37 - الصافات - As-Saaffaat
Those drawn up in Ranks
Meccan
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُۥ هُمُ ٱلْبَاقِينَ 77
(77) Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.
(77)
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ
Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. (Ash-Shaffat: 77)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r a yang mengatakan bahwa tiada seorang manusia pun yang ada, melainkan dari keturunan Nabi Nuh a.s.
Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. (Ash-Shaffat: 77) Bahwa manusia semuanya berasal dari keturunan Nabi Nuh a.s.
Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui hadis Sa’id ibnu Basyir:
عَنْ قَتَادَةُ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ سُمْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ قَالَ: "سَامٌ، وَحَامٌ وَيَافِثُ".
dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Samurah r a dari Nabi Saw. Sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. (Ash-Shaffat: 77) Beliau Saw. bersabda: Sam, Ham, dan Yafis.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ سَمُرَةَ؛ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سَامٌ أَبُو الْعَرَبِ، وَحَامٌ أَبُو الْحَبَشِ، وَيَافِثُ أَبُو الرُّومِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Samurah r.a. yang telah mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sam menurunkan bangsa Arab, Ham menurunkan bangsa Habsyah, dan Yafis menurunkan bangsa Romawi.
Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui Bisyr ibnu Mu'az Al-Aqdi, dari Yazid ibnu Zurai, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Umar ibnu Abdul Barr mengatakan bahwa telah diriwayatkan hal yang semisal dari Imran ibnu Husain r.a., dari Nabi Saw.
Yang dimaksud dengan Romawi dalam hadis ini ialah bangsa Romawi terdahulu, yaitu bangsa Yunani yang nasabnya sampai pada Rumi ibnu Liti ibnu Yunan ibnu Yafis ibnu Nuh a.s. Kemudian telah diriwayatkan melalui hadis Ismail ibnu Iyasy, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa anak Nabi Nuh a.s. itu ada tiga orang, yaitu Sam, Ham, dan Yafis. Dan masing-masing dari mereka beranak tiga orang Sam menurunkan tiga bangsa, yaitu bangsa Arab, bangsa Persia, dan bangsa Romawi. Yafis menurunkan tiga bangsa, yaitu bangsa Turki, bangsa Saqalibah (Sicilia), serta Ya'juj dan Ma'juj. Ham menurunkan bangsa Egypt, bangsa yang berkulit hitam, dan bangsa Barbar. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Wahb ibnu Munabbih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى ٱلْءَاخِرِينَ 78
(78) Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian;
(78)
Firman Allah Swt.:
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ
Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Ash-Shaffat: 78)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebutan yang baik.
Mujahid mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebutan yang baik di kalangan semua nabi.
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa Allah mengabdikan bagi Nuh a.s. pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pujian yang baik.
سَلَٰمٌ عَلَىٰ نُوحٍۢ فِى ٱلْعَٰلَمِينَ 79
(79) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam".
(79)
Firman Allah Swt.:
سَلامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
"Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam." (Ash-Shaffat: 79)
Sebagai realisasi dari keabadian sebutan baik dan pujian yang baik baginya ialah bahwa dia didoakan sejahtera oleh semua golongan dan semua umat manusia.
إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ 80
(80) Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(80)
إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Ash-Shaffat: 80)
Yakni demikianlah Kami berikan balasan kepada hamba yang berbuat kebaikan dalam ketaatannya kepada Allah Swt. Kami jadikan baginya sebutan dan buah tutur yang baik di kalangan orang-orang yang sesudahnya sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
إِنَّهُۥ مِنْ عِبَادِنَا ٱلْمُؤْمِنِينَ 81
(81) Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman.
(81)
إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. (Ash-Shaffat: 81).
Maksudnya, membenarkan, mengesakan, dan meyakini kebenaran.
ثُمَّ أَغْرَقْنَا ٱلْءَاخَرِينَ 82
(82) Kemudian Kami tenggelamkan orang-orang yang lain.
(82)
ثُمَّ أَغْرَقْنَا الآخَرِينَ
Kemudian Kami tenggelamkan orang-orang yang lain. (Ash-Shaffat: 82)
Yakni Kami binasakan mereka sehingga tiada seorang pun dan mereka yang tersisa, tiada pula peninggalan-peninggalan mereka. Mereka tidak lagi dikenal kecuali hanya sifat-sifat yang buruk.
