65 - الطلاق - At-Talaaq

Juz : 28

Divorce
Medinan

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا۟ عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِن كُنَّ أُو۟لَٰتِ حَمْلٍۢ فَأَنفِقُوا۟ عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا۟ بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍۢ ۖ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُۥٓ أُخْرَىٰ 6

(6) Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

(6) 

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya apabila seseorang dari mereka menceraikan istrinya, hendaklah ia memberinya tempat tinggal di dalam rumah hingga idahnya habis. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal. (Ath-Thalaq:6)

Yakni di tempat kamu berada.

مِنْ وُجْدِكُمْ

menurut kemampuanmu. (Ath-Thalaq:6)

Ibnu Abbas, Mujahid, serta ulama lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah menurut kemampuanmu. Hingga Qatadah mengatakan sehubungan dengan masalah ini, bahwa jika engkau tidak menemukan tempat lain untuknya selain di sebelah rumahmu, maka tempatkanlah ia padanya.

Firman Allah Swt.:

وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ

dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. (Ath-Thalaq:6)

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah misalnya pihak suami membuatnya merasa tidak betah agar si istri memberi imbalan kepada suaminya untuk mengubah suasana, atau agar si istri keluar dari rumahnya dengan suka rela.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Abud Duha sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka. (Ath-Thalaq:6) Misalnya si suami menceraikan istrinya; dan apabila idahnya tinggal dua hari, lalu ia merujukinya.

Firman Allah Swt.:

وَإِنْ كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Dan jika mereka (istri-istri yang sudah di talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin. (Ath-Thalaq:

6)

Kebanyakan ulama—antara lain Ibnu Abbas dan sejumlah ulama Salaf serta beberapa golongan ulama Khalaf— mengatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan wanita yang ditalak tiga dalam keadaan hamil, maka ia tetap diberi nafkah hingga melahirkan kandungannya. Mereka mengatakan bahwa dalilnya ialah bahwa wanita yang ditalak raj'i wajib diberi nafkah, baik dalam keadaan hamil atau pun tidak hamil. Ulama lainnya mengatakan bahwa konteks ayat ini seluruhnya berkaitan dengan masalah wanita-wanita yang ditalak raj'i. Dan sesungguhnya disebutkan dalam nas ayat kewajiban memberi nafkah kepada wanita yang hamil, sekalipun status talaknya ra 'i tiada lain karena masa kandungan itu cukup lama menurut kebiasaannya. Untuk itu maka diperlukan adanya nas lain yang menyatakan wajib memberi nafkah sampai wanita yang bersangkutan bersalin. Dimaksudkan agar tidak timbul dugaan bahwa sesungguhnya kewajiban memberi nafkah itu hanyalah sampai batas masa idah.

Kemudian para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan masalah apakah kewajiban nafkah kepada istri berkaitan dengan kandungannya ataukah untuk kandungannya semata? Ada dua pendapat yang keduanya di-nas-kan dari Imam Syafii dan lain-lainnya. Kemudian dari masalah ini berkembang berbagai masalah cabang yang disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih.

Firman Allah Swt.:

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ

kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu. (Ath-Thalaq:6)

Yakni apabila mereka telah bersalin, sedangkan mereka telah diceraikan dengan talak tiga, maka mereka telah terpisah selamanya dari suaminya begitu idah mereka habis (yaitu melahirkan kandungannya). Dan bagi wanita yang bersangkutan diperbolehkan menyusui anaknya atau menolak untuk menyusuinya, tetapi sesudah ia memberi air susu pertamanya kepada bayinya yang merupakan kebutuhan si bayi. Dan jika ia mau menyusui bayinya, maka ia berhak untuk mendapatkan upah yang sepadan, dan ia berhak mengadakan transaksi dengan ayah si bayi atau walinya sesuai dengan apa yang disepakati oleh kedua belah pihak mengenai jumlah upahnya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mw untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya. (Ath-Thalaq:6)

Adapun firman Allah Swt.:

وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ

dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik. (Ath-Thalaq:6)

Yaitu hendaklah semua urusan yang ada di antara kalian dimusyawarahkan dengan baik dan bertujuan baik, tidak merugikan diri sendiri dan tidak pula merugikan pihak lain. Sebagaimana yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya:

لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya. (Al-Baqarah:233)

Firman Allah Swt.:

وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى

dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Ath-Thalaq:6)

Yakni apabila pihak lelaki dan pihak wanita berselisih, misalnya pihak wanita menuntut upah yang banyak dari jasa penyusuannya, sedangkan pihak laki-laki tidak menyetujuinya, atau pihak laki-laki memberinya upah yang minim dan pihak perempuan tidak menyetujuinya, maka perempuan lain boleh menyusukan anaknya itu. Tetapi seandainya pihak si ibu bayi rela dengan upah yang sama seperti yang diberikan kepada perempuan lain, maka yang paling berhak menyusui bayi itu adalah ibunya.



لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍۢ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍۢ يُسْرًۭا 7

(7) Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

(7) 

Firman Allah Swt.:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. (Ath-Thalaq:7)

Artinya, hendaklah orang tua si bayi atau walinya memberi nafkah kepada bayinya sesuai dengan kemampuannya.

وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا مَا آتَاهَا

Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. (Ath-Thalaq:7)

Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya: (Al-Baqarah:286)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Hakkam, dari Abu Sinan yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. pernah bertanya mengenai Abu Ubaidah. Maka dikatakan kepadanya, bahwa sesungguhnya Abu Ubaidah mengenakan pakaian yang kasar dan memakan makanan yang paling sederhana. Maka Khalifah Umar r.a. mengirimkan kepadanya seribu dinar, dan mengatakan kepada kurirnya, Perhatikanlah apakah yang dilakukan olehnya dengan uang seribu dinar ini jika dia telah menerimanya. Tidak lama kemudian Abu Ubaidah mengenakan pakaian yang halus dan memakan makanan yang terbaik, lalu kurir itu kembali kepada Umar r.a. dan menceritakan kepadanya perubahan tersebut. Maka Umar mengatakan bahwa semoga Allah merahmatinya. Dia menakwilkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. (At-Thalaq:7)

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu'jamui Kabir-nya, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Yazid At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid ibnu Abu Malik Al-Asy'ari yang nama aslinya Al-Haris, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

ثَلَاثَةُ نَفَرٍ، كَانَ لِأَحَدِهِمْ عَشَرَةُ دَنَانِيرَ، فَتَصَدَّقَ مِنْهَا بِدِينَارٍ. وَكَانَ لِآخَرَ عَشْرُ أَوَاقٍ، فَتَصَدَّقَ مِنْهَا بِأُوقِيَّةٍ. وَكَانَ لِآخَرَ مِائَةُ أُوقِيَّةٍ، فَتَصَدَّقَ مِنْهَا بِعَشْرِ أَوَاقٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هُمْ فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ، كُلٌّ قَدْ تَصَدَّقَ بِعُشْرِ مَالِهِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ

Ada tiga orang yang salah seorang dari mereka memiliki sepuluh dinar, lalu ia menyedekahkan sebagian darinya sebanyak satu dinar. Dan orang yang kedua mempunyai sepuluh auqiyah (emas), lalu ia menyedekahkan satu auqiyah dari miliknya. Dan orang yang ketiga memiliki seratus auqiyah, lalu ia menyedekahkan sebagiannya sebanyak sepuluh auqiyah. Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan bahwa mereka sama dalam kadar pahala yang diperolehnya, masing-masing dari mereka telah menyedekahkan sepersepuluh miliknya. Allah Swt. telah berfirman, Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (Ath-Thalaq:7)

Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya.

