68 - القلم - Al-Qalam

Juz : 29

The Pen
Meccan

سَنَسِمُهُۥ عَلَى ٱلْخُرْطُومِ 16

(16) Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya).

(16) 

Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ

Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). (Al-Qalam: 16)

Menurut Ibnu Jarir, disebutkan bahwa Kami akan menerangkan perkaranya dengan keterangan yang jelas hingga mereka (semua makhluk) mengenalnya dan tiada yang tersembunyi dari mereka mengenai perkaranya, sebagaimana tidak dapat disembunyikan dari mereka tanda yang ada pada belalainya.

Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). (Al-Qalam: 16) Yakni tanda keburukan yang tidak dapat terhapuskan darinya selamanya. Di dalam riwayat lain yang bersumber darinya disebutkan bahwa tanda itu dicapkan pada hidungnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.

Dan Al-Audi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai (nya). (Al-Qalam: 16), Yaitu dia berperang dalam Perang Badar, lalu dipotong hidungnya dalam perang itu.

Ulama lainnya mengatakan bahwa makna firman-Nya: Kelak akan Kami beri tanda dia. (Al-Qalam: 16) Maksudnya, tanda ahli neraka, yaitu Kami hitamkan wajahnya kelak di hari kiamat, dan pengertian wajah di sini diungkapkan dengan kata hidung (belalai). Semua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dan Ibnu Jarir cenderung dengan pendapat yang mengatakan bahwa tiada halangan bila semuanya itu terhimpunkan padanya, baik di dunia maupun di akhirat; dan pendapatnya ini cukup beralasan. Karena sesungguhnya Ibnu Abu Hatim telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

عَمَّ يَتَساءَلُونَ

Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? (An-Naba': 1)

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ كَاتِبُ اللَّيْثِ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ حَدَّثَنِي خَالِدٌ عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ عِيسَى بْنِ هِلَالٍ الصَّدَفِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ الْعَبْدَ يُكْتَبُ مُؤْمِنًا أَحْقَابًا ثُمَّ أَحْقَابًا ثُمَّ يَمُوتُ وَاللَّهُ عَلَيْهِ سَاخِطٌ. وَإِنَّ الْعَبْدَ يُكْتَبُ كَافِرًا أَحْقَابًا ثُمَّ أَحْقَابًا، ثُمَّ يَمُوتُ وَاللَّهُ عَلَيْهِ رَاضٍ. وَمَنْ مَاتَ هَمَّازًا لمَّازًا مُلَقَّبا للناس، كان علامته يوم القيامة أن يسميه اللَّهُ عَلَى الْخُرْطُومِ، مِنْ كِلَا الشَّفَتَيْنِ

Bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Al-Lais, telah menceritakan kepadakii Khalid ibnu Sa'id, dari Abdul Malik ibnu Abdullah, dari Isa ibnu Hilal As-Sadfi, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang hamba dicatat sebagai orang mukmin selama beberapa masa, lalu beberapa masa lainnya lagi, kemudian ia mati, sedangkan Allah dalam keadaan murka terhadapnya Dan sesungguhnya seseorang hamba dicatat sebagai orang kafir selama beberapa masa, kemudian beberapa masa lainnya, lalu ia meninggal dunia, sedangkan Allah dalam keadaan rida kepadanya. Dan barang siapa yang mati sebagai seorang yang dikenal di kalangan orang banyak sebagai seorang yang banyak mencela lagi banyak mengnmpat, maka alamatnya di hari kiamat ialah Allah memberinya tanda berupa belalai pada kedua bibirnya.


إِنَّا بَلَوْنَٰهُمْ كَمَا بَلَوْنَآ أَصْحَٰبَ ٱلْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا۟ لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ 17

(17) Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari,

(17) 

Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan perihal orang-orang kafir Quraisy yang telah diberi anugerah oleh Allah kepada mereka berupa rahmat yang besar, dan Allah telah memberi mereka nikmat yang tak terperikan besarnya, yaitu dengan diutus-Nya Nabi Muhammad Saw. kepada mereka. Tetapi mereka membalas semuanya itu dengan mendustakan dia, menolaknya, dan memeranginya.

