2 - البقرة - Al-Baqara
The Cow
Medinan
ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًۭا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ ٱلْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ 146
(146) Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.
(146)
Allah Swt. memberitahukan bahwa ulama Ahli Kitab mengenal kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka, sebagaimana seseorang dari mereka mengenal anaknya sendiri. Orang-orang Arab biasa membuat perumpamaan seperti ini untuk menunjukkan pengertian pengenalan yang sempurna.
Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada seorang lelaki yang bersama anaknya:
ابْنُكُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَشْهَدُ بِهِ. قَالَ: أَمَا إِنَّهُ لَا يَجْنِي عَلَيْكَ وَلَا تجْنِي عَلَيْهِ
Apakah ini adalah anakmu? Si lelaki menjawab, Benar, wahai Rasulullah, aku bersaksi bahwa dia adalah anakku. Rasulullah Saw. bersabda, Ingatlah, sesungguhnya dia tidak samar kepadamu dan kamu tidak samar kepadanya.
Al-Qurtubi mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Salam, Apakah engkau dahulu mengenal Muhammad sebagaimana engkau mengenal anakmu sendiri? Abdullah ibnu Salam menjawab, Ya, dan bahkan lebih dari itu; malaikat yang dipercaya turun dari langit kepada orang yang dipercaya di bumi seraya membawa keterangan mengenai sifat-sifatnya. Karena itu, aku dapat mengenalnya, tetapi aku tidak mengetahui seperti apa yang diketahui oleh ibunya.
Menurut kami, firman-Nya berikut ini:
يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
Mereka mengenalnya (Muhammad) sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri. (Al-Baqarah:146)
Dapat diartikan bahwa mereka mengenal Nabi Muhammad Saw. seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri di antara anak-anak manusia lainnya. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang bimbang dan ragu dalam mengenal anaknya sendiri jika dia melihatnya di antara anak-anak orang lain.
Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa sekalipun mereka mengetahui kenyataan ini dengan pengenalan yang yakin, tetapi mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran ini. Dengan kata lain, mereka menyembunyikan apa yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. dari pengetahuan umum, padahal mereka mengetahuinya, seperti yang disebutkan oleh firman selanjutnya:
وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (Al-Baqarah:146)
Kemudian Allah Swt. mengukuhkan kedudukan Nabi-Nya dan kaum mukmin serta memberitahukan kepada mereka bahwa apa yang dibawa oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak, tiada keraguan di dalamnya dan tiada pula kebimbangan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah:147)
ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ 147
(147) Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
(147)
Kemudian Allah Swt. mengukuhkan kedudukan Nabi-Nya dan kaum mukmin serta memberitahukan kepada mereka bahwa apa yang dibawa oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak, tiada keraguan di dalamnya dan tiada pula kebimbangan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah:147)
وَلِكُلٍّۢ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا۟ يَأْتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ 148
(148) Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(148)
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian 'tiap-tiap umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya' ialah semua pemeluk agama. Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat yang diridai oleh Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, hai umat Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat yang sesungguhnya.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi hal yang semisal dengan pendapat Abul Aliyah tadi.
Mujahid mengatakan dalam riwayat yang lain —begitu pula Al-Hasaiy— bahwa Allah memerintahkan kepada semua kaum agar salat menghadap ke arah Ka'bah.
Ibnu Abbas, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Ibnu Amir membaca ayat ini dengan bunyi walikullin wajhatun huwa muwallaha (Bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang diperintahkan oleh Dia (Allah) agar mereka menghadap kepadanya). Ayat ini serupa maknanya dengan firman-Nya:
لِكُلٍّ جَعَلْنا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهاجاً وَلَوْ شاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً واحِدَةً وَلكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْراتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً
Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kalian semuanya. (Al-Maidah:48)
Dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Di mana saja kalian berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah:148)
Yakni Dia berkuasa untuk menghimpun kalian dari muka bumi, sekalipun jasad dan tubuh kalian bercerai-berai.
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۖ وَإِنَّهُۥ لَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ 149
(149) Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
(149)
Apa yang disebutkan oleh ayat ini adalah perintah yang ketiga dari Allah Swt. yang memerintahkan agar semuanya dari berbagai penjuru dunia menghadap ke arah kiblat.
