42 - الشورى - Ash-Shura
Consultation
Meccan
وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلْجَوَارِ فِى ٱلْبَحْرِ كَٱلْأَعْلَٰمِ 32
(32) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal di tengah (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung.
(32)
Allah Swt. berfirman bahwa termasuk di antara tanda-tanda yang menunjukkan kepada kekuasaan Allah Swt. yang cemerlang dan pengaruh-Nya yang besar ialah Dia telah menundukkan laut untuk dapat dijadikan sebagai jalan bagi bahtera dengan seizin-Nya. Yang dimaksud dengan ungkapan al-fulk ialah bahtera-bahtera yang berlayar di lautan bagaikan gunung-gunung. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Al-Hasan, As-Saddi, dan Ad-Dahhak, bahwa bahtera-bahtera tersebut yang ada di laut pemandangannya bagaikan gunung-gunung di daratan.
إِنْ يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ
Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin. (Asy-Syura:33)
Yakni angin yang bertiup di laut yang membawa bahtera bergerak. Seandai-Nya Allah menghendaki, bisa saja Dia menghentikan tiupan angin itu sehingga bahtera-bahtera itu tidak dapat bergerak, bahkan diam saja, tidak dapat maju dan tidak dapat mundur, bahkan diam saja mengapung di tengah laut.
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur. (Asy-Syura:33)
Sabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan penderitaan. Dan sesungguhnya laut yang telah ditundukkan dan angin yang telah ditiupkan sesuai dengan keperluan mereka dalam perjalanannya di laut, benar-benar terkandung bukti-bukti yang menunjukkan kepada nikmat Allah yang Dia berikan kepada makhluk-Nya.
Firman Allah Swt.:
لِكُلِّ صَبَّارٍ
bagi setiap orang yang banyak bersabar. (Asy-Syura:33)
dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan serta cobaan.
شَكُورٍ
dan banyak bersyukur. (Asy-Syura:33)
bilamana dalam keadaan makmur dan senang.
*********
Firman Allah Swt.:
أَوْ يُوبِقْهُنَّ بِمَا كَسَبُوا
atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka. (Asy-Syura:34)
Yakni seandainya Allah menghendaki, tentu Dia dapat membinasakan perahu-perahu itu, lalu menenggelamkannya disebabkan dosa yang dilakukan oleh para pemiliknya yang sedang menaikinya.
وَيَعْفُ عَنْ كَثِيرٍ
atau Dia memberi maaf sebagian besar (dari mereka). (Asy-Syura:34)
Yaitu sebagian besar dari dosa-dosa mereka; dan seandainya Allah menghukum mereka berdasarkan semua dosa yang dilakukan mereka, tentulah Dia akan membinasakan semua orang yang memakai jalan laut.
Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka. (Asy-Syura: 34) Seandainya Allah menghendaki, tentulah Dia mengirimkan angin yang kuat tiupannya dan melanda kapal-kapal itu sehingga menyimpang dari tujuannya. Dan angin itu mengombang-ambingkannya ke arah kanan dan ke arah kiri tanpa tujuan, menyimpang jauh dari arah yang di tujuanya.
Pendapat ini mengandung pengertian bahwa perahu-perahu itu pada akhirnya hancur dan tenggelam, semakna dengan pendapat yang sebelumnya. Dan kebalikan dari pendapat yang pertama, yang mengatakan bahwa senadainya Allah menghendaki, tentu Dia menjadikan angin itu tidak bertiup sehingga perahu-perahu itu tidak dapat bergerak. Atau bila Dia menghendaki, dapat saja meniupkan angin yang sangat kuat sehingga mengombang-ambingkannya dan menenggelamkannya serta membinasakan para penumpangnya. Akan tetapi, berkat kelembutan dan rahmat Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya, Dia meniupkan angin menurut kadar yang diperlukan, sebagaimana Dia menurunkan hujan menurut kadar yang secukupnya. Seandainya Dia menurunkan hujan yang banyak sekali, niscaya akan robohlah semua bangunan; atau bila hujan diturunkan sedikit kurang dari yang diperlukan, niscaya tidak akan dapat tumbuhlah tanam-tanaman dan pepohonan. Sebagai gambaran tentang kelembutan dan rahmat-Nya ialah Dia mengirimkan ke negeri —seperti Mesir— air kiriman dari negeri lain, karena penduduk Mesir tidak memerlukan hujan. Seandainya Dia menurunkan hujan kepada mereka, tentulah banyak bangunan yang ambruk dan tembok-tembok rumah penduduknya banyak yang runtuh.
