16 - النحل - An-Nahl
The Bee
Meccan
ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَصَدُّوا۟ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ زِدْنَٰهُمْ عَذَابًۭا فَوْقَ ٱلْعَذَابِ بِمَا كَانُوا۟ يُفْسِدُونَ 88
(88) Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
(88)
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Kami tambahkan kepada mereka siksaan. (An-Nahl: 88), hingga akhir ayat.
Yakni azab atas kekafiran mereka dan azab karena menghalangi manusia dari mengikuti perkara yang hak, sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ
Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur’an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya. (Al-An'am : 26)
Mereka mencegah manusia dari mengikuti perkara yang hak, dan mereka sendiri menjauh dari perkara yang hak.
وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-An'am: 26)
Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu berbeda-beda dalam menerima azabnya. Sebagaimana orang-orang mukmin, berbeda-beda tingkatannya di dalam surga, begitu pula derajat (kedudukan)nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لَا تَعْلَمُونَ
Allah berfirman, ''Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui." (Al-A'raf: 38)
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy. dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Mereka diberi siksaan tambahan, yaitu dengan kalajengking yang taring-taringnya sebesar pohon kurma yang tinggi.
Telah menceritakan pula kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Hasan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Bahwa siksaan tambahan itu diadakan di lima buah sungai yang terletak di bawah 'Arasy; pada sebagiannya mereka disiksa di malam hari, dan pada sebagian yang lainnya mereka disiksa di siang hari.
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ 89
(89) (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
(89)
Allah Swt. berfirman kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw.:
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلاءِ
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. (An-Nahl: 89)
Yakni atas umatmu.
Maksudnya, ingatlah kamu akan hari itu dan kengerian yang ada padanya serta kemuliaan yang besar dan kedudukan yang tinggi yang diberikan oleh Allah kepadamu pada hari itu.
Ayat ini mempunyai makna yang mirip dengan ayat yang sahabat Abdullah ibnu Mas'ud menghentikan bacaannya pada ayat tersebut. Ayat yang dimaksud adalah ayat surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu. (An-Nisa: 41)
Ketika bacaan sahabat Ibnu Mas'ud sampai pada ayat ini, Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Cukup," yakni hentikan bacaanmu. Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa lalu ia berpaling melihat Rasulullah Saw., tiba-tiba ia melihat kedua mata Rasulullah Saw. mencucurkan air matanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89)
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa telah dijelaskan kepada kita di dalam Al-Qur'an ini semua ilmu dan segala sesuatu.
Menurut Mujahid, telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an semua perkara halal dan haram.
Pendapat Ibnu Mas'ud lebih umum dan lebih mencakup, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu mencakup semua ilmu yang bermanfaat, menyangkut berita yang terdahulu dan pengetahuan tentang masa mendatang. Disebutkan pula semua perkara halal dan haram, serta segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam urusan dunia, agama, penghidupan, dan akhiratnya.
وَهُدًى
dan sebagai petunjuk. (An-Nahl: 89)
buat manusia yang berhati.
وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl: 89)
Al-Auza'i mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89) Yang dimaksud dengan menjelaskan dalam ayat ini ialah menjelaskan Al-Qur'an dengan Sunnah.
Segi kaitan yang terdapat antara firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab. (An-Nahl: 89) dengan firman-Nya yang mengatakan: dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. (An-Nahl: 89) Dimaksudkan —hanya Allah Yang Lebih Mengetahui— bahwa Tuhan yang mewajibkan atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu, kelak Dia akan menanyakan hal tersebut pada hari kiamat.
فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ
Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). (Al-A'raf: 6)
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93)
يَوْمَ يَجْمَعُ اللَّهُ الرُّسُلَ فَيَقُولُ مَاذَا أُجِبْتُمْ قَالُوا لَا عِلْمَ لَنَا إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ
(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaum kalian terhadap (seruan) kalian?" Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib." (Al-Maidah: 19)
Adapun Firman Allah Swt.:
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ
Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (Al-Qashash: 85)
Maksudnya, sesungguhnya Tuhan yang telah mewajibkan atas kamu untuk menyampaikan Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu kepada-Nya. Dia akan mengembalikan kamu pada hari kiamat dan akan menanyai kamu tentang penyampaian apa yang telah diwajibkan atas dirimu. Demikianlah menurut salah satu pendapat yang ada, dan pendapat ini menyampaikan alasan yang cukup baik.
