21 - الأنبياء - Al-Anbiyaa

Juz : 17

The Prophets
Meccan

وَمِنَ ٱلشَّيَٰطِينِ مَن يَغُوصُونَ لَهُۥ وَيَعْمَلُونَ عَمَلًۭا دُونَ ذَٰلِكَ ۖ وَكُنَّا لَهُمْ حَٰفِظِينَ 82

(82) Dan Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan syaitan-syaitan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu,

(82) 

Firman Allah Swt.:.

وَمِنَ الشَّيَاطِينِ مَنْ يَغُوصُونَ لَهُ

Dan Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya. (Al-Anbiya: 82)

Yakni setan-setan itu bertugas menyelam ke dalam laut untuk mengambil mutiara-mutiara dan berbagai macam perhiasan lainnya.

وَيَعْمَلُونَ عَمَلا دُونَ ذَلِكَ

dan mengerjakan pekerjaan selain dari itu. (Al-Anbiya: 82)

Maksudnya, setan-setan itu dapat diperintahkan olehnya untuk mengerjakan pekerjaan selain menyelam ke dalam laut. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ

dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan setan yang lain yang terikat dalam belenggu. (Shad: 37-38)

Adapun firman Allah Swt.:

وَكُنَّا لَهُمْ حَافِظِينَ

dan adalah Kami memelihara mereka itu. (Al-Anbiya: 82)

Yakni Allah menjaga Sulaiman bila ada seseorang dari setan-setan itu hendak berbuat jahat terhadapnya, bahkan semua setan berada dalam genggaman kekuasaan-Nya dan tunduk di bawah keperkasaan Allah. Tiada seorang pun dari mereka yang berani mendekati Sulaiman, bahkan Sulaiman berkuasa penuh atas mereka. Jika dia menghendaki, dapat saja ia menahan seseorang dari mereka yang dikehendakinya, dapat pula melepaskan siapa pun dari mereka yang dikehendakinya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:

وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ

dan setan yang lain terikat dalam belenggu. (Shad: 38)


وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ 83

(83) dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang".

(83) 

Allah Swt. menceritakan tentang Ayub a.s. dan musibah yang menimpanya sebagai cobaan untuk dirinya. Musibah itu menimpa harta benda, anak-anaknya, juga tubuhnya. Demikian itu karena Ayub adalah seorang yang memiliki banyak ternak dan lahan pertanian, ia pun memiliki banyak anak serta tempat-tempat tinggal yang menyenangkan. Maka Allah menguji Ayub dengan menimpakan bencana kepada semua miliknya itu, semuanya lenyap tiada tersisa. Kemudian cobaan ditimpakan pula kepada jasad atau tubuh Ayub sendiri. Menurut suatu pendapat, penyakit yang menimpanya adalah penyakit lepra yang mengenai sekujur tubuhnya, sehingga tiada suatu bagian pun dari anggota tubuhnya yang selamat dari penyakit ini, kecuali hati dan lisannya yang selalu berzikir mengingat Allah Swt.

Cobaan ini membuat orang-orang tidak mau sekedudukan dengan Ayub. Maka Ayub tinggal terpencil menyendiri di pinggir kota tempat tinggalnya. Tiada seorang manusia pun yang mau datang kepadanya selain dari istrinya yang bertugas merawatnya dan mengurusi keperluannya.

Menurut suatu pendapat, istri Ayub jatuh miskin, lalu ia bekerja menjadi pelayan bagi orang lain yang hasilnya ia gunakan untuk keperluan suaminya.

Nabi Saw. pernah bersabda sehubungan dengan masalah cobaan ini:

"أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ"

Orang yang paling keras cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu menyusul orang-orang yang utama dan orang-orang yang sebawahnya.

Di dalam hadis lain disebutkan:

"يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى قَدْرِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ"

Seorang lelaki diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat, maka cobaan yang menimpanya diperkuat pula.

Nabi Ayub adalah seorang yang sangat penyabar, sehingga kesabarannya dijadikan sebagai peribahasa yang patut diteladani.

Yazid ibnu Maisarah mengatakan bahwa ketika Allah menimpakan cobaan kepada Ayub a.s. dengan melenyapkan keluarganya, harta benda, dan anak-anaknya, sehingga Ayub tidak memiliki sesuatu pun lagi, Ayub berzikir kepada Allah dengan baik. Dalam doanya ia mengatakan, "Aku memuji-Mu, wahai Tuhan semua makhluk. Engkau telah memberiku dengan pemberian yang baik, Engkau telah memberiku harta benda dan anak, sehingga tiada suatu ruang pun dalam kalbuku melainkan disibukkan olehnya. Lalu Engkau mengambil kesemuanya dariku dan Engkau kosongkan hatiku, sehingga tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara aku dan Engkau (untuk berzikir mengingat-Mu). Seandainya musuhku si iblis itu mengetahui apa yang aku perbuat, tentulah dia akan dengki kepadaku." Mendengar hal tersebut,maka iblis menjadi marah.

Yazid ibnu Maisarah melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub mengatakan dalam doanya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memberiku harta dan anak, dan tidak ada seorang manusia pun yang berdiri di hadapan pintu rumahku mengadu tentang kezaliman yang kulakukan terhadapnya. Dan Engkau Maha Mengetahui tentang itu. Sesungguhnya telah disediakan bagiku sebuah hamparan untukku, tetapi aku meninggalkannya, dan kukatakan kepada diriku sendiri, "Hai tubuhku, sesungguhnya kamu diciptakan bukan untuk berbaring di atas hamparan (kasur) itu, "aku tinggalkan hal tersebut tiada lain hanyalah semata-mata mengharapkan rida-Mu."

Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Telah diriwayatkan pula dari Wahb ibnu Munabbih kisah mengenai Ayub ini dengan panjang lebar, dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim berikut sanadnya dari Wahb ibnu Munabbih. Diriwayatkan juga oleh sejumlah ulama tafsir mutaakhkhirin, hanya di dalamnya terkandung hal yang garib (aneh). Kami tidak mengetengahkannya karena kisahnya terlalu panjang.

Menurut suatu riwayat, Ayub mengalami cobaan ini dalam masa yang sangat lama. Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat keadaan Ayub sedemikian parahnya.

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa Ayub a.s. dicoba selama tujuh tahun lebih beberapa bulan dalam keadaan terbaring di tempat pembuangan sampah kaum Bani Israil. Sehingga hewan-hewan berkeliaran menginjak tubuhnya. Lalu Allah membebaskannya dari cobaan itu dan memberinya pahala yang besar serta memujinya dengan pujian yang baik.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Ayub a.s tinggal dalam keadaan dicoba selama tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang.

As-Saddi mengatakan bahwa daging tubuh Ayyub berguguran rontok, sehingga tiada yang tersisa dari tubuhnya selain otot-otot dan tulang-tulangnya. Selama itu Ayub dirawat oleh istrinya yang selalu mendatanginya dengan membawa abu. Setelah sakit Ayub cukup lama, istrinya berkata kepadanya, "Hai Ayub, sekiranya kamu berdoa kepada Tuhanmu untuk kesembuhanmu, tentu Dia akan melenyapkan penyakitmu ini." Ayub menjawab, "Saya telah menjalani masa hidup selama tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat. Masa itu sebentar, maka sudah sepantasnya bagiku bersabar demi karena Allah selama tujuh puluh tahun." Maka istrinya merasa terkejut dan mengeluh mendapat jawaban tersebut, lalu ia pergi.

Istri Ayub bekerja pada orang-orang dengan memperoleh imbalan upah, kemudian ia datang kepada Ayub seraya membawa hasil dari kerjanya, lalu ia memberi makan Ayub.

Sesungguhnya iblis pergi menemui dua orang Palestina sahabat karib Ayub, keduanya bersaudara. Ketika iblis telah sampai pada keduanya, iblis mengatakan, "Saudara kamu berdua yang bernama Ayub sedang mengalami cobaan anu dan anu. Maka datanglah kamu berdua kepadanya seraya membesuknya, dan bawalah besertamu minuman ini. Sesungguhnya minuman ini berasal dari khamr negeri kalian; jika dia mau meminumnya, tentulah ia akan sembuh dari penyakitnya."

Kedua orang lelaki itu lalu datang menjenguk Ayub. Ketika keduanya melihat keadaan Ayub, maka keduanya menangis, dan Ayub bertanya, "Siapakah Kamu berdua?" Keduanya menjawab, "Saya adalah anu dan Fulan." Ayub menyambut kedatangan keduanya dan mengatakan, "Marhaban (selamat datang) dengan orang-orang yang tidak menjauhiku saat aku tertimpa cobaan ini." Keduanya berkata, "Hai Ayub, barangkali kamu menyembunyikan sesuatu, lalu menampakkan yang lainnya. Oleh karena itu, Allah mengujimu dengan cobaan ini."