Untuk itu Allah Swt. berfirman:

إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ

Sesungguhnya Kami telah menguji mereka. (Al-Qalam: 17)

Yakni kaum musyrik Mekah, Kami uji mereka.

كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ

sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun. (Al-Qalam: 17)

Yaitu kebun-kebun yang mempunyai berbagai macam pohon-pohon yang berbuah, yang darinya dihasilkan berbagai macam jenis buah-buahan.

إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ

ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari. (Al-Qalam: 17)

Mereka telah bersumpah di antara sesamanya, bahwa mereka benar-benar akan memetik (memanen) buahnya di malam hari agar tiada seorang fakir pun mengetahuinya dan tiada seorang pun yang meminta-mintanya. Dengan demikian, maka hasilnya bertambah berlimpah bagi mereka, dan mereka tidak mau menyedekahkan sebagian darinya barang sedikit pun.


وَلَا يَسْتَثْنُونَ 18

(18) dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin),

(18) 

وَلا يَسْتَثْنُونَ

dan mereka tidak mengucapkan, "Insya Allah, " (Al-Qalam: 18)

Yakni dalam sumpah mereka tidak disebutkan kata pengecualian yang dikembalikan kepada kehendak Allah, yaitu kalimat 'Insya Allah. 'Karena itulah maka Allah tidak memperkenankan sumpah mereka; untuk itu Allah Swt. berfirman dalam ayat berikutnya:


فَطَافَ عَلَيْهَا طَآئِفٌۭ مِّن رَّبِّكَ وَهُمْ نَآئِمُونَ 19

(19) lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur,

(19) 

فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ

lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (Al-Qalam: 19)

Artinya, kebun mereka ditimpa oleh wabah dan bencana dari langit.


فَأَصْبَحَتْ كَٱلصَّرِيمِ 20

(20) maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.

(20) 

فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ

maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 20)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa kebun itu menjadi hitam legam bagaikan malam yang gelap gulita. As Sauri dan As-Saddi mengatakan bahwa semisal dengan sawah yang telah dituai, yakni tinggal dedaunan dan bulir-bulirnya yang kering kerontang.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ الصَّبَّاحِ: أَنْبَأَنَا بِشْرُ بْنُ زَاذَانَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ صُبْحٍ عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِيَّاكُمْ وَالْمَعَاصِيَ، إِنَّ الْعَبْدَ لَيُذْنِبُ الذَّنْبَ فَيُحْرَمُ بِهِ رِزْقًا قَدْ كَانَ هُيِّئ لَهُ"، ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ قَدْ حُرِمُوا خَير جَنّتهم بِذَنْبِهِمْ

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ahmad ibnus Sabah, bahwa telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Zazan, dari Umar ibn uSabih, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan maksiat, karena sesungguhnya seseorang hamba melakukan perbuatan dosa, lalu ia benar-benar dihalangi dari rezeki yang telah disiapkan untuknya sebab perbuatan dosanya itu. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 19-20) Mereka telah dihalangi dari kebaikan yang dihasilkan dari kebun mereka disebabkan dosa mereka.


فَتَنَادَوْا۟ مُصْبِحِينَ 21

(21) lalu mereka panggil memanggil di pagi hari:

(21) 

فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ

lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari. (Al-Qalam: 21)

Yakni ketika fajar telah menyingsing, sebagian dari mereka memanggil sebagian yang lainnya untuk pergi guna memanen hasil kebun mereka.


أَنِ ٱغْدُوا۟ عَلَىٰ حَرْثِكُمْ إِن كُنتُمْ صَٰرِمِينَ 22

(22) "Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya".

(22) 

أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ

"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.” (Al-Qalam: 22)

Maksudnya, jika kalian hendak memanen buahnya. Mujahid mengatakan bahwa pohon yang ditanam oleh mereka adalah buah anggur.


فَٱنطَلَقُوا۟ وَهُمْ يَتَخَٰفَتُونَ 23

(23) Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik.

(23) 

فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ

Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. (Al-Qalam: 23)

Yaitu dengan saling berbicara di antara sesama mereka dengan suara yang pelan-pelan agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh orang lain.