وَإِنَّ مِن شِيعَتِهِۦ لَإِبْرَٰهِيمَ 83
(83) Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh).
(83)
Ali ibnu Abu Jalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya:
وَإِنَّ مِنْ شِيعَتِهِ لَإِبْرَاهِيمَ
Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (Ash-Shaffat:83)
Yakni termasuk pemeluk agamanya.
إِذْ جَآءَ رَبَّهُۥ بِقَلْبٍۢ سَلِيمٍ 84
(84) (lngatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci:
(84)
إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. (Ash-Shaffat:84)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan 'hati yang suci' ialah kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Auf, bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad ibnu Sirin tentang makna hati yang suci. Muhammad ibnu Sirin menjawab, Yang bersangkutan mengetahui bahwa Allah adalah hak (benar), hari kiamat pasti akan tiba, tiada keraguan padanya, dan bahwa Allah akan membangkitkan hidup kembali orang-orang yang ada di dalam kubur.
Al-Hasan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan 'hati yang suci' 'ialah hati yang bersih dari kemusyrikan.
Urwah mengatakan, yang dimaksud dengan hati yang suci ialah hati yang tidak pernah melaknat.
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِۦ مَاذَا تَعْبُدُونَ 85
(85) (Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah itu?
(85)
Firman Allah Swt.:
إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَاذَا تَعْبُدُونَ
(ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, Apakah yang kamu sembah itu?” (Ash-Shaffat:85)
Nabi Ibrahim a.s. memprotes penyembahan mereka kepada berhala dan tandingan-tandingan Allah yang mereka ada-adakan itu. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
أَئِفْكًا ءَالِهَةًۭ دُونَ ٱللَّهِ تُرِيدُونَ 86
(86) Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong?
(86)
أَئِفْكًا آلِهَةً دُونَ اللَّهِ تُرِيدُونَ
Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong?. (Ash-Shaffat: 86)
Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bagaimanakah dugaanmu terhadap apa yang akan Dia lakukan terhadapmu bila kamu menjumpai-Nya kelak, sedangkan kalian telah menyembah selain-Nya bersama Dia?. (Ash-Shaffat: 86-87)
فَمَا ظَنُّكُم بِرَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ 87
(87) Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?"
(87)
فَمَا ظَنُّكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam? (Ash-Shaffat: 87)
Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bagaimanakah dugaanmu terhadap apa yang akan Dia lakukan terhadapmu bila kamu menjumpai-Nya kelak, sedangkan kalian telah menyembah selain-Nya bersama Dia?. (Ash-Shaffat: 86-87)
فَنَظَرَ نَظْرَةًۭ فِى ٱلنُّجُومِ 88
(88) Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang.
(88)
Sesungguhnya Ibrahim a.s. mengatakan demikian kepada kaumnya hanyalah agar ia tetap berada di kota itu apabila kaumnya pergi ke tempat perayaan mereka. Karena sesungguhnya saat itu mereka hampir saja berangkat menuju tempat perayaan mereka, maka Ibrahim menginginkan agar ia dapat menyendiri dengan sembahan-sembahan mereka dengan niat akan menghancurkan berhala-berhala itu. Untuk itu Ibrahim a.s. mengatakan kepada mereka suatu alasan yang pada hakikatnya benar, tetapi mereka mengira bahwa Ibrahim benar-benar sedang sakit.
فَتَوَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ
Lalu mereka berpaling darinya dengan membelakanginya. (Ash-Shaffat:9)
Qatadah mengatakan bahwa orang-orang Arab menganggap orang yang sedang memandang ke arah langit itu adalah orang yang sedang berfikir atau merenungkan sesuatu. Yang dimaksud oleh Qatadah ialah bahwa Nabi Ibrahim saat itu mengarahkan pandangannya ke langit untuk mengalihkan perhatian mereka terhadap dirinya. Lalu ia berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman Allah Swt.:
فَقَالَ إِنِّى سَقِيمٌۭ 89
(89) Kemudian ia berkata: "Sesungguhnya aku sakit".