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ 90
(90) Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
(90)
Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berlaku adil, yakni pertengahan dan seimbang. Dan Allah memerintahkan untuk berbuat kebajikan, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. Akan tetapi, jika kalian bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (An-Nahl: 126)
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan ) Allah. (Asy-Syura: 4)
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
dan luka-luka(pun) ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah: 45)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan perintah berbuat adil serta anjuran berbuat kebajikan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil. (An-Nahl: 9) Yakni mengucapkan persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Lain pula dengan Sufyan ibnu Uyaynah, ia mengatakan bahwa istilah adil dalam ayat ini ialah sikap pertengahan antara lahir dan batin bagi setiap orang yang mengamalkan suatu amal karena Allah Swt. Al-ihsan artinya ialah 'bilamana hatinya lebih baik daripada lahiriahnya'. Al fahsya serta al-munkar ialah 'bila lahiriahnya lebih baik daripada hatinya'.
*******************
Dan yang dimaksud dengan firman-Nya:
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
dan memberi kepada kaum kerabat. (An-Nahl: 9)
Yaitu hendaknya dia menganjurkan untuk bersilaturahmi, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. (Al-Isra: 26)
Firman Allah Swt.:
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
dan Allah melarang dari perbuatan keji dan kemungkaran. (An-Nahl: 9)
Yang dimaksud dengan fahsya ialah hal-hal yang diharamkan, dan munkar ialah segala sesuatu yang ditampakkan dari perkara haram itu oleh pelakunya. Karena itulah dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
Katakanlah, "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.” (Al-A'raf: 33)
Adapun yang dimaksud dengan al-bagyu ialah permusuhan dengan orang lain. Di dalam sebuah hadis diterangkan:
"مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرَ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يُدَّخَرُ لِصَاحِبِهِ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ"
Tiada suatu dosa pun yang lebih berhak Allah menyegerakan siksaan terhadap (pelaku)nya di dunia ini, di samping siksaan yang disediakan buat pelakunya di akhirat nanti, selain dari permusuhan dan memutuskan tali silaturahmi.
*******************
Firman Allah Swt.:
يَعِظُكُمْ
Dia memberi pengajaran kepada kalian. (An-Nahl: 9)
Yaitu melalui apa yang diperintahkannya kepada kalian agar berbuat kebaikan dan melarang kalian dari perbuatan yang jahat.
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
agar kalian dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl: 9)
Asy-Sya'bi telah meriwayatkan dari Basyir ibnuNuhaik, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud mengatakan, "Sesungguhnya ayat yang paling mencakup dalam Al-Qur'an adalah ayat surat An-Nahl," yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berbuat adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 9), hingga akhir ayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berbuat adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 9), hingga akhir ayat. Bahwa tiada suatu akhlak baik pun yang dahulu dilakukan oleh orang-orang Jahiliah dan mereka memandangnya sebagai perbuatan yang baik, melainkan Allah Swt. menganjurkannya. Dan tiada suatu akhlak buruk pun yang dahulu mereka pandang sebagai suatu keaiban di antara sesama mereka melainkan Allah melarangnya. Yang paling diprioritaskan ialah, sesungguhnya Allah melarang akhlak yang buruk dan yang tercela.
Karena itulah —menurut kami— di dalam sebuah hadis disebutkan:
"إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلَاقِ، وَيَكْرَهُ سَفْسافها"
Sesungguhnya Allah menyukai akhlak-akhlak yang tinggi dan benci terhadap akhlak-akhlak yang rendah.