Kemudian Allah Swt. Yang Mengetahui semua rahasia dan apa yang dibisikkan oleh mereka dengan sesamanya menjelaskan apa yang mereka perbincangkan dalam pembicaraan mereka yang berbisik-bisik itu, melalui firman berikutnya:


أَن لَّا يَدْخُلَنَّهَا ٱلْيَوْمَ عَلَيْكُم مِّسْكِينٌۭ 24

(24) "Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu".

(24) 

 أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ

 "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” (Al-Qalam: 24)

Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, bahwa jangan kamu biarkan hari ini seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.

Allah Swt. berfirman, menceritakan keberangkatan mereka:


وَغَدَوْا۟ عَلَىٰ حَرْدٍۢ قَٰدِرِينَ 25

(25) Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka (menolongnya).

(25) 

وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ

Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). (Al-Qalam: 25)

Yakni mereka pergi dengan langkah yang tegap dan cepat.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin). (Al-Qalam: 25) Mereka berangkat dengan langkah penuh keyakinan dan kesungguhan.

Menurut Ikrimah, dengan langkah yang disertai dengan rasa kemarahan.

Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna firman-Nya: dengan niat menghalangi. (Al-Qalam: 25) Yaitu agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin.

Menurut As-Saddi, Hard adalah nama kota tempat tinggal mereka, tetapi tafsiran As-Saddi ini terlalu jauh menyimpang.

قَادِرِينَ

padahal mereka mampu (menolong orang-orang miskin itu). (Al-Qalam: 25)

Yakni mampu untuk memanen hasil kebunnya menurut dugaan dan sangkaan mereka.


فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوٓا۟ إِنَّا لَضَآلُّونَ 26

(26) Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan),

(26) 

فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ

Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan). (Al-Qalam: 26)

Ketika mereka sampai di kebun mereka dan telah menyaksikannya dengan mata kepala mereka sendiri dalam keadaan seperti -apa yang telah digambarkan oleh Allah Swt. sebelumnya. Yaitu kebun yang tadinya tampak hijau, subur, lagi banyak buah-buahannya, kini telah menjadi hitam legam seperti malam yang gelap gulita, tiada sesuatu pun yang dapat diambil manfaatnya dari kebun itu. Maka mereka berkeyakinan bahwa jalan yang mereka tempuh itu sesat, dan bukan jalan menuju kebun mereka. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

إِنَّا لَضَالُّونَ

Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan) (Al-Qalam: 26)

Yakni kita telah menempuh jalan yang keliru, bukan menempuh jalan yang menuju ke arah kebun kita. Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Kemudian mereka menyadari akan kekeliruan dugaan mereka dan mereka merasa yakin bahwa itu adalah kebun mereka sendiri. Karena itulah mereka mengatakan:



بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ 27

(27) bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)".

(27) 

بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ

bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).(Al-Qalam: 27)

bahkan memang inilah kebun kita, tetapi kita tidak beruntung dan tidak mendapatkan hasil apa pun darinya.


قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ 28

(28) Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?"

(28) 

قَالَ أَوْسَطُهُمْ

Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka. (Al-Qalam: 28)

Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ad-Dahhak, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seorang yang paling bijaksana dan paling baik dari mereka.

أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ

Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (Al-Qalam: 28)

Mujahid, As-Saddi, dan Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (Al-Qalam: 28) Yakni mengapa kalian tidak mengucapkan insya Allah sebelumnya?

As-Saddi mengatakan bahwa istisna mereka di masa itu berupa tasbih.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ucapan seseorang insya Allah.

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah seseorang yang paling bijaksana dari mereka mengatakan, "Mengapa kalian tidak bertasbih kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia limpahkan dan Dia berikan kepada kalian?"


قَالُوا۟ سُبْحَٰنَ رَبِّنَآ إِنَّا كُنَّا ظَٰلِمِينَ 29

(29) Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim".

(29) 

قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ

Mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Qalam: 29)

Maka barulah mereka menunaikan ketaatan di saat tiada gunanya lagi upaya mereka, kini mereka menyesali perbuatan mereka di saat nasi telah menjadi bubur.

Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:


فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ يَتَلَٰوَمُونَ 30

(30) Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela.