Mufassirin berbeda pendapat mengenai hikmah yang terkandung di dalam pengulangan sebanyak tiga kali ini. Menurut suatu pendapat, hal ini merupakan taukid (pengukuhan), mengingat ia merupakan permulaan nasikh yang terjadi di dalam Islam, menurut apa yang di-nas-kan oleh Ibnu Abbas dan lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain bahkan hal ini merupakan tahapan dari berbagai keadaan. Tahapan yang pertama ditujukan kepada orang yang menyaksikan Ka'bah, tahapan yang kedua ditujukan kepada orang yang berada di dalam kota Mekah tetapi tidak melihat Ka'bah, dan tahapan yang ketiga ditujukan bagi orang yang berada di kota-kota lainnya. Demikianlah menurut pengarahan yang diketengahkan oleh Fakhrud Din Ar-Razi.
Menurut Al-Qurtubi, tahapan yang pertama ditujukan kepada orang yang berada di dalam kota Mekah, tahapan yang kedua ditujukan kepada orang yang tinggal di kota-kota lainnya, sedangkan tahapan yang ketiga ditujukan kepada orang yang berada di dalam perjalanannya. Demikianlah menurut apa yang ditarjihkan oleh Imam Qurtubi dalam jawabannya.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya yang demikian itu dikemukakan hanyalah karena ia berkaitan dengan konteks yang sebelum dan yang sesudahnya. Pada awalnya Allah Swt. berfirman:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah:144)
Sampai dengan firman-Nya:
وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah:144)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan tentang permintaan Nabi Saw. yang dikabulkan-Nya dan Allah memerintahkannya untuk menghadap ke arah kiblat yang disukainya. Kemudian dalam tahapan yang kedua Allah Swt. berfirman:
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah:149)
Maka Allah Swt. menyebutkan bahwa perintah tersebut adalah kebenaran yang datang dari Allah. Pada tahapan pertama disebutkan bahwa kiblat Ka'bah tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Rasul Saw. sendiri, dan padanya disebutkan bahwa hal tersebut merupakan kebenaran yang disukai dan diridai Allah pula.
Kemudian dalam tahapan yang ketiga disebutkan suatu hikmah yang mematahkan hujah orang-orang yang menentangnya dari kalangan orang-orang Yahudi, yaitu mereka yang memprotes masalah Rasul Saw. yang menghadap ke arah kiblat mereka, padahal mereka mengetahui melalui kitab-kitab mereka bahwa kelak Rasul Saw. akan dipalingkan ke arah kiblat Nabi Ibrahim a.s., yaitu ke Ka'bah. Demikian pula terpatahkan hujah orang-orang musyrik Arab ketika Rasu-lullah Saw. dipalingkan dari kiblat orang-orang Yahudi ke kiblat Nabi Ibrahim a.s., yaitu kiblat yang lebih mulia daripada kiblat Yahudi. Mereka mengagungkan Ka'bah dan merasa takjub dengan menghadap-nya Rasul ke arah Ka'bah.
Menurut pendapat yang lain tidak demikian alasan hikmah yang terkandung dalam pengulangan ini, seluruhnya dikemukakan oleh Ar-Razi dan lain-lainnya dengan bahasan yang terinci.
***********
Firman Allah Swt.:
لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ
Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah:15)
Yang dimaksud dengan manusia adalah Ahli Kitab, karena sesungguhnya mereka mengetahui bahwa salah satu dari sifat umat ini ialah menghadap ke arah Ka'bah dalam ibadahnya. Apabila umat ini (Nabi Saw.) tidak mempunyai sifat tersebut, barangkali mereka (Ahli Kitab) akan menjadikannya sebagai senjata buat menghujah orang-orang muslim. Agar mereka tidak menghujah kaum muslim pula, karena kaum muslim mempunyai kiblat yang sesuai dengan kiblat mereka, yaitu Baitul Maqdis. Hal ini jelas.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah:15) Yang dimaksud dengan manusia dalam ayat ini ialah kaum Ahli Kitab. yaitu di kala mereka mengatakan.”Muhammad telah dipalingkan ke arah Ka'bah.” Mereka mengatakan pula, Lelaki ini merindukan rumah ayahnya dan agama kaumnya.