(89)
إِنِّي سَقِيمٌ
Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat:89)
Yakni lemah.
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، حَدَّثَنِي هِشَامٌ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَمْ يَكْذِبْ إِبْرَاهِيمُ، عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، غَيْرَ ثَلَاثِ كَذْبَاتٍ: ثِنْتَيْنِ فِي ذَاتِ اللَّهِ، قَوْلُهُ: إِنِّي سَقِيمٌ وَقَوْلُهُ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا [الْأَنْبِيَاءِ: 62] ، وَقَوْلُهُ فِي سَارَةَ: هِيَ أُخْتِي
telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepadaku Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ibrahim a.s. tidak pernah berdusta kecuali dalam tiga perkara; dua di antaranya dalam membela Zat Allah, yaitu ucapannya, Sesungguhnya aku sakit, dan perkataannya, Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya.” Dan perkataannya tentang Sarah, Dia adalah saudara perempuanku.”
Hadis ini diketengahkan di dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab sunah melalui berbagai jalur. Akan tetapi, hal ini bukan termasuk dusta murni yang dicela oleh syariat pelakunya. Tidaklah demikian pada hakikatnya melainkan disebut sebagai dusta dengan ungkapan majaz. Dan sesungguhnya hal itu hanyalah termasuk kata-kata sindiran untuk tujuan yang diperbolehkan oleh syariat dan agama, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
إِنَّ [فِي] الْمَعَارِيضِ لَمَنْدُوحَةً عَنِ الْكَذِبِ
Sesungguhnya di dalam ungkapan-ungkapan sindiran benar-benar terdapat jalan untuk mengelak dari berkata dusta.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan ketiga ucapan Nabi Ibrahim r.a. yang dikatakannya, bahwa tiada suatu kalimat pun darinya melainkan diutarakan untuk membela agama Allah. Pertama yang disebutkan oleh firman-Nya: Kemudian ia berkata, Sesungguhnya aku sakit.” (Ash-Shaffat:89) Dan yang kedua disebutkan oleh firman-Nya: Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya. (Al-Anbiya:63) Dan Ibrahim a.s. berkata kepada raja yang menginginkan istrinya, Dia adalah saudara perempuanku.
Sufyan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat:89) Yakni terkena penyakit ta’un. Ia mengatakan demikian karena kaumnya takut terhadap penderita ta’un, takut ketularan, karena itu mereka lari meninggalkannya sendirian. Dengan demikian, maka tercapailah keinginan Ibrahim a.s. yang menginginkan agar menyendiri bersama berhala-berhala mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang. Kemudian berkata, Sesungguhnya aku sakit.” (Ash-Shaffat:88-89) Maka mereka berkata kepadanya yang saat itu sedang berada di tempat peribadatan mereka yang dipenuhi oleh berhala-berhala sembahan mereka, Keluarlah kamu. Lalu Nabi Ibrahim a.s. menjawab, Sesungguhnya aku terkena penyakit ta'un. Akhirnya mereka meninggalkannya karena takut ketularan penyakit ta’un.
Qatadah telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Ibrahim melihat bintang-bintang terbit di langit, lalu ia berkata: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat:89) Nabi Ibrahim bermaksud membela agama Allah, untuk itu ia mengatakan hal tersebut, bahwa ia sedang sakit.
Ulama lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian ia berkata, Sesungguhnya aku sakit.” (Ash-Shaffat:89) dinisbatkan kepada masa mendatang, yakni sakit yang menyebabkan kematian.
Menurut pendapat yang lainnya, sakit di sini adalah sakit hati karena melihat kaumnya menyembah berhala selain Allah Swt.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, bahwa kaum Nabi Ibrahim keluar menuju tempat perayaan mereka, dan mereka menginginkan agar Ibrahim pun ikut keluar bersama mereka. Tetapi Nabi Ibrahim merebahkan dirinya dan berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku sakit. (Ash-Shaffat:89) Lalu ia menatapkan pandangannya ke arah langit; setelah mereka (kaumnya) keluar, maka Ibrahim bangkit menuju kepada berhala-berhala sembahan mereka, lalu menghancurkannya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
فَتَوَلَّوْا۟ عَنْهُ مُدْبِرِينَ 90
(90) Lalu mereka berpaling daripadanya dengan membelakang.