Al-Hafiz Abu Ya'la dalam kitab Ma'rifatus Sahabah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad ibnul Fath A!-Hambali, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Muhammad maula (pelayan) Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Daud Al-Munkadiri, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Ali Al-Maqdami, dari Ali ibnu Abdul Malik ibnu Umair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Aksam ibnu Saifi sampai di tempat Nabi Saw. biasa keluar, maka dia bermaksud datang langsung menemui Nabi Saw. tetapi kaumnya tidak membiarkannya berbuat begitu. Mereka berkata, "Engkau adalah pemimpin kami, tidaklah pantas bila engkau datang sendiri kepadanya." Aksam ibnu Saifi berkata, "Kalau begitu, carilah seseorang yang menjadi perantara untuk menyampaikan dariku dan seseorang perantara untuk menyampaikan darinya." Maka ditugaskanlah dua orang lelaki, lalu keduanya datang menghadap kepada Nabi Saw. dan berkata, "Kami berdua adalah utusan Aksam ibnu Saifi, dia ingin bertanya kepadamu, siapakah kamu dan apakah kedudukanmu?" Nabi Saw. bersabda, "Aku adalah Muhammad ibnu Abdullah. Adapun kedudukanku adalah Abdullah (hamba Allah) dan Rasulullah (utusan Allah)." Kemudian Nabi Saw. membacakan kepada mereka ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 9), hingga akhir ayat. Mereka berkata, "Ulangilah kalimat itu kepada kami." Maka Nabi Saw. mengulang-ulang sabdanya kepada mereka hingga mereka hafal. Setelah itu keduanya datang menghadap kepada Aksam ibnu Saifi dan mengatakan, "Dia menolak, tidak mau meninggikan nasabnya. Ketika kami tanyakan kepada orang lain tentang nasabnya, ternyata kami jumpai dia (Nabi Saw.) bersih nasabnya (tinggi), dan dimuliakan di kalangan Mudar. Sesungguhnya dia telah melontarkan kepada kami kalimat-kalimat yang pernah kami dengar." Setelah Aksam mendengar kalimat-kalimat tersebut, ia mengatakan, "Sesungguhnya saya melihat dia adalah orang yang memerintahkan kepada akhlak-akhlak yang mulia dan melarang akhlak-akhlak yang buruk. Maka jadilah kalian semua dalam urusan ini sebagai pemimpin-pemimpin dan janganlah kalian menjadi pengekor-pengekor."
Disebutkan di dalam hadis yang berpredikat hasan sehubungan dengan penyebab turunnya ayat ini, diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di halaman rumahnya sedang duduk-duduk, tiba-tiba lewatlah Usman ibnu Maz'un (yang tuna netra). Lalu Usman ibnu Maz'un tersenyum kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Mengapa engkau tidak duduk (bersamaku)?" Usman ibnu Maz'un menjawab, "Baiklah." Maka duduklah Usman ibnu Maz'un berhadapan dengan Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. sedang berbincang-bincang dengannya, tiba-tiba Rasulullah Saw. menatapkan pandangan matanya ke arah langit, lalu memandang ke arah langit sesaat, setelah itu beliau menurunkan pandangan matanya ke arah sebelah kanannya, dan saat itu juga Rasulullah Saw. beralih duduk ke tempat yang tadi dipandang oleh matanya, sedangkan teman duduknya (yaitu Usman ibnu Maz'un) ditinggalkannya. Setelah itu Rasulullah Saw. menundukkan kepalanya, seakan-akan sedang mencerna apa yang diucapkan kepadanya, sementara itu Ibnu Maz'un terus mengamatinya (dengan indera perasanya). Sesudah keperluannya selesai dan memahami apa yang diucapkan kepadanya, maka Rasulullah Saw. kembali menatapkan pandangannya ke arah langit, sebagaimana tatapannya yang pertama kali tadi. Nabi Saw. menatapkan pandangan matanya ke arah langit seakan-akan mengikuti kepergian (malaikat) hingga malaikat itu tidak kelihatan tertutup oleh langit. Kemudian Rasulullah Saw. menghadap kepada Usman di tempat duduknya yang semula tadi. Maka Usman ibnu Maz'un bertanya, "Hai Muhammad, selama saya duduk denganmu saya belum pernah melihatmu melakukan perbuatan seperti yang kamu lakukan siang hari ini." Rasulullah Saw. balik bertanya, "Apa sajakah yang kamu lihat aku melakukannya?" Usman ibnu Maz'un berkata, "Saya lihat engkau menatapkan pandanganmu ke arah langit, kemudian kamu turunkan pandangan matamu ke suatu tempat di sebelah kananmu, lalu kamu pindah ke tempat itu seraya meninggalkan diriku. Setelah itu engkau menundukkan kepala seakan-akan sedang menerima sesuatu yang diucapkan kepadamu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu (yang tuna netra) dapat melihat hal tersebut?" Usman ibnu Maz'un menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku baru saja kedatangan utusan Allah saat kamu sedang duduk." Usman Ibnu Maz'un bertanya, "Utusan Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Usman ibnu Maz'un bertanya, "Apa sajakah yang dia sampaikan kepadamu?" Rasulullah Saw. bersabda membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 9), hingga akhir ayat. Usman ibnu Maz'un mengatakan, "Yang demikian itu terjadi di saat imanku telah mantap dalam hatiku dan aku mulai mencintai Muhammad Saw."
