12 - يوسف - Yusuf
Joseph
Meccan
فَلَمَّآ أَن جَآءَ ٱلْبَشِيرُ أَلْقَىٰهُ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ فَٱرْتَدَّ بَصِيرًۭا ۖ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ 96
(96) Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya'qub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya'qub: "Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya".
(96)
Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-Basyir, " tukang pos. Menurut Mujahid dan As-Saddi, tukang pos itu adalah Yahuza ibnu Ya'qub. As-Saddi mengatakan bahwa sesungguhnya dialah yang membawa baju gamis Yusuf, karena dialah dahulu yang mendatangkan baju gamis Yusuf yang dilumuri dengan darah palsu. Maka Yahuza bermaksud ingin membersihkan kesalahan yang dahulu dengan perbuatannya sekarang. Lalu ia datang dengan membawa baju gamis Yusuf dan ia letakkan baju gamis itu ke wajah ayahnya; maka seketika itu juga ayahnya dapat melihat kembali dan langsung berkata kepada anak-anaknya:
أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Tidakkah aku katakan kepada kalian bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak mengetahuinya. (Yusuf: 96)
Yakni aku mengetahui bahwa Allah akan mengembalikan Yusuf kepadaku, dan aku katakan kepada kalian:
إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ
Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah akal (tentu kalian membenarkan aku). (Yusuf: 94)
Maka pada saat itu mereka berkata kepada ayah mereka dengan nada meminta belas kasihan:
قَالُوا۟ يَٰٓأَبَانَا ٱسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَآ إِنَّا كُنَّا خَٰطِـِٔينَ 97
(97) Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
(97)
قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ
Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” (Yusuf: 97)
Barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya. (Yusuf: 97-98)
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّىٓ ۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ 98
(98) Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(98)
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Ya’qub berkata, "Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 98)
Barang siapa yang bertobat kepada-Nya, niscaya Dia menerima tobatnya. (Yusuf: 97-98)
Ibnu Mas'ud, Ibrahim At-Taimi, Amr ibnu Qais, Ibnu Juraij, dan lain-lainnya mengatakan bahwa Nabi Ya'qub menangguhkan permohonan mereka sampai waktu sahur.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman ibnu Ishaq menceritakan asar berikut dari Muharib ibnu Disar, bahwa Khalifah Umar r.a. datang ke masjid, lalu ia mendengar seseorang mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, Engkau telah menyeruku, lalu aku memenuhi seruan-Mu. Dan Engkau telah memerintahkan kepadaku, lalu aku taati. Demi waktu sahur ini, berilah ampunan kepadaku." Umar mendengarkan suara itu, lalu menyelidikinya, dan ternyata suara itu berasal dari rumah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ketika ia ditanya tentang bacaan doanya itu, ia menjawab, "Sesungguhnya Ya'qub menangguhkan permintaan anak-anaknya sampai waktu sahur melalui ucapannya yang disitir oleh firman Allah Swt.: 'Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku.' (Yusuf: 98)."
Di dalam hadis disebutkan bahwa hal itu terjadi pada malam Jumat, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir pula dalam riwayat lainnya; bahwa:
حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو أَيُّوبَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْج، عَنْ عَطَاءٍ وعِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي يَقُولُ: حَتَّى تَأْتِيَ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ، وَهُوَ قَوْلُ أَخِي يَعْقُوبَ لِبَنِيهِ
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Abu Ayyub Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. mengenai firman-Nya: Kelak aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. (Yusuf: 98) Bahwa yang dimaksud ialah hingga datang malam Jumat. Itulah yang dimaksudkan oleh perkataan saudaraku Ya'qub kepada anak-anaknya.
Bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib; dan mengenai predikat marfu'-nya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
فَلَمَّا دَخَلُوا۟ عَلَىٰ يُوسُفَ ءَاوَىٰٓ إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ٱدْخُلُوا۟ مِصْرَ إِن شَآءَ ٱللَّهُ ءَامِنِينَ 99
(99) Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia berkata: "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman".
(99)
Allah Swt. menceritakan kisah keberangkatan Ya'qub ke tempat Yusuf a.s. dan kedatangannya di negeri Mesir atas perintah Yusuf yang memerintahkan kepada saudara-saudaranya agar mendatangkan semua keluarga mereka ke negeri Mesir. Maka mereka membawa semua keluarga mereka dan berangkat meninggalkan negeri Kan'an —tempat tinggal mereka— menuju negeri Mesir.