(30) 

 فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلاوَمُونَ

Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. (Al-Qalam: 30)

Yaitu sebagian dari mereka mencela sebagian yang lain atas sikap mereka yang bersikeras tidak mau memberi kaum fakir miskin dari hasil panen mereka. Maka tiadalah jawaban sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain kecuali mengakui kesalahan dan dosa mereka sendiri.


قَالُوا۟ يَٰوَيْلَنَآ إِنَّا كُنَّا طَٰغِينَ 31

(31) Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas".

(31) 

قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ

Mereka berkata, "Aduhai, celakalah kita, sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas." (Al-Qalam: 31)

Yakni kami benar telah berbuat kesalahan, berbuat aniaya, dan melampaui batas sehingga kita tertimpa musibah ini.


عَسَىٰ رَبُّنَآ أَن يُبْدِلَنَا خَيْرًۭا مِّنْهَآ إِنَّآ إِلَىٰ رَبِّنَا رَٰغِبُونَ 32

(32) Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.

(32) 

عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ

Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (Al-Qalam: 32)

Menurut suatu pendapat, mereka menginginkan dengan kesadaran dan tobat mereka itu agar diberi ganti dengan kebun yang lebih baik di dunia ini. Dan menurut pendapat yang lain, mereka mengharapkan pahala dari Allah di negeri akhirat. Hanya Allah-lah Yang lebih Mengetahui.

Kemudian sebagian ulama Salaf menyebutkan bahwa mereka adalah penduduk negeri Yaman. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mereka dari suatu kota yang dikenal dengan nama Darwan, terletak enam mil dari kota Sana'. Menurut pendapat yang lainnya lagi, mereka adalah penduduk negeri Habsyah, dan bahwa bapak moyang mereka telah mewariskan kebun itu kepada mereka, dan mereka adalah dari golongan Ahli Kitab. Di masa lalu bapak moyang mereka mempunyai perjalanan hidup yang baik dalam mengolah kebunnya. Dari hasilnya mereka mengembalikan sebagiannya untuk pengolahan kebun itu sendiri sesuai dengan keperluannya, dan sebagian yang lainnya mereka simpan buat makan setahun anak-anak mereka, sedangkan sisanya mereka sedekahkan. Ketika bapak mereka meninggal dunia, lalu kebun itu diwarisi oleh anak-anaknya. Maka berkatalah anak-anaknya, "Sesungguhnya bapak kita dahulu bodoh, karena dia telah membelanjakan sebagian dari hasil kebun ini untuk kaum fakir miskin. Maka seandainya kita hentikan pembelanjaan itu, niscaya akan bertambah melimpahlah hasil yang kita peroleh nanti." Tatkala mereka bertekad untuk melaksanakan niatnya, maka dihukumlah mereka dengan kebalikan dari apa yang mereka perkirakan. Allah melenyapkan dari tangan mereka semua modal mereka, keuntungan dan sedekah yang biasanya dikeluarkan, semuanya ludes, tiada sesuatu pun yang tersisa bagi mereka.


كَذَٰلِكَ ٱلْعَذَابُ ۖ وَلَعَذَابُ ٱلْءَاخِرَةِ أَكْبَرُ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ 33

(33) Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.

(33) 

Allah Swt. berfirman:

كَذَلِكَ الْعَذَابُ

Seperti itulah azab (di dunia). (Al-Qalam: 33)

Yakni seperti itulah azab bagi orang yang menentang perintah Allah dan bersikap kikir terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya dan apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya, menghalangi hak kaum fakir miskin dan orang-orang yang memerlukan bantuannya, menukar nikmat Allah dengan kekafiran terhadap-Nya.

وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (Al-Qalam: 33)

Artinya, itulah siksaan dunia sebagaimana yang kamu dengar, dan azab akhirat jauh lebih berat daripada itu.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi melalui jalur Ja'far ibnu Muhammad ibnu Ali ibnul Husain ibnu Ali ibnu AbuTalib, dari ayahnya, dari kakeknya telah disebutkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْجِدَادِ بِاللَّيْلِ، وَالْحَصَادِ بِاللَّيْلِ

Bahwa Rasulullah Saw. telah melarang memetik hasil buah di malam hari dan melakukan panen di malam hari.


إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ 34

(34) Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.