Sanad hadis ini cukup baik, muttasil lagi hasan, telah disebutkan di dalamnya sima'i secara muttasil. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Abdul Hamid ibnu Bahram secara ringkas.
Hadis lain mengenai hal tersebut berasal dari Usman ibnu Abul As As-Saqafi. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Harim, dari Lais, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Usman ibnu Abul As yang mengatakan, "Dahulu saya pernah duduk di hadapan Rasulullah Saw., tetapi tiba-tiba Rasulullah Saw. menatapkan pandangan matanya (ke arah langit). Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, 'Jibril baru datang kepadaku, dan memerintahkan kepadaku agar meletakkan ayat berikut pada suatu tempat dari surat (An-Nahl) ini,' yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 9), hingga akhir ayat."
Sanad hadis ini tidak ada celanya, dan barangkali hadis ini yang ada pada Syahr ibnu Hausyab diriwayatkan melalui dua jalur.
وَأَوْفُوا۟ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا۟ ٱلْأَيْمَٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ 91
(91) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
(91)
Apa yang.disebutkan dalam ayat di atas mengandung perintah Allah, antara lain menepati janji, ikrar, serta memelihara sumpah yang telah dikukuhkan. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91)
Tiada kontradiksi antara apa yang disebutkan oleh ayat ini dan apa yang disebutkan dalam firman-Nya:
وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا
Janganlah kalian jadikan (nama) Allah dalam sumpah kalian sebagai penghalang. (Al-Baqarah: 224), hingga akhir ayat.
ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ
Yang demikian itu adalah kifarat sumpah-sumpah kalian bila kalian bersumpah (dan kalian langgar). Dan jagalah sumpah kalian. (Al-Maidah: 89)
Dengan kata lain, janganlah kalian meninggalkan sumpah tanpa membayar kifaratnya. Tidak ada pertentangan pula dengan sabda Nabi Saw. yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, yaitu:
إِنِّي وَاللَّهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، لَا أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ فَأَرَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَتَحَلَّلْتُهَا". وَفِي رِوَايَةٍ: "وَكَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِي"
Sesungguhnya aku, demi Allah, jika Allah menghendaki, tidak sekali-kali aku bersumpah, lalu aku melihat bahwa ada hal yang lebih baik dari sumpahku itu, melainkan aku akan mengerjakan hal yang kupandang lebih baik, lalu aku bertahallul dari sumpahku. Dalam riwayat lain disebutkan, lalu aku bayar kifarat sumpahku.
Pada garis besarnya tidak ada pertentangan di antara semua dalil di atas dengan ayat yang disebutkan dalam surat ini, yaitu firman-Nya:
وَلا تَنْقُضُوا الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91)
Karena sesungguhnya yang dimaksud dengan istilah Al Aiman (sumpah-sumpah) ini termasuk ke dalam pengertian janji-janji dan ikatan-ikatan, bukan hanya sekadar sumpah-sumpah yang diutarakan untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.
Karena itulah Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah mengukuhkannya. (An-Nahl: 91) Yakni sumpah, jelasnya sumpah pakta Jahiliah.
Pendapat ini didukung oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ-حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْر وَأَبُو أُسَامَةَ، عَنْ زَكَرِيَّا -هُوَ ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ-عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جُبَيْر بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا حِلْف فِي الْإِسْلَامِ، وَأَيُّمَا حِلْفٍ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ لَمْ يَزِدْهُ الْإِسْلَامُ إِلَّا شِدَّةً".