Tersebutlah bahwa hujah mereka terhadap Nabi Saw. ialah berpalingnya Nabi Saw. ke arah Baitul Haram, lalu mereka mengatakan, Kelak dia akan kembali lagi kepada agama kita, sebagaimana dia kembali lagi kepada kiblat kita.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan As-Saddi hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. (Al-Baqarah:15) Menurut mereka, yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim di antara mereka adalah orang-orang musyrik Quraisy. Salah seorang dari mereka menghipotesiskan hujah orang-orang yang zalim itu, padahal hujah mereka dapat dipatahkan. Mereka mengatakan, Sesungguhnya lelaki ini menduga bahwa dirinya berada dalam agama Nabi Ibrahim. Maka jika dia menghadap ke arah Baitul Maqdis karena memeluk agama Nabi Ibrahim, lalu mengapa dia berpaling darinya? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa Allah Swt. memerintahkannya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis pada mulanya karena hikmah yang tertentu, lalu Nabi Saw. menaati Tuhannya dalam hal tersebut. Setelah itu Allah memalingkannya ke arah kiblat Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah; maka beliau menjalankan pula perintah Allah Swt. dalam hal tersebut. Nabi Saw. dalam semua keadaannya selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah menyimpang dari perintah Allah barang sekejap pun, dan umatnya berjalan mengikuti jejaknya.
************
Firman Allah Swt.:
فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي
Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kalian kepada-Ku. (Al-Baqarah:15)
Artinya, janganlah kalian merasa takut terhadap tuduhan yang dilancarkan oleh orang-orang zalim yang ingkar itu, dan takutlah kalian hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya Allah Swt. lebih berhak untuk ditakuti.
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَلأتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ
Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian. (Al-Baqarah:15)
di-ataf-kan kepada firman-Nya:
لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ
Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah:15)
Dengan kata lain, Aku akan menyempurnakan kepada kalian nikmat-Ku, yaitu dengan mensyariatkan kepada kalian agar menghadap ke arah Ka'bah, agar syariat yang kalian jalani merupakan syariat yang paling sempurna dari segala seginya.
وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan supaya kalian mendapat petunjuk. (Al-Baqarah:15)
Yakni agar kalian tidak sesat seperti apa yang dialami oleh umat-umat terdahulu dari apa yang telah Kami tunjukkan kepada kalian dan Kami khususkan hal itu buat kalian. Karena itu, maka umat ini merupakan umat yang paling mulia dan paling utama.
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَٱخْشَوْنِى وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِى عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ 150
(150) Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.
(150)
Firman Allah Swt.:
لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ
Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah:15)
Yang dimaksud dengan manusia adalah Ahli Kitab, karena sesungguhnya mereka mengetahui bahwa salah satu dari sifat umat ini ialah menghadap ke arah Ka'bah dalam ibadahnya. Apabila umat ini (Nabi Saw.) tidak mempunyai sifat tersebut, barangkali mereka (Ahli Kitab) akan menjadikannya sebagai senjata buat menghujah orang-orang muslim. Agar mereka tidak menghujah kaum muslim pula, karena kaum muslim mempunyai kiblat yang sesuai dengan kiblat mereka, yaitu Baitul Maqdis. Hal ini jelas.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah:15) Yang dimaksud dengan manusia dalam ayat ini ialah kaum Ahli Kitab. yaitu di kala mereka mengatakan.”Muhammad telah dipalingkan ke arah Ka'bah.” Mereka mengatakan pula, Lelaki ini merindukan rumah ayahnya dan agama kaumnya.