Firman Allah Swt.:

سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Ath-Thalaq:7)

Ini merupakan janji dari Allah, dan janji Allah itu benar dan tidak akan disalahi-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Al-Insyirah:5-6)

Imam Ahmad telah meriwayatkan sebuah hadis sehubungan dengan hal ini yang baik dikemukakan di sini. Untuk itu dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abul Hamid ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab yang mengatakan bahwa Abu Hurairah r.a. pernah bercerita bahwa di zaman yang silam pernah ada seorang lelaki dan istrinya yang hidup dalam kemiskinan, keduanya tidak mampu menghasilkan apa pun. Dan di suatu hari suaminya datang dari perjalanannya, lalu masuk ke dalam rumah menemui istrinya, sedangkan perutnya keroncongan dicekam rasa lapar yang berat. Lelaki itu bertanya kepada istrinya, Apakah engkau mempunyai sesuatu makanan? Istrinya menjawab, Ya, bergembiralah kita telah diberi rezeki oleh Allah. Lalu si suami mendesaknya dan mengatakan, Celakalah engkau ini, aku menginginkan sesuatu makanan yang ada padamu. Si istri menjawab, Ya, tunggu sebentar, seraya mengharapkan rahmat dari Allah. Dan ketika suaminya menunggu cukup lama, akhirnya ia berkata, Celakalah kamu ini, sekarang bangkitlah dan ambillah jika engkau memiliki sesuatu, lalu datangkanlah kepadaku, karena sesungguhnya aku benar-benar sangat lelah dan lapar sekali. Istrinya menjawab, Baiklah, sekarang aku akan membuka dapurku, jangan kamu terburu-buru. Setelah suaminya diam sesaat dan si istri menunggu suaminya berbicara lagi kepadanya, si istri berkata kepada dirinya sendiri, Sebaiknya sekarang aku bangkit untuk melihat dapurku. Lalu ia bangkit dan menuju ke dapurnya, maka ia melihat ke dapurnya dan merasa terkejut karena penuh dengan paha kambing (yang sedang dipanggang), sedangkan penggilingan tepungnya bergerak sendiri menggiling tepung. Maka ia bangkit menuju tempat penggilingan tepung itu dan membersihkannya, lalu mengeluarkan kambing panggang yang ada pada dapur pembakarannya. Kemudian Abu Hurairah melanjutkan, bahwa demi Tuhan yang jiwa Abul Qasim berada di tangan kekuasaan-Nya. Demikianlah yang dimaksud oleh ucapan Muhammad Saw.:

لَوْ أَخَذَتْ مَا فِي رَحييها وَلَمْ تَنْفُضْهَا لَطَحَنَتَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Seandainya wanita itu hanya mengambil adonan yang ada pada penggilingannya dan tidak membersihkannya, niscaya penggilingannya itu akan tetap bekerja menggiling sampai hari kiamat nanti.

Di tempat lain Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Hisyam, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa seorang lelaki masuk menemui keluarganya; dan ketika ia melihat kelaparan yang melanda keluarganya, ia keluar menuju hutan. Ketika istri lelaki itu melihat keadaan demikian, maka ia bangkit menuju tempat penggilingan tepungnya. Kemudian ia siapkan penggilingan tepung itu, dan ia menuju pula ke tempat perapian dapurnya, lalu menyalakannya. Kemudian ia berdoa, Ya Allah, berilah kami rezeki. Lalu ia melihat ke arah pancinya dan ternyata pancinya telah penuh dengan makanan. Kemudian pergi ke arah dapurnya, dan ternyata ia menjumpai perapian dapurnya telah penuh pula dengan roti. Ketika suaminya datang, langsung bertanya, Apakah kamu mendapatkan sesuatu makanan sesudah kepergianku? Istrinya menjawab, Ya, dari Tuhan kita, seraya berisyarat ke arah penggilingan tepungnya. Kemudian kisah ini diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda:

أَمَا إِنَّهُ لَوْ لَمْ تَرْفَعْهَا، لَمْ تزل تدور إلى يوم القيامة

Ingatlah, sesungguhnya jika wanita itu tidak mengangkat penggilingannya (yakni membersihkannya), niscaya ia akan tetap berputar sampai hari kiamat.


وَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِۦ فَحَاسَبْنَٰهَا حِسَابًۭا شَدِيدًۭا وَعَذَّبْنَٰهَا عَذَابًۭا نُّكْرًۭا 8

(8) Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.

(8) 

Allah Swt. berfirman, mengancam orang yang menentang perintah-Nya, mendustakan rasul-Nya, dan menempuh jalan yang tidak disyari'atkan oleh-Nya seraya memberitakan terhadapnya tentang apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu sebagai akibat dari perbuatan buruk mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ

Dan betapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya. (Ath-Thalaq:8)

Yakni membangkang, melampaui batas, dan angkuh, tidak mau mengikuti perintah Allah dan tidak mau mengikuti rasul-rasul-Nya.

فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُكْرًا

maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. (Ath-Thalaq:8)

Maksudnya, siksaan yang mengerikan lagi hebat.


فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا وَكَانَ عَٰقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا 9

(9) Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar.

(9) 

فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا

Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. (Ath-Thalaq: 9)

Yaitu akibat dari sikap mereka yang menentang, dan akhirnya mereka menyesali perbuatannya di saat tiada gunanya lagi bagi mereka penyesalan.

وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا

(Dan akibat perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar. (Ath-Thalaq: 9 


أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُمْ عَذَابًۭا شَدِيدًۭا ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ۚ قَدْ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًۭا 10

(10) Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu,

(10) 

 أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras. (Ath-Thalaq: 10)

di negeri akhirat di samping azab di dunia yang menimpa diri mereka.

Kemudian Allah Swt. —sesudah menceritakan berita tentang mereka - berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ

maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal. (Ath-Thalaq:10)

Yakni yang mempunyai pemahaman yang lurus. Maksudnya, janganlah kalian menjadi orang-orang seperti mereka, karena akibatnya kalian akan tertimpa azab sebagaimana azab yang menimpa diri mereka, hai orang-orang yang berakal.

الَّذِينَ آمَنُوا

(yaitu) orang-orang yang beriman. (Ath-Thalaq:10)

Maksudnya, membenarkan Allah dan rasul-rasul-Nya.

قَدْ أَنزلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا

Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (Ath-Thalaq:10)

Yaitu Al-Qur'an, semakna dengan zikir yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:

إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr:9)


رَّسُولًۭا يَتْلُوا۟ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ مُبَيِّنَٰتٍۢ لِّيُخْرِجَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۚ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ وَيَعْمَلْ صَٰلِحًۭا يُدْخِلْهُ جَنَّٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۖ قَدْ أَحْسَنَ ٱللَّهُ لَهُۥ رِزْقًا 11

(11) (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.

(11) 

Adapun firman Allah Swt.:

رَسُولا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ

(Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu. (Ath-Thalaq:11)

Sebagian ulama mengatakan, lafaz Rasulan di-nasab-kan karena dianggap sebagai badal isytimal mengingat Rasulullah yang menyampaikan Al-Qur'an.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar, lafaz Rasul menjadi tafsir dari zikir atau Al-Qur'an. Oleh karena itu Allah Swt. berfirman:

رَسُولا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ

(Dan mengutus) seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) kepadamu. (Ath-Thalaq:11)

Yakni ayat-ayat Allah yangjelas, terang, lagi gamblang.

لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari kegelapan kepada cahaya. (Ath-Thalaq:11)

Seperti halnya firman-Nya:

كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya. (Ibrahim: 1)

Dan firman-Nya:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (Al-Baqarah:257)

Yakni dari kegelapan kekafiran dan kebodohan menuju kepada cahaya iman dan ilmu. Sesungguhnya Allah Swt. menyebutkan wahyu yang Dia turunkan dengan nama nur atau cahaya, karena dengan cahaya orang mendapat petunjuk. Sebagaimana Dia menamakannya pula dengan sebutan roh, karena dengannya hati manusia menjadi hidup. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura:52)

Adapun firman Allah Swt.:

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا

Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga­ surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya. (Ath-Thalaq: 11)

Tafsir ayat yang semisal dengan ayat ini telah disebutkan sebelumnya berulang-ulang dan tidak perlu diulangi lagi, segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah.


ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍۢ وَمِنَ ٱلْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ ٱلْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىْءٍ عِلْمًۢا 12

(12) Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

(12) 

Allah Swt. menceritakan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan pengaruh-Nya yang besar. Dimaksudkan agar hal ini menjadi pendorong bagi umat manusia untuk mengagungkan agama yang lurus yang telah disyariatkan oleh-Nya.

اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit. (Ath-Thalaq:12)

Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang menceritakan tentang Nabi Nuh, bahwa dia berkata kepada kaumnya:

أَلَمْ تَرَوا كَيْفَ خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh:15)

Dan firman Allah Swt. lainnya, yaitu:

تُسَبّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ والأرْضُ وَمَن فِيهنَّ

Langit yang tujuh dan bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra:44)

Adapun firman Allah Swt.:

وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ

dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq:12)

Yakni tujuh lapis. Seperti yang dijelaskan di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab Sahihain, yaitu:

مَنْ ظَلَمَ قيدَ شِبر مِنَ الْأَرْضِ طُوِّقه مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

Barang siapa yang merebut tanah orang lain barang sejengkal, maka Allah akan mengalungkannya (pada lehernya) dari tujuh lapis bumi.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan dengan lafaz berikut:

خُسِف بِهِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ

maka di dibenamkan ke dalamnya sampai tujuh lapis bumi.

Jalur-jalur periwayatan dan lafaz-lafaz hadis ini telah diketengahkan, dan para ulama ahli hadis mengatakan bahwa hadis ini terdapat di dalam permulaan kitab Al-Bidayah wan Nihayah, sebagai sumbernya, yaitu dalam Bab Penciptaan Bumi.

Adapun mengenai pendapat orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh lapis adalah tujuh kawasan, maka sesungguhnya pendapatnya itu jauh dari kebenaran dan tenggelam ke dalam pertentangan serta menyimpang dari Al-Qur'an dan hadis tanpa sandaran.

Dalam tafsir surat Al-Hadid, yaitu pada tafsir firman-Nya:

هُوَ الأوَّلُ والآخِرُ والظَّاهِرُ والْبَاطِنُ

Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir, dan Yang Batin. (Al-Hadid:3)

telah disebutkan tujuh lapis bumi, dan bahwa jarak di antara masing-masing lapis serta ketebalannya sama dengan jarak perjalanan lima ratus tahun. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya. Demikian pula telah disebutkan dalam hadis yang lain, yaitu:

مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَمَا فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ وَالْأَرَضُونَ السَّبْعُ وَمَا فِيهِنَّ وَمَا بَيْنَهُنَّ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ

Tiadalah tujuh lapis langit dan semua yang ada padanya dan semua yang ada di antara tiap lapisnya, begitu pula tujuh lapis bumi dan semua yang ada padanya serta semua yang ada di antara tiap lapisnya, (bila dibandingkan) dengan Al-Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran kecil (mata uang logam) yang tergeletak dipadang sahara yang luas.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kamj Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq:12) Bahwa seandainya aku ceritakan kepada kalian mengenai tafsirnya, tentulah kalian akan mengingkarinya, dan keingkaran kalian itu ialah mendustakan makna ayat ini.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah ibnu Sa'd Al-Qummi Al-Asy'ari, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah Al-Khuza'i, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq:12), hingga akhir ayat. Maka Ibnu Abbas menjawab, Apakah yang menjamin bahwa jika aku ceritakan kepadamu maka kamu tidak mengingkarinya?

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Murrrah, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq:12) Amr mengatakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, Pada tiap-tiap lapis bumi terdapat orang yang seperti Nabi Ibrahim dan yang semisal dengan jumlah makhluk yang ada di atas bumi.