(34) 

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ

Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya. (Al-Qalam: 34)

Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang memiliki kebun-kebun di dunia dan pembalasan azab yang menimpa mereka akibat kedurhakaan mereka kepada Allah Swt. dan menentang perintah-Nya, berikutnya Allah menyebutkan perihal orang yang bertakwa kepada-Nya dan taat kepada perintah-Nya, bahwa mereka di negeri akhirat akan mendapat taman-taman surga yang penuh dengan kenikmatan dan tidak akan musnah, tidak akan ada habis-habisnya serta tiada putus-putusnya kenikmatan yang ada di dalamnya. 


أَفَنَجْعَلُ ٱلْمُسْلِمِينَ كَٱلْمُجْرِمِينَ 35

(35) Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?

(35) 

Kemudian Allah Swt. berfirman:

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ

Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). (Al-Qalam: 35)

Yakni apakah pantas jika Kami menyamakan antara orang-orang muslim dan orang-orang kafir dalam hal pembalasan? Tentu saja tidak, demi Tuhan yang memiliki bumi dan langit. 


مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ 36

(36) Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?

(36) 

Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:

مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ

Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (Al-Qalam: 36)

Maksudnya, mengapa kamu bisa mempunyai kesimpulan seperti itu? 


أَمْ لَكُمْ كِتَٰبٌۭ فِيهِ تَدْرُسُونَ 37

(37) Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?,

(37) 

 Kemudian Allah Swt. berfirman:

أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ 

Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu pelajari? (Al-Qalam: 37)

Allah Swt. berfirman bahwa apakah di tangan kalian terdapat sebuah kitab yang diturunkan dari langit, yang dipelajari, dihafalkan dan beredar di tangan kalian secara turun-temurun dari pendahulu sampai ke generasi berikutnya hingga sampai pada kalian, yang isinya memperkuat dan mengukuhkan apa yang kamu sangkakan itu?


إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ 38

(38) bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu.

(38) 

 Kemudian Allah Swt. berfirman:

 إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ

Sesungguhnya kamu dapat memilih apa saja yang ada di dalamnya. (Al-Qalam: 38)

Allah Swt. berfirman bahwa apakah di tangan kalian terdapat sebuah kitab yang diturunkan dari langit, yang dipelajari, dihafalkan dan beredar di tangan kalian secara turun-temurun dari pendahulu sampai ke generasi berikutnya hingga sampai pada kalian, yang isinya memperkuat dan mengukuhkan apa yang kamu sangkakan itu?


أَمْ لَكُمْ أَيْمَٰنٌ عَلَيْنَا بَٰلِغَةٌ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ ۙ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ 39

(39) Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)?

(39) 

أَمْ لَكُمْ أَيْمَانٌ عَلَيْنَا بَالِغَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ

Atau apakah kamu memperoleh janji-janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendak hatimu)? (Al-Qalam: 39)

Yaitu apakah kamu mempunyai janji dan ikrar yang dikukuhkan dari sisi Kami?

إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ

sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? (Al-Qalam: 39)

Yakni sesungguhnya kamu dapat memperoleh apa yang kamu ingini dan apa yang kamu sukai.


سَلْهُمْ أَيُّهُم بِذَٰلِكَ زَعِيمٌ 40

(40) Tanyakanlah kepada mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?"

(40) 

سَلْهُمْ أَيُّهُمْ بِذَلِكَ زَعِيمٌ

Tanyakanlah kepada mereka, "Siapakah di antara mereka yang bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil itu?" (Al-Qalam: 40)

Artinya, katakanlah kepada mereka bahwa siapakah yang akan menjamin dan bertanggung jawab terhadap keputusan itu?

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan itu?


أَمْ لَهُمْ شُرَكَآءُ فَلْيَأْتُوا۟ بِشُرَكَآئِهِمْ إِن كَانُوا۟ صَٰدِقِينَ 41

(41) Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar.

(41) 

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ

Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? (Al-Qalam: 41)

Yaitu berhala-berhala dan tandingan-tandingan (yang mereka ada-adakan).