Maka Ayub menunjukkan pandangannya ke langit, lalu berkata, "Dia mengetahui saya tidak menyembunyikan sesuatu di balik apa yang saya lahirkan, tetapi Tuhanku sengaja sedang mengujiku untuk Dia lihat apakah saya bersabar ataukah mengeluh (tidak sabar)." Lalu keduanya berkata, "Hai Ayub, minumlah khamr yang kami bawa ini, karena sesungguhnya jika kamu meminum sebagian darinya, tentulah kamu akan sembuh."

Ayub marah dan berkata, "Rupanya si busuk (iblis) itu telah datang kepada kalian berdua dan menganjurkan agar menyampaikan ini. Kalian haram berbicara denganku; begitu pula makanan dan minuman kalian haram bagiku." Lalu keduanya pergi meninggalkan Ayub.

Istri Ayub berangkat untuk bekerja pada orang lain. Ia membuat roti untuk suatu keluarga yang mempunyai seorang anak kecil. Saat roti telah masak, anak mereka masih tidur, sedangkan mereka tidak mau mengganggu tidur anak mereka, karenanya mereka memberikan roti itu kepada istri Ayub.

Istri Ayub membawa roti itu pulang ke rumah Ayub, tetapi Ayub merasa heran dengan kedatangannya yang begitu cepat, lalu ia bertanya, "Mengapa engkau begitu cepat pulang, apakah yang engkau alami hari ini?" Maka si istri menceritakan apa yang telah dialaminya. Ayub berkata, "Barangkali anak kecil itu telah bangun dari tidurnya, lalu meminta roti kepada orang tuanya dan mereka tidak menemukannya, sehingga anak kecil itu terus-menerus menangis meminta roti kepada orang tuanya. Sekarang kembalilah ke rumah itu dan bawalah kembali roti ini."

Ia kembali, dan ketika sampai di tangga rumah mereka, tiba-tiba ada seekor kambing milik mereka menyeruduknya, maka ia mengeluarkan kata cacian, "Celakalah si Ayub yang keliru itu." Setelah ia menaiki tangga rumah keluarga itu, ia menjumpai anak tersebut telah bangun dari tidurnya dalam keadaan menangis meminta roti kepada orang tuanya.

Anak itu tidak mau menerima makanan apa pun dari orang tuanya selain roti itu. Maka saat itu juga istri Ayub berkata, "Semoga Allah merahmati Ayub." Lalu roti itu dia berikan kepada anak itu, dan ia pulang ke rumah.

Kemudian iblis datang lagi kepada istri Ayub dalam rupa seorang tabib. Iblis berkata kepadanya, "Sesungguhnya suamimu menderita sakit yang cukup lama. Jika ia menginginkan sembuh dari sakitnya, hendaklah ia menangkap seekor lalat, lalu menyembelihnya dengan menyebut nama berhala Bani Fulan. Sesungguhnya ia akan sembuh dari penyakitnya, kemudian dapat melakukan tobat sesudahnya."

Istri Ayub mengatakan apa yang dipesankan oleh iblis itu kepada suaminya. Maka Ayub menjawab.”Sesungguhnya engkau telah kedatangan makhluk jahat itu lagi. Demi Allah, seandainya aku telah sembuh dari sakitku ini, aku akan menderamu sebanyak seratus kali pukulan."

Istri Ayub pergi untuk mencari nafkah buat suaminya, tetapi rezeki terhalang darinya; tidak sekali-kali ia mendatangi rumah suatu keluarga untuk menawarkan jasa pelayanannya, melainkan mereka menolaknya. Setelah bersusah payah mencari rezeki, tetapi tidak berhasil juga, ia merasa khawatir suaminya Ayub akan kelaparan, maka ia terpaksa mencukur salah satu kepangan rambutnya, lalu menjualnya kepada seorang anak perempuan dari keluarga orang yang terhormat lagi kaya. Maka mereka memberikan imbalan kepadanya berupa makanan yang baik-baik lagi berjumlah banyak. Istri Ayub membawa makanan itu kepada suaminya. Ketika Ayub melihat makanan itu, ia merasa curiga, lalu bertanya kepada istrinya, "Dari manakah kamu dapatkan makanan ini?" Ia menjawab, "Saya bekerja kepada orang lain dan mereka memberikan makanan ini sebagai imbalannya," lalu Ayub mau memakannya.

Pada keesokan harinya istri Ayub keluar lagi untuk mencari pekerjaan, tetapi ia tidak menemukannya, hingga terpaksa memotong lagi kepangan rambutnya yang masih tersisa, lalu menjualnya kepada anak perempuan yang sama. Keluarga anak itu memberinya makanan sebagai pembayarannya, sama dengan makanan yang kemarin. Istri Ayub membawa makanan kepada suaminya, maka Ayub bertanya, "Demi Allah, aku tidak mau memakannya sebelum aku ketahui dari manakah makanan ini didapat." Maka istri Ayub membuka kerudung yang menutupi kepala­nya. Ketika Ayub melihat rambut istrinya dicukur, ia sangat terpukul dan merasa sedih yang amat sangat. Maka pada saat itu juga Ayub berdoa kepada Allah Swt., seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali, bahwa setan yang mengganggu Ayub dikenal dengan sebutan Mabsut.

Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa istri Ayub berkata kepada suaminya, "Berdoalah kepada Allah memohon kesembuhan, pasti Allah akan menyembuhkanmu." Akan tetapi, Ayub tetap tidak mau berdoa untuk memohon kesembuhannya. Hingga pada suatu hari lewatlah sejumlah orang dari kalangan Bani Israil di dekat tempat Ayub berada. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Musibah yang menimpanya tiada lain karena dosa besar yang dikerjakannya." Maka pada saat itu juga Nabi Ayub berdoa kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: (Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. (Al-Anbiya: 83)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa Nabi Ayub mempunyai dua orang saudara. Pada suatu hari dua saudaranya itu datang mengunjunginya, tetapi keduanya tidak dapat mendekatinya karena bau Ayub yang tidak enak; maka keduanya hanya berdiri dari kejauhan. Salah seorang berkata kepada yang lain, "Seandainya Allah mengetahui adanya kebaikan pada diri Ayub, tentulah Dia tidak mengujinya dengan cobaan ini." Maka Ayub merasa berduka cita dengan perkataan keduanya, duka cita yang belum pernah ia alami sebelumnya. Lalu Ayub berdoa, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum pernah tidur di suatu malam pun dalam keadaan kenyang, dan aku mengetahui mengapa aku lapar, maka percayalah kepadaku." Maka semua malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Kemudian Ayub berkata lagi, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya aku belum pernah mempunyai dua lapis baju gamis, dan aku mengetahui mengapa aku sampai tidak berpakaian, maka percayailah aku." Para malaikat yang ada di langit mempercayainya, sedangkan kedua saudaranya itu mendengarkannya. Setelah itu Ayub berkata, "Ya Allah, demi Keagungan-Mu," lalu Ayub menyungkur bersujud seraya berkata, "Demi Keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku selama Engkau belum menyembuhkan diriku dari penyakit ini." Ayub tidak mengangkat kepalanya hingga pada akhirnya Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya.

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan sanadnya yang marfu' dan lafaz yang semisal. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid, dari Aqil, dari Az-Zuhri, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Nabi Allah —Ayub— menjalani masa cobaan selama delapan belas tahun. Semua orang —baik yang tadinya dekat maupun yang jauh—tidak mau mendekatinya kecuali hanya dua orang saudaranya yang sangat akrab dengannya sebelum itu. Keduanya selalu datang menjenguknya di setiap pagi dan petang. Maka salah seorang berkata kepada yang lain, 'Demi Allah, engkau mengetahui bahwa sesungguhnya Ayub telah berbuat suatu dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang manusia pun.' Yang lain menjawab, "Dosa apakah yang dilakukannya?" Temannya berkata, 'Selama delapan belas tahun Ayub tidak mendapat rahmat dari Allah.' Kemudian Allah melenyapkan cobaan yang menimpanya. Ketika kedua orang temannya datang lagi mengunjunginya, maka salah seorang tidak sabar lagi untuk menanyakan hal itu kepada Ayub. Lalu Ayub menjawab, 'Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, hanya Allah Swt. pasti mengetahui bahwa pada suatu hari aku berpapasan dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar, lalu keduanya menyebut nama Allah (bersumpah). Maka aku kembali ke rumahku, lalu kulakukan kifarat sebagai ganti dari kedua orang itu, karena aku tidak suka bila nama Allah disebut-sebut oleh keduanya bukan dalam masalah yang hak.'

Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa Ayub biasa keluar untuk suatu keperluan. Apabila ia telah selesai dari keperluan tersebut, istrinya memegang tangannya (menuntunnya) hingga sampai ke rumah. Tetapi pada suatu hari istrinya terlambat menjemputnya, maka Allah menurunkan wahyu kepada Ayub di tempat itu, yaitu firman-Nya: Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shad: 42)

Akan tetapi, predikat marfu" hadis ini dinilai garib (aneh) sekali.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Allah memberinya pakaian dari surga, lalu Ayub menjauh dari tempatnya dan duduk di suatu tempat yang agak jauh dari tempat semula. Ketika istrinya datang, istrinya tidak mengenalinya; lalu si istri bertanya, "Hai hamba Allah, ke manakah perginya orang yang mengalami musibah; tadi ia di sini? Saya khawatir bila ia dibawa pergi oleh anjing-anjing atau oleh serigala-serigala pemangsa." Kemudian istri Ayub mengajaknya ber­bicara selama sesaat. Maka Ayub (yang telah berganti rupa itu) menjawab, "Celakalah kamu, saya ini Ayub." Istrinya berkata, "Apakah engkau memperolok-olokku, hai hamba Allah?" Ayub berkata, "Celakalah kamu, aku adalah Ayub. Allah telah mengembalikan tubuhku seperti sediakala."

Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa Allah mengembalikan semua harta dan anak-anaknya saat itu juga, kemudian diberi lagi anak yang berjumlah sama dengan mereka.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Ayub, "Sesungguhnya Aku telah mengembalikan kepadamu seluruh keluargamu dan harta bendamu, ditambah dengan yang sejumlah dengan mereka. Maka mandilah'dengan air ini, karena sesungguhnya pada air ini terkandung kesembuhan bagimu. Lalu berkurbanlah untuk sahabat-sahabatmu dan mintalah ampunan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka telah durhaka kepada-Ku karena kamu." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Abu Hatim mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا همام، عن قتادة، عن النضر ابن أَنَسٍ، عَنْ بَشير بْنِ نَهِيك، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا عَافَى اللَّهُ أَيُّوبَ، أَمْطَرَ عَلَيْهِ جَرَادًا مِنْ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ يَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيَجْعَلُهُ فِي ثَوْبِهِ". قَالَ: "فَقِيلَ لَهُ: يَا أَيُّوبُ، أَمَا تَشْبَعُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، وَمَنْ يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ".

telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari An-Nadr ibnu Anas, dari Basyir ibnu Nuhaik, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Setelah Allah memulihkan kesehatan Ayub, maka Allah menghujaninya dengan belalang emas. Lalu Ayub memungutinya dengan tangan dan memasukkannya ke dalam baju. Maka dikatakan kepadanya, "Hai Ayub, tidakkah engkau merasa kenyang?" Ayub menjawab, "Wahai Tuhanku, siapakah yang merasa kenyang dengan rahmat-Mu?”

Asal hadis ini ada pada kitab Sahihain, akan dijelaskan dalam pembahasan lain.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ

dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka. (Al-Anbiya: 84)

Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Allah berfirman (kepada para malaikat-Nya), "Kembalikanlah kepadanya semua miliknya dalam keadaan utuh."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, juga dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah.

Sebagian orang mengatakan bahwa istri Ayub bernama Rahmah. Jika pendapat ini bersumber dari konteks ayat, sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Jika bersumber dari berita Ahli Kitab dan memang terbukti berasal dari mereka, maka termasuk ke dalam Bab "Tidak Boleh Dipercayai dan Tidak Boleh pula Didustakan." Akan tetapi, Ibnu Asakir telah menyebutnya di dalam kitab Tarikh-nya dengan sebutan Rahmatullah.

Ibnu Asakir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, nama istri Ayub ialah Layya binti Minsya ibnu Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ibnu Asakir mengatakan pula bahwa menurut pendapat lainnya, nama istri Ayub ialah Layya binti Ya'qub a.s, ia hidup bersamanya di negeri Sanyah.

Mujahid mengatakan bahwa dikatakan kepada Ayub, "Hai Ayub, sesungguhnya keluargamu Kami masukkan ke dalam surga. Jika kamu suka, Kami dapat mendatangkan mereka kepadamu. Dan jika kamu menghendaki, Kami dapat membiarkan mereka di dalam surga, lalu menggantikan buatmu orang-orang sejumlah mereka menjadi keluargamu." Ayub menjawab, "Tidak, biarkanlah mereka di dalam surga."Maka mereka dibiarkan di dalam surga dan diberikan kepada Ayub orang-orang sejumlah mereka di dunia sebagai keluarganya.

Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa diberikan kepada Ayub pahala kesabaran karena ditinggal mereka kelak di akhirat, dan diberikan kepadanya keluarga baru yang bilangannya sama dengan mereka di dunia. Hammad ibnu Zaid mengatakan bahwa ia menceritakan kisah ini kepada Mutarrif. Maka Mutarrif menjawab,"Saya belum pernah mengetahui jalur periwayatannya sebelum ini." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

*******************

Firman Allah Swt.:

رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا

sebagai suatu rahmat dari sisi Kami. (Al-Anbiya: 84)

Yakni Kami lakukan hal itu kepada Ayub sebagai rahmat dari sisi Kami buatnya.

Firman Allah Swt.:

وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ

dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al-Anbiya: 84)

Kami jadikan kisah Ayub ini sebagai suri teladan agar orang-orang yang tertimpa musibah jangan beranggapan bahwa sesungguhnya Kami lakukan cobaan itu kepada mereka tiada lain karena mereka hina dalam pandangan Kami. Dan agar mereka meniru kesabaran Ayub dalam menghadapi takdir Allah dan cobaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam cobaan yang dikehendaki-Nya. Hanya Dia sajalah yang mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik semuanya itu.


فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ فَكَشَفْنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرٍّۢ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ أَهْلَهُۥ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةًۭ مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَٰبِدِينَ 84

(84) Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.

(84) 

Firman Allah Swt.:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَابِدِينَ

Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al-Anbiya: 84)

وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ

Dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka. (Al-Anbiya: 84)

Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Allah berfirman (kepada para malaikat-Nya), "Kembalikanlah kepadanya semua miliknya dalam keadaan utuh."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, juga dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah.

Sebagian orang mengatakan bahwa istri Ayub bernama Rahmah. Jika pendapat ini bersumber dari konteks ayat, sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Jika bersumber dari berita Ahli Kitab dan memang terbukti berasal dari mereka, maka termasuk ke dalam Bab "Tidak Boleh Dipercayai dan Tidak Boleh pula Didustakan." Akan tetapi, Ibnu Asakir telah menyebutnya di dalam kitab Tarikh-nya dengan sebutan Rahmatullah.

Ibnu Asakir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, nama istri Ayub ialah Layya binti Minsya ibnu Yusuf ibnu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim. Ibnu Asakir mengatakan pula bahwa menurut pendapat lainnya, nama istri Ayub ialah Layya binti Ya'qub a.s, ia hidup bersamanya di negeri Sanyah.

Mujahid mengatakan bahwa dikatakan kepada Ayub, "Hai Ayub, sesungguhnya keluargamu Kami masukkan ke dalam surga. Jika kamu suka, Kami dapat mendatangkan mereka kepadamu. Dan jika kamu menghendaki, Kami dapat membiarkan mereka di dalam surga, lalu menggantikan buatmu orang-orang sejumlah mereka menjadi keluargamu." Ayub menjawab, "Tidak, biarkanlah mereka di dalam surga."Maka mereka dibiarkan di dalam surga dan diberikan kepada Ayub orang-orang sejumlah mereka di dunia sebagai keluarganya.

Hammad ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa diberikan kepada Ayub pahala kesabaran karena ditinggal mereka kelak di akhirat, dan diberikan kepadanya keluarga baru yang bilangannya sama dengan mereka di dunia. Hammad ibnu Zaid mengatakan bahwa ia menceritakan kisah ini kepada Mutarrif. Maka Mutarrif menjawab,"Saya belum pernah mengetahui jalur periwayatannya sebelum ini." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Firman Allah Swt.:

رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا

Sebagai suatu rahmat dari sisi Kami. (Al-Anbiya: 84)

Yakni Kami lakukan hal itu kepada Ayub sebagai rahmat dari sisi Kami buatnya.

Firman Allah Swt.:

وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ

Dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al-Anbiya: 84)

Kami jadikan kisah Ayub ini sebagai suri teladan agar orang-orang yang tertimpa musibah jangan beranggapan bahwa sesungguhnya Kami lakukan cobaan itu kepada mereka tiada lain karena mereka hina dalam pandangan Kami. Dan agar mereka meniru kesabaran Ayub dalam menghadapi takdir Allah dan cobaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam cobaan yang dikehendaki-Nya. Hanya Dia sajalah yang mengetahui hikmah yang tersembunyi di balik semuanya itu.


وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا ٱلْكِفْلِ ۖ كُلٌّۭ مِّنَ ٱلصَّٰبِرِينَ 85

(85) Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.