Tatkala Yusuf a.s. mendapat berita bahwa mereka telah berada di dekat perbatasan Mesir, maka ia keluar untuk menyambut kedatangan mereka. Yusuf memerintahkan pula kepada semua pembantu dan orang-orang terkemuka negeri itu untuk menyambut kedatangan Nabi Allah Ya'qub a.s. Menurut suatu pendapat, Raja Mesir pun ikut keluar menyambut kedatangannya; pendapat inilah yang mendekati kebenaran.
Kebanyakan kalangan ulama tafsir merasa kesulitan dalam menafsirkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ
Yusuf memberikan tempat kepada ibu bapaknya dan berkata, "Masuklah kalian ke negeri Mesir.” (Yusuf: 99)
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat taqdim dan ta-khir. Makna yang dimaksud ialah:
وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ
dan dia berkata "Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” (Yusuf: 99)
Lalu ia memberikan tempat kepada kedua orang tuanya dan menaikkannya ke singgasana.
Tetapi Ibnu Jarir membantah penafsiran ini dengan bantahan yang cukup beralasan. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang diriwayatkan oleh As-Saddi, yaitu Yusuf merangkul ibu bapaknya ketika menyambutnya; dan setelah mereka tiba di pintu gerbang kota, ia berkata kepada mereka: Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman. (Yusuf: 99)
Akan tetapi, penafsiran ini pun masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena makna al-iwa hanyalah dipakai untuk pengertian memberikan tempat. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu:
آوَى إِلَيْهِ أَخَاهُ
Yusuf membawa saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya. (Yusuf: 69)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَنْ آوَى مُحْدِثًا
Barang siapa yang memberikan tempat kepada seorang ahli bid'ah, hingga akhir hadis.
Dengan demikian, tiada halangan bila dikatakan bahwa setelah mereka masuk ke tempat Yusuf dan Yusuf memberikan tempat kepada mereka, lalu ia berkata, "Masuklah kalian ke negeri Mesir"; dan Yusuf memberikan jaminan keamanan kepada mereka seraya berkata, "Tinggallah di negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman," yakni aman dari kesengsaraan dan paceklik yang selama ini menimpa kalian.
Menurut suatu pendapat —hanya Allah Yang Maha Mengetahui kebenarannya— sesungguhnya Allah melenyapkan musim paceklik selanjutnya dari penduduk negeri Mesir berkat kedatangan Nabi Ya'qub kepada mereka, sebagaimana dilenyapkan-Nya musim paceklik yang didoakan oleh Rasulullah Saw. atas penduduk Mekah. Rasulullah Saw. berdoa atas mereka:
"اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ"
Ya Allah, tolonglah aku dengan menimpakan musim paceklik atas mereka seperti musim pacekliknya Yusuf.
Kemudian mereka (penduduk Mekah yang kafir) memohon kepada Nabi Saw. dengan merendahkan diri melalui utusan mereka Abu Sufyan agar musim paceklik itu dilenyapkan dari mereka. Maka sisa musim paceklik itu dilenyapkan berkat doa Rasulullah Saw.
Firman Allah Swt.:
آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ
Yusuf merangkul ibu bapaknya. (Yusuf: 99)
As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sesungguhnya yang dimaksud dengan keduanya ialah ayah dan bibinya, karena ibu Nabi Yusuf telah meninggal dunia di masa lalu.
Menurut Muhammad ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir, keduanya adalah ayah dan ibunya, kedua-duanya masih hidup.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa tiada suatu dalil pun yang menunjukkan bahwa ibu Nabi Yusuf telah meninggal dunia saat itu. Makna lahiriah Al-Qur'an menunjukkan bahwa ibu Nabi Yusuf masih hidup. Pendapat yang dibela oleh Ibnu Jarir ini merupakan pendapat yang dimenangkan karena sesuai dengan konteks ayat.
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى ٱلْعَرْشِ وَخَرُّوا۟ لَهُۥ سُجَّدًۭا ۖ وَقَالَ يَٰٓأَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُءْيَٰىَ مِن قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّى حَقًّۭا ۖ وَقَدْ أَحْسَنَ بِىٓ إِذْ أَخْرَجَنِى مِنَ ٱلسِّجْنِ وَجَآءَ بِكُم مِّنَ ٱلْبَدْوِ مِنۢ بَعْدِ أَن نَّزَغَ ٱلشَّيْطَٰنُ بَيْنِى وَبَيْنَ إِخْوَتِىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى لَطِيفٌۭ لِّمَا يَشَآءُ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ 100
(100) Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(100)
Firman Allah Swt.:
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ
Dan Yusuf menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. (Yusuf: 100)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al- arsy dalam ayat ini ialah singgasana. Yakni Yusuf mendudukkan kedua orang tuanya ke atas singgasananya bersama-sama dengan dia.
وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا
Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf. (Yusuf: 100)
Maksudnya, bersujud kepada Yusuf kedua orang tuanya dan semua saudaranya yang jumlahnya ada sebelas orang.
وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ
Dan berkata Yusuf, "Wahai ayahku, inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu." (Yusuf: 100)
Yakni mimpi yang pernah ia ceritakan kepada ayahnya jauh sebelum itu, yang disebutkan di dalam firman-Nya:
إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا
sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang. (Yusuf: 4), hingga akhir ayat.
Hal ini masih diperbolehkan di dalam syariat mereka, bilamana memberikan salam penghormatan kepada orang besar, yakni boleh bersujud kepadanya. Hal ini diperbolehkan sejak zaman Nabi Adam sampai kepada syariat Nabi Isa a.s. Kemudian dalam syariat Nabi Muhammad Saw. hal ini diharamkan, dan hanya dikhususkan kepada Allah Tuhan sekalian alam. Demikianlah ringkasan dari apa yang dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika Mu'az tiba di negeri Syam, ia menjumpai mereka masih bersujud kepada uskup-uskup mereka. Ketika Mu'az bersujud kepada Rasulullah Saw., Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau lakukan ini, hai Mu'az?" Mu'az menjawab, "Sesungguhnya aku melihat penduduk negeri Syam bersujud kepada uskup-uskup mereka, maka engkau lebih berhak untuk disujudi, wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ، لَأَمَرْتُ الزَّوْجَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظم حَقِّهِ عَلَيْهَا"
Seandainya aku memerintahkan kepada seseorang untuk bersujud kepada orang lain, tentu aku akan perintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena hak suaminya atas dirinya sangatlah besar.
Di dalam hadis lain disebutkan bahwa Salman bersua dengan Nabi Saw. di salah satu jalan kota Madinah; saat itu Salman baru masuk Islam, maka ia bersujud kepada Nabi Saw. (sebagai penghormatan kepadanya). Nabi Saw. bersabda membantah:
"لَا تَسْجُدْ لِي يَا سَلْمَانُ، وَاسْجُدْ لِلْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ"
Hai Salman, janganlah kamu sujud kepadaku. Bersujudlah kepada Tuhan Yang Hidup, Yang tak pernah mati.
Keterangan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa bersujud dalam penghormatan kepada seorang pembesar diperbolehkan dalam syariat mereka. Maka dari itu, mereka semuanya bersujud kepada Yusuf; dan saat itu juga Yusuf berkata: Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. (Yusuf: 100) Yakni inilah kenyataan dari mimpiku itu.
Penggunaan kata 'takwil dalam ayat ini ditujukan kepada pengertian kesimpulan dari suatu perkara atau kenyataannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.dalam ayat yang lain:
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya ' kebenaran) Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur'an. (Al-A'raf: 53)
Artinya, pada hari kiamat nanti akan datang kepada mereka apa yang telah dijanjikan kepada mereka, yaitu balasan kebaikan dan balasan keburukan (mereka).
Firman Allah Swt.:
قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا
Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. (Yusuf: 100)
Yakni menjadi kenyataan yang benar. Lalu Yusuf menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya:
وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ
Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kalian dari dusun padang pasir. (Yusuf: 100)
Yaitu dari daerah pedalaman.
Ibnu Juraij dan lain-lainnya mengatakan bahwa mereka adalah penduduk daerah pedalaman yang bermata pencaharian beternak. Ibnu Juraij mengatakan, mereka tinggal di daerah pedalaman Palestina, bagian dari negeri Syam. Menurut pendapat lainnya mereka tinggal di Aulaj, lereng pegunungan Hasma; mereka adalah orang-orang pedalaman, beternak kambing dan unta.
مِنْ بَعْدِ أَنْ نزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ
setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. (Yusuf: 100)
Maksudnya, apabila Dia menghendaki sesuatu perkara, maka Dia menetapkan baginya semua penyebab kejadiannya dan memutuskannya serta memudahkan terlaksananya.
إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui. (Yusuf: 100)
akan kemaslahatan hamba-hamba-Nya.
الْحَكِيمُ
lagi Mahabijaksana. (Yusuf: 100)
dalam ucapan, perbuatan, ketetapan, takdir, dan semua yang dipilih dan yang dikehendaki-Nya.
Abu Usman An-Nahdi telah meriwayatkan dari Sulaiman, bahwa jarak masa antara mimpi Yusuf dan kenyataannya adalah empat puluh tahun. Abdullah ibnu Syaddad mengatakan bahwa masa itulah batas maksimal kenyataan suatu mimpi. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab As-Saqafi, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan yang mengatakan, "Jarak masa antara perpisahan dengan Nabi Yusuf sampai Nabi Ya'qub bersua dengannya adalah delapan puluh tahun. Selama itu kesedihan selalu melanda hati Ya'qub a.s., dan air matanya selalu berlinangan mengalir ke pipinya tiada henti-hentinya. Tiada seorang hamba pun di muka bumi ini yang lebih disukai oleh Allah selain Nabi Ya'qub."
Hasyim telah meriwayatkan dari Yunus, dari Al-Hasan, bahwa masa itu adalah delapan puluh tiga tahun. Mubarak ibnu Fudalah mengatakan dari Al-Hasan, bahwa Yusuf dilemparkan ke dasar sumur ketika berusia tujuh belas tahun, dan menghilang dari pandangan ayahnya selama delapan puluh tahun. Sesudah itu ia hidup selama dua puluh tiga tahun. Yusuf a.s. wafat dalam usia seratus dua puluh tahun.
Qatadah mengatakan, masa perpisahan antara Ya'qub dan Yusuf adalah tiga puluh lima tahun.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa menghilangkan Yusuf dari ayahnya adalah selama delapan belas tahun. Selanjutnya Ibnu Ishaq mengatakan, orang-orang ahli kitab menduga bahwa masa itu empat puluh tahun atau yang mendekatinya. Ya'qub tinggal bersama Yusuf sesudah Ya'qub tiba di negeri Mesir adalah selama tujuh belas tahun, kemudian Allah mewafatkannya.
Abi Ishaq As-Subai'i mengatakan dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa kaum Bani Israil masuk ke negeri Mesir sebanyak tiga ratus enam puluh orang; ketika pergi meninggalkan Mesir, jumlah mereka mencapai enam ratus tujuh puluh ribu orang.
Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Masruq, bahwa mereka masuk ke negeri Mesir dalam jumlah tiga ratus sembilan puluh orang yang terdiri atas kaum pria dan wanitanya.
Musa ibnu Ubaidah telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abdullah ibnu Syaddad, bahwa keluarga Ya'qub berkumpul dengan Yusuf di negeri Mesir, sedangkan jumlah mereka ada delapan puluh enam orang termasuk anak-anak kecil, orang dewasa, kaum pria dan wanitanya. Ketika mereka pergi meninggalkan negeri Mesir, jumlah mereka mencapai enam ratus ribu orang lebih.
رَبِّ قَدْ ءَاتَيْتَنِى مِنَ ٱلْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِى مِن تَأْوِيلِ ٱلْأَحَادِيثِ ۚ فَاطِرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ أَنتَ وَلِىِّۦ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۖ تَوَفَّنِى مُسْلِمًۭا وَأَلْحِقْنِى بِٱلصَّٰلِحِينَ 101
(101) Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.
(101)
Itulah doa Nabi Yusuf yang dipanjatkannya kepada Allah Swt. setelah limpahan nikmat Allah buatnya disempurnakan, yaitu di kala ia dapat berkumpul kembali dengan kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Juga atas nikmat lainnya yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada dirinya, yaitu berupa kenabian dan kerajaan. Kemudian ia memohon kepada Allah Swt. agar nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di dunia ini terus berkelanjutan sampai ke hari akhirat, dan hendaknya Allah mewafatkannya dalam keadaan Islam. Demikianlah menurut Ad-Dahhak. Dan hendaknya Allah menghimpunkannya bersama-sama saudara-saudaranya dari kalangan para nabi dan para rasul, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semua.
Doa ini barangkali dipanjatkan oleh Nabi Yusuf a.s. ketika ia sedang menjelang kewafatannya, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Srti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. ketika menjelang kewafatannya mengangkat jari telunjuknya seraya berdoa:
"اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى، اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى، اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى"
Ya Allah, (gabungkanlah diriku) bersama-sama teman-teman (ku) di (tempat) yang tertinggi (surga).