************
Firman Allah Swt.:
وَيَعْلَمَ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِنَا مَا لَهُمْ مِنْ مَحِيصٍ
Dan supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan keluar (dari siksaan). (Asy-Syura:35)
Artinya, tiada jalan selamat bagi mereka dari siksaan Kami, karena sesungguhnya mereka dikalahkan oleh kekuasaan Kami.
إِن يَشَأْ يُسْكِنِ ٱلرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَىٰ ظَهْرِهِۦٓ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّكُلِّ صَبَّارٍۢ شَكُورٍ 33
(33) Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaannya) bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur,
(33)
إِنْ يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ
Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin. (Asy-Syura:33)
Yakni angin yang bertiup di laut yang membawa bahtera bergerak. Seandai-Nya Allah menghendaki, bisa saja Dia menghentikan tiupan angin itu sehingga bahtera-bahtera itu tidak dapat bergerak, bahkan diam saja, tidak dapat maju dan tidak dapat mundur, bahkan diam saja mengapung di tengah laut.
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur. (Asy-Syura:33)
Sabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan penderitaan. Dan sesungguhnya laut yang telah ditundukkan dan angin yang telah ditiupkan sesuai dengan keperluan mereka dalam perjalanannya di laut, benar-benar terkandung bukti-bukti yang menunjukkan kepada nikmat Allah yang Dia berikan kepada makhluk-Nya.
Firman Allah Swt.:
لِكُلِّ صَبَّارٍ
bagi setiap orang yang banyak bersabar. (Asy-Syura:33)
dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan serta cobaan.
شَكُورٍ
dan banyak bersyukur. (Asy-Syura:33)
bilamana dalam keadaan makmur dan senang.
أَوْ يُوبِقْهُنَّ بِمَا كَسَبُوا۟ وَيَعْفُ عَن كَثِيرٍۢ 34
(34) atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka atau Dia memberi maaf sebagian besar (dari mereka).
(34)
وْ يُوبِقْهُنَّ بِمَا كَسَبُوا
atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka. (Asy-Syura:34)
Yakni seandainya Allah menghendaki, tentu Dia dapat membinasakan perahu-perahu itu, lalu menenggelamkannya disebabkan dosa yang dilakukan oleh para pemiliknya yang sedang menaikinya.
وَيَعْفُ عَنْ كَثِيرٍ
atau Dia memberi maaf sebagian besar (dari mereka). (Asy-Syura:34)
Yaitu sebagian besar dari dosa-dosa mereka; dan seandainya Allah menghukum mereka berdasarkan semua dosa yang dilakukan mereka, tentulah Dia akan membinasakan semua orang yang memakai jalan laut.
Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka. (Asy-Syura: 34) Seandainya Allah menghendaki, tentulah Dia mengirimkan angin yang kuat tiupannya dan melanda kapal-kapal itu sehingga menyimpang dari tujuannya. Dan angin itu mengombang-ambingkannya ke arah kanan dan ke arah kiri tanpa tujuan, menyimpang jauh dari arah yang di tujuanya.