(90)
فَتَوَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ
Lalu mereka berpaling darinya dengan membelakanginya. (Ash-Shaffat:90)
Sesudah mereka keluar, maka dengan cepat dan sembunyi-sembunyi Ibrahim menuju tempat berhala-berhala mereka.
فَرَاغَ إِلَىٰٓ ءَالِهَتِهِمْ فَقَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ 91
(91) Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia berkata: "Apakah kamu tidak makan?
(91)
فَقَالَ أَلا تَأْكُلُونَ
lalu ia berkata, Apakah kamu tidak makan? (Ash-Shaffat:91)
Demikian itu karena mereka telah meletakkan di hadapan berhala-berhala itu makanan dan kurban dengan tujuan ingin dapat berkah dari berhala-berhala itu.
As-Saddi mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. memasuki tempat berhala-berhala mereka, dan ternyata ia menjumpai berhala-berhala itu diletakkan di dalam sebuah ruangan besar. Dan berhadapan dengan pintu ruangan itu terdapat berhala yang besar, di sampingnya terdapat pula berhala yang lebih kecil daripadanya, kemudian di sampingnya lagi ada berhala lainnya yang lebih kecil daripada berhala yang kedua, demikianlah seterusnya sampai pada pintu ruangan.tersebut. Dan ternyata mereka telah meletakkan makanan di tangan berhala-berhala itu. Tujuan mereka ialah bila mereka kembali dari tempat perayaannya, berarti sembahan-sembahan mereka telah memberkati makanan tersebut, lalu baru mereka memakannya.
Ketika Nabi Ibrahim menyaksikan pemandangan tersebut, yakni di tangan berhala-berhala itu diletakkan berbagai macam makanan, maka berkatalah Nabi Ibrahim:
مَا لَكُمْ لَا تَنطِقُونَ 92
(92) Kenapa kamu tidak menjawab?"
(92)
أَلا تَأْكُلُونَ. مَا لَكُمْ لا تَنْطِقُونَ
Apakah kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab? (Ash-Shaffat:91-92)
***********
فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًۢا بِٱلْيَمِينِ 93
(93) Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat).
(93)
Firman Allah Swt.:
فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِالْيَمِينِ
Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulinya dengan tangan kanannya (dengan kuat). (Ash-Shaffat:93)
Al-Farra mengatakan bahwa lalu Nabi Ibrahim menghadapinya sambil memukulinya dengan tangan kanannya dengan pukulan yang kuat.
Qatadah mengatakan —juga Al-Jauhari— bahwa lalu Nabi Ibrahim memukuli berhala-berhala itu dengan pukulan tangan kanannya.
Dikatakan tangan kanan karena pukulan tangan kanannya lebih kuat. Semua berhala itu hancur berkeping-keping, kecuali yang paling besar yang sengaja dibiarkannya menunggu mereka kembali. Kisah ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Anbiya.
************
فَأَقْبَلُوٓا۟ إِلَيْهِ يَزِفُّونَ 94
(94) Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas.
(94)
Firman Allah Swt.:
فَأَقْبَلُوا إِلَيْهِ يَزِفُّونَ
Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. (Ash-Shaffat:94)
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yaziffuna ialah bergegas-gegas. Kisah ini disebutkan dengan ringkas, lain halnya dengan apa yang ada di dalam surat Al-Anbiya, kisahnya disebutkan dengan panjang lebar.
Ketika mereka kembali ke tempat peribadatan mereka, pada awal mulanya mereka tidak mengetahui siapa pelakunya, melainkan setelah menyelidiki dan mencari berita siapa pelakunya. Akhirnya mereka mengetahui bahwa Ibrahimlah yang melakukan semuanya itu. Ketika mereka datang ke tempat Nabi Ibrahim untuk mencaci maki perbuatannya itu, maka Nabi Ibrahim mengambil persiapan untuk mengecam dan mencela perbuatan merek-. Untuk itu ia berkata:
قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ 95
(95) Ibrahim berkata: "Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu?