Tersebutlah bahwa hujah mereka terhadap Nabi Saw. ialah berpalingnya Nabi Saw. ke arah Baitul Haram, lalu mereka mengatakan, Kelak dia akan kembali lagi kepada agama kita, sebagaimana dia kembali lagi kepada kiblat kita.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan As-Saddi hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. (Al-Baqarah:15) Menurut mereka, yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim di antara mereka adalah orang-orang musyrik Quraisy. Salah seorang dari mereka menghipotesiskan hujah orang-orang yang zalim itu, padahal hujah mereka dapat dipatahkan. Mereka mengatakan, Sesungguhnya lelaki ini menduga bahwa dirinya berada dalam agama Nabi Ibrahim. Maka jika dia menghadap ke arah Baitul Maqdis karena memeluk agama Nabi Ibrahim, lalu mengapa dia berpaling darinya? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa Allah Swt. memerintahkannya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis pada mulanya karena hikmah yang tertentu, lalu Nabi Saw. menaati Tuhannya dalam hal tersebut. Setelah itu Allah memalingkannya ke arah kiblat Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah; maka beliau menjalankan pula perintah Allah Swt. dalam hal tersebut. Nabi Saw. dalam semua keadaannya selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah menyimpang dari perintah Allah barang sekejap pun, dan umatnya berjalan mengikuti jejaknya.
************
Firman Allah Swt.:
فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي
Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kalian kepada-Ku. (Al-Baqarah:15)
Artinya, janganlah kalian merasa takut terhadap tuduhan yang dilancarkan oleh orang-orang zalim yang ingkar itu, dan takutlah kalian hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya Allah Swt. lebih berhak untuk ditakuti.
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَلأتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ
Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian. (Al-Baqarah:15)
di-ataf-kan kepada firman-Nya:
لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ
Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah:15)
Dengan kata lain, Aku akan menyempurnakan kepada kalian nikmat-Ku, yaitu dengan mensyariatkan kepada kalian agar menghadap ke arah Ka'bah, agar syariat yang kalian jalani merupakan syariat yang paling sempurna dari segala seginya.
وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan supaya kalian mendapat petunjuk. (Al-Baqarah:15)
Yakni agar kalian tidak sesat seperti apa yang dialami oleh umat-umat terdahulu dari apa yang telah Kami tunjukkan kepada kalian dan Kami khususkan hal itu buat kalian. Karena itu, maka umat ini merupakan umat yang paling mulia dan paling utama.
كَمَآ أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًۭا مِّنكُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا۟ تَعْلَمُونَ 151
(151) Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
(151)
Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu diutus-Nya seorang Rasul —yakni Nabi Muhammad Saw.— untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang jelas; menyucikan serta membersihkan mereka dari akhlak-akhlak yang rendah, jiwa-jiwa yang kotor, dan perbuatan-perbuatan Jahiliah; mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, mengajarkan kepada mereka Al-Qur'an dan sunnah, serta mengajarkan kepada mereka banyak hal yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Di zaman Jahiliah mereka hidup dalam kebodohan yang menyesatkan. Akhirnya berkat barakah risalah Nabi Saw. dan misi yang diembannya, mereka menjadi orang-orang yang dikasihi oleh Allah, berwatak sebagai ulama, dan menjadi orang-orang yang berilmu paling mendalam, memiliki hati yang suci, paling sedikit bebannya, dan paling jujur ungkapannya.
Allah Swt. berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka. (Ali Imran:164), hingga akhir ayat.
Allah Swt. mencela orang yang tidak menghargai nikmat ini. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْراً وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دارَ الْبَوارِ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? (Ibrahim:28)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan nikmat ini ialah nikmat yang berupa diutus-Nya Nabi Muhammad Saw. kepada mereka. Karena itulah maka Allah menyerukan kepada orang-orang mukmin agar mengakui nikmat ini dan membalasnya dengan banyak berzikir menyebut asma-Nya dan bersyukur kepada-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah:152)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian. (Al-Baqarah:151) Yakni sebagaimana Aku telah melimpahkan nikmat kepada kalian, maka ingatlah kalian kepada-Ku.
Abdullah ibnu Wahb meriwayatkan dari Hisyam ibnu Sa'id, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Nabi Musa pernah berkata, Wahai Tuhan-ku, bagaimana aku bersyukur kepada-Mu? Tuhan berfirman kepadanya, Ingatlah Aku dan jangan kamu lupakan Aku. Maka apabila kamu ingat kepada-Ku, berarti kamu telah bersyukur kepada-Ku. Apabila kamu lupa kepada-Ku, berarti kamu ingkar kepada-Ku.
