70 - المعارج - Al-Ma'aarij
The Ascending Stairways
Meccan
يُبَصَّرُونَهُمْ ۚ يَوَدُّ ٱلْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِى مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍۭ بِبَنِيهِ 11
(11) sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya,
(11)
Adapun firman Allah Swt.:
يُبَصَّرُونَهُمْ
sedangkan mereka saling melihat. (Al-Ma'arij: 11)
Padahal dia melihatnya dalam keadaan yang paling buruk karena dia sendiri disibukkan dengan keadaan dirinya yang tak kalah buruknya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, pada mulanya sebagian dari mereka mengenal sebagian yang lainnya, lalu mereka berkenalan di antara sesama mereka, sesudah itu masing-masing menyelamatkan dirinya sendiri. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 37)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْماً لَا يَجْزِي والِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلا مَوْلُودٌ هُوَ جازٍ عَنْ والِدِهِ شَيْئاً إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. (Luqman: 33)
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلى حِمْلِها لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كانَ ذا قُرْبى
Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fathir: 18)
Semakna pula dengan firman-Nya:
فَإِذا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَساءَلُونَ
Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 11)
Dan sama dengan firman-Nya:
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya, Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ('Abasa: 34-37)
Adapun firman Allah Swt.:
يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ
Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya. (Al-Ma'arij: 11)
وَصَٰحِبَتِهِۦ وَأَخِيهِ 12
(12) dan isterinya dan saudaranya,
(12)
Adapun firman Allah Swt.:
وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيه
Dan istrinya, dan saudaranya. (Al-Ma'arij: 12)
وَفَصِيلَتِهِ ٱلَّتِى تُـْٔوِيهِ 13
(13) dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia).
(13)
Adapun firman Allah Swt.:
وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيهِ
Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). (Al-Ma'arij: 13)
Mujahid dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: dan kaum familinya. (Al-Ma'arij: 13) Yaitu kabilah dan sanak familinya. Ikrimah mengatakan, puak kabilahnya yang dia merupakan seseorang dari mereka.
Asyhab telah meriwayatkan dari Malik sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kaum familinya. (Al-Ma'arij: 13) Bahwa yang dimaksud adalah ibunya.
وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا ثُمَّ يُنجِيهِ 14
(14) Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.
(14)
وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ
Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. (Al-Ma'arij: 14)
Yakni tidak dapat diterima darinya tebusan apa pun, sekalipun dia datang dengan membawa semua penduduk bumi dan semua harta benda yang paling disayanginya, walaupun jumlahnya mencapai sepenuh bumi dalam bentuk emas, atau anaknya yang sewaktu di dunia merupakan belahan hatinya. Pada hari kiamat saat ia melihat peristiwa-peristiwa yang sangat menakutkan, timbullah keinginan dirinya untuk menebus dirinya dari azab Allah yang pasti menimpa dirinya itu.
كَلَّآ ۖ إِنَّهَا لَظَىٰ 15
(15) Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak,
(15)
Adapun firman Allah Swt.:
كَلا
Sekali-kali tidak dapat. (Al-Ma'arij: 15)
Akan tetapi, apa pun tidak dapat diterima darinya.
Firman Allah Swt.:
إِنَّهَا لَظَى
Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak. (Al-Ma'arij: 15)
Ini menggambarkan sifat neraka dan panasnya yang tak terperikan.
نَزَّاعَةًۭ لِّلشَّوَىٰ 16
(16) yang mengelupas kulit kepala,
(16)
نزاعَةً لِلشَّوَى
Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16)
Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan bahwa syawa artinya kulit kepala.
Menurut riwayat Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Artinya, kulit kepala dan kepalanya. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah daging yang menutupi batok kepala. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah semua otot dan urat-uratnya.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Yakni jari jemari kedua tangan dan kedua kakinya. Ia mengatakan pula sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa yang dimaksud ialah daging kedua betis.