Ibnul Musanna mengatakan dalam hadis yang diriwayatkannya, bahwa pada tiap-tiap langit terdapat (orang yang sama seperti Nabi) Ibrahim.

Imam Baihaqi telah meriwayatkan di dalam Kitabul Asma was Sifat asar ini dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang lebih rinci. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafrz, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ganam An-Nakha'i, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ata ibnus Saib, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq:12) Yakni tujuh lapis bumi, dan pada tiap lapis bumi terdapat seorang nabi seperti nabi kalian, Adam seperti Adam, Nuh seperti Nuh, Ibrahim seperti Ibrahim, dan Isa seperti Isa.

Kemudian Imam Baihaqi meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. (Ath-Thalaq:12) Bahwa pada tiap lapis bumi terdapat nabi seperti Nabi Ibrahim a.s. Selanjutnya

Imam Baihaqi mengatakan bahwa sanad asar ini sampai kepada Ibnu Abbas sahih. Tetapi asar ini syaz sekali, dan aku tidak mengetahui bahwa Abud Duha merupakan salah seorang pengikut Ibnu Abbas; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Abu Bakar Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia Al-Qurasyi, telah mengatakan di dalam kitabnya yang berjudul At-Tafakkur wal I'tibar bahwa telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Hatim Al-Mada-ini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sulaiman, dari Usman ibnu Abu Dahras yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjumpai para sahabatnya yang saat itu mereka sedang terdiam, tiada seorang pun yang berkata-kata. Maka beliau Saw. bertanya, Mengapa kalian tidak berbicara? Mereka menjawab, Kami sedang memikirkan makhluk Allah Swt. Maka Nabi Saw. bersabda:

فَكَذَلِكَ فَافْعَلُوا تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ وَلَا تَتَفَكَّرُوا فِيهِ فَإِنَّ بِهَذَا الْمَغْرِبِ أَرْضًا بَيْضَاءَ نُورُهَا سَاحَتُهَا -أَوْ قَالَ سَاحَتُهَا نُورُهَا -مَسِيرَةَ الشَّمْسِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا بِهَا خلقُ اللَّهِ تَعَالَى لَمْ يعصُوا اللَّهَ طَرفة عَيْنٍ قَطُّ قَالُوا فَأَيْنَ الشَّيْطَانُ عَنْهُمْ؟ قَالَ مَا يَدْرُونَ خُلِقَ الشَّيْطَانُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ؟ قَالُوا أَمِنْ وَلَدِ آدَمَ؟ قَالَ لَا يَدْرُونَ خُلِقَ آدَمُ أَمْ لَمْ يُخْلَقْ؟

Memang demikianlah yang harus kamu lakukan. Pikirkanlah olehmu tentang makhluk Allah, dan janganlah kamu pikirkan tentang Allah. Karena sesungguhnya di sebelah barat (magrib) ini terdapat bumi yang putih, cahayanya putih— atau putihnya karena cahayanya— seluas perjalanan matahari selama empat puluh hari. Padanya terdapat suatu makhluk dari makhluk Allah Swt. Mereka tidak pernah durhaka kepada Allah barang sekejap mata pun. Mereka bertanya, Kalau begitu, di manakah tempat setan selain mereka? Rasulullah Saw. bersabda, Mereka tidak mengenal apakah setan telah diciptakan ataukah tidak. Mereka bertanya, Apakah mereka dari keturunan Adam? Rasulullah Saw. menjawab, Mereka tidak mengenal apakah Adam diciptakan ataukah tidak.

Hadis ini berpredikat mursal, dan munkar sekali. Dan Usman ibnu Abu Dahras disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim di dalam suatu kitabnya, bahwa Usman ibnu Abu Dahras meriwayatkan hadis dari seorang lelaki dari kalangan keluarga Al-Hakam ibnu Abul As, juga telah meriwayatkan darinya (salah seorang keluarga Al-Hakam ibnu Abul As) Sufyan ibnu Uyaynah, Yahya ibnu Salim At-Ta-ifi, dan Ibnul Mubarak. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya berkata demikian.