Doa ini diucapkannya sebanyak tiga kali.
Barangkali Yusuf a.s. pun meminta diwafatkan dalam keadaan Islam serta bergabung dengan orang-orang saleh apabila ajalnya telah tiba.
Bukan berarti dia meminta hal tersebut secara tanjiz (mohon diperkenankan), seperti doa seseorang kepada lawan bicaranya, "Semoga Allah mewafatkanmu dalam keadaan Islam," dan seorang yang mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan Islam, wafatkanlah kami dalam keadaan Islam, dan gabungkanlah kami dengan orang-orang saleh."
Akan tetapi, dapat pula dikatakan bahwa Yusuf a.s. mendoa hal itu dengan permohonan tanjiz; dan hal ini diperbolehkan dalam syariat mereka. Demikianlah menurut Qatadah.
Firman Allah Swt.:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 11)
Setelah Allah menghimpunkan semua anggota keluarganya dan membuatnya senang sehingga saat itu Yusuf dalam keadaan bergelimangan dengan kenikmatan duniawi, kerajaannya, dan semua perhiasannya, maka ia merindukan orang-orang saleh yang sebelumnya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa sebelum Yusuf a.s. tiada seorang nabi pun yang mengharapkan untuk diwafatkan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Jarir dan As-Saddi, dari Ibnu Abbas, bahwa Yusuf a.s. adalah nabi yang mula-mula mengatakan demikian dalam doanya. Hal ini dapat diartikan pula bahwa dialah orang yang mula-mula meminta diwafatkan dalam keadaan Islam. Perihalnya sama dengan Nabi Nuh a.s., dialah orang yang mula-mula mengatakan dalam doanya:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا
Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke dalam rumahku dengan beriman. (Nuh: 28)
Dapat pula diartikan bahwa dialah (Yusuflah) orang yang mula-mula memohon diperkenankannya hal tersebut; inilah yang tersimpulkan dari pengertian lahiriah pendapat Qatadah, tetapi hal ini tidak diperbolehkan dalam syariat kita sekarang.
Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah mengatakan:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "لَا يَتَمَنَّيْنَ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا الْمَوْتَ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي"
telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Suhaib, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya yang menimpanya. Jika tiada jalan lain baginya kecuali mengharapkan mati, hendaklah ia mengatakan, "Ya Allah, hidupkanlah saya selagi hidup lebih baik bagi saya. Dan wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini, yang menurut lafaz keduanya disebutkan seperti berikut:
" لَا يَتَمَنَّيْنَ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ إِمَّا مُحْسِنًا فَيَزْدَادُ، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ يَسْتَعْتِبُ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ، أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوفاة خَيْرًا لِي"
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya (musibah) yang menimpanya, karena apabila dia orang yang berbuat baik, maka akan bertambah (kebaikannya); dan apabila dia orang yang buruk, maka mudah-mudahan ia bertobat. Tetapi hendaklah ia mengucapkan, "Ya Allah, hidupkanlah saya selagi hidup lebih baik bagi saya, dan wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعُان بْنُ رِفَاعَةَ، حَدَّثَنِي عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أمامة قَالَ: جَلَسْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذكَّرنا ورقَّقنا، فَبَكَى سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَاصٍ فَأَكْثَرَ الْبُكَاءَ، فَقَالَ: يَا لَيْتَنِي مُتُّ! فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا سَعْدُ أَعِنْدِي تَتَمَنَّى الْمَوْتَ؟ " فردَّد ذَلِكَ [ثَلَاثَ] مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ: "يَا سَعْدُ، إِنْ كُنْتَ خُلِقْتَ لِلْجَنَّةِ، فَمَا طَالَ عُمُرُكَ، أَوْ حَسُن مِنْ عَمَلِكَ، فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Rifa'ah, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan, "Kami duduk di majelis Rasulullah, lalu beliau memberikan peringatan kepada kami dan melunakkan hati kami, maka menangislah Sa'd ibnu Abu Waqqas dengan tangisan yang lama seraya berkata, 'Aduhai, seandainya saja diriku ini mati.' Maka Nabi Saw. bersabda: 'Hai Sa’d, apakah di hadapanku engkau berharap kematian?' Nabi Saw. mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, lalu beliau melanjutkan