah azab yang membakar ini.”(Al-Hajj: 19-22)

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab (An–Nisa : 56)

Dan dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:

قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ

Katakanlah.”Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas (nya)," jikalau mereka mengetahui. (At-Taubah: 81)

Dengan kata lain, seandainya mereka mengerti dan memahami hal itu, niscaya mereka ikut berangkat bersama Rasulullah berjihad di jalan Allah, sekalipun cuaca panasnya terik; agar mereka terhindar dari panasnya api neraka Jahannam, yang panasnya jauh lebih keras berlipat ganda. Akan tetapi, ternyata sikap mereka sama halnya dengan apa yang diungkapkan oleh seorang penyair:

كَالْمُسْتَجِيرِ مِنَ الرَّمْضَاءِ بِالنَّارِ

Seperti orang yang berlindung dari teriknya matahari dengan menyalakan api unggun.

Penyair lainnya menyebutkan:

عُمرُكَ بالحميَة أفْنَيْتَه ... مَخَافَةَ الْبَارِدِ والحَار ...

وَكانَ أولَى بِكَ أنْ تَتقي ... مِنَ المعَاصِي حَذرَ النَّار ...

Usiamu engkau habiskan untuk menjaga kesehatan diri agar tidak kena (penyakit) dingin dan panas, padahal sebaiknya kamu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat agar terhindar dari (panas­nya) api neraka.

Kemudian Allah Swt. berfirman mengancam orang-orang munafik itu karena perbuatan mereka yang seperti itu:

فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Maka hendaklah mereka sedikit tertawa. (At-Taubah: 82), hingga akhir ayat

Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hidup di dunia itu sebentar, maka hendaklah mereka tertawa sesukanya di dalamnya. Apabila hidup di dunia telah habis dan mereka menghadap kepada Allah Swt., maka mereka akan mulai tangisannya yang tidak pernah berhenti untuk selama-lamanya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Razin, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Khasyam, Aun Al-Uqaili, dan Zaid ibnu Aslam.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ أَبِي خِدَاشٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنِ ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ الرَّقاشي، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، ابْكُوا، فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا، فَإِنَّ أَهْلَ النَّارِ يَبْكُونَ حَتَّى تَسِيلَ دُمُوعُهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ كَأَنَّهَا جَدَاوِلُ، حَتَّى تَنْقَطِعَ الدُّمُوعُ فَتَسِيلَ الدِّمَاءُ فَتَقَرَّحُ الْعُيُونُ. فَلَوْ أَنَّ سُفُنًا أُزْجِيَتْ فِيهَا لَجرَت".

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdus Samad ibnu Abu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jubair, dari Ibnul Mubarak, dari Imran ibnu Zaid; telah menceritakan kepada kami Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, menangislah kalian. Jika kalian tidak dapat menangis, maka berpura-pura menangislah, karena sesungguhnya peng­huni neraka itu akan terus menangis hingga air mata mereka mengalir ke wajahnya bagaikan air pancuran. Bila air mata mereka habis, maka yang mengalir adalah darah, dan mata mereka bernanah. Seandainya perahu-perahu dilayarkan pada air mata mereka, niscaya akan dapat berlayar (karena banyaknya air mata mereka seperti lautan).

Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy, dari Yazid Ar-Raqqasyi dengan sanad yang sama.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ الْجَزَرِيُّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ رُفَيْع، رَفَعَهُ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ النَّارِ إِذَا دَخَلُوا النَّارَ بَكَوُا الدُّمُوعَ زَمَانًا، ثُمَّ بَكَوُا الْقَيْحَ زَمَانًا" قَالَ: "فَتَقُولُ لَهُمُ الخَزَنَة: يَا مَعْشَرَ الْأَشْقِيَاءِ، تَرَكْتُمُ الْبُكَاءَ فِي الدَّارِ الْمَرْحُومِ فِيهَا أَهْلُهَا فِي الدُّنْيَا، هَلْ تَجِدُونَ الْيَوْمَ مَنْ تَسْتَغِيثُونَ بِهِ؟ قَالَ: فَيَرْفَعُونَ أَصْوَاتَهُمْ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، يَا مَعْشَرَ الْآبَاءِ وَالْأُمَّهَاتِ وَالْأَوْلَادِ، خَرَجْنَا مِنَ الْقُبُورِ عِطَاشًا، وَكُنَّا طُولَ الْمَوْقِفِ عِطَاشًا، وَنَحْنُ الْيَوْمَ عِطَاشٌ، فَأَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ، فَيَدْعُونَ أَرْبَعِينَ سَنَةً لَا يُجِيبُهُمْ، ثُمَّ يُجِيبُهُمْ: إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ [الزُّخْرُفِ: 77] فَيَيْأَسُونَ مِنْ كُلِّ خَيْرٍ"