(85) 

وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ

Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. (Al-Anbiya: 85)

Yang dimaksud dengan Ismail ialah putra Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah. Kisahnya telah disebutkan di dalam tafsir surat Maryam, begitu pula Idris a.s. Adapun Zulkifli, menurut makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa tidak sekali-kali ia disebutkan bersama para nabi, melainkan ia adalah seorang nabi. Pendapat yang lain mengatakan bahwa sesungguhnya dia hanyalah seorang lelaki saleh, seorang raja yang adil, bijaksana lagi jujur. Ibnu Jarir tidak memberikan tanggapan apa pun sehubungan dengan hal ini, hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan Zulkifli ini, bahwa Zulkifli adalah seorang lelaki saleh, bukan seorang nabi. Ia memberikan jaminan kepada anak-anak kaumnya, -bahwa ia sanggup menangani urusan kaumnya, mengatur mereka, serta memutuskan di antara sesama mereka dengan adil dan bijaksana. Ia melakukannya dengan baik, akhirnya ia diberi julukan Zulkifli. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Mujahid yang mengatakan bahwa setelah Alyasa' berusia lanjut, ia berkata, "Sekiranya aku mengangkat seorang lelaki sebagai penggantiku untuk mengatur orang-orang, dia mau bekerja untuk mereka selama hidupku, aku akan melihat apa yang bakal dilakukannya." Alyasa' mengumpulkan orang-orang, lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang sanggup menerima tiga persyaratan dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai penggantiku. Yaitu dia harus puasa di siang harinya, berdiri (salat) di malam harinya, dan tidak boleh marah."

Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lalu berdirilah seorang lelaki yang hina dipandang mata, dan ia berkata, "Saya sanggup." Alyasa' berkata, "Apakah kamu mampu puasa di siang hari, berdiri di malam hari, dan tidak boleh marah?" Si lelaki itu menjawab, "Ya." Akan tetapi Alyasa' menolaknya pada hari itu. Pada hari yang kedua Alyasa mengucap­kan kata-kata yang sama, tetapi tiada seorang pun yang menjawabnya. Kemudian lelaki itu berdiri seraya berkata, "Saya sanggup." Akhirnya Alyasa mengangkatnya sebagai penggantinya.

Iblis berkata kepada setan-setan, "Kalian harus menggoda si Fulan." Tetapi setan-setan itu tidak mampu menggodanya. Akhirnya iblis berkata kepada setan-setan, "Biarkanlah, dia adalah bagianku."

Iblis mendatanginya dalam rupa seorang yang berusia lanjut lagi miskin di saat lelaki itu merebahkan dirinya di tempat peraduannya di tengah hari untuk istirahat sebentar, karena selamanya ia tidak pernah tidur di malam hari —juga di siang harinya— kecuali hanya saat itu saja. Iblis mengetuk pintu rumahnya, maka ia bertanya, "Siapakah Anda?" Iblis menjawab, "Saya orang lanjut usia yang teraniaya."

Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa lelaki itu bangkit dan membuka pintu rumahnya, lalu orang tua itu menceritakan perihalnya kepada dia seraya mengadu.” Sesungguhnya antara diriku dan kaumku ada suatu persengketaab. Mereka menganiaya diriku dan melakukan anu dan anu terhadap diriku." Si iblis yang berupa orang tua itu memperpanjang pembicaraannya hingga hari senja dan waktu istirahat tidur siang hari sudah habis.

Lelaki itu berkata, "Jika aku berada di majelisku, datanglah kamu, maka aku akan membelamu agar kamu dapat mengambil hakmu." Lelaki itu berangkat menuju ke tempat peradilan di hari itu juga. Setelah sampai, ia duduk dan menunggu si orang tua tersebut. Tetapi ternyata dia tidak melihatnya, maka ia membuka persidangannya (untuk orang lain).

Pada keesokan harinya lelaki itu memutuskan peradilan di antara orang-orang seraya menunggu si orang tua itu, tetapi ternyata ia tidak melihatnya. Ia kembali ke rumahnya untuk istirahat di siang hari. Saat ia mulai merebahkan diri di peraduannya, tiba-tiba orang tua itu datang mengetuk pintu rumahnya. Ia bertanya, "Siapakah Anda?" Orang yang mengetuk pintu menjawab, "Saya orang tua yang teraniaya." Ia membuka pintu rumahnya dan berkata kepada si orang tua renta itu, "Bukankah telah kukatakan kepadamu, datanglah kamu ke majelis peradilanku." Si orang tua berkata, "Sesungguhnya mereka adalah kaum yang paling jahat. Jika mereka mengetahui bahwa kamu siap menegakkan keadilan untukku tentu mereka akan mengatakan, 'Kami akan memberikan kepadamu hakmu.' Tetapi bila engkau pergi, mereka akan mengingkarinya."

Ia berkata, "Pergilah kamu. Jika aku telah berada di majelis peradilanku, datanglah kamu." Saat tidur siang telah berlalu, akhirnya ia pergi ke majelis peradilan dan menunggu kedatangan si orang tua renta itu, tetapi ternyata ia tidak juga melihatnya.

Rasa kantuk telah menyerangnya dengan hebat, maka ia berkata kepada sebagian keluarganya, "Janganlah kamu biarkan seorang pun mendekati pintu ini. Aku akan tidur, karena sesungguhnya aku sangat mengantuk."

Tepat di saat itu si orang tua datang. Maka penjaga pintu berkata kepadanya, "Menjauhlah kamu, menjauhlah kamu!" Orang tua itu berkata, "Sesungguhnya aku telah datang kepadanya kemarin, dan telah kuceritakan kepadanya perihal urusanku." Penjaga pintu berkata, "Tidak, demi Allah, dia telah memerintahkan kepada kami agar tidak membiarkan seorang pun mendekati pintu rumahnya."

Setelah si iblis yang berupa orang tua itu kelelahan membujuk penjaga pintu, tetapi tidak berhasil juga, akhirnya ia melihat adanya celah pada pintu itu. Maka si iblis menyelinap ke dalam celah kecil itu. Tiba-tiba ia telah berada di dalam rumah, dan tiba-tiba mengetuk pintu dari dalam rumah.

Lelaki itu terbangun, lalu berkata (kepada penjaga pintunya), "Hai Fulan, bukankah aku telah perintahkan kepadamu (agar jangan ada orang yang mengetuk pintuku)?" Si penjaga pintu menjawab, "Kalau dari pihakku, demi Allah, telah kulakukan pencegahan, sekarang coba lihat darimana dia datang?" Lelaki itu bangkit menuju ke pintu, dan ternyata ia menjumpainya dalam keadaan terkunci sebagaimana ia telah menguncinya, tetapi anehnya si orang tua itu berada di dalam rumah bersamanya. Ia mengerti, lalu berkata, "Hai musuh Allah!" Si orang tua menjawab, "Ya, engkau telah membuatku kelelahan, segala upaya untuk menggodamu agar marah telah kulakukan, tetapi ternyata tidak membawa hasil apa-apa." Maka sejak saat itu laki-laki tersebut dijuluki Zulkifli. Julukan ini diberikan karena ia menanggung suatu tugas dan ternyata dia dapat menunaikannya.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Zuhair ibnu Ishaq, dari Daud, dari Mujahid dengan lafaz yang semisal.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A'masy, dari Muslim yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan bahwa seorang kadi di kalangan umat Bani Israil menjelang ajalnya, lalu ia berkata, "Siapakah yang akan menggantikan kedudukanku, tetapi dengan syarat janganlah ia marah?" Lalu ada seorang lelaki berkata, "Saya sanggup." Maka ia diberi julukan Zulkifli. Sejak saat itu sepanjang malam ia mengerjakan salat, pagi harinya puasa, lalu menjalankan peradilan di antara orang-orang. Ia hanya tidur sebentar di saat istirahat tengah hari.

Setelah hal itu berlangsung beberapa lama, tiba-tiba setan datang kepadanya di saat ia sedang istirahat di tengah hari. Lalu teman-teman lelaki itu berkata kepadanya, "Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa seorang yang miskin, dia mempunyai hak atas seorang lelaki, tetapi orang lelaki itu dapat mengalahkan diriku; aku tidak dapat membelanya."

Para penjaga menjawab, "Tunggulah di tempatmu sehingga Zulkifli bangun dari tidurnya." Saat itu Zulkifli sedang tidur di kamar atas. Maka setan itu sengaja mengeluarkan suara jeritan agar Zulkifli terbangun dari tidurnya. Zulkifli terbangun mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa kamu?" Si setan menjawab, "Saya membawa orang yang miskin, dia mempunyai hak atas seorang lelaki." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepada si lelaki itu dan katakanlah kepadanya bahwa kamu disuruh oleh aku agar dia memberikan hak si miskin itu!" Si setan menjawab, "Dia menolak." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepada si lelaki itu dan katakanlah kepadanya agar dia memberikan hak si miskin ini."

Maka setan itu pergi, lalu pada keesokan harinya ia melapor, "Saya telah pergi kepadanya, tetapi dia tidak mau mendengarkan perkataanmu." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu kepadanya, dan katakanlah agar dia memberikan kepadamu hak si miskin ini." Si setan pergi dan datang lagi pada keesokan harinya di waktu istirahat siang hari. Teman-teman Zulkifli berkata kepadanya, "Pergilah kamu, semoga Allah mengutukmu. Kamu datang setiap hari ke sini di saat dia sedang tidur, kamu tidak membiarkannya istirahat."