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad (ibnu Abu Syaibah), telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir dan Abu Usamah, dari Zakaria (yakni Ibnu Abu Zaidah), dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari ayahnya, dari Jubair ibnu Mut'im yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada sumpah sepakta dalam Islam; dan sumpah sepakta mana pun yang terjadi di zaman Jahiliah, maka sesungguhnya Islam tidak menambahkan kepadanya melainkan menambah kekukuhannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Abu Syaibah dengan sanad yang sama.
Makna hadis menunjukkan bahwa dengan keberadaan agama Islam tidak diperlukan lagi adanya sumpah pakta yang biasa dilakukan di masa Jahiliah; karena sesungguhnya dengan berpegang kepada agama Islam sudah merupakan kecukupan untuk tujuan itu tanpa memerlukan lagi apa yang dahulu biasa mereka lakukan (di masa Jahiliah).
Adapun apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Asim Al-Ahwal, dari Anas r.a., yang mengatakan:
حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِنَا
Rasulullah Saw. pernah mengikat sumpah pakta di antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar di kampung halaman kami.
Makna yang dimaksud dari hadis ini ialah, Rasulullah Saw. mempersaudarakan di antara sesama mereka menjadi saudara-saudara angkat. Dahulu setelah adanya pakta ini mereka saling mewaris di antara sesamanya, hingga Allah menghapusnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Imarah Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Laila, dari Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan berbaiat (menyatakan janji setia) kepada Nabi Saw. Tersebutlah bahwa orang yang masuk Islam berbaiat kepada Nabi Saw. untuk menolong Islam. Lalu turunlah firman-Nya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji. (An-Nahl: 91) Yakni janji setia yang kalian baiatkan untuk menolong Islam ini. dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya. (An-Nahl: 91) Artinya, janganlah sekali-kali kenyataan minoritas pengikut Nabi Muhammad dan mayoritas kaum musyrik mendorong kalian membatalkan baiat yang telah kalian ikrarkan untuk membela Islam.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا صَخْرُ بْنُ جُوَيرية، عَنْ نَافِعٍ قَالَ: لَمَّا خَلَعَ النَّاسُ يَزِيدَ بْنَ مُعَاوِيَةَ، جَمَعَ ابْنُ عُمَرَ بَنِيهِ وَأَهْلَهُ، ثُمَّ تَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّا قَدْ بَايَعْنَا هَذَا الرَّجُلَ عَلَى بَيْعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "إن الْغَادِرَ يُنصب لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُقَالُ هَذِهِ غَدْرة فُلَانٍ وَإِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الغَدْر -إِلَّا أَنْ يَكُونَ الْإِشْرَاكَ بِاللَّهِ-أَنْ يُبَايِعَ رَجُلٌ رَجُلًا عَلَى بَيْعَةِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، ثُمَّ يَنْكُثُ بَيْعَتَهُ، فَلَا يَخْلَعَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَزِيدَ وَلَا يُسْرِفَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ فِي هَذَا الْأَمْرِ، فَيَكُونَ صَيْلم بَيْنِي وَبَيْنَهُ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Sakhr ibnu Juwairiyah, dari Nafi' yang mengatakan bahwa tatkala orang-orang (kaum muslim) memecat Yazid ibnu Mu'awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan semua anaknya dan keluarganya, kemudian ia membaca syahadat, lalu berkata, "Amma ba'du, sesungguhnya kita telah membaiat lelaki ini (yakni Yazid) dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya bagi seorang pengkhianat itu akan dipancangkan untuknya sebuah panji nanti di hari kiamat, lalu dikatakan bahwa panji ini adalah panji pengkhianatan si Fulan. Dan sesungguhnya pengkhianatan yang paling besar —terkecuali terhadap perbuatan mempersekutukan Allah— ialah bila seseorang lelaki membaiat lelaki yang lain dengan baiat Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia mengkhianati baiatnya (janji setianya).' Maka janganlah sekali-kali ada seseorang di antara kalian mencabut kembali baiatnya, dan janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian menyimpang dalam urusan ini, maka hal itu akan menjadi pemisah antara aku dan dia."