Pendapat ini mengandung pengertian bahwa perahu-perahu itu pada akhirnya hancur dan tenggelam, semakna dengan pendapat yang sebelumnya. Dan kebalikan dari pendapat yang pertama, yang mengatakan bahwa senadainya Allah menghendaki, tentu Dia menjadikan angin itu tidak bertiup sehingga perahu-perahu itu tidak dapat bergerak. Atau bila Dia menghendaki, dapat saja meniupkan angin yang sangat kuat sehingga mengombang-ambingkannya dan menenggelamkannya serta membinasakan para penumpangnya. Akan tetapi, berkat kelembutan dan rahmat Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya, Dia meniupkan angin menurut kadar yang diperlukan, sebagaimana Dia menurunkan hujan menurut kadar yang secukupnya. Seandainya Dia menurunkan hujan yang banyak sekali, niscaya akan robohlah semua bangunan; atau bila hujan diturunkan sedikit kurang dari yang diperlukan, niscaya tidak akan dapat tumbuhlah tanam-tanaman dan pepohonan. Sebagai gambaran tentang kelembutan dan rahmat-Nya ialah Dia mengirimkan ke negeri —seperti Mesir— air kiriman dari negeri lain, karena penduduk Mesir tidak memerlukan hujan. Seandainya Dia menurunkan hujan kepada mereka, tentulah banyak bangunan yang ambruk dan tembok-tembok rumah penduduknya banyak yang runtuh.
وَيَعْلَمَ ٱلَّذِينَ يُجَٰدِلُونَ فِىٓ ءَايَٰتِنَا مَا لَهُم مِّن مَّحِيصٍۢ 35
(35) Dan supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan ke luar (dari siksaan).
(35)
وَيَعْلَمَ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِنَا مَا لَهُمْ مِنْ مَحِيصٍ
Dan supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan keluar (dari siksaan). (Asy-Syura:35)
Artinya, tiada jalan selamat bagi mereka dari siksaan Kami, karena sesungguhnya mereka dikalahkan oleh kekuasaan Kami.
فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍۢ فَمَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ 36
(36) Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.
(36)
Allah Swt. berfirman, menggambarkan kecilnya urusan duniawi dan perhiasannya serta segala sesuatu yang ada pada dunia berupa kegemerlapan perhiasannya dan semua kesenangannya yang fana itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kesenangan hidup di dunia. (Asy-Syura:36)
Maksudnya, apa pun yang kamu hasilkan dan kamu kumpulkan, janganlah kamu teperdaya olehnya, karena sesungguhnya itu adalah kesenangan hidup di dunia, sedangkan dunia adalah negeri yang fana dan pasti akan lenyap lagi tiada artinya dibandingkan dengan kesenangan di akhirat.
وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى
dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal. (Asy-Syura:36)
Yakni pahala Allah Swt. lebih baik daripada dunia, karena pahala Allah kekal dan selama-lamanya. Maka janganlah kamu mendahulukan yang fana dengan melalaikan yang kekal. Dalam firman berikutnya disebutkan:
لِلَّذِينَ آمَنُوا
bagi orang-orang yang beriman. (Asy-Syura:36)
Yaitu bagi orang-orang yang bersabar dalam meninggalkan kesenangan duniawi.
وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal. (Asy-Syura:36)
Yakni ketawakalan mereka benar-benar dapat membantu mereka bersabar dalam menunaikan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan.
وَٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا۟ هُمْ يَغْفِرُونَ 37
(37) Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.
(37)
Dan dalam firman berikutnya disebutkan:
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الإثْمِ وَالْفَوَاحِشَ
dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji. (Asy-Syura:37)
Penjelasan mengenai dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji telah diterangkan di dalam tafsir'surat Al-A'raf.
وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. (Asy-Syura:37)
Watak mereka adalah pemaaf dan penyantun terhadap orang lain, dan bukan termasuk watak mereka sifat pendendam.
Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. belum pernah sama sekali marah karena pribadinya, melainkan bilamana hal-hal yang diharamkan oleh Allah dilanggar.