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Hammad-Al Jazari, dari Zaid ibnu Rafi' yang me-rafa'-kannya, "Sesungguhnya ahli neraka itu apabila telah masuk ke dalam neraka, mereka menangis dengan mengeluarkan air mata selama satu masa. kemudian mereka menangis dengan mengeluarkan nanah selama satu masa. Lalu para malaikat penjaga neraka berkata kepada mereka, 'Hai golongan orang-orang yang celaka, kalian tidak mau menangis ketika hidup di dunia yang dibelaskasihani bila kalian menangis padanya. Sekarang apakah kalian menemukan orang yang dapat kalian mintai pertolongan?' Maka mereka mengeraskan suaranya seraya berkata, 'Hai penghuni surga, hai para bapak, ibu, dan anak-anak, kami keluar dari kuburan dalam keadaan haus, dan kami selama di Mauqif dalam keadaan dahaga, dan sekarang pun kami tetap dalam keadaan dahaga, maka limpahkanlah kepada kami sebagian dari air yang telah Allah rezekikan kepada kalian.' Mereka dibiarkan berseru selama empat puluh tahun tanpa mendapat jawaban, kemudian mereka dijawab, 'Sesungguhnya kalian menetap (di dalam neraka).' Akhirnya mereka putus asa dari semua kebaikan."


فَلْيَضْحَكُوا۟ قَلِيلًۭا وَلْيَبْكُوا۟ كَثِيرًۭا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ 82

(82) Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.

(82) 

 berfirman mengancam orang-orang munafik itu karena perbuatan mereka yang seperti itu:

فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Maka hendaklah mereka sedikit tertawa. (At-Taubah: 82), hingga akhir ayat

Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hidup di dunia itu sebentar, maka hendaklah mereka tertawa sesukanya di dalamnya. Apabila hidup di dunia telah habis dan mereka menghadap kepada Allah Swt., maka mereka akan mulai tangisannya yang tidak pernah berhenti untuk selama-lamanya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Razin, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Khasyam, Aun Al-Uqaili, dan Zaid ibnu Aslam.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ أَبِي خِدَاشٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنِ ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ الرَّقاشي، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، ابْكُوا، فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا، فَإِنَّ أَهْلَ النَّارِ يَبْكُونَ حَتَّى تَسِيلَ دُمُوعُهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ كَأَنَّهَا جَدَاوِلُ، حَتَّى تَنْقَطِعَ الدُّمُوعُ فَتَسِيلَ الدِّمَاءُ فَتَقَرَّحُ الْعُيُونُ. فَلَوْ أَنَّ سُفُنًا أُزْجِيَتْ فِيهَا لَجرَت".

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdus Samad ibnu Abu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jubair, dari Ibnul Mubarak, dari Imran ibnu Zaid; telah menceritakan kepada kami Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, menangislah kalian. Jika kalian tidak dapat menangis, maka berpura-pura menangislah, karena sesungguhnya peng­huni neraka itu akan terus menangis hingga air mata mereka mengalir ke wajahnya bagaikan air pancuran. Bila air mata mereka habis, maka yang mengalir adalah darah, dan mata mereka bernanah. Seandainya perahu-perahu dilayarkan pada air mata mereka, niscaya akan dapat berlayar (karena banyaknya air mata mereka seperti lautan).

Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy, dari Yazid Ar-Raqqasyi dengan sanad yang sama.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ الْجَزَرِيُّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ رُفَيْع، رَفَعَهُ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ النَّارِ إِذَا دَخَلُوا النَّارَ بَكَوُا الدُّمُوعَ زَمَانًا، ثُمَّ بَكَوُا الْقَيْحَ زَمَانًا" قَالَ: "فَتَقُولُ لَهُمُ الخَزَنَة: يَا مَعْشَرَ الْأَشْقِيَاءِ، تَرَكْتُمُ الْبُكَاءَ فِي الدَّارِ الْمَرْحُومِ فِيهَا أَهْلُهَا فِي الدُّنْيَا، هَلْ تَجِدُونَ الْيَوْمَ مَنْ تَسْتَغِيثُونَ بِهِ؟ قَالَ: فَيَرْفَعُونَ أَصْوَاتَهُمْ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، يَا مَعْشَرَ الْآبَاءِ وَالْأُمَّهَاتِ وَالْأَوْلَادِ، خَرَجْنَا مِنَ الْقُبُورِ عِطَاشًا، وَكُنَّا طُولَ الْمَوْقِفِ عِطَاشًا، وَنَحْنُ الْيَوْمَ عِطَاشٌ، فَأَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ، فَيَدْعُونَ أَرْبَعِينَ سَنَةً لَا يُجِيبُهُمْ، ثُمَّ يُجِيبُهُمْ: إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ [الزُّخْرُفِ: 77] فَيَيْأَسُونَ مِنْ كُلِّ خَيْرٍ"

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Hammad-Al Jazari, dari Zaid ibnu Rafi' yang me-rafa'-kannya, "Sesungguhnya ahli neraka itu apabila telah masuk ke dalam neraka, mereka menangis dengan mengeluarkan air mata selama satu masa. kemudian mereka menangis dengan mengeluarkan nanah selama satu masa. Lalu para malaikat penjaga neraka berkata kepada mereka, 'Hai golongan orang-orang yang celaka, kalian tidak mau menangis ketika hidup di dunia yang dibelaskasihani bila kalian menangis padanya. Sekarang apakah kalian menemukan orang yang dapat kalian mintai pertolongan?' Maka mereka mengeraskan suaranya seraya berkata, 'Hai penghuni surga, hai para bapak, ibu, dan anak-anak, kami keluar dari kuburan dalam keadaan haus, dan kami selama di Mauqif dalam keadaan dahaga, dan sekarang pun kami tetap dalam keadaan dahaga, maka limpahkanlah kepada kami sebagian dari air yang telah Allah rezekikan kepada kalian.' Mereka dibiarkan berseru selama empat puluh tahun tanpa mendapat jawaban, kemudian mereka dijawab, 'Sesungguhnya kalian menetap (di dalam neraka).' Akhirnya mereka putus asa dari semua kebaikan."


فَإِن رَّجَعَكَ ٱللَّهُ إِلَىٰ طَآئِفَةٍۢ مِّنْهُمْ فَٱسْتَـْٔذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُل لَّن تَخْرُجُوا۟ مَعِىَ أَبَدًۭا وَلَن تُقَٰتِلُوا۟ مَعِىَ عَدُوًّا ۖ إِنَّكُمْ رَضِيتُم بِٱلْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍۢ فَٱقْعُدُوا۟ مَعَ ٱلْخَٰلِفِينَ 83

(83) Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang".

(83) 

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya Saw. melalui firman-Nya:

فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ

Maka jika Allah mengembalikanmu. (At-Taubah: 83)

Maksudnya, memulangkanmu dari peperanganmu sekarang ini.

إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ

kepada satu golongan dari mereka. (At-Taubah: 83)

Qatadah mengatakan, "Menurut riwayat yang sampai kepada kami, jumlah mereka yang tergabung dalam satu golongan itu semuanya ada dua belas orang laki-laki."

فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ

kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang). (At-Taubah: 83)

bersamamu ke peperangan lainnya.

فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا

maka katakanlah, "Kalian tidak boleh keluar dengan aku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. (At-Taubah: 83)

Yakni sebagai sanksi dan hukuman terhadap mereka. Kemudian disebut­kan alasan pelarangan ini oleh firman selanjutnya:

إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Sesungguhnya kalian telah rela tidak pergi berperang yang pertama. (At-Taubah: 83)

Ayat ini sama maknanya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya pada ayat yang lain, yaitu:

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya (Al An’am : 11) hingga akhir ayat

Karena sesungguhnya balasan perbuatan yang buruk adalah buruk lagi sesudahnya, sebagaimana balasan perbuatan yang baik adalah baik pula sesudahnya. Sama pula pengertiannya dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan tentang umrah Hudaibiyyah, yaitu:

سَيَقُولُ الْمُخَلَّفُونَ إِذَا انْطَلَقْتُمْ إِلَى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوهَا ذَرُونَا نَتَّبِعْكُمْ يُرِيدُونَ أَنْ يُبَدِّلُوا كَلامَ اللَّهِ قُلْ لَنْ تَتَّبِعُونَا كَذَلِكُمْ قَالَ اللَّهُ مِنْ قَبْلُ

Orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kalian berangkat untuk mengambil barang rampasan. (Al-Fath: 15), hingga akhir ayat.