sabdanya, 'Hai Sa’d, jika engkau diciptakan untuk surga, maka usiamu yang panjang dan amalmu yang baik itu adalah lebih baik bagi kamu'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا أَبُو يُونُسَ -هُوَ سُلَيم بْنُ جُبير -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أَنَّهُ قَالَ: "لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ وَلَا يدعوَن بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ قَدْ وَثق بِعَمَلِهِ، فَإِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمُرُهُ إِلَّا خَيْرًا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Yunus (yaitu Muslim ibnu Jubair), dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena musibah (bahaya) yang menimpanya, jangan pula ia mendoakannya sebelum maut datang sendiri kepadanya, terkecuali jika dia telah merasa yakin dengan amalnya. Karena sesungguhnya apabila seseorang di antara kalian mati, terputuslah amal perbuatannya. Dan sesungguhnya seorang mukmin itu tiada menambahkan pada amalnya kecuali hanya kebaikan.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
Hal ini berlaku jika bahaya atau musibah ini hanya khusus menimpa dirinya. Jika musibah itu berupa Fitnah dalam agama, maka diperbolehkan memohon dimatikan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam kisah-Nya yang menceritakan tentang para ahli sihir di saat Fir'aun hendak memurtadkan mereka dari agama mereka dan mengancam akan membunuh mereka, yaitu:
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu). (Al-A'raf: 126)
Maryam juga berkata ketika ia merasakan akan melahirkan anak sambil bersandar pada pangkal pohon kurma:
يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا
Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan. (Maryam: 23)
Karena ia merasa yakin bahwa orang-orang pasti akan menuduh dirinya berbuat fahisyah (zina); karena ia belum bersuami, sedangkan ia telah mengandung dan melahirkan anak. Dan mereka memang mengatakan:
يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا
Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.” (Maryam: 27-28)
Maka Allah menjadikan baginya jalan keluar dan keselamatan dari hal tersebut, yaitu dengan menjadikan bayinya dapat berbicara dalam usia ayunan, mengucapkan kata-kata berikut, "Sesungguhnya aku adalah hamba dan rasul Allah." Kejadian ini merupakan suatu tanda kekuasaan Allah yang amat besar dan sebagai mukjizat yang jelas bagi Isa a.s.
Di dalam hadis Mu'az yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi di dalam kisah mimpi —yaitu mengenai doa— antara lain disebutkan seperti berikut:
"وَإِذَا أَرَدْتَ بِقَوْمٍ فِتْنَةً، فَتَوَفَّنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُونٍ"
Apabila Engkau berkehendak menurunkan fitnah pada suatu kaum, maka cabutlah nyawaku kembali kepada-Mu dalam keadaan tidak terfitnah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، أَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرٍو عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدم الموت، والموت خير لِلْمُؤْمِنِ [مِنَ الْفِتْنَةِ] وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ، وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ"
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Amr ibnu Asim, dari Kasir ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid secara marfu’ bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ada dua hal yang dibenci oleh anak Adam, yaitu dia benci akan mati, padahal mati lebih baik bagi orang mukmin daripada terfitnah. Dan dia benci akan kekurangan harta, padahal kekurangan harta meringankan hisab.
Di saat fitnah melanda agama, diperbolehkan memohon untuk mati. Karena itulah ketika Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. di akhir masa kekhalifahannya, yaitu ketika ia melihat bahwa kesatuan kaum muslim tidak dapat dipertahankan lagi dalam kepemimpinannya, dan perkaranya makin bertambah parah saja, maka ia berdoa seperti berikut:
اللهمَّ، خُذْنِي إِلَيْكَ، فَقَدْ سَئِمْتُهُمْ وَسَئِمُونِي.
Ya Allah, ambillah aku kembali kepada-Mu; sesungguhnya aku telah bosan kepada mereka, dan mereka pun bosan kepadaku.
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan bahwa ketika fitnah itu terjadi menimpanya dan terjadi pula perselisihan antara dia (Ali r.a.) dengan Amir Khurrasan, maka Imam Ali berdoa: "Ya Allah, wafatkanlah aku kembali kepada-Mu."