Di dalam hadis lain disebutkan, bahwa beliau Saw. :
كَانَ يَقُولُ لِأَحَدِنَا عِنْدَ الْمَعْتَبَةِ: مَا لَهُ؟ تَرِبَتْ جَبِينُهُ
apabila menegur seseorang dari kami (para sahabat) mengatakan: Mengapa dia, semoga dia mendapat keberuntungan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zar, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Zaidah, dari Mansur, dari Ibrahim, bahwa dahulu orang-orang mukmin tidak senang bila dihina dan mereka selalu memaaf apabila dikhianati.
وَٱلَّذِينَ ٱسْتَجَابُوا۟ لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ 38
(38) Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
(38)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya. (Asy-Syura:38)
Yakni mereka mengikuti rasul-rasul Allah dan taat kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ
dan mendirikan salat. (Asy-Syura:38)
Salat adalah ibadah yang paling besar.
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. (Asy-Syura:38)
Artinya, mereka tidak pernah memutuskan sesuatu urusan melainkan terlebih dahulu mereka musyawarahkannya di antara sesamanya agar masing-masing dari mereka mengemukakan pendapatnya. Seperti dalam menghadapi urusan perang dan lain sebagainya yang penting, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. (Ali Imran:159) hingga akhir ayat.
Karena itulah Rasulullah Saw. selalu bermusyawarah dengan para sahabat saat menghadapi peperangan dan urusan penting lainnya, sehingga dengan demikian hati mereka merasa senang dan lega.
Hal yang sama telah dilakukan oleh Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. saat menjelang ajalnya karena tertusuk, ia menjadikan urusan kekhalifahan sesudahnya agar dimusyawarahkan di antara sesama mereka untuk memilih salah seorang dari enam orang berikut, yaitu Usman, Ali, Talhah, Az-Zubair, Sa'd, dan Abdur Rahman ibnu Auf; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Maka akhirnya pendapat semua sahabat sepakat menunjuk sahabat Usman ibnu Affan r.a. sebagai khalifah sesudah Umar r.a.
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Asy-Syura:38)
Yang demikian itu terealisasi dengan berbuat kebaikan kepada makhluk Allah yang paling dekat dengan mereka dari kalangan keluarga mereka, lalu berikutnya adalah orang-orang yang dekat dengan mereka.
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ 39
(39) Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.
(39)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. (Asy-Syura:39)
Yakni mereka mempunyai kekuatan untuk membela diri dari orang-orang yang berbuat aniaya dan memusuhi mereka. Mereka bukanlah orang-orang yang lemah, bukan pula orang-orang yang hina, bahkan mereka mempunyai kemampuan untuk membalas perbuatan orang-orang yang berlaku kelewat batas terhadap diri mereka. Sekalipun sifat mereka demikian, mereka selalu memberi maaf (yakni gemar memberi maaf), walaupun mereka mampu untuk membalas. Seperti halnya yang dikatakan oleh Nabi Yusuf a.s. kepada saudara-saudaranya yang pernah hampir membunuhnya:
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ
Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu). (Yusuf:92)
Padahal Yusuf a.s. mampu menghukum mereka dan membalas perbuatan mereka terhadap dirinya dengan balasan yang setimpal. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap delapan puluh orang yang berniat akan membunuhnya pada tahun Perjanjian Hudaibiyyah. Mereka turun dari Bukit Tan'im; dan setelah mereka dapat dikuasai, maka Rasulullah Saw. memberi maaf dan membebaskan mereka, padahal beliau Saw. mampu menghukum mereka.
Hal yang sama telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap Gauras ibnul Haris, ketika ia hendak membunuh beliau saat pedang beliau dicabut, sedangkan beliau dalam keadaan tidur. Lalu beliau terbangun, sedangkan pedangnya telah berada di tangan Gauras dalam keadaan terhunus. Maka beliau Saw. membentaknya sehingga pedang itu terjatuh dari tangannya, dan beliau memungut pedangnya. Kemudian beliau Saw. memanggil semua sahabatnya dan menceritakan kepada mereka tentang apa yang telah dilakukan Gauras, dan beliau menceritakan kepada mereka bahwa beliau telah memaafkannya.