(95)
أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ
Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? (Ash-Shaffat:95)
وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ 96
(96) Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
(96)
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Padahal Allah-lah Yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (Ash-Shaffat:96)
Imam Bukhari dalam kitab “Af’al Ibad” dari Ali bin Al Madini, dari Marwan bin Muawiyah, dari Abu Malik, dari Rib'i ibnu Hirasy, dari Huzaifah r.a. secara marfu :
إِنَّ اللَّهَ يَصْنَعُ كُلَّ صَانِعٍ وَصَنْعَتَهُ
Sesungguhnya Allah Swt.-lah yang menciptakan semua pekerja dan hasil kerjanya.
Sebagian ulama membacanya dengan bacaan berikut:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Padahal Allah-lah Yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu (Ash-Shaffat:96)
Ketika mereka tidak dapat menyangkal hujjah yang dikemukakan Ibrahim, mereka beralih menyerang dengan tangan dan kekuatan, lalu mereka berkata:
قَالُوا۟ ٱبْنُوا۟ لَهُۥ بُنْيَٰنًۭا فَأَلْقُوهُ فِى ٱلْجَحِيمِ 97
(97) Mereka berkata: "Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu".
(97)
ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ
Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim: lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu. (Ash-Shaffat:97)
Perihal urusan mereka telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-Anbiya. Dan Allah menyelamatkan Ibrahim dari api itu serta memenangkannya atas mereka, menolongnya, dan meninggikan hujannya. Karena itu, disebutkan oleh firman berikutnya:
فَأَرَادُوا۟ بِهِۦ كَيْدًۭا فَجَعَلْنَٰهُمُ ٱلْأَسْفَلِينَ 98
(98) Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.
(98)
فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأسْفَلِينَ
Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (Ash-Shaffat:98)
وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهْدِينِ 99
(99) Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.
(99)
Allah Swt. menceritakan tentang kekasih-Nya Nabi Ibrahim a.s. bahwa sesungguhnya setelah Allah menolongnya dari kejahatan kaumnya dan ia merasa putus asa dari keimanan kaumnya, padahal mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat yang besar. Maka Ibrahim a.s. hijrah dari kalangan mereka seraya berkata:
وَقَالَإِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (Ash-Shaffat: 99)
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ 100
(100) Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
(100)
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Ash-Shaffat: 100)
Yakni anak-anak yang taat sebagai ganti dari kaumnya dan kaum kerabatnya yang telah ditinggalkannya. Allah Swt. berfirman:
فَبَشَّرْنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍۢ 101
(101) Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
(101)
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (Ash-Shaffat: 101)
Anak ini adalah Nabi Ismail a.s., karena sesungguhnya dia adalah anak pertamanya yang sebelum kelahirannya, dia telah mendapat berita gembira mengenainya. Dia lebih tua daripada Nabi Ishaq, menurut kesepakatan kaum muslim dan kaum Ahli Kitab, bahkan di dalam nas kitab-kitab mereka disebutkan bahwa ketika Ibrahim a.s. mempunyai anak Ismail, ia berusia delapan puluh enam tahun. Dan ketika beliau mempunyai anak Ishaq, usia beliau sembilan puluh sembilan tahun.
Menurut mereka (Ahli Kitab), Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menyembelih anak tunggalnya itu, dan dalam salinan kitab yang lain disebutkan anak pertamanya. Akan tetapi, mereka mengubahnya dan membuat-buat kedustaan dalam keterangan ini, lalu mengganti dengan Ishaq. Padahal hal tersebut bertentangan dengan nas kitab asli mereka. Sesungguhnya mereka menyusupkan penggantian dengan memasukkan Ishaq sebagai ganti Ismail karena bapak moyang mereka adalah Ishaq, sedangkan Ismail adalah bapak moyang bangsa Arab.
Orang-orang Ahli Kitab dengki dan iri hati kepada bangsa Arab, karena itu mereka menambah-nambahinya dan menyelewengkan arti anak tunggal dengan pengertian 'anak yang ada di sisimu,' karena Ismail telah dibawa pergi oleh Ibrahim bersama ibunya ke Mekah. Takwil seperti ini merupakan takwil yang menyimpang dan batil, karena sesungguhnya pengertian anak tunggal itu adalah anak yang semata wayang bagi Ibrahim (saat itu). Lagi pula anak pertama merupakan anak yang paling disayang lebih dari anak yang lahir sesudahnya, maka perintah untuk menyembelihnya merupakan ujian dan cobaan yang sangat berat.