Al-Hasan Al-Basri dan Sabit Al-Bannani telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Yaitu bagian-bagian wajahnya yang terhormat. Al-Hasan telah mengatakan pula bahwa api neraka itu membakar segala sesuatu yang ada pada tubuh orang kafir, dan yang tersisa adalah hatinya, lalu hatinya menjerit.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang mengelupaskan kulit kepala. (Al-Ma'arij: 16) Maksudnya, mengelupaskan kulit kepalanya dan bagian wajahnya yang terhormat serta tubuhnya dan semua jari jemarinya.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa daging dan kulit terkelupas semuanya dari tulangnya masing-masing hingga tiada yang tersisa pada tulangnya sesuatu pun dari dagingnya.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa asy-syawa artinya tulang-tulang anggota tubuhnya. Nazza 'atari menurutnya berarti menghancurkan tulang-tulangnya, kemudian kulit dan tubuh mereka diganti dengan yang baru lagi.
تَدْعُوا۟ مَنْ أَدْبَرَ وَتَوَلَّىٰ 17
(17) yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama),
(17)
Firman Allah Swt.:
تَدْعُوا مَنْ أَدْبَرَ وَتَوَلَّ
Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama). (Al-Ma'arij: 17)
Yaitu neraka memanggil anak-anaknya yang diciptakan oleh Allah untuk menjadi isinya, dan telah ditakdirkan bagi mereka bahwa selama di dunia mereka beramal untuk neraka, maka kelak di hari kiamat neraka memanggil mereka untuk memasukinya dengan lisan yang fasih lagi jelas. Kemudian neraka memunguti mereka di antara ahli mahsyar, sebagaimana burung memunguti biji-bijian. Demikian itu karena mereka sebagaimana yang disebutkan oleh firman Allah Swt. termasuk orang yang membelakang dan yang berpaling. Yakni hatinya mendustakan dan anggota tubuhnya tidak mau beramal.
وَجَمَعَ فَأَوْعَىٰٓ 18
(18) serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.
(18)
Firman Allah Swt.:
وَجَمَعَ فَأَوْعَى
Serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18)
serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18) Yakni mengumpulkan harta sebagian darinya dengan sebagian yang lain, lalu ia menyimpannya dan tidak mau menunaikan hak Allah yang ada pada hartanya, baik nafkah maupun zakat yang diwajibkan atasnya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"وَلَا تُوعي فَيُوعي اللَّهُ عَلَيْكِ"
Janganlah kamu menyimpan harta, maka kelak Allah akan menghisabkannya terhadap dirimu.
Disebutkan bahwa Abdullah ibnu Akim tidak pernah mengikat tali pundinya atau tali karung makanannya, dan ia mengatakan bahwa ia telah mendengar Allah Swt. berfirman: serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18)
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan, "Hai anak Adam, engkau telah mendengar ancaman Allah, tetapi engkau tetap menghimpun harta benda"
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. (Al-Ma'arij: 18) Bahwa orang tersebut gemar menghimpun harta lagi getol mengerjakan dosa-dosa yang keji.
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ خُلِقَ هَلُوعًا 19
(19) Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
(19)
Allah Swt. menceritakan perihal manusia dan watak-watak buruk yang telah menjadi pembawaannya.
إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. (Al-Ma'arij: 19)
Yang hal ini ditafsirkan oleh firman selanjutnya:
إِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ جَزُوعًۭا 20
(20) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
(20)
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا
Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. (Al-Ma'arij: 20)
Yakni apabila tertimpa kesusahan, ia kaget dan berkeluh kesah serta hatinya seakan-akan copot karena ketakutan yang sangat, dan putus asa dari mendapat kebaikan sesudah musibah yang menimpanya.
وَإِذَا مَسَّهُ ٱلْخَيْرُ مَنُوعًا 21
(21) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
(21)
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. (Al-Ma'arij: 21)
Yaitu apabila ia mendapat nikmat dari Allah Swt., berbaliklah ia menjadi orang yang kikir terhadap orang lain, dan tidak mau menunaikan hak Allah yang ada padanya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُلَيّ بنُ رَباح: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مَرْوَانَ بن الحكم قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيرة يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌ هَالِعٌ، وَجُبْنٌ خَالِعٌ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali ibnu Rabah, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Abdul Aziz ibnu Marwan ibnul Hakam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sifat terburuk yang ada pada diri seorang lelaki ialah kikir yang keterlaluan dan sifat pengecut yang parah.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Abdullah ibnul Jarah, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama, dan ia tidak mempunyai hadis dari Abdul Aziz selain dari hadis ini.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
إِلَّا ٱلْمُصَلِّينَ 22
(22) kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
(22)
إِلا الْمُصَلِّينَ
kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (Al-Ma'arij: 22)
Yakni manusia itu ditinjau dari segi pembawaannya menyandang sifat-sifat yang tercela, terkecuali orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya taufik dan petunjuk kepada kebaikan dan memudahkan baginya jalan untuk meraihnya. Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan salat.
ٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَآئِمُونَ 23
(23) yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
(23)
الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ
yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij: 23)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang memelihara salat dengan menunaikannya di waktunya masing-masing dan mengerjakan yang wajib-wajibnya. Demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Masruq, dan Ibrahim An-Nakha'i. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan tetap dalam ayat ini ialah orang yang mengerjakan salatnya dengan tenang dan khusyuk, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)
Demikianlah menurut Uqbah ibnu Amir. Dan termasuk ke dalam pengertian ini kalimat al-ma-ud da-im, artinya air yang tenang dan diam, tidak beriak dan tidak bergelombang serta tidak pula mengalir. Makna ini menunjukkan wajib tuma-ninah dalam salat, karena orang yang tidak tuma-ninah dalam rukuk dan sujudnya bukan dinamakan orang yang tenang dalam salatnya, bukan pula sebagai orang yang menetapinya, bahkan dia mengerjakannya dengan cepat bagaikan burung gagak yang mematuk, maka ia tidak beroleh keberuntungan dalam salatnya.
Menurut pendapat yang lain, apabila mereka mengerjakan suatu amal kebaikan, maka mereka menetapinya dan mengukuhkannya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis sahih diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلّ"
Amal yang paling disukai oleh Allah ialah yang paling tetap, sekalipun sedikit.
Menurut lafaz yang lain disebutkan:
«مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ»
yang paling tetap diamalkan oleh pelakunya
Selanjutnya Aisyah r.a. mengatakan, Rasulullah Saw. adalah seorang yang apabila mengamalkan suatu amalan selalu menetapinya. Menurut lafaz yang lain disebutkan selalu mengukuhkannya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij: 23), Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Danial a.s. menyebutkan sifat umat Muhammad Saw. Maka ia mengatakan bahwa mereka selalu mengerjakan salat yang seandainya kaum Nuh mengerjakannya, niscaya mereka tidak ditenggelamkan; dan seandainya kaum 'Ad mengerjakannya, niscaya mereka tidak tertimpa angin yang membinasakan mereka; atau kaum Samud, niscaya mereka tidak akan tertimpa pekikan yang mengguntur. Maka kerjakanlah salat, karena sesungguhnya salat itu merupakan akhlak orang-orang mukmin yang baik.
وَٱلَّذِينَ فِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّۭ مَّعْلُومٌۭ 24
(24) dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
(24)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُوم
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. (Al-Ma'arij: 24)
Yakni orang-orang yang di dalam harta mereka terdapat bagian tertentu bagi orang-orang yang memerlukan pertolongan. Masalah ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Az-Zariyat.
لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ 25
(25) bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
(25)
Firman Allah Swt.:
لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Al-Ma'arij: 25)
Yakni orang-orang yang di dalam harta mereka terdapat bagian tertentu bagi orang-orang yang memerlukan pertolongan. Masalah ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Az-Zariyat.
وَٱلَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ ٱلدِّينِ 26
(26) dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,
(26)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ
Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. (Al-Ma'arij: 26)
Yaitu meyakini adanya hari kiamat, hari penghisaban, dan pembalasan; maka mereka mengerjakan amalnya sebagaimana orang yang mengharapkan pahala dan takut akan siksaan. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
وَٱلَّذِينَ هُم مِّنْ عَذَابِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ 27
(27) dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
(27)
وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ
dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (Al-Ma'arij:27)
Maksudnya, takut dan ngeri terhadap azab Allah Swt.:
إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍۢ 28
(28) Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).
(28)
إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ
Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). (Al-Ma'arij: 28)
Yakni tiada seorang pun yang merasa aman dari azab-Nya dari kalangan orang yang mengetahui akan perintah Allah Swt. kecuali hanya bila mendapat jaminan keamanan dari Allah Swt.
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ 29
(29) Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
(29)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (Al-Ma'arij: 29)
Yaitu mengekangnya dari melakukan hal yang diharamkan baginya dan menjaganya dari meletakkannya bukan pada tempat yang diizinkan oleh Allah Swt. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ 30
(30) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
(30)
إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. (Al-Ma'arij: 30)
Maksudnya, budak-budak perempuan yang dimiliki oleh mereka.
فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. (Al-Ma'arij: 30)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam permulaan surat Al-Mu’minun, yaitu pada firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1), hingga beberapa ayat berikutnya. sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam surat ini.
فَمَنِ ٱبْتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْعَادُونَ 31
(31) Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
(31)
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al-Ma'arij: 31)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam permulaan surat Al-Mu’minun, yaitu pada firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1), hingga beberapa ayat berikutnya. sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam surat ini.
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ 32
(32) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
(32)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Al-Ma'arij: 32)
Yakni apabila mereka dipercaya, mereka tidak khianat; dan apabila berjanji, tidak menyalahinya. Demikianlah sifat orang-orang mukmin dan kebalikannya adalah sifat-sifat orang-orang munafik, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan:
«آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ»
Pertanda orang munqfik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, menyalahi; dan apabila dipercaya, khianat.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
«إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خاصم فجر»
Apabila berbicara, dusta; dan apabila berjanji, melanggar; dan apabila bertengkar, melampaui batas.
وَٱلَّذِينَ هُم بِشَهَٰدَٰتِهِمْ قَآئِمُونَ 33
(33) Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.
(33)
Firman Allah Swt:
وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ
Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. (Al-Ma'arij: 33)
Yakni bersikap hati-hati dalam bersaksi, tidak menambahi dan tidak mengurangi, tidak pula menyembunyikan sesuatu.
وَمَنْ يَكْتُمْها فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ
Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. (Al-Baqarah: 283)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ 34
(34) Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
(34)
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34)
Yakni waktu-waktunya, rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, dan sunat-sunatnya. Pembicaraan dimulai dengan menyebutkan salat dan diakhiri dengan menyebutkannya pula, hal ini menunjukkan perhatian yang besar terhadap masalah salat dan mengisyaratkan tentang kemuliaannya.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam permulaan surat Al-Mu’minun melalui firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1)
Maka di penghujung pembahasannya disebutkan hal yang sama dengan di sini, yaitu firman-Nya:
أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيها خالِدُونَ
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni ) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 1-11)
Dan dalam surat Al-Ma'arij ini disebutkan oleh firman-Nya:
أُو۟لَٰٓئِكَ فِى جَنَّٰتٍۢ مُّكْرَمُونَ 35
(35) Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.
(35)
أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ
Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. (Al-Ma'arij: 35)
Yakni dimuliakan dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan surgawi.
فَمَالِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ قِبَلَكَ مُهْطِعِينَ 36
(36) Mengapakah orang-orang kafir itu bersegera datang ke arahmu,
(36)
Allah Swt. mengingkari sikap orang-orang kafir yang semasa dengan Nabi Saw., padahal mereka menyaksikan Nabi Saw. dan juga petunjuk yang diamanatkan oleh Allah kepadanya untuk menyampaikannya, dan mukjizat-mukjizat yang jelas lagi cemerlang yang diberikan oleh Allah kepadanya untuk menguatkan kerasulannya. Kemudian dengan adanya semua itu mereka masih juga lari darinya dan bubar meninggalkannya, ada yang ke arah kanan dan ada yang ke arah kiri dengan berkelompok-kelompok, semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
فَما لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ
Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. (Al-Muddatstsir: 49-51)
Ayat-ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam surat ini, karena Allah Swt. berfirman:
فَمَالِ الَّذِينَ كَفَرُوا قِبَلَكَ مُهْطِعِينَ
Mengapa orang-orang kafir itu bersegera bubar dari arahmu. (Al-Ma'arij: 36)
Yakni mengapa orang-orang kafir itu bersegera meninggalkanmu, hai Muhammad. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, bahwa muhti'in artinya pergi.
عَنِ ٱلْيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ عِزِينَ 37
(37) dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok.