Rasulullah Saw. telah memaafkan pula perbuatan Labid ibnul A'sam yang telah menyihirnya; beliau tidak menangkapnya dan tidak pula mengecamnya, padahal beliau mampu untuk berbuat itu terhadapnya. Beliau telah memaafkan seorang wanita Yahudi yang bernama Zainab (saudara perempuan Marhab, seorang Yahudi dari Khaibar yang telah dibunuh oleh Mahmud ibnu Salamah). Wanita itu telah meracuni kaki kambing yang disajikan kepada Rasulullah Saw. pada hari Perang Khaibar. Lalu kaki kambing itu dapat berbicara dan menceritakan kepada beliau Saw. bahwa ada racun padanya. Maka beliau Saw. memanggil wanita Yahudi itu, dan ia mengakui perbuatannya. Nabi Saw. menanyainya, Apakah yang mendorongmu berbuat demikian? Wanita itu menjawab, Aku bermaksud ingin menguji. Jika engkau benar seorang nabi, maka racun itu tidak membahayakan dirimu. Dan jika engkau bukan seorang nabi, maka kami akan terbebas darimu. Maka Nabi Saw. melepaskannya. Tetapi ketika Bisyr ibnul Barra r.a. mati karena racun itu (karena ia ikut memakannya bersama Rasulullah Saw.), maka beliau Saw. menghukum mati wanita Yahudi itu. Hadis-hadis dan atsar-atsar yang menceritakan kejadian ini cukup banyak.
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍۢ سَيِّئَةٌۭ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ 40
(40) Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
(40)
Firman Allah Swt.:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura:40)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
Oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu. (Al-Baqarah:194)
Semakna pula dengan firman-Nya:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. (An-Nahl:126), hingga akhir ayat.
Maka keseimbangan merupakan hal yang disyariatkan, yaitu hukum qisas, sedangkan yang lebih utama daripada itu hanyalah dianjurkan, yaitu memaafkan seperti yang disebutkan pula dalam ayat yang lain melalui firman Allah Swt.:
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
dan luka-luka (pun) ada qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. (Al-Maidah:45)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah. (Asy-Syura:40)
Artinya, hal tersebut tidak sia-sia di sisi Allah. Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih:
وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا
Tidak sekali-kali Allah memberi tambahan kepada seseorang hamba dengan sifat pemaaf, melainkan kemuliaanlah (yang diperolehnya).
Adapun firman Allah Swt.:
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Asy-Syura:40)
Maksudnya, orang-orang yang bersikap melampaui batas, yaitu orang yang memulai permusuhan dan berbuat jahat.
وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ 41
(41) Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.
(41)
Kemudian dalam firman berikutnya di sebutkan:
وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. (Asy-Syura:41)
Tiada dosa atas mereka dalam melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang telah berbuat aniaya terhadap dirinya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Muaz ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya tentang pembelaan diri yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. (Asy-Syura: 41) Maka Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an menceritakan kepadanya sebuah hadis dari Ummu Muhammad, istri ayahnya. Ibnu Aun mengatakan bahwa mereka menduga Ummu Muhammad pernah masuk menemui Siti Aisyah r.a. Lalu Siti Aisyah bercerita kepadanya, Pada suatu hari Rasulullah Saw. masuk menemui kami, sedangkan di antara kami terdapat Zainab binti Jahsy r.a. Maka Nabi Saw. berisyarat dengan tangannya kepadaku, sedangkan beliau tidak mengetahui bahwa di rumahku ada Zainab. Kemudian aku memberikan isyarat kepada Beliau Saw. bahwa ada Zainab hingga beliau mengetahui isyaratku, lalu beliau menghentikan isyaratnya. Tetapi rupanya Zainab mengetahui hal itu, maka ia langsung mencaci Aisyah r.a. Rasulullah Saw. melarangnya, tetapi Zainab tetap terus mencaci Aisyah. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada Aisyah, Balas cacilah dia! Kemudian aku (Aisyah) mencacinya hingga aku dapat membungkamnya. Zainab pergi dan mendatangi Ali r.a, lalu mengadu kepadanya, Sesungguhnya Aisyah telah mencacimu dan menjatuhkan namamu. Maka Fatimah r.a. datang, tetapi Nabi Saw. bersabda kepadanya, Sesungguhnya Aisyah adalah kekasih ayahmu, demi Tuhan yang memiliki Ka'bah. Akhirnya Fatimah pergi dan mengadu kepada suaminya bahwa sesungguhnya ia telah mengatakan hal tersebut kepada Nabi Saw, tetapi Nabi Saw. menjawabnya dengan jawaban anu dan anu. Maka Ali datang kepada Nabi Saw, dan Nabi Saw. menerangkan duduk perkaranya kepada Ali.