Di dalam hadis disebutkan:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَمُرُّ بِالْقَبْرِ -أَيْ فِي زَمَانِ الدَّجَّالِ -فَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي مَكَانَكَ"
Sesungguhnya seorang lelaki melewati sebuah kuburan —yakni di zaman Dajjal nanti— sedangkan ia benar-benar mengatakan, "Aduhai seandainya saja aku berada di tempatmu (yakni sudah mati)"
Lelaki itu mengatakan demikian karena banyaknya fitnah, gempa, huru hara, dan peristiwa-peristiwa yang menggemparkan di masa itu; hal tersebut merupakan fitnah yang melanda umat manusia.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa anak-anak Nabi Ya'qub yang telah melakukan perbuatan buruk terhadap Yusuf a.s. dimohonkan ampunan oleh ayah mereka. Maka Allah menerima tobat mereka, memaafkan mereka, dan mengampuni dosa-dosa mereka.
Pendapat ulama yang mengatakan bahwa Nabi Ya’qub memohonkan ampun kepada Allah buat mereka
Telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Saleh Al-Murri, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. setelah menghimpunkan semua anggota keluarga Ya'qub a.s. di hadapan Ya'qub, maka Ya'qub mengajak putranya (Yusuf) menyendiri, lalu ia berbisik dengannya.
Sebagian putra lainnya berkata kepada sebagian yang lain, "Bukankah kalian telah mengetahui apa yang telah kalian kerjakan dan apa yang telah dialami oleh orang tua kita dan Yusuf sebagai akibatnya?" Mereka menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Karena itulah kalian terpusatkan untuk meminta maaf dari keduanya, lalu bagaimana keadaan kalian dengan Tuhan kalian?"
Akhirnya mereka sepakat untuk menghadap kepada orang tua mereka (Nabi Ya'qub), lalu duduk di hadapannya, sedangkan Yusuf duduk di samping ayahnya. Mereka berkata, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami sengaja datang kepadamu karena suatu urusan yang belum pernah kami datang kepadamu karena sesuatu yang seperti ini, dan kami telah tertimpa suatu perkara yang belum pernah menimpa kami sebelumnya." Kata-kata mereka membuat hati Nabi Ya'qub tergugah, sedangkan para nabi itu adalah orang-orang yang paling belas kasihan. Maka Nabi Ya'qub bertanya, "Apakah yang telah menimpa kalian, hai anak-anakku?"
Mereka menjawab, "Bukankah engkau telah mengetahui apa yang telah kami lakukan terhadapmu dan apa yang telah kami lakukan terhadap saudara kami Yusuf?" Nabi Ya'qub menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Bukankah kamu berdua telah memaafkan kami?" Nabi Ya'qub menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Sesungguhnya maafmu berdua tidak memberi manfaat sedikit pun kepada kami jika Allah tidak memaafkan kami."
Nabi Ya'qub bertanya, "Lalu apakah yang kalian kehendaki dariku, hai anak-anakku?" Mereka berkata, "Kami menghendaki agar kamu mendoakan kami kepada Allah. Apabila wahyu dari Allah telah datang kepadamu yang menyatakan bahwa Dia memaafkan kami, maka barulah hati kami merasa senang dan tenteram. Jika tidak, maka tiada kesenangan bagi kami di dunia ini selamanya."
Nabi Ya'qub bangkit, lalu menghadap ke arah kiblat; Yusuf bangkit pula berdiri di belakang ayahnya, sedangkan saudara-saudaranya berdiri di belakang keduanya dengan perasaan rendah diri dan khusyuk. Nabi Ya'qub berdoa, dan Nabi Yusuf mengamininya; tetapi permohonan ampun mereka masih belum diperkenankan selama dua puluh tahun.
Saleh Al-Murri mengatakan bahwa selama itu mereka selalu dicekam oleh rasa takut, dan setelah dua puluh tahun berlalu —yakni pada permulaan tahun yang kedua puluhnya— turunlah Malaikat Jibril a.s. kepada Nabi Ya'qub a.s.
Jibril a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah Swt. telah mengutusku kepadamu untuk menyampaikan berita gembira, bahwa Dia telah memperkenankan doamu buat anak-anakmu. Allah telah memaafkan apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah telah mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan menjadi nabi sesudahmu."
Asar ini mauquf, yakni hanya sampai kepada sahabat Anas; selain itu adalah Yazid Ar-Raqqasyi serta Saleh Al-Murri, kedua-duanya berpredikat sangat daif (lemah).