(37)
عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ عِزِينَ
Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma'arij: 37)
Bentuk tunggalnya ialah 'izah, yakni berkelompok-kelompok. Ini merupakan kata keterangan keadaan dari lafaz muhti'in, yakni saat mereka bubar darinya berkelompok-kelompok karena tidak setuju dan menentangnya. Imam Ahmad telah mengatakan sehubungan dengan para penghamba nafsu, bahwa mereka selalu menyimpang dari Al-Qur'an, dan menentangnya serta sepakat untuk menentangnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa orang-orang kafir itu bersegera bubar dari arahmu. (Al-Ma'arij: 36) Yakni mereka mengarahkan pandangannya ke arahmu. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok, (Al-Ma'arij: 37) Bahwa 'iz'in artinya berkelompok-kelompok, ada yang dari arah kanan dan ada yang dari arah kiri, berpaling darinya seraya memperolok-olok dia.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Amir alias Qurrah, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: dari kanan dan dari kiri membubarkan dirinya (Al-Ma'arij: 37) Yaitu bubar meninggalkan dia, ada yang ke arah kanan dan ada yang ke arah kiri seraya mengatakan, "Apa yang dikatakan lelaki ini?" dengan nada mencemoohkan.
Qatadah mengatakan bahwa muhti'in artinya sengaja datang. Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma'arij: 37) Yakni membuat kelompok-kelompok di sekeliling Nabi Saw., tetapi bukan kerena menyukai Kitabullah dan bukan pula Nabi-Nya.
As-Sauri, Syu'bah, Absar ibnul Qasim, Aisy ibnu Yunus, Muhammad ibnu Fudail, Waki', Yahya Al-Qattan, dan Abu Mu'awiyah, semuanya telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Al-Musayyab ibnu Rati', dari Tamim ibnu Tarfah, dari Jabir ibnu Samurah, bahwa Rasulullah Saw. keluar menemui para sahabat, sedangkan para sahabat saat itu sedang duduk berkelompok-kelompok. Maka beliau bertanya, "Mengapa kalian kulihat berkelompok-kelompok?"
Imam Ahmad, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُؤَمَّل، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى أَصْحَابِهِ وَهُمْ حِلَق حِلق، فَقَالَ: "مَا لِي أَرَاكُمْ عِزِينَ؟ "
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu'ammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. Keluar menemui para sahabatnya, sedangkan mereka dalam keadaan berkelompok-kelompok membentuk lingkaran-lingkaran, maka beliau Saw. bertanya, "Mengapa kulihat kalian berkelompok-kelompok?"
Sanad hadis ini jayyid (baik), tetapi kami tidak menemukan pada suatu kitab-pun dari kitab Sittah yang meriwayatkannya dari jalur ini.
أَيَطْمَعُ كُلُّ ٱمْرِئٍۢ مِّنْهُمْ أَن يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيمٍۢ 38
(38) Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan?,
(38)
Firman Allah Swt.:
أَيَطْمَعُ كُلُّ امْرِئٍ مِنْهُمْ أَنْ يُدْخَلَ جَنَّةَ نَعِيمٍ
Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan? (Al-Ma'arij: 38)
Maksudnya, apakah mereka yang keadaannya seperti itu, yakni lari dari Rasul dan anti pati terhadap perkara hak, dapat memasuki surga-surga yang penuh dengan kenikmatan?
كَلَّآ ۖ إِنَّا خَلَقْنَٰهُم مِّمَّا يَعْلَمُونَ 39
(39) sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani).
(39)
Firman Allah Swt.:
كَلَّا
Sekali-kali tidak! (Al-Ma'arij: 39)
Sekali-kali tidak, bahkan tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam. Selanjutnya Allah Swt. berfirman, menyatakan bahwa hari kiamat itu pasti terjadi dan azab akan menimpa mereka yang mengingkari kejadiannya dan menganggapnya sebagai kejadian yang mustahil. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. dengan membuktikan terhadap mereka bahwa Dialah Yang Menciptakan mereka dari semula; maka mengembalikan penciptaan itu jauh lebih mudah bagi-Nya daripada memulainya, padahal mereka mengakui hal ini. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِمَّا يَعْلَمُونَ
Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani). (Al-Ma'arij: 39)
Yaitu dari air mani yang lemah, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ ماءٍ مَهِينٍ
Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina. (Al-Mursalat: 2)
Dan firman Allah Swt.:
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسانُ مِمَّ خُلِقَ خُلِقَ مِنْ ماءٍ دافِقٍ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرائِبِ إِنَّهُ عَلى رَجْعِهِ لَقادِرٌ يَوْمَ تُبْلَى السَّرائِرُ فَما لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلا ناصِرٍ
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari ditampakkan segala rahasia, maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong. (At-Tariq: 5-1)