Sebagian dari hadis ini yang berpredikat marfu', ada di dalam kitab Sahihain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَابِسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ شَرَطَ لِأَخِيهِ شَرْطًا، لَا يُرِيدُ أَنْ يَفِيَ لَهُ بِهِ، فَهُوَ كَالْمُدْلِي جَارَهُ إِلَى غَيْرِ مَنْعَة"
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Abdur Rahman ibnu Abis, dari ayahnya, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa mensyaratkan bagi saudaranya suatu syarat dengan niat tidak akan memenuhi syarat itu kepada saudaranya, maka keadaannya sama dengan orang yang menjerumuskan orang yang dilindunginya ke dalam keadaan tanpa perlindungan.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. (An-Nahl: 91)
Ayat ini mengandung makna ancaman dan peringatan terhadap orang yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya.
Firman Allah Swt.:
وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا
Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya sesudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Abdullah ibnu Kasir dan As-Saddi mengatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita yang kurang akalnya, ia tinggal di Mekah di masa silam. Apabila telah memintal sesuatu, ia menguraikannya kembali sesudah kuat pintalannya.
Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan, hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang membatalkan sumpahnya sesudah mengukuhkannya. Pendapat ini lebih kuat dan lebih jelas, tanpa memandang apakah di Mekah ada wanita yang menguraikan pintalannya itu ataukah tidak.
*******************
Firman-Nya:
أَنْكَاثًا
menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Dapat diartikan bahwa lafaz ankasa ini adalah isim masdar, artinya 'wanita itu menguraikan kembali pintalannya menjadi cerai-berai'. Dapat pula diartikan sebagai badal dari khabar kana, yakni 'janganlah kalian menjadi orang yang gemar melanggar sumpahnya', bentuk jamak dari نَكْثٍ berasal dari نَاكِثٍ. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ
kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat penipu di antara kalian. (An-Nahl: 92)
Yakni makar dan tipu muslihat.
أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ
disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak dari golongan yang lain. (An-Nahl: 92)
Artinya, kalian mau berpakta dengan orang lain bila mereka lebih banyak jumlahnya daripada jumlah kalian demi ketenangan kalian. Tetapi bila kalian mempunyai kesempatan untuk berkhianat, maka kalian berkhianat terhadap mereka. Karenanya Allah Swt. melarang sikap tersebut, sebagai gambaran pihak yang sedikit terhadap pihak yang lebih banyak. Bilamana dalam keadaan demikian Allah Swt. melarangnya, maka terlebih lagi bila disertai dengan kemampuan dan kekuatan (untuk berbuat khianat), tentunya lebih dilarang.
Dalam surat Al-Anfal telah kami ceritakan kisah Mu'awiyah, ketika terjadi perjanjian gencatan senjata antara dia dengan Raja Romawi. Manakala perjanjian gencatan senjata itu hampir habis; Mu'awiyah berangkat bersama pasukannya menyerang mereka. Dan tepat di saat habisnya masa gencatan senjata, Mu'awiyah telah berada di dekat negeri mereka, maka Mu'awiyah langsung menyerang mereka tanpa menyadari bahwa Mu'awiyahlah pihak yang menyerang (yang memulai dahulu). Maka berkatalah Amr ibnu Anbasah kepadanya, "Allah Mahabesar, hai Mu'awiyah. Tepatilah perjanjianmu, janganlah kamu berbuat khianat! Karena aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ أَجْلٌ فَلَا يَحِلَّنَّ عُقدة حَتَّى يَنْقَضِيَ أمَدها"
Barang siapa yang antara dia dan suatu kaum terdapat suatu perjanjian, maka janganlah dia melepaskan ikatannya sebelum habis masa berlakunya'.”
Maka Mu'awiyah r.a. surut mundur dan pulang bersama pasukannya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak daripada golongan yang lain. (An-Nahl: 92) Arba artinya lebih banyak, yakni lebih kuat.