Al-Hasan Al-Basri, Abul Aliyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Allah Swt. selalu mengingat orang yang ingat kepada-Nya, memberikan tambahan nikmat kepada orang yang bersyukur kepada-Nya, dan mengazab orang yang ingkar terhadap-Nya.
Salah seorang ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya:
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ
Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. (Ali Imran:12)
Bahwa makna yang dimaksud ialah hendaknya kita taat kepada-Nya dan tidak durhaka terhadap-Nya, selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya, selalu bersyukur kepada-Nya dan tidak ingkar terhadap-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Saidalani, telah menceritakan kepada kami Makhul Al-Azdi yang mengatakan asar berikut, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, Bagaimanakah menurutmu tentang orang yang membunuh jiwa, peminum khamr, pencuri, dan pezina yang selalu ingat kepada Allah, sedangkan Allah Swt. telah berfirman: 'Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian ' (Al-Baqarah:152)? Ibnu Umar menjawab, Apabila Allah mengingat orang ini, maka Dia mengingatnya melalui laknat-Nya hingga dia diam.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian. (Al-Baqarah:152) Makna yang dimaksud ialah: Ingatlah kalian kepada-Ku dalam semua apa yang telah Kufardukan atas kalian, maka niscaya Aku akan mengingat kalian dalam semua apa yang Aku wajibkan bagi kalian atas diri-Ku.
Menurut Sa'id ibnu Jubair artinya: Ingatlah kalian kepada-Ku dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku selalu ingat kepada kalian dengan magfirah (ampunan)-Ku. Menurut riwayat yang lain disebutkan dengan rahmat-Ku.
Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian. (Al-Baqarah:152) Disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah 'ingat Allah kepada kalian jauh lebih banyak daripada ingat kalian kepada-Nya'.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُ
Allah Swt. berfirman, Barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam diri-Ku; dan barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam golongan yang lebih baik daripada golongannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنْ ذَكَرْتَنِي فِي نَفْسِكَ ذَكَرْتُكَ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرْتَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُكَ، فِي مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ -أَوْ قَالَ: [فِي] مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ -وَإِنْ دَنَوْتَ مِنِّي شِبْرًا دَنَوْتُ مِنْكَ ذِرَاعًا، وَإِنْ دَنَوْتَ مِنِّي ذِرَاعًا دَنَوْتُ مِنْكَ بَاعًا، وَإِنْ أَتَيْتَنِي تَمْشِي أَتَيْتُكَ أُهَرْوِلُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, Hai anak Adam, jika kamu ingat kepada-Ku di dalam dirimu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam diri-Ku. Dan jika kamu mengingat-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam golongan dari kalangan para malaikat -atau beliau Saw. bersabda, 'Di dalam golongan yang lebih baik dari golonganmu'-. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal, niscaya Aku mendekat kepadamu satu hasta. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu hasta, niscaya Aku mendekat kepadamu satu depa. Dan jika kamu datang kepada-Ku jalan kaki, niscaya Aku datang kepadamu dengan berlari kecil.
Sanad hadis ini sahih, diketengahkan oleh Imam Bukhari melalui hadis Qatadah yang di dalamnya disebutkan bahwa Qatadah mengatakan, Makna yang dimaksud dari keseluruhannya ialah rahmat Allah lebih dekat kepadanya.
************
Firman Allah Swt.:
وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah:152)
Allah Swt. memerintahkan bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (Ibrahim:7)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْفُضَيْلِ بْنِ فَضَالَةَ -رَجُلٍ مِنْ قَيْسٍ- حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ وَعَلَيْهِ مطْرف مِنْ خَزٍّ لَمْ نَرَهُ عَلَيْهِ قَبْلَ ذَلِكَ وَلَا بَعْدَهُ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى خَلْقِهِ. وَقَالَ رَوْحٌ مَرَّةً: عَلَى عَبْدِهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Fudail ibnu Fudalah (seorang lelaki dari kalangan Bani Qais), telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Ataridi yang mengatakan bahwa Imran Ibnu Husain keluar menemui kami memakai jubah kain sutra campuran yang belum pernah kami lihat dia memakainya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa dianugerahi suatu nikmat oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukai bila melihat penampilan dari nikmat yang telah Dia berikan kepada makhluk-Nya. Dan adakalanya Rauh mengatakan 'kepada hamba-Nya.
فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ 152
(152) Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(152)
Firman Allah Swt.:
وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah:152)
Allah Swt. memerintahkan bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (Ibrahim:7)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْفُضَيْلِ بْنِ فَضَالَةَ -رَجُلٍ مِنْ قَيْسٍ- حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ وَعَلَيْهِ مطْرف مِنْ خَزٍّ لَمْ نَرَهُ عَلَيْهِ قَبْلَ ذَلِكَ وَلَا بَعْدَهُ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى خَلْقِهِ. وَقَالَ رَوْحٌ مَرَّةً: عَلَى عَبْدِهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Fudail ibnu Fudalah (seorang lelaki dari kalangan Bani Qais), telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Ataridi yang mengatakan bahwa Imran Ibnu Husain keluar menemui kami memakai jubah kain sutra campuran yang belum pernah kami lihat dia memakainya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa dianugerahi suatu nikmat oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukai bila melihat penampilan dari nikmat yang telah Dia berikan kepada makhluk-Nya. Dan adakalanya Rauh mengatakan 'kepada hamba-Nya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ 153
(153) Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(153)
Setelah Allah Swt. menerangkan perintah untuk bersyukur kepada-Nya, maka melalui ayat ini Dia menjelaskan perihal sabar dan hikmah yang terkandung di dalam masalah menjadikan sabar dan salat sebagai penolong serta pembimbing. Karena sesungguhnya seorang hamba itu adakalanya berada dalam kenikmatan, lalu ia mensyukurinya; atau berada dalam cobaan, lalu ia bersabar menanggungnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah hadis yang mengatakan:
عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ. لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ، فَشَكَرَ، كَانَ خَيْرًا لَهُ؛ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ فَصَبَرَ كَانَ خَيْرًا لَهُ
Mengagumkan perihal orang mukmin itu. Tidak sekali-kali Allah menetapkan suatu ketetapan baginya, melainkan hal itu baik belaka baginya. Jika dia mendapat kesenangan, maka bersyukurlah dia yang hal ini adalah lebih baik baginya; dan jika tertimpa kesengsaraan, maka bersabarlah dia yang hal ini adalah lebih baik baginya.
Allah Swt. menjelaskan bahwa sarana yang paling baik untuk menanggung segala macam cobaan ialah dengan sikap sabar dan banyak salat, seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّها لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Al-Baqarah:45)
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَه أَمْرٌ صَلَّى
Rasulullah Saw. apabila mendapat suatu cobaan, maka beliau mengerjakan salat.
Sabar itu ada dua macam, yaitu sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa, serta sabar dalam mengerjakan ketaatan dan amal-amal taqarrub. Jenis yang kedua inilah yang lebih utama, mengingat ia adalah tujuan utama. Adapun jenis sabar lainnya yaitu sabar dalam menanggung berbagai macam musibah dan cobaan, jenis ini pun hukumnya wajib; perihalnya sama dengan istigfar (memohon ampun) dari segala macam cela.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu: Sabar karena Allah dalam mengerjakan hal-hal yang disukai oleh Allah, sekalipun berat terasa oleh jiwa dan raga; dan sabar karena Allah dalam meninggalkan hal-hal yang dibenci oleh-Nya, sekalipun bertentangan dengan kehendak hawa nafsu sendiri. Barang siapa yang demikian keadaannya, maka dia termasuk orang-orang yang sabar, yaitu mereka yang beroleh keselamatan. Insya Allah.