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ

Karena itu. duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang. (At-Taubah: 83)

Ibnu Abbas mengatakan yang dimaksud dengan al-khalifin ialah kaum lelaki yang tetap tinggal di tempatnya, tidak ikut berperang.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Karena itu, duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang. (At-Taubah: 83) Menurutnya, makna yang dimaksud ialah bersama-sama kaum wanita.

Tetapi Ibnu Jarir memberikan komentarnya bahwa apa yang dikatakan oleh Qatadah ini kurang lurus, karena jamak wanita tidak dapat dibentuk dengan huruf ya dan nun. Sekiranya yang dimaksudkan adalah kaum wanita, niscaya akan disebutkan menjadi al-khawalif atau al-khalifat, yakni duduklah kalian bersama-sama kaum wanita yang tidak ikut perang. Ibnu Jarir men-tarjih-kan pendapat Ibnu Abbas r.a.


وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰٓ أَحَدٍۢ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًۭا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِۦٓ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ فَٰسِقُونَ 84

(84) Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.

(84) 

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya agar berlepas diri dari orang-orang munafik, jangan menyalatkan jenazah seorang pun dari mereka yang mati, dan janganlah berdiri di kuburnya untuk memohonkan ampun baginya atau berdoa untuknya; karena sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam kekafirannya.

Hal ini merupakan hukum yang bersifat umum berlaku terhadap setiap orang yang telah dikenal kemunafikannya, sekalipun penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, pemimpin orang-orang munafik.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عُبَيد بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي أُسَامَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عمر قَالَ: لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ أُبَيٍّ -جَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ أَنْ يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ يُكَفِّن فِيهِ أَبَاهُ، فَأَعْطَاهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ عُمَرُ فَأَخَذَ بِثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تُصَلِّي عَلَيْهِ وَقَدْ نَهَاكَ رَبُّكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَيْهِ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللَّهُ فَقَالَ: اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ وَسَأَزِيدُهُ عَلَى السَّبْعِينَ". قَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ! قَالَ: فَصَلَّى عَلَيْهِ [رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، آيَةَ: وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Isma'il, dari Abu Usamah, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ketika Abdulah ibnu Ubay mati, maka anaknya yang juga bernama Abdullah datang menghadap Rasulullah Saw. dan meminta baju gamis Rasul Saw. untuk dipakai sebagai kain kafan ayahnya. Maka Rasulullah Saw. memberikan baju gamisnya kepada Abdullah. Kemudian Abdullah meminta kepada Rasul Saw. untuk menyalatkan jenazah ayahnya. Maka Rasulullah Saw. bangkit untuk menyalatkannya. Tetapi Umar bangkit pula dan menarik baju Rasulullah Saw. seraya berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan jenazahnya, padahal Tuhanmu telah melarangmu menya­latkannya?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah hanya memberiku pilihan. Dia telah berfirman “Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka.” Dan aku akan melakukannya lebih dari tujuh puluh kali. Umar berkata, "Dia orang munafik." Tetapi Rasulullah Saw. tetap menyalatkannya. Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abu Usamah Hammad ibnu Usamah dengan sanad yang sama.

Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Ibrahim ibnul Munzir, dari Anas ibnu Iyad, dari Ubaidillah (yakni Ibnu Umar Al-Umari) dengan sanad yang sama. Antara lain disebutkan bahwa Nabi Saw. tetap menyalatkannya, maka kami (para sahabat) ikut salat bersamanya, lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Ubaidillah dengan sanad yang sama.