Mujahid mengatakan, dahulu di masa Jahiliah mereka biasa mengadakan perjanjian pakta di antara sesama mereka. Bilamana suatu golongan menjumpai golongan lain yang lebih banyak jumlahnya daripada diri mereka serta lebih kuat, maka dirusaknyalah perjanjian pakta yang ada, lalu mereka mengadakan perjanjian pakta yang baru dengan golongan yang lebih kuat itu. Maka dilaranglah mereka dari perbuatan seperti itu. Ad-Dahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid telah mengatakan hal yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ
Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. (An-Nahl: 92)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, makna yang dimaksud ialah Allah menguji mereka dengan adanya golongan yang lebih banyak. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah sengaja menguji kalian melalui perintah-Nya yang menganjurkan agar kalian memenuhi janji kalian.
وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan. (An-Nahl: 92)
Kemudian Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan baik buruk amalnya.
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًۭا تَتَّخِذُونَ أَيْمَٰنَكُمْ دَخَلًۢا بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِىَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ ۚ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ ٱللَّهُ بِهِۦ ۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ 92
(92) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
(92)
Firman-Nya:
أَنْكَاثًا
menjadi cerai-berai kembali. (An-Nahl: 92)
Dapat diartikan bahwa lafaz ankasa ini adalah isim masdar, artinya 'wanita itu menguraikan kembali pintalannya menjadi cerai-berai'. Dapat pula diartikan sebagai badal dari khabar kana, yakni 'janganlah kalian menjadi orang yang gemar melanggar sumpahnya', bentuk jamak dari نَكْثٍ berasal dari نَاكِثٍ. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ
kalian menjadikan sumpah (perjanjian) kalian sebagai alat penipu di antara kalian. (An-Nahl: 92)
Yakni makar dan tipu muslihat.
أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ
disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak dari golongan yang lain. (An-Nahl: 92)
Artinya, kalian mau berpakta dengan orang lain bila mereka lebih banyak jumlahnya daripada jumlah kalian demi ketenangan kalian. Tetapi bila kalian mempunyai kesempatan untuk berkhianat, maka kalian berkhianat terhadap mereka. Karenanya Allah Swt. melarang sikap tersebut, sebagai gambaran pihak yang sedikit terhadap pihak yang lebih banyak. Bilamana dalam keadaan demikian Allah Swt. melarangnya, maka terlebih lagi bila disertai dengan kemampuan dan kekuatan (untuk berbuat khianat), tentunya lebih dilarang.
Dalam surat Al-Anfal telah kami ceritakan kisah Mu'awiyah, ketika terjadi perjanjian gencatan senjata antara dia dengan Raja Romawi. Manakala perjanjian gencatan senjata itu hampir habis; Mu'awiyah berangkat bersama pasukannya menyerang mereka. Dan tepat di saat habisnya masa gencatan senjata, Mu'awiyah telah berada di dekat negeri mereka, maka Mu'awiyah langsung menyerang mereka tanpa menyadari bahwa Mu'awiyahlah pihak yang menyerang (yang memulai dahulu). Maka berkatalah Amr ibnu Anbasah kepadanya, "Allah Mahabesar, hai Mu'awiyah. Tepatilah perjanjianmu, janganlah kamu berbuat khianat! Karena aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قَوْمٍ أَجْلٌ فَلَا يَحِلَّنَّ عُقدة حَتَّى يَنْقَضِيَ أمَدها"
Barang siapa yang antara dia dan suatu kaum terdapat suatu perjanjian, maka janganlah dia melepaskan ikatannya sebelum habis masa berlakunya'.”
Maka Mu'awiyah r.a. surut mundur dan pulang bersama pasukannya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak daripada golongan yang lain. (An-Nahl: 92) Arba artinya lebih banyak, yakni lebih kuat.
Mujahid mengatakan, dahulu di masa Jahiliah mereka biasa mengadakan perjanjian pakta di antara sesama mereka. Bilamana suatu golongan menjumpai golongan lain yang lebih banyak jumlahnya daripada diri mereka serta lebih kuat, maka dirusaknyalah perjanjian pakta yang ada, lalu mereka mengadakan perjanjian pakta yang baru dengan golongan yang lebih kuat itu. Maka dilaranglah mereka dari perbuatan seperti itu. Ad-Dahhak, Qatadah, dan Ibnu Zaid telah mengatakan hal yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ
Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu. (An-Nahl: 92)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, makna yang dimaksud ialah Allah menguji mereka dengan adanya golongan yang lebih banyak. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Allah sengaja menguji kalian melalui perintah-Nya yang menganjurkan agar kalian memenuhi janji kalian.
وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepada kalian apa yang dahulu kalian perselisihkan. (An-Nahl: 92)
Kemudian Allah akan memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan baik buruk amalnya.
وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةًۭ وَٰحِدَةًۭ وَلَٰكِن يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَلَتُسْـَٔلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 93
(93) Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.
(93)
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ
أَيُّهَا النَّاسُأُمَّةً وَاحِدَةً
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian (hai manusia) satu umat saja. (An-Nahl: 93)
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (Yunus: 99)
Yakni niscaya Dia benar-benar merukunkan di antara sesama kalian dan tentulah Dia tidak akan menjadikan perselisihan, permusuhan, dan perdebatan di antara kalian. Dalam ayat yang lain disebutkan pula:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. (Hud: 118-119)
Hal yang semakna dikatakan oleh firman-Nya dalam ayat ini, yaitu:
وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nahl: 93)
Kemudian Dia akan meminta pertanggungjawaban dari kalian kelak di hari kiamat tentang semua amal perbuatan kalian, lalu Dia akan membalaskannya terhadap kalian, baik yang besar, yang pertengahan, maupun yang terkecil, tanpa ada yang terlewatkan.
Selanjutnya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya, bahwa janganlah seseorang menjadikan sumpahnya sebagai sarana untuk menipu dan makar, agar kakinya tidak tergelincir sesudah kokoh. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang tadinya berada pada jalan yang lurus, lalu menyimpang dan tergelincir dari jalan petunjuk disebabkan sumpah yang dilanggarnya dan berakibat terhalangnya jalan Allah. Dikatakan demikian karena orang kafir itu apabila melihat ada orang mukmin yang bersumpah menjamin keselamatannya, kemudian ternyata orang mukmin itu melanggar sumpahnya, maka tiada kepercayaan lagi bagi si kafir terhadap agama si mukmin. Sebagai akibatnya, maka si kafir itu merasa anti pati untuk masuk Islam. Karena itulah maka disebutkan di dalam firman-Nya:
وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
dan kalian rasakan kemelaratan (di dunia) karena kalian menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagi kalian azab yang besar. (An-Nahl: 94)
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
وَلا تَشْتَرُوا بِعَهْدِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا
Dan janganlah kalian tukar perjanjian kalian dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah). (An-Nahl: 95)
Maksudnya, janganlah kalian menukar iman kepada Allah dengan harta benda duniawi dan perhiasannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu sedikit. Dan sekiranya diberikan dunia berikut isinya kepada seseorang, tentulah pahala yang ada di sisi Allah lebih baik baginya. Yakni balasan Allah dan pahala-Nya adalah lebih baik bagi orang yang berharap kepada Allah, beriman kepada-Nya, memohon kepada-Nya,dan memelihara janjinya dengan Allah karena mengharapkan pahala yang dijanjikan-Nya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan:
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ
jika kalian mengetahui. Apa yang di sisi kalian akan lenyap. (An-Nahl: 95-96)
Yaitu akan habis dan lenyap, karena sesungguhnya hal itu mempunyai batas waktu yang tertentu dan ada masa habisnya.
وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ
dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (An-Nahl: 96)
Pahala Allah untuk kalian di surga nanti kekal, tiada habis-habisnya dan tiada putus-putusnya, karena sesungguhnya pahala di surga itu bersifat kekal, tidak berubah, dan tidak akan lenyap.
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 96)
Ungkapan sumpah dari Allah yang diperkuat dengan memakai huruf lam mengandung makna bahwa sesungguhnya Dia akan memberikan balasan kepada orang-orang yang penyabar dengan pahala yang lebih baik daripada amal perbuatan mereka, yakni selain itu Allah memaafkan keburukan-keburukan amal perbuatan mereka.