Demikianlah bunyi riwayat yangdikemukakan oleh Ibnu Aun, tetapi Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an dalam riwayatnya sering mendatangkan hal-hal yang mungkar; ini menjadi kebiasaannya, dan riwayat ini mengandung hal yang mungkar.
Riwayat yang sahih adalah yang berbeda dengan konteks ini seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Khalid ibnu Salamah Al-Fa'fa, dari Abdullah Al-Bahi, dari Urwah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah mengatakan, bahwa tanpa ia sadari dirinya memasuki rumah Zainab tanpa izin, saat itu Zainab sedang marah. Kemudian Zainab berkata kepada Rasulullah Saw.”Cukuplah bagimu bila kusingkapkan baju kurung anak perempuan Abu Bakar ini. Lalu Zainab meluapkan emosinya kepadaku, tetapi aku berpaling darinya, hingga Rasulullah Saw. bersabda, Hai kamu, belalah dirimu! Akhirnya aku hadapi Zainab, hingga kulihat dia terbungkam tidak dapat menjawab sepatah kata pun terhadapku, dan saat itu kulihat wajah Nabi Saw. cerah.
Demikianlah menurut lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Nasai.
قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ دَعَا عَلَى مَنْ ظَلَمَهُ فَقَدِ انْتَصَرَ.
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Abu Hamzah, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang berdoa untuk (kemudaratan) orang yang telah menganiaya dirinya, maka sesungguhnya ia telah membela dirinya.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Abul Ahwas, dari Abu Hamzah yang nama aslinya Maimun. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, Kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui riwayatnya (Abu Hamzah), padahal mengenai hafalannya masih diragukan.
إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظْلِمُونَ ٱلنَّاسَ وَيَبْغُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌۭ 42
(42) Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.
(42)
Firman Allah Swt.:
إِنَّمَا السَّبِيلُ
Sesungguhnya dosa itu. (Asy-Syura:42)
Yakni dosa dan penderitaan.
عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. (Asy-Syura:42)
Yaitu memulai perbuatan aniaya terhadap orang lain, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang menyebutkan:
الْمُسْتَبَّانُ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَد الْمَظْلُومُ
Kedua orang yang saling mencaci menurut apa yang dikatakan oleh masing-masing, sedangkan dosanya ditanggung oleh pihak yang memulainya, selama pihak yang teraniaya tidak melampaui batas.
Adapun firman Allah Swt.:
أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy-Syura:42)
Yakni siksa yang sangat menyakitkan.