As-Saddi menyebutkan bahwa ketika Nabi Ya'qub menjelang kematiannya, ia berwasiat kepada Yusuf agar menguburkan jenazahnya di dekat kuburan Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq. Maka setelah Nabi Ya'qub wafat, jenazahnya dibalsam, lalu dikirimkan ke negeri Syam dan dikebumikan di dekat kuburan keduanya.
ذَٰلِكَ مِنْ أَنۢبَآءِ ٱلْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ ۖ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوٓا۟ أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ 102
(102) Demikian itu (adalah) diantara berita-berita yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal kamu tidak berada pada sisi mereka, ketika mereka memutuskan rencananya (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur) dan mereka sedang mengatur tipu daya.
(102)
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Muhammad Saw. setelah menceritakan kisah saudara-saudara Yusuf, bagaimana Allah mengangkat derajat Yusuf di atas mereka, serta menjadikan bagi Yusuf akibat yang terpuji, kemenangan, kerajaan, dan kekuasaan; padahal di awalnya mereka menghendaki kejahatan, kebinasaan, dan pembunuhan terhadap diri Yusuf. Kisah ini dan lain-lainnya yang semisal, hai Muhammad, termasuk berita-berita yang gaib di masa lalu.
نُوحِيهِ إِلَيْكَ
yang Kami wahyukan kepadamu. (Yusuf: 12)
dan Kami beritahukan kepadamu, hai Muhammad, karena di dalamnya terkandung pelajaran bagimu dan nasihat bagi orang-orang yang sesudahmu.
وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ
padahal kamu tidak berada pada sisi mereka. (Yusuf: 12)
Yakni berada di dekat mereka dan tidak pula menyaksikan mereka.
إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ
ketika mereka memutuskan rencananya. (Yusuf: 12)
untuk memasukkan Yusuf ke dasar sumur.
وَهُمْ يَمْكُرُونَ
dan mereka sedang mengatur tipu daya. (Yusuf: 12)
terhadap Yusuf, tetapi Kamilah yang memberitahukannya kepadamu melalui wahyu yang diturunkan kepadamu. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ
padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi). (Ali Imran: 44), hingga akhir ayat.
وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ إِذْ قَضَيْنَا إِلَى مُوسَى الأمْرَ وَمَا كُنْتَ مِنَ الشَّاهِدِينَ
dan tiadalah kamu berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa. (Al-Qashash: 44)
sampai dengan firman-Nya:
وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ
Dan tiadalah kamu berada di dekat Gunung Tur ketika Kami menyeru (Musa). (Al-Qashash: 46)
وَمَا كُنْتَ ثَاوِيًا فِي أَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَلَكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ
dan tiadalah kamu tinggal bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka (Al-Qashash: 45), hingga akhir ayat.
مَا كَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍ بِالْمَلإ الأعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُونَ إِنْ يُوحَى إِلَيَّ إِلا أَنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِ
Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang malaikat-malaikat itu ketika mereka berbantah-bantahan. Tidak diwahyukan kepadaku, melainkan bahwa sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. (Shad: 69-7)
Allah Swt. bermaksud bahwa dia (Nabi Muhammad) adalah rasul-Nya, dan bahwa Dia telah memberitahukan kepadanya kisah-kisah terdahulu yang mengandung pelajaran dan keselamatan bagi agama dan kehidupan dunia mereka. Sekalipun demikian, tiadalah kebanyakan manusia beriman. Karena itu, disebutkan oleh firman Allah Swt.:
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 13)
Dalam ayat yang lain disebutkan:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat), tetapi kebanyakan dari mereka tidak beriman. (Asy-Syu'ara: 67)
Dan ayat-ayat lainnya yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ
Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini). (Yusuf: 14)
Yakni kamu, hai Muhammad, sama sekali tidak meminta suatu upah pun sebagai imbalan dari nasihat, seruan kepada kebaikan dan jalan petunjuk ini, melainkan kamu melakukannya hanya semata-mata ingin mencari rida Allah dan memberi nasihat kepada makhluk-Nya.
إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam. (Yusuf: 14)
yang dijadikan sebagai peringatan bagi mereka, yang memberi petunjuk kepada mereka, dan yang menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.
وَمَآ أَكْثَرُ ٱلنَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ 103
(103) Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman -- walaupun kamu sangat menginginkannya.
(103)
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 13)
Dalam ayat yang lain disebutkan:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat), tetapi kebanyakan dari mereka tidak beriman. (Asy-Syu'ara: 67)
Dan ayat-ayat lainnya yang semisal.
*******************