Sejumlah ahlul 'ilmi mengatakan bahwa anak yang disembelih itu adalah Ishaq, menurut apa yang telah diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf; sehingga ada yang menukilnya dari sebagian sahabat. Tetapi hal tersebut bukan bersumber dari Kitabullah, bukan pula dari sunnah. Dan saya dapat memastikan bahwa hal tersebut tidaklah diterima, melainkan dari ulama Ahli Kitab, lalu diterima oleh orang muslim tanpa alasan yang kuat. Yang jelas Kitabullah ini merupakan saksi yang menunjukkan kepada kita bahwa putra yang disembelih itu adalah Isma'il. Karena sesungguhnya Al-Qur'an telah menyebutkan berita gembira bagi Ibrahim akan kelahiran seorangputra yang penyabar dan menyebutkan pula bahwa putranya itulah Az-Zabih (yang disembelih).
Setelah itu disebutkan oleh firman-Nya:
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat: 112)
Malaikat ketika menyampaikan berita gembira akan kelahiran Ishaq kepada Ibrahim mengatakan:
إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ عَلِيمٍ
Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim (Al-Hijr:53)
Dan firman Allah Swt.:
فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud: 71)
Yakni dilahirkan bagi Ishaq di masa keduanya (Ibrahim dan istrinya) seorang putra yang diberi nama Ya'qub. Dengan demikian, Nabi Ibrahim beroleh keturunan dan cucu.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan bahwa tidaklah mungkin Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih Ishaq semasa kecilnya, karena Allah Swt. telah menjanjikan kepada keduanya bahwa kelak Ishaq akan melahirkan keturunannya. Maka mana mungkin sesudah semuanya itu Ishaq diperintahkan agar di sembelih saat ia masih kecil.
Dan lagi Ismail di sini mendapat julukan sebagai orang yang amat sabar, maka predikat inilah yang lebih pantas untuk kedudukan ini (sebagai anak yang rela disembelih).
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ 102
(102) Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
(102)
Firman Allah Swt.:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. (Ash-Shaffat: 102)
Yakni telah tumbuh menjadi dewasa dan dapat pergi dan berjalan bersama ayahnya. Disebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. setiap waktu pergi menengok anaknya dan ibunya di negeri Faran, lalu melihat keadaan keduanya. Disebutkan pula bahwa untuk sampai ke sana Nabi Ibrahim mengendarai buraq yang cepat larinya; hanya Allah-lah Yang Maha mengetahui.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ata Al-Khurrasani, dan Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, (Ash-Shaffat: 102) Maksudnya, telah tumbuh dewasa dan dapat bepergian serta mampu bekerja dan berusaha sebagaimana yang dilakukan ayahnya.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! " (Ash-Shaffat: 102)
Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu, kemudian ia membaca firman-Nya: Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" (Ash-Shaffat: 102)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ الْجُنَيْدِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الملك الكرندي، حدثنا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ بْنِ يُونُسَ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عِكْرِمَةَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رُؤْيَا الْأَنْبِيَاءِ فِي الْمَنَامِ وَحْي"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Al-Karnadi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Israil ibnu Yunus, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mimpi para nabi itu merupakan wahyu.
Hadis ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab Sittah dengan jalur ini.
Dan sesungguhnya Ibrahim memberitahukan mimpinya itu kepada putranya agar putranya tidak terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk menguji kesabaran dan keteguhan serta keyakinannya sejak usia dini terhadap ketaatan kepada Allah Swt. dan baktinya kepada orang tuanya.
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
Ia menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” (Ash-Shaffat: 102)
Maksudnya, langsungkanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk menyembelih diriku.
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash-Shaffat: 102)
Yakni aku akan bersabar dan rela menerimanya demi pahala Allah Swt. Dan memang benarlah, Ismail a.s. selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu, dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam: 54-55)