Setan menjerit seraya mengatakan, "Saya dilarang masuk karena saya orang miskin. Sekiranya saya orang kaya, (tentu saya boleh masuk)." Zulkifli mendengar suara jeritan itu, lalu bertanya, "Mengapa lagi kamu?" Setan menjawab, "Saya telah pergi kepadanya, tetapi dia memukul saya." Zulkifli berkata, "Pergilah kamu, saya akan menemanimu." Zulkifli mengatakan demikian seraya memegang tangan orang miskin tersebut. Ketika si setan melihat bahwa Zulkifli benar-benar pergi bersama si miskin itu, ia melepaskan tangannya dari tangan si miskin, lalu kabur.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Haris, Muhammad ibnu Qais, dan Abu Hujairah Al-Akbar serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf; alur kisahnya mirip dengan kisah ini. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Kinanah ibnul Akhnasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Asy'ari menceritakan kisah berikut di atas mimbar, yaitu: "Zulkifli bukanlah seorang nabi. Dahulu di kalangan kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki saleh yang setiap harinya mengerjakan salat sebanyak seratus kali. Lalu Zulkifli menggantikan kedudukannya sesudah orang saleh itu meninggal dunia, sehingga Zulkifli mengerjakan salat sebanyak seratus kali setiap harinya, karena itulah ia diberi nama julukan Zulkifli."

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah menceritakan kisah ini. Predikat riwayat ini munqati, hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis yang berpredikat garib, bahwa telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Sa'd maula Talhah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah dari Rasulullah Saw. bukan hanya satu dua kali. Ibnu Umar menghitung sampai tujuh kali, akan tetapi lebih dari itu. Beliau Saw. bercerita seperti berikut:

"كَانَ الْكِفْلُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، لَا يَتَوَرَّعُ مِنْ ذَنْبٍ عَمِلَهُ، فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ فَأَعْطَاهَا سِتِّينَ دِينَارًا، عَلَى أَنْ يَطَأها، فَلَمَّا قَعَدَ مِنْهَا مَقعدَ الرَّجُلِ مِنِ امْرَأَتِهِ، أرعِدَت وَبَكَتْ، فَقَالَ: مَا يُبْكِيكَ؟ أكْرَهْتُك؟ قَالَتْ: لَا وَلَكِنَّ هَذَا عَمَلٌ لَمْ أَعْمَلْهُ قَطُّ، وَإِنَّمَا حَمَلني عَلَيْهِ الْحَاجَةُ. قَالَ: فَتَفْعَلِينَ هَذَا وَلَمْ تَفْعَلِيهِ قَطُّ؟ فَنزل فَقَالَ: اذْهَبِي فَالدَّنَانِيرُ لَكِ. ثُمَّ قَالَ: "وَاللَّهِ لَا يَعصي اللَّهَ الْكِفْلُ أَبَدًا. فَمَاتَ مِنْ لَيْلَتِهِ فَأَصْبَحَ مَكْتُوبًا عَلَى بَابِهِ: قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لِلْكِفْلِ"

Dahulu seorang Al-Kiflu (tetua) di kalangan kaum Bani Israil tidak segan-segan, mengerjakan perbuatan dosa apa pun. Maka ia kedatangan seorang wanita, lalu ia memberi wanita itu uang sejumlah enam puluh dinar, tetapi dengan syarat hendaknya si wanita mau tidur dengannya. Setelah Al-Kiflu menaiki wanita itu sebagaimana seorang lelaki menaiki istrinya, tiba-tiba tubuh si wanita itu bergetar dan menangis. Maka Al-Kiflu bertanya, "Mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak senang?” Si wanita menjawab, "Tidak, tetapi saya belum pernah melakukan perbuatan ini, dan sesungguhnya yang mendorongku berbuat demikian hanyalah terdesak keperluan.” Al-Kiflu berkata, "Kamu mau melakukan ini, padahal kamu sebelumnya tidak pernah melakukannya sama sekali.” Al-Kiflu turun, lalu berkata, "Pulanglah kamu, dan uang dinar itu buatmu.” Al-Kiflu berkata, "Demi Allah, sejak sekarang Al-Kiflu tidak akan lagi berbuat durhaka kepada Allah selama-lamanya.” Dan pada malam harinya Al-Kiflu meninggal dunia, kemudian pada keesokan harinya tertulis di pintu rumahnya kalimat, "Allah telah mengampuni Al-Kiflu.”

Demikianlah bunyi teks hadis yang menceritakan kisah Al-Kiflu tanpa ada tambahan sedikit pun. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Hadis ini tiada seorang pun dari penulis kitab Sittah yang mengetengahkannya, sanad hadis berpredikat garib. Kalau meneliti teks hadis, hanya disebutkan Al-Kiflu, bukan Zulkifli. Barangkali yang dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli ini; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.


وَأَدْخَلْنَٰهُمْ فِى رَحْمَتِنَآ ۖ إِنَّهُم مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ 86

(86) Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh.

(86) 

وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا ۖ إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ
Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Anbiya: 86)


وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَٰضِبًۭا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ 87

(87) Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim".

(87) 

Kisah mengenai Nabi Yunus ini disebutkan di dalam surat ini, juga di dalam surat Ash-Shaffat dan surat Nun. Yunus ibnu Mata a.s. diutus oleh Allah kepada penduduk kota Nainawi, yaitu suatu kota besar yang terletak di negeri Mausul. Yunus menyeru mereka untuk menyembah Allah Swt., tetapi mereka menolak dan tetap tenggelam di dalam kekafirannya. Maka Yunus pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah seraya mengancam mereka bahwa dalam waktu tiga hari lagi akan datang azab dari Allah.

Setelah mereka melihat tanda-tanda datangnya azab itu dan mereka mengetahui bahwa nabi mereka tidak dusta dalam ancamannya, maka mereka keluar menuju ke padang sahara bersama anak-anak mereka dengan membawa ternak unta dan ternak lainnya milik mereka yang mereka pisahkan antara induk dan anaknya.

Kemudian mereka memohon kepada Allah dengan merendahkan diri, dan menyeru-Nya untuk meminta pertolongan, semua ternak unta dan anak-anaknya mengeluarkan suara lenguhan, begitu pula sapi dan anak-anaknya, dan juga kambing dan anak-anaknya. Akhirnya Allah tidak jadi menurunkan azab kepada mereka. Kisah ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:

فَلَوْلا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ

Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (Yunus: 98)

Sesudah itu Yunus a.s. pergi meninggalkan kaumnya dan menaiki perahu bersama suatu kaum. Di tengah laut, perahu oleng; mereka merasa takut akan tenggelam (karena keberatan penumpang). Maka mereka mengadakan undian di antara mereka untuk menentukan siapa yang bakal dilemparkan ke dalam laut untuk meringankan beban muatan perahu. Akhirnya undian jatuh ke tangan Yunus, tetapi mereka menolak, tidak mau melemparkannya. Lalu dilakukan undian lagi, ternyata kali itu undian jatuh ke tangan Yunus lagi. Mereka menolak, lalu mengadakan undian lagi. Ternyata undian jatuh ke tangan Yunus juga. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:

فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ

kemudian ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. (Ash-Shaffat: 141)

Yakni undian jatuh ke tangannya. Maka Yunus a.s. melucuti pakaiannya dan menceburkan diri ke dalam laut. Saat itu Allah telah memerintahkan kepada ikan paus dari laut hijau —menurut apa yang diceritakan oleh Ibnu Mas'ud— membelah lautan dan sampai di tempat Yunus, lalu menelannya saat Yunus menceburkan diri ke laut. Allah telah memerintah­kan kepada ikan paus itu, "Janganlah kamu memakan secuil pun dari dagingnya, jangan pula mematahkan tulangnya, karena sesungguhnya Yunus itu bukanlah rezeki makananmu, melainkan perutmu Aku jadikan sebagai penjara buatnya."

Zun Nun adalah nama ikan paus itu menurut riwayat yang sahih, lalu dikaitkan dengan nama Nabi Yunus karena ia ditelan olehnya. Makna harfiyahnya ialah orang yang mempunyai ikan besar.

*******************

Firman Allah Swt.:

إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا

ketika ia pergi dalam keadaan marah. (Al-Anbiya: 87)

Menurut Ad-Dahhak, Yunus marah terhadap kaumnya.

فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ

lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya). (Al-Anbiya: 87)

Maksudnya, tidak akan mempersempitnya dengan dimasukkan ke dalam perut ikan besar. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, dan ia menentukan pilihannya ini berdasarkan dalil firman Allah Swt. yang mengatakan:

وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Ath-Thalaq: 7)

Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya). (Al-Anbiya: 87) Yaitu memutuskan ketetapan takdir baginya. Seakan-akan Atiyyah menganggap lafaz naqdira ini bermakna takdir. Karena sesungguhnya orang-orang Arab mengatakan qadara dan qaddara dengan makna yang sama. Salah seorang penyair mereka mengatakan:

فَلا عَائد ذَاكَ الزّمَانُ الَّذِي مَضَى ... تَبَارَكْتَ مَا تَقْدرْ يَكُنْ، فَلَكَ الأمْرُ ...