Imam Ahmad telah meriwayatkan hal yang semisal dengan hadis ini melalui hadis Umar ibnul Khattab juga. Untuk itu, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq; telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab r.a. mengatakan, "Ketika Abdullah ibnu Ubay mati, Rasulullah Saw. diun­dang untuk ikut menyalatkan jenazahnya. Maka Rasulullah Saw. bangkit untuk menyalatkannya. Ketika beliau berdiri di hadapan jenazah itu dengan maksud akan menyalatkannya, maka aku (Umar) berpindah tempat hingga aku berdiri di depan dadanya, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan musuh Allah —si Abdullah ibnu Ubay— ini yang telah melakukan hasutan pada hari anu dan hari anu?' seraya menyebutkan bilangan hari-hari yang telah dilakukannya. Rasulullah Saw. hanya tersenyum, hingga ketika aku mendesaknya terus, maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Minggirlah dariku, hai Umar. Sesungguhnya aku disuruh memilih, maka aku memilih. Allah telah berfirman kepadaku: Kamu mohonkan ampun bagi mereka. (At-Taubah: 8), hingga akhir ayat. Seandainya aku mengetahui bahwa jika aku melakukannya lebih dari tujuh puluh kali, lalu mendapat ampunan, niscaya aku akan menambah­kannya.' Kemudian Rasulullah Saw. menyalatkannya, berjalan mengiringi jenazahnya, dan berdiri di kuburnya hingga selesai dari pengebumiannya. Umar berkata, 'Saya sendiri merasa aneh mengapa kali ini saya berani berbuat demikian kepada Rasulullah Saw. Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Tetapi tidak lama kemudian turunlah ayat berikut,' yaitu firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang-pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat. Sesudah itu Rasulullah Saw. tidak pernah lagi menyalatkan jenazah orang munafik, tidak pula berdiri di kuburnya hingga beliau wafat."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Tirmuzi di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Bukhari meriwayatkannya dari Yahya ibnu Bukair, dari Al-Lais, dari Aqil, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama, lalu disebutkan hal yang semisal. Antara lain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Minggirlah dariku, hai Umar." Ketika Umar mendesaknya terus, maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku disuruh memilih, maka aku memilih. Dan seandainya aku mengetahui bahwa bila aku memohonkan ampun baginya lebih dari tujuh puluh kali diampuni baginya, niscaya aku akan menambahkannya. Lalu Rasulullah Saw. menyalatkannya. Setelah itu beliau pergi, dan tidak lama kemudian turunlah dua ayat dari surat Al-Bara’ah (At-Taubah) yang dimulai dari firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat berikutnya. Umar berkata, "Sesudah itu saya merasa heran mengapa saya begitu berani terhadap Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. jelas lebih mengetahui."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Ibnuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika Abdullah ibnu Ubay meninggal dunia, maka anaknya datang menghadap kepada Nabi Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau jika tidak mendatanginya, maka kami tetap akan merasa kecewa karenanya." Maka Nabi Saw. datang dan menjumpai jenazahnya telah dimasukkan ke dalam liang kuburnya. Rasul Saw. bersabda, "Mengapa kalian tidak mengundangku sebelum kalian memasukkannya ke dalam liang kubur?" Lalu jenazahnya dikeluarkan dari liang kubur, dan Rasul Saw. meludahinya dari bagian atas hingga telapak kakinya, lalu memakaikan baju gamis yang dipakainya kepada jenazah itu.

Imam Nasai meriwayatkannya dari Abu Daud Al-Harrani, dari Ya'la ibnu Ubaid, dari Abdul Malik (yaitu Ibnu Abu Sulaiman) dengan sanad yang sama.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr yang telah mendengar Jabir ibnu Abdullah menceritakanJiadis berikut, bahwa Nabi Saw. datang kepada jenazah Abdullah ibnu Ubay sesudah dimasukkan ke dalam kuburnya. Beliau memerintahkan agar dikeluarkan, maka jenazah itu dikeluarkan. Kemudian Rasulullah Saw. meletakkannya di atas kedua lututnya dan meludahinya serta memakai­kan baju gamisnya kepada jenazah itu.

Imam Muslim dan Imam Nasai telah meriwayatkannya pula melal ui berbagai jalur dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

Imam Abu Bakar Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Mujalid, telah menceritakan kepada kami Amir. telah menceritakan kepada kami Jabir. Dan telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Migra Ad-Dausi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika pemimpin orang-orang munafik mati —menurut Yahya ibnu Sa'id disebutkan— di Madinah, sebelumnya ia berwasiat minta disalatkan oleh Nabi Saw. Maka anaknya datang menghadap Nabi Saw. dan berkata, "Sesungguhnya ayahku telah berwasiat bahwa ia minta agar dikafani dengan baju gamismu." Teks ini ada pada hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Migra. Yahya dalam hadisnya mengatakan.”Lalu Nabi Saw. menyalatkannya dan memakaikan baju gamisnya kepada jenazah itu." Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Dalam riwayatnya Abdur Rahman menambahkan bahwa Nabi Saw. menanggalkan baju gamisnya, kemudian memberikannya kepada anak pemimpin munafik itu, lalu beliau berangkat dan menyalatkannya serta berdiri di kuburnya. Setelah beliau pergi dari tempat itu, datanglah Malaikat Jibril menyampaikan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Sanad hadis ini tidak ada masalah, hadis yang sebelumnya menjadi syahid yang menguatkannya.