Ali ibnul Husain Zainul Abidin mengatakan, apabila Allah menghimpun semua manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, maka terdengarlah suara seruan, Di manakah orang-orang sabar? Hendaklah mereka masuk ke surga sebelum ada hisab (tanpa hisab)! Maka bangkitlah segolongan manusia, lalu mereka bersua dengan para malaikat yang bertanya kepada mereka, Hendak ke manakah kalian, hai anak Adam? Mereka menjawab, Ke surga. Para malaikat bertanya, Sebelum ada hisab? Mereka menjawab, Ya. Para malaikat bertanya, Siapakah kalian? Mereka menjawab, Kami adalah orang-orang yang sabar. Para malaikat bertanya, Apakah sabar kalian? Mereka menjawab, Kami sabar dalam mengerjakan taat kepada Allah dan sabar dalam meninggalkan maksiat terhadap Allah, hingga Allah mewafatkan kami. Para malaikat berkata, Kalian memang seperti apa yang kalian katakan, sekarang masuklah kalian semua ke dalam surga, maka sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal adalah kalian.
Menurut kami, hal ini dapat dibuktikan dengan nas firman Allah Swt. yang mengatakan:
إِنَّما يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa hisab (batas). (Az-Zumar:1)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa sabar itu merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah atas apa yang menimpanya, dan ia jalani hal ini dengan penuh ketabahan karena mengharapkan pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya seorang lelaki itu berkeluh kesah, tetapi dia tabah dan tiada yang kelihatan dari dirinya melainkan hanya kesabaran semata.
**************
Firman Allah Swt.:
وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ
Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu. hidup. (Al-Baqarah:154)
Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa orang-orang yang mati syahid di alam barzakhnya dalam keadaan hidup, mereka diberi rezeki oleh Allah; seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih Muslim,
إِنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي حَوَاصِلِ طَيْرٍ خُضْرٍ تَسْرَحُ فِي الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مُعَلَّقة تَحْتَ الْعَرْشِ، فاطَّلع عَلَيْهِمْ رَبُّكَ اطِّلاعَة، فَقَالَ: مَاذَا تَبْغُونَ؟ فَقَالُوا: يَا رَبَّنَا، وَأَيُّ شَيْءٍ نَبْغِي، وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ؟ ثُمَّ عَادَ إِلَيْهِمْ بِمِثْلِ هَذَا، فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَا يُتْرَكُون مِنْ أَنْ يَسْأَلُوا، قَالُوا: نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّنَا إِلَى الدَّارِ الدُّنْيَا، فَنُقَاتِلَ فِي سَبِيلِكَ، حَتَّى نُقْتَلَ فِيكَ مَرَّةً أُخْرَى؛ لِمَا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ الشَّهَادَةِ -فَيَقُولُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ: إِنِّي كتبتُ أنَّهم إِلَيْهَا لَا يَرْجِعُونَ
bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut burung-burung hijau yang terbang di dalam surga ke mana saja yang mereka kehendaki. Kemudian burung-burung itu hinggap di lentera-lentera yang bergantung di bawah 'Arasy. Kemudian Tuhanmu menjenguk mereka, dalam sekali jengukan-Nya Dia berfirman, Apakah yang kalian inginkan? Mereka menjawab, Wahai Tuhan kami, apa lagi yang kami inginkan, sedangkan Engkau telah memberi kami segala sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun di antara makhluk-Mu? Kemudian Allah mengulangi hal itu terhadap mereka. Manakala mereka didesak terus dan tidak ada jalan lain kecuali mengemukakan permintaannya, akhirnya mereka berkata, Kami menginginkan agar Engkau mengembalikan kami ke dalam kehidupan di dunia, lalu kami akan berperang lagi di jalan-Mu hingga kami gugur lagi karena membela Engkau, mengingat mereka telah merasakan pahala dari mati syahid yang tak terperikan itu. Maka Tuhan berfirman, Sesungguhnya Aku telah memastikan bahwa mereka tidak dapat kembali lagi ke dunia (sesudah mereka mati).
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
عَنِ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ، عَنِ الْإِمَامِ مَالِكٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ تَعْلَقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ، حَتَّى يُرْجِعَهُ اللَّهُ إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ
dari Imam Syafii, dari Imam Malik, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Ka'b ib'nu Malik, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Roh orang mukmin itu merupakan burung yang hinggap di pepohonan surga, hingga Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari dia dibangkitkan.
Di dalam hadis ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa hal tersebut menyangkut semua orang mukmin lainnya, hanya saja arwah para syuhada secara khusus disebutkan di dalam Al-Qur'an sebagai penghormatan buat mereka dan memuliakan serta mengagungkan derajat mereka.