Tidak akan terulang zaman yang telah berlalu itu. Mahasuci Engkau, segala sesuatu yang Engkau takdirkan pasti akan terjadi.

Termasuk ke dalam pengertian takdir ini, firman Allah Swt.:

فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ

maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditakdirkan. (Al-Qamar: 12)

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, "Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Anbiya: 87)

Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa zulumat bentuk jamak, maksudnya gelapnya perut ikan paus, gelapnya lautan, dan gelapnya malam hari. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Amr ibnu Maimun, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah. Salim ibnu Abul Ja'd mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah gelapnya keadaan di dalam perut ikan besar dan gelapnya laut.

Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas serta lain-lainnya mengatakan ikan paus itu membawa Yunus menyelam hingga sampai di dasar laut, lalu Yunus mendengar suara tasbih batu-batu kerikil di dasar laut. Maka pada saat itu juga Yunus mengucapkan:

لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ

Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Anbiya: 87)

Auf Al-A'rabi mengatakan bahwa ketika Yunus telah berada di dalam perut ikan besar, ia menduga dirinya telah mati. Kemudian ia menggerakkan kedua kakinya, ternyata bergerak, lalu ia bersujud di tempatnya, dan menyeru Tuhannya, "Wahai Tuhanku, saya jadikan di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh manusia ini tempat bersujud kepada Engkau."

Sa'id ibnu Abul Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Yunus tinggal di dalam perut ikan besar selama empat puluh hari. Kedua riwayat di atas dikemukakan oleh Ibnu Jubair.

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah menceritakan kisah berikut yang ia terima dari orang yang menceritakan kisah ini kepadanya dari Abdullah ibnu Rafi' maula Ummu Salamah yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

" لَمَّا أَرَادَ اللَّهُ حَبْسَ يُونُسَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ، أَوْحَى اللَّهُ إِلَى الْحُوتِ أَنْ خُذْهُ، وَلَا تَخْدِشْ لَحْمًا وَلَا تَكْسِرْ عَظْمًا، فَلَمَّا انْتَهَى بِهِ إِلَى أَسْفَلِ الْبَحْرِ، سَمِعَ يُونُسُ حِسًّا، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: مَا هَذَا؟ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ، وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ: إِنَّ هَذَا تَسْبِيحُ دَوَابِّ الْبَحْرِ. قَالَ: فَسَبَّح وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ، فَسَمِعَ الْمَلَائِكَةُ تَسْبِيحَهُ فَقَالُوا: يَا رَبَّنَا، إِنَّا نَسْمَعُ صَوْتًا ضَعِيفًا [بِأَرْضٍ غَرِيبَةٍ] قَالَ: ذَلِكَ عَبْدِي يُونُسُ، عَصَانِي فَحَبَسْتُهُ فِي بَطْنِ الْحُوتِ فِي الْبَحْرِ. قَالُوا: الْعَبْدُ الصَّالِحُ الَّذِي كَانَ يَصْعَدُ إِلَيْكَ مِنْهُ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ عملٌ صَالِحٌ؟. قَالَ: نَعَمْ". قَالَ: "فَشَفَعُوا لَهُ عِنْدَ ذَلِكَ، فَأَمَرَ الْحُوتَ فَقَذَفَهُ فِي السَّاحِلِ، كَمَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَهُوَ سَقِيمٌ>

Ketika Allah hendak menyekap Yunus di dalam perut ikan besar, Allah memerintahkan kepada ikan besar untuk menelannya, tetapi tidak boleh melukai dagingnya dan tidak boleh pula meremukkan tulangnya. Setelah ikan besar sampai di dasar laut, sedangkan di perutnya terdapat Yunus, Yunus mendengar suara, maka Yunus berkala dalam hatinya, "Suara apakah ini?” Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya, sedangkan ia berada di dalam perut ikan, bahwa suara itu adalah suara tasbih hewan-hewan laut. Maka Yunus pun bertasbih pula dalam perut ikan besar itu; suara tasbihnya terdengar oleh para malaikat. Maka mereka bertanya, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar suara (tasbih) yang lemah di kedalaman yang jauh sekali lagi terpencil.” Allah berfirman, "Itu adalah suara hamba-Ku, Yunus. Dia durhaka kepada-Ku, maka Aku sekap dia di dalam perut ikan di laut.” Para malaikat bertanya, "Dia adalah seorang hamba yang saleh, setiap malam dan siang hari dilaporkan ke hadapan­Mu amal saleh darinya.” Allah berfirman, "Ya, benar.” Maka pada saat itu para malaikat memohon syafaat buat Yunus, akhirnya Allah memerintahkan kepada ikan besar itu untuk mengeluarkan Yunus, lalu ikan besar melemparkannya ke tepi pantai, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya, "Sedangkan ia dalam keadaan sakit." (Ash-Shaffat: 145)

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, juga oleh Al-Bazzar di dalam kitab Musnadnya melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Abdullah ibnu Rafi', dari Abu Hurairah, lalu disebutkan hal yang semisal, kemudian ia menyebutkan bahwa kami tidak mengetahui hadis ini bersumber dari Nabi Saw. kecuali melalui jalur sanad ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Ahmad ibnu Abdur Rahman (anak saudara lelaki Ibnu Wahb), telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, bahwa Yazid Ar-Raqqasyi pernah mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik —yang menurut keyakinanku Anas tiada lain menerimanya dari Rasulullah Saw.—menceritakan kisah berikut, "Bahwa Yunus a.s. ketika mulai memanjatkan doa berikut di dalam perut ikan, yaitu, "Ya Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang aniaya.'" Maka doanya itu naik sampai di bawah 'Arasy, maka para malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, ada suara lemah yang telah dikenal bersumber dari negeri yang terasing." Allah berfirman, "Tidakkah kalian ketahui suara itu?" Mereka bertanya, "Tidak, wahai Tuhanku, siapakah dia?" Allah berfirman, "Dia adalah hamba-Ku Yunus." Mereka berkata, "Hamba-Mu Yunus yang sampai sekarang masih tetap dilaporkan ke hadapan-Mu amalnya yang diterima dan doanya diperkenankan." Mereka berkata pula, "Wahai Tuhan kami, tidakkah Engkau merahmatinya berkat amal yang dikerjakannya di saat dia senang, karenanya Engkau selamatkan dia di saat mendapat cobaan?" Allah berfirman, "Baiklah," maka Allah memerintahkan kepada ikan besar itu agar memuntahkannya ke daerah yang tandus.

*******************

Firman Allah Swt.:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ

Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. (Al-Anbiya: 88)

Yaitu Kami keluarkan dia dari dalam perut ikan dan dari kegelapannya.

وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Al-Anbiya: 88)

Yakni apabila mereka berada dalam kesengsaraan, lalu berdoa kepada Kami seraya bertobat, terlebih lagi jika mereka mengucapkan doa yang disebutkan dalam ayat ini saat mendapat musibah. Di dalam hadis Nabi Saw. telah disebutkan anjuran untuk* membaca doa ini di saat tertimpa musibah.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Umair, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku ayahku, (yaitu Muhammad), dari ayahnya (yaitu Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a.) yang mengatakan, bahwa ia berdua dengan Usman ibnu Affan di dalam masjid, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, tetapi Usman hanya memelototkan mata ke arahnya tanpa menjawab salamnya. Sa'd ibnu Abu Waqqas melanjutkan kisahnya, "Lalu saya pergi menghadap kepada Umar ibnul Khattab dan berkata kepadanya sebanyak dua kali, 'Hai Amirul Mu’minin, apakah telah terjadi sesuatu dalam Islam?' Umar menjawab, 'Tidak. Lalu mengapa?' Saya berkata, 'Tidak, hanya saya ketika melewati Usman tadi di masjid, saya mengucapkan salam kepadanya, tetapi ia hanya memelototi diriku dan tidak menjawab salamku. Maka Khalifah Umar mengundang sahabat Usman, lalu berkata kepadanya, 'Apakah yang menyebabkan kamu tidak mau menjawab salam saudaramu?' Usman berkata, saya tidak merasa.' Sa'd berkata, 'Tidak, kamu benar melakukannya.' Akhirnya Usman bersumpah dan saya pun bersumpah pula". Sa'd ibnu Abu Waqqas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Usman teringat akan keadaan dirinya, lalu ia mengatakan bahwa memang benar, seraya beristigfar kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Ia mengatakan, 'Memang kamu tadi lewat di hadapanku, saat itu aku sedang mengingat-ingat suatu kalimat yang pernah saya dengar dari Rasulullah Saw, tetapi demi Allah, tidak sekali-kali saya mengingatnya, melainkan mata dan hatiku seakan-akan tertutup oleh tabir penutup." Sa'd berkata, "Aku akan menceritakan kepadamu tentang kalimat itu. Sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika sedang menceritakan kepada kami tentang permulaan doa (yang diucapkan oleh Yunus), tiba-tiba datanglah seorang Badui yang membuatnya sibuk melayaninya. Setelah itu Rasulullah Saw. bangkit berdiri dan pergi, maka saya mengikutinya. Ketika saya merasa khawatir beliau Saw. terlebih dahulu masuk ke dalam rumahnya, maka saya pukulkan kakiku ke tanah. Rasulullah Saw. menoleh ke arahku dan bertanya, "Siapakah orang ini? Bukankah kamu Abu Ishaq?' Saya menjawab, 'Benar, wahai Rasulullah.' Rasululllah Saw. bersabda, 'Ada apa perlumu?' Saya menjawab, 'Tidak demi Allah, saya hanya mengingatkan, bahwa engkau tadi menceritakan kepada kami tentang permulaan doa (yang diucapkan oleh Yunus), kemudian datanglah seorang Badui yang membuat engkau sibuk.' Rasulullah Saw. menjawab,