Imam Abu Ja'far At-Jabari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq. telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas. bahwa Rasulullah Saw. bermaksud menyalatkan jenazah Abdullah ibnu Ubay. Maka Malaikat Jibril memegang bajunya dan berkata menyampaikan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Al-Hafiz Abu Ya'la di dalam kitab Musnad-nya telah meriwayatkannya melalui hadis Yazid Ar-Raqqasyi, tetapi dia orangnya daif.

Qatadah mengatakan bahwa Abdullah ibnu Ubay ketika sedang sakit keras mengirimkan utusannya kepada Rasulullah Saw. untuk mengun­dangnya. Ketika Nabi Saw. masuk menemuinya, maka Nabi Saw bersabda, "Cintamu kepada agama Yahudi membinasakan dirimu." Abdullah ibnu Ubay berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengundangmu untuk memohonkan ampun bagiku, dan aku tidak mengundangmu untuk menegurku." Kemudian Abdullah meminta kepada Nabi Saw. agar baju gamis Nabi Saw. diberikan kepadanya untuk ia pakai sebagai kain kafan. Lalu Nabi Saw. memberikannya. Setelah Abdullah ibnu Ubay mati, Nabi Saw. menyalatkannya dan berdiri di kuburnya (mendoakannya). Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat.

Sebagian ulama Salaf menyebutkan, "Sesungguhnya Nabi Saw. mau memberikan baju gamisnya kepada Abdullah ibnu Ubay karena Abdullah ibnu Ubay pernah memberikan baju gamisnya kepada Al-Abbas —paman Nabi Saw.— di saat datang ke Madinah. Saat itu Nabi Saw. mencari baju gamis yang sesuai dengan ukuran tubuh paman­nya, tetapi tidak menemukannya kecuali pakaian Abdullah ibnu Ubay, karena Abdullah ibnu Ubay sama tinggi dan besarnya dengan Al-Abbas. Maka Rasulullah Saw. melakukan hal itu sebagai balas jasa kepadanya. Sesudah itu —yakni sesudah turunnya ayat ini— Rasulullah Saw. tidak lagi menyalatkan jenazah seorang pun dari orang-orang munafik yang mati, tidak pula berdiri di kuburnya."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Qatadah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila diundang untuk menghadiri jenazah, terlebih dahulu menanyakan tentangnya. Jika orang-orang menyebutnya dengan sebutan memuji karena baik, maka beliau bangkit dan mau menyalatkannya. Tetapi jika keadaan jenazah itu adalah sebaliknya, maka beliau Saw. hanya bersabda, "Itu terserah kalian," dan beliau tidak mau menyalatkannya.

Disebutkan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab tidak mau menyalatkan jenazah orang yang tidak dikenalnya, kecuali bila Huzaifah ibnul Yaman mau menyalatkannya, maka barulah ia mau menyalatkannya; karena Huzaifah ibnul Yaman mengetahui satu per satu dari orang-orang munafik itu, Nabi Saw. telah menceritakan hal itu kepadanya. Oleh sebab itu, Huzaifah ibnul Yaman diberi julukan sebagai pemegang rahasia yang tidak diketahui oleh sahabat lainnya.

Abu Ubaid di dalam Kitabul Garib mengatakan sehubungan dengan hadis Umar, bahwa ia pernah hendak menyalatkan jenazah seorang lelaki, tetapi Huzaifah menjentiknya seakan-akan bermaksud mencegahnya supaya jangan menyalatkan jenazah orang itu. Kemudian diriwayatkan dari sebagian ulama bahwa istilah al-mirz yang disebutkan dalam hadis ini ialah menjentik dengan ujung jari.