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zaid (saudara lelaki Hammad ibnu Zaid), telah menceritakan kepada kami Usman Asy-Syahham, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Wasi' yang mengatakan bahwa ia tiba di Mekah, dan ia menjumpai di atas parit ada jembatan, lalu ia di tangkap dan dibawa menghadap kepada Marwan ibnul Muhallab yang saat itu menjabat sebagai amir (gubernur) di Basrah. Lalu Marwan bertanya, Ada apakah keperluanmu, hai Abu Abdullah? Abu Abdullah (nama panggilan Muhammad ibnu Wasi') menjawab, Keperluanku hanyalah menginginkan agar engkau seperti saudara Bani Addi bila engkau mampu.”Marwan bertanya, Siapakah saudara Bani Addi yang engkau maksud? Abu Abdullah menjawab, Dia adalah Al-Ala ibnu Ziyad. Dia pernah menugaskan seorang teman dekatnya untuk menjadi 'amil (pejabat), lalu ia berkirim surat kepada 'amil-nya yang isinya seperti berikut, 'Amma Ba'du, Jika engkau mampu untuk tidak menginap (tidur) kecuali dirimu dalam keadaan tanpa beban, perutmu kosong, dan tanganmu bersih dari darah kaum muslim dan harta mereka, lakukanlah. Dan Jika engkau melakukan hal tersebut, berarti tidak ada dosa bagimu'. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy-Syura:42) Maka Marwan berkata, Demi Allah, dia benar dan memberi nasihat. Marwan bertanya, Hai Abu Abdullah, lalu apakah keperluanmu? Abu Abdullah menjawab, Keperluanku ialah engkau biarkan aku berkumpul dengan keluargaku. Marwan menjawab, Baiklah, aku izinkan.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Setelah mencela perbuatan aniaya dan para pelakunya serta ditetapkan-Nya hukum qisas (pembalasan), lalu Allah Swt. menyerukan kepada (hamba-hamba-Nya) untuk memaaf dan mengampuni (kesalahan orang lain) melalui firman-Nya:
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ 43
(43) Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.
(43)
melalui firman-Nya:
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ
Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan. (Asy-Syura:43)
Yakni sabar dalam mengadapi gangguan yang menyakitkan dan memaafkan perbuatan buruk yang dilakukan terhadap dirinya.
إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (Asy-Syura:43)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hal tersebut benar-benar termasuk perkara yang benar yang dianjurkan oleh Allah Swt. untuk dilakukan. Dengan kata lain, sifat memaafkan kesalahan orang lain itu merupakan sikap yang disyukuri dan perbuatan yang terpuji, pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah dan pujian yang baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa At-Tartusi, telah menceritakan kepada kami Abdul Musammad ibnu Yazid (pelayan Al-Fudail ibnu Iyad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan, Apabila datang kepada Anda seorang lelaki yang mengadu kepadamu perihal perbuatan seseorang terhadap dirinya, maka katakanlah kepadanya, 'Hai saudaraku, maafkanlah dia, karena sesungguhnya sikap memaafkan itu lebih dekat kepada ketakwaan.' Dan jika dia mengatakan kepada Anda, 'Hatiku tidak kuat untuk memberi maaf, tetapi aku akan membela diri sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt,' maka katakanlah kepadanya, 'jika engkau dapat membela diri, lakukanlah. Tetapi jika engkau tidak mampu, maka kembalilah ke jalan memaafkan, karena sesungguhnya pintu memaafkan itu sangat luas. Dan barang siapa yang memaafkan serta berbuat baik, maka pahalanya ditanggung oleh Allah Swt. Orang yang memaaf tidur dengan tenang di pelaminannya di malam hari, sedangkan orang yang membela dirinya membalikkan permasalahan'.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى -يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ الْقَطَّانَ-عَنِ ابْنِ عَجْلان، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ،عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا شَتَمَ أَبَا بَكْرٍ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْجَبُ وَيَتَبَسَّمُ، فَلَمَّا أَكْثَرَ رَدَّ عَلَيْهِ بَعْضَ قَوْلِهِ، فَغَضِبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَامَ، فَلَحِقَهُ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ كَانَ يَشْتُمُنِي وَأَنْتَ جَالِسٌ، فَلَمَّا رَدَدْتُ عَلَيْهِ بَعْضَ قَوْلِهِ غَضِبْتَ وَقُمْتَ! قَالَ: إِنَّهُ كَانَ مَعَكَ مَلَكٌ يَرُدُّ عَنْكَ، فَلَمَّا رَدَدْتَ عَلَيْهِ بَعْضَ قَوْلِهِ حَضَرَ الشَّيْطَانُ، فَلَمْ أَكُنْ لِأَقْعُدَ مَعَ الشَّيْطَانِ. ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ، ثَلَاثٌ كُلُّهُنَّ حَقٌّ، مَا مِنْ عَبْدٍ ظُلم بِمَظْلَمَةٍ فَيُغْضِي عَنْهَا لِلَّهِ، إِلَّا أَعَزَّ اللَّهُ بِهَا نَصْرَه، وَمَا فَتَحَ رَجُلٌ بَابَ عَطِيَّةٍ يُرِيدُ بِهَا صِلَةً، إِلَّا زَادَهُ اللَّهُ بِهَا كَثْرَةً، وَمَا فَتَحَ رَجُلٌ بَابَ مَسْأَلَةٍ يُرِيدُ بِهَا كَثْرَةً، إِلَّا زَادَهُ اللَّهُ بِهَا قِلَّةً
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya (yakni Ibnu Sa'id Al-Qattan), dari Ibnu Ajlan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki mencaci sahabat Abu Bakar r.a, sedangkan Nabi Saw. saat itu duduk, lalu Nabi Saw. hanya tersenyum dan merasa kagum. Tetapi ketika Abu Bakar r.a. membalas sebagian cacian yang ditujukan terhadap dirinya, Nabi Saw. kelihatan marah, lalu bangkit. Maka Abu Bakar menyusulnya dan bertanya kepadanya, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika dia mencaciku engkau tetap dalam keadaan duduk, Tetapi ketika aku membalas caciannya, engkau kelihatan marah dan meninggalkan tempat duduk. Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya pada mulanya ada malaikat yang bersamamu membela dirimu. Tetapi ketika engkau membalas terhadapnya sebagian dari caciannya (malaikat itu pergi) dan datanglah setan, maka aku tidak mau duduk bersama setan. Kemudian beliau Saw. bersabda pula: Hai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya benar, yaitu tidak sekali-kali seseorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan, lalu ia menahan dirinya karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya dan menolongnya. Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu pemberian dengan mengharapkan silaturahim, melainkan Allah Swt. makin menambah banyak (hartanya). Dan tidak sekali-kali seorang lelaki membuka pintu meminta-minta karena ingin memperbanyak (hartanya), melainkan Allah Swt. makin menambah sedikit (hartanya).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Abdul A'la ibnu Hammad, dari Sufyan ibnu Uyaynah; Abu Daud mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Safwan ibnu Isa yang keduanya (Sufyan dan Safwan) meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ajlan. Abu Daud telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Al-Laits, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Basyir ibnul Muharrar, dari Sa'id ibnul Musayyab secara mursal.
Hadis ini sangat baik maknanya dan sesuai dengan akhlak As-Siddiq r.a.
وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن وَلِىٍّۢ مِّنۢ بَعْدِهِۦ ۗ وَتَرَى ٱلظَّٰلِمِينَ لَمَّا رَأَوُا۟ ٱلْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَىٰ مَرَدٍّۢ مِّن سَبِيلٍۢ 44
(44) Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada baginya seorang pemimpinpun sesudah itu. Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?"
(44)
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang sifat-Nya Yang Maha Mulia, bahwa apa yang Dia kehendaki pasti ada, tiada seorang pun yang dapat menghalangi kehendak-Nya; apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak ada, dan tiada seorang pun yang dapat mengadakannya. Dan bahwa barang siapa yang telah diberi petunjuk oleh-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Barang siapa yang telah disesatkan oleh-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahfi:17)
Kemudian Allah Swt. menceritakan keadaan orang-orang yang zalim, yaitu mereka yang mempersekutukan Allah.
لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ
ketika mereka melihat azab. (Asy-Syura:44)
Yakni di hari kiamat. Maka mereka berangan-angan untuk dapat kembali ke dunia.
يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ
mereka berkata, Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” (Asy-Syura:44)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am:27-28)