"نَعَمْ، دعوةُ ذِي النُّونِ، إِذْ هُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ: لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا مُسْلِمٌ رَبَّهُ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ لَهُ".

Benar, doa itu adalah doa yang diucapkan oleh Zun Nun ketika ia berada di dalam perut ikan paus, yaitu firman-Nya: 'Tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim' (Al-Anbiya: 87) Sesungguhnya tiada seorang muslim pun berdoa kepada Tuhannya dengan menyebut kalimat ini untuk memohon sesuatu, melainkan Allah akan memperkenankannya."

Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab 'Amalul Yaumi walLailah melalui hadis Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Sa'd dari ayahnya dengan sanad yang sama.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ كَثِير بْنِ زَيْدٍ، عَنِ الْمُطَّلِبِ بْنِ حَنْطَبٍ -قَالَ أَبُو خَالِدٍ: أَحْسَبُهُ عَنْ مُصْعَبٍ، يَعْنِي: ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من دَعَا بِدُعَاءِ يُونُسَ، استُجِيب لَهُ" قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: يُرِيدُ بِهِ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar dari Kasir ibnu Zaid dari Al-Mutallib ibnu Hantab; menurut Abu Khalid, dia menerimanya dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: Barang siapa yang berdoa dengan doanya Nabi Yunus, pasti diperkenankan baginya. Abu Sa'id mengatakan bahwa demikianlah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Al-Anbiya: 88)

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ بَكَّار الكَلاعي، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي بِشْر بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ: سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ مَالِكٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي وَقَّاصٍ-يَقُولُ: سَمِعْتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اسْمُ اللَّهِ الَّذِي إِذَا دُعي بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِل بِهِ أَعْطَى، دعوةُ يُونُسَ بْنِ مَتَّى". قَالَ: قُلْتُ (8) : يَا رَسُولَ اللَّهِ، هِيَ لِيُونُسَ خَاصَّةً أَمْ لِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَ: هِيَ لِيُونُسَ بْنِ مَتَّى خَاصَّةً وَلِلْمُؤْمِنِينَ عَامَّةً، إِذَا دَعَوْا بِهَا، أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: : فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ. فَهُوَ شَرْطٌ مِنَ اللَّهِ لِمَنْ دَعَاهُ بِهِ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Bisyr ibnu Mansur, dari Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu Abu Waqqas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Asma Allah yang apabila disebutkan dalam doa, pasti Dia memperkenankannya; dan apabila diminta dengannya, pasti memberi, yaitu doa Yunus ibnu Mata." Sa'd bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah doa itu khusus bagi Yunus ataukah bagi seluruh kaum muslim?” Rasulullah Saw. menjawab, "Doa itu bagi Yunus ibnu Mata secara khusus dan bagi kaum mukmin semuanya secara umum, jika mereka meyebutkannya di dalam doanya. Bukankah kamu telah mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan, 'Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap. Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman' (Al-Anbiya: 87-88). Ini merupakan syarat dari Allah bagi orang yang mengucapkannya di dalam doanya.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Daud ibnul Muhabbar ibnu Muhazzam Al-Maqdisi, dari Kasir ibnu Ma'bad, bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan, "Hai Abu Sa’id, apakah asma Allah yang paling agung, yang bila disebut di dalam doa, Dia pasti memperkenankannya; dan bila diminta, pasti memberi?" Al-Hasan menjawab,"Hai anak saudaraku, bukankah kamu telah membaca firman Allah Swt.: 'Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah' (Al-Anbiya: 87) sampai dengan firman-Nya: 'Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman' (Al-Anbiya: 88) Hai anak saudaraku, itulah asma Allah yang teragung, yang apabila disebutkan di dalam doa pasti Dia memperkenankannya; dan apabila diminta, pasti memberi."


فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَنَجَّيْنَٰهُ مِنَ ٱلْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ 88

(88) Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.

(88) 

Firman Allah Swt.:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ

Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. (Al-Anbiya: 88)

Yaitu Kami keluarkan dia dari dalam perut ikan dan dari kegelapannya.

وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Al-Anbiya: 88)

Yakni apabila mereka berada dalam kesengsaraan, lalu berdoa kepada Kami seraya bertobat, terlebih lagi jika mereka mengucapkan doa yang disebutkan dalam ayat ini saat mendapat musibah. Di dalam hadis Nabi Saw. telah disebutkan anjuran untuk* membaca doa ini di saat tertimpa musibah.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Umair, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku ayahku, (yaitu Muhammad), dari ayahnya (yaitu Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a.) yang mengatakan, bahwa ia berdua dengan Usman ibnu Affan di dalam masjid, lalu ia mengucapkan salam kepadanya, tetapi Usman hanya memelototkan mata ke arahnya tanpa menjawab salamnya. Sa'd ibnu Abu Waqqas melanjutkan kisahnya, "Lalu saya pergi menghadap kepada Umar ibnul Khattab dan berkata kepadanya sebanyak dua kali, 'Hai Amirul Mu’minin, apakah telah terjadi sesuatu dalam Islam?' Umar menjawab, 'Tidak. Lalu mengapa?' Saya berkata, 'Tidak, hanya saya ketika melewati Usman tadi di masjid, saya mengucapkan salam kepadanya, tetapi ia hanya memelototi diriku dan tidak menjawab salamku. Maka Khalifah Umar mengundang sahabat Usman, lalu berkata kepadanya, 'Apakah yang menyebabkan kamu tidak mau menjawab salam saudaramu?' Usman berkata, saya tidak merasa.' Sa'd berkata, 'Tidak, kamu benar melakukannya.' Akhirnya Usman bersumpah dan saya pun bersumpah pula". Sa'd ibnu Abu Waqqas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Usman teringat akan keadaan dirinya, lalu ia mengatakan bahwa memang benar, seraya beristigfar kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Ia mengatakan, 'Memang kamu tadi lewat di hadapanku, saat itu aku sedang mengingat-ingat suatu kalimat yang pernah saya dengar dari Rasulullah Saw, tetapi demi Allah, tidak sekali-kali saya mengingatnya, melainkan mata dan hatiku seakan-akan tertutup oleh tabir penutup." Sa'd berkata, "Aku akan menceritakan kepadamu tentang kalimat itu. Sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika sedang menceritakan kepada kami tentang permulaan doa (yang diucapkan oleh Yunus), tiba-tiba datanglah seorang Badui yang membuatnya sibuk melayaninya. Setelah itu Rasulullah Saw. bangkit berdiri dan pergi, maka saya mengikutinya. Ketika saya merasa khawatir beliau Saw. terlebih dahulu masuk ke dalam rumahnya, maka saya pukulkan kakiku ke tanah. Rasulullah Saw. menoleh ke arahku dan bertanya, "Siapakah orang ini? Bukankah kamu Abu Ishaq?' Saya menjawab, 'Benar, wahai Rasulullah.' Rasululllah Saw. bersabda, 'Ada apa perlumu?' Saya menjawab, 'Tidak demi Allah, saya hanya mengingatkan, bahwa engkau tadi menceritakan kepada kami tentang permulaan doa (yang diucapkan oleh Yunus), kemudian datanglah seorang Badui yang membuat engkau sibuk.' Rasulullah Saw. menjawab,

"نَعَمْ، دعوةُ ذِي النُّونِ، إِذْ هُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ: لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا مُسْلِمٌ رَبَّهُ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ لَهُ".

Benar, doa itu adalah doa yang diucapkan oleh Zun Nun ketika ia berada di dalam perut ikan paus, yaitu firman-Nya: 'Tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim' (Al-Anbiya: 87) Sesungguhnya tiada seorang muslim pun berdoa kepada Tuhannya dengan menyebut kalimat ini untuk memohon sesuatu, melainkan Allah akan memperkenankannya."

Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab 'Amalul Yaumi walLailah melalui hadis Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Sa'd dari ayahnya dengan sanad yang sama.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ كَثِير بْنِ زَيْدٍ، عَنِ الْمُطَّلِبِ بْنِ حَنْطَبٍ -قَالَ أَبُو خَالِدٍ: أَحْسَبُهُ عَنْ مُصْعَبٍ، يَعْنِي: ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ سَعْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من دَعَا بِدُعَاءِ يُونُسَ، استُجِيب لَهُ" قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: يُرِيدُ بِهِ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar dari Kasir ibnu Zaid dari Al-Mutallib ibnu Hantab; menurut Abu Khalid, dia menerimanya dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: Barang siapa yang berdoa dengan doanya Nabi Yunus, pasti diperkenankan baginya. Abu Sa'id mengatakan bahwa demikianlah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Al-Anbiya: 88)

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ بَكَّار الكَلاعي، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي بِشْر بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ: سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ مَالِكٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي وَقَّاصٍ-يَقُولُ: سَمِعْتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اسْمُ اللَّهِ الَّذِي إِذَا دُعي بِهِ أَجَابَ، وَإِذَا سُئِل بِهِ أَعْطَى، دعوةُ يُونُسَ بْنِ مَتَّى". قَالَ: قُلْتُ (8) : يَا رَسُولَ اللَّهِ، هِيَ لِيُونُسَ خَاصَّةً أَمْ لِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَ: هِيَ لِيُونُسَ بْنِ مَتَّى خَاصَّةً وَلِلْمُؤْمِنِينَ عَامَّةً، إِذَا دَعَوْا بِهَا، أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: : فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ. فَهُوَ شَرْطٌ مِنَ اللَّهِ لِمَنْ دَعَاهُ بِهِ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Bisyr ibnu Mansur, dari Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu Abu Waqqas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Asma Allah yang apabila disebutkan dalam doa, pasti Dia memperkenankannya; dan apabila diminta dengannya, pasti memberi, yaitu doa Yunus ibnu Mata." Sa'd bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah doa itu khusus bagi Yunus ataukah bagi seluruh kaum muslim?” Rasulullah Saw. menjawab, "Doa itu bagi Yunus ibnu Mata secara khusus dan bagi kaum mukmin semuanya secara umum, jika mereka meyebutkannya di dalam doanya. Bukankah kamu telah mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan, 'Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap. Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman' (Al-Anbiya: 87-88). Ini merupakan syarat dari Allah bagi orang yang mengucapkannya di dalam doanya.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Syuraih, telah menceritakan kepada kami Daud ibnul Muhabbar ibnu Muhazzam Al-Maqdisi, dari Kasir ibnu Ma'bad, bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan, "Hai Abu Sa’id, apakah asma Allah yang paling agung, yang bila disebut di dalam doa, Dia pasti memperkenankannya; dan bila diminta, pasti memberi?" Al-Hasan menjawab,"Hai anak saudaraku, bukankah kamu telah membaca firman Allah Swt.: 'Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah' (Al-Anbiya: 87) sampai dengan firman-Nya: 'Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman' (Al-Anbiya: 88) Hai anak saudaraku, itulah asma Allah yang teragung, yang apabila disebutkan di dalam doa pasti Dia memperkenankannya; dan apabila diminta, pasti memberi."


وَزَكَرِيَّآ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥ رَبِّ لَا تَذَرْنِى فَرْدًۭا وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْوَٰرِثِينَ 89

(89) Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.

(89) 

Allah Swt. menceritakan tentang hamba-Nya (yaitu Zakaria) ketika ia meminta kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi sesudah ia tiada. Kisah ini telah disebutkan dengan panjang lebar dalam permulaan tafsir surat Maryam dan surat Ali Imran, tetapi dalam surat ini lebih singkat.

إِذْ نَادَى رَبَّهُ

tatkala ia menyeru Tuhannya. (Al-Anbiya: 89)

dengan sembunyi-sembunyi dari penglihatan kaumnya.

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا

Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri. (Al-Anbiya: 89)

Yakni tidak beranak dan tidak ada ahli waris yang akan menduduki jabatan kenabian sesudahnya untuk mengatur manusia.

وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

dan Engkaulah waris yang paling baik. (Al-Anbiya: 89)

Hal ini merupakan doa dan sanjungan yang sesuai dengan permintaan yang diajukan. Dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ

Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. (Al-Anbiya: 9)

Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa istri Zakaria sebelum itu mandul, tidak dapat beranak. Setelah Zakaria berdoa memohon agar dikaruniai anak, maka mengandunglah ia.

Abdur Rahman ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Talhah ibnu Amr, dari Ata, bahwa lisan (lidah) istri Zakaria panjang, lalu Allah memperbaikinya.

Menurut riwayat yang lain, pada tubuhnya terdapat sesuatu cela, lalu diperbaiki oleh Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b dan As-Saddi. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah yang disebutkan pertama tadi.

*******************

Firman Allah Swt.: .

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik. (Al-Anbiya: 9)

Yaitu gemar mengerjakan amal-amal yang mendekatkan diri kepada Allah dan amal-amal ketaatan.

وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا

dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. (Al-Anbiya: 9)

As-Sauri mengatakan, maksudnya yaitu berharap atas pahala yang ada di sisi Kami dan cemas (takut) terhadap siksa yang ada di sisi Kami.

وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al-Anbiya: 9)

Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna khasyi'in adalah orang-orang yang membenarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah Swt.

Mujahid mengatakan, orang-orang yang benar-benar beriman.

Abul 'Aliyah mengatakan orang-orang yang takut.

Abu Sinan mengatakan bahwa al-khusyuk adalah rasa takut yang melekat dalam hati dan tidak pernah lenyap darinya selamanya.

Dan dari Mujahid disebutkan pula, bahwa makna khasyi'in adalah orang-orang yang merendahkan dirinya.

Al-Hasan, Qatadah dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa khasyi'in artinya orang-orang yang merendahkan dirinya kepada Allah Swt. Masing-masing dari pendapat-pendapat tersebut beraneka ragam satu sama lainnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Abdullah Al-Qurasyi, dari Abdullah ibnu Hakim yang mengatakan, bahwa Khalifah Abu bakar berkhotbah kepada kami. Dalam khotbahnya ia mengatakan, "Amma Ba'du. Sesungguhnya aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan memuji-Nya dengan pujian yang layak bagi­Nya. Dan berharap dengan cemaslah kalian seraya merendahkan diri dalam memohon kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah memuji Zakaria dan ahli baitnya melalui firman-Nya: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk pada Kami.


فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَوَهَبْنَا لَهُۥ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُۥ زَوْجَهُۥٓ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًۭا وَرَهَبًۭا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ 90

(90) Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami.

(90) 

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ

Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. (Al-Anbiya: 9)

Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa istri Zakaria sebelum itu mandul, tidak dapat beranak. Setelah Zakaria berdoa memohon agar dikaruniai anak, maka mengandunglah ia.

Abdur Rahman ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Talhah ibnu Amr, dari Ata, bahwa lisan (lidah) istri Zakaria panjang, lalu Allah memperbaikinya.

Menurut riwayat yang lain, pada tubuhnya terdapat sesuatu cela, lalu diperbaiki oleh Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b dan As-Saddi. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah yang disebutkan pertama tadi.

*******************

Firman Allah Swt.: .

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik. (Al-Anbiya: 9)

Yaitu gemar mengerjakan amal-amal yang mendekatkan diri kepada Allah dan amal-amal ketaatan.

وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا

dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. (Al-Anbiya: 9)

As-Sauri mengatakan, maksudnya yaitu berharap atas pahala yang ada di sisi Kami dan cemas (takut) terhadap siksa yang ada di sisi Kami.

وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Al-Anbiya: 9)

Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna khasyi'in adalah orang-orang yang membenarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah Swt.

Mujahid mengatakan, orang-orang yang benar-benar beriman.

Abul 'Aliyah mengatakan orang-orang yang takut.

Abu Sinan mengatakan bahwa al-khusyuk adalah rasa takut yang melekat dalam hati dan tidak pernah lenyap darinya selamanya.

Dan dari Mujahid disebutkan pula, bahwa makna khasyi'in adalah orang-orang yang merendahkan dirinya.

Al-Hasan, Qatadah dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa khasyi'in artinya orang-orang yang merendahkan dirinya kepada Allah Swt. Masing-masing dari pendapat-pendapat tersebut beraneka ragam satu sama lainnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Abdullah Al-Qurasyi, dari Abdullah ibnu Hakim yang mengatakan, bahwa Khalifah Abu bakar berkhotbah kepada kami. Dalam khotbahnya ia mengatakan, "Amma Ba'du. Sesungguhnya aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan memuji-Nya dengan pujian yang layak bagi­Nya. Dan berharap dengan cemaslah kalian seraya merendahkan diri dalam memohon kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah memuji Zakaria dan ahli baitnya melalui firman-Nya: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk pada Kami.