Setelah Allah Swt. melarang menyalatkan jenazah orang-orang munafik dan berdiri di kubur mereka untuk memohonkan ampun bagi mereka, maka perbuatan seperti itu terhadap orang-orang mukmin merupakan amal taqarrub yang paling besar, yakni melakukan kebalikannya; dan pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah, seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab Sahih dan kitab-kitab hadis yang lainnya melalui hadis Abu Hurairah r.a. yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"مَنْ شَهِدَ الْجِنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ". قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: "أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ"

Barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirat; dan barang siapa yang menyaksikannya hingga mengebumikannya, maka baginya pahala dua qirat. Ketika ditanyakan, "Apakah dua qirat itu?" Maka Nabi Saw. bersabda, "Yang paling kecil di antara keduanya besarnya sama dengan Bukit Uhud."

Adapun mengenai berdiri di kubur orang mukmin yang meninggal dunia. maka Imam Abu Daud menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibnu Musa Ar-Razi telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Abdullah ibnu Buhair, dari Hani' (yaitu Abu Sa'id Al-Bariri maula Usman ibnu Affan) dari Usman ibnu Affan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila telah selesai dari menge­bumikan jenazah, maka beliau berdiri di kuburannya dan bersabda:

"اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ".

Mohonkanlah ampun bagi saudara kalian, dan mintakanlah keteguhan buatnya, karena sesungguhnya sekarang ia akan ditanyai.

Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Abu Daud.


وَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَٰلُهُمْ وَأَوْلَٰدُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُعَذِّبَهُم بِهَا فِى ٱلدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنفُسُهُمْ وَهُمْ كَٰفِرُونَ 85

(85) Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.

(85) 

Tafsir ayat yang semisal dengan ayat ini telah diketengahkan sebelum­nya.


وَإِذَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَجَٰهِدُوا۟ مَعَ رَسُولِهِ ٱسْتَـْٔذَنَكَ أُو۟لُوا۟ ٱلطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا۟ ذَرْنَا نَكُن مَّعَ ٱلْقَٰعِدِينَ 86

(86) Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk".

(86) 

Allah Swt. berfirman mengingkari dan mencela orang-orang yang tidak ikut berjihad dan enggan melakukannya, padahal berkemampuan dan mempunyai keluasan serta biaya untuk itu. Lalu mereka meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk tidak ikut dan diperbolehkan duduk di tempat tinggalnya. Mereka mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:

ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ

Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk. (At-Taubah: 86)

Mereka rela diri mereka beroleh keaiban karena duduk di negeri, tidak ikut berperang bersama-sama kaum wanita, setelah pasukan kaum muslim berangkat. Dan apabila peperangan terjadi, maka mereka adalah orang yang paling pengecut. Apabila keadaan telah aman, maka mereka adalah orang-orang yang paling banyak bicara. Perihal mereka ini di­sebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:

فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ

Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu me­mandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam. (Al-Ahzab: 19)

Maksudnya, lisan mereka berhamburan mengeluarkan kata-kata yang tajam bila situasi dalam keadaan aman, tetapi dalam peperangan mereka adalah orang yang sangat pengecut. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh seorang penyair:

أَفِي السِّلْمِ أَعْيَارًا جفَاءً وَغلْظَةً ... وَفي الحَرْب أشباهُ النّسَاءِ العَوارِكِ

Apakah dalam situasi aman mereka gemar mencela, kasar, dan keras; sedangkan dalam keadaan situasi perang mereka lebih mirip dengan kaum wanita yang penakut?

Allah Swt. berfirman dalam ayat lainnya menggambarkan sifat orang-orang munafik itu:

وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نزلَتْ سُورَةٌ فَإِذَا أُنزلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَأَوْلَى لَهُمْ طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَعْرُوفٌ فَإِذَا عَزَمَ الأمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ

Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tidak diturun­kan suatu surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (Muhammad: 2-21)

*******************

Mengenai firman Allah Swt. berikut ini:

وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ

Dan hati mereka telah dikunci mati (At-Taubah : 87)

Hal itu disebabkan mereka membangkang, tidak mau berjihad dan tidak mau berangkat berperang bersama Rasulullah Saw. di jalan Allah.

فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ

maka mereka tidak mengetahui. (At-Taubah: 87)

Yakni tidak mengerti apa yang mengandung kemaslahatan bagi diri mereka yang karenanya lalu mereka mengerjakannya. Mereka tidak pula mengetahui apa yang membahayakan diri mereka, yang karenanya lalu mereka menghindarinya.