فَلْيَأْتُوا بِشُرَكَائِهِمْ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ

Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. (Al-Qalam: 41)


يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍۢ وَيُدْعَوْنَ إِلَى ٱلسُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ 42

(42) Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa,

(42) 

Setelah menyebutkan perihal apa yang diperoleh orang-orang yang bertakwa di sisi Tuhan mereka, yaitu surga-surga yang penuh dengan kenikmatan, lalu Allah Swt. menyebutkan saat kejadian itu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ

Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa. (Al-Qalam: 42)

Yakni di hari kiamat nanti berikut segala sesuatu yang terjadi di dalamnya berupa huru-hara, keguncangan, malapetaka, ujian, dan peristiwa-peristiwa yang besar lagi dahsyat.

Imam Bukhari sehubungan dengan hal ini mengatakan:

حَدَّثَنَا آدَمُ، حَدَّثَنَا اللَّيْثِ، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَار، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَكشِفُ رَبّنا عَنْ سَاقِهِ، فَيَسْجُدُ لَهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ، وَيَبْقَى مَنْ كَانَ يَسْجُدُ فِي الدُّنْيَا رِيَاءً وَسُمْعَةً، فَيَذْهَبُ لِيَسْجُدَ فَيَعُودُ ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا"

telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Khalid ibnu Yazid, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Kelak (di hari kiamat) Tuhan menyingkapkan betis (sebagian kekuasaan)Nya, maka bersujudlah kepada-Nya semua orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan tertinggallah orang yang dahulunya ketika di dunia sujud karena ria dan pamer, maka ia berupaya untuk melakukan sujud, tetapi punggungnya kembali berbalik menjadi tegak (tidak dapat sujud).

Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab hadis lainnya melalui berbagai jalur dan dengan lafaz yang beraneka ragam. Hadisnya cukup panjang lagi terkenal.

Abdullah ibnul Mubarak mengatakan dari Usamah ibnu Zaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari betis disingkapkan. (Al-Qalam: 42) Bahwa hari itu adalah hari kiamat, yaitu hari kesusahan dan hari yang keras.

Demikianlah menurut Ibnu Jarir dalam riwayatnya, dan ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, dari Ibnu Mas'ud atau dari Ibnu Abbas —Ibnu Jarir ragu— sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari betis disingkapkan. (Al-Qalam: 42) karena terjadinya peristiwa yang sangat besar (dahsyat), semakna dengan ucapan seorang penyair, "Perang itu kian memuncak hingga menyingkapkan betis orang-orang yang terlibat di dalamnya."

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari betis disingkapkan. (Al-Qalam: 42) Yaitu karena terjadinya peristiwa yang sangat menyusahkan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa peristiwa merupakan saat yang paling menyusahkan di hari kiamat.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari betis disingkapkan. (Al-Qalam: 42) Yakni karena peristiwa yang sangat menyusahkan di hari itu.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari betiss disingkapkan. (Al-Qalam: 42) Ini merupakan ungkapan kinayah yang menggambarkan terjadinya peristiwa yang sangat mengerikan lagi sangat menakutkan di hari kiamat.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari betis disingkapkan. (Al-Qalam: 42) Maksudnya, di hari ditampakkan semua urusan dan semua amal perbuatan dipamerkan. Makna kasyf adalah memasuki negeri akhirat dan dibukakannya semua peristiwa yang terjadi di hari itu. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan lain-lainnya, dari Ibnu Abbas, yang semuanya dikemukakan oleh Ibnu Jarir.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:

حَدَّثَنِي أَبُو زَيْدٍ عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عُمَرَ الْمَخْزُومِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ رَوْحُ بْنِ جَنَاحٍ، عَنْ مَوْلًى لِعُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ قَالَ: "عَنْ نُورٍ عَظِيمٍ، يَخِرُّونَ لَهُ سُجَّدًا".

telah menceritakan kepadaku Abu Zaid alias Umar ibnu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Umar Al-Makhzumi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu Sa' id alias Rauh ibnu Janah, dari seorang mania milik Umar ibnu Abdul Aziz, dari Abu Burdah ibnu Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi Swt. yang telah bersabda: Pada hari betis disingkapkan, yakni cahaya Yang Mahabesar yang semua makhluk terjungkal bersujud kepada-Nya.

Abu Ya'la telah meriwayatkannya dari Al-Qasim ibnu Yahya, dari Al-Walid ibnu Muslim dengan sanad yang sama; tetapi di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang misteri (tidak diketahui namanya). Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.