2 - البقرة - Al-Baqara
The Cow
Medinan
وَإِذْ قُلْنَا ٱدْخُلُوا۟ هَٰذِهِ ٱلْقَرْيَةَ فَكُلُوا۟ مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًۭا وَٱدْخُلُوا۟ ٱلْبَابَ سُجَّدًۭا وَقُولُوا۟ حِطَّةٌۭ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطَٰيَٰكُمْ ۚ وَسَنَزِيدُ ٱلْمُحْسِنِينَ 58
(58) Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik".
(58)
Allah berfirman mencela mereka karena mereka membangkang, tidak mau berjihad dan tidak mau memasuki Tanah Suci Baitul Maqdis, yaitu ketika mereka baru tiba dari negeri Mesir bersama Nabi Musa a.s. Mereka diperintahkan memasuki Tanah Suci Baitul Maqdis yang merupakan tanah warisan dari Israil, leluhur mereka. Mereka diperintahkan memerangi orang-orang Amaliqah yang kafir yang ada di dalamnya. Tetapi mereka membangkang, tidak mau memerangi mereka; dan mereka menjadi lemah dan patah semangat (pengecut). Maka Allah menyesatkan mereka di Padang Sahara tandus sebagai hukuman buat mereka, seperti yang dijelaskan di dalam surat Al-Maidah.
Karena itu, menurut pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat, tanah yang dimaksudkan adalah Baitul Maqdis; seperti yang dinaskan oleh As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, Abu Muslim Al-Asfahani serta yang lainnya. Allah Swt. telah berfirman mengisahkan ucapan Musa a.s., yaitu:
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan oleh Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang. (Al-Maidah: 21)
Menurut ulama tafsir lainnya, tanah suci tersebut adalah Ariha. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abdur Rahman ibnu Zaid, tetapi jauh dari kebenaran, mengingat Ariha bukan tujuan perjalanan mereka, melainkan yang mereka tuju adalah Baitul Maqdis.
Pendapat lain yang lebih jauh lagi dari kebenaran adalah yang mengatakan bahwa negeri tersebut adalah negeri Mesir, seperti yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya.
Pendapat yang benar adalah pendapat pertama tadi, yaitu yang mengatakan Baitul Maqdis. Hal ini terjadi ketika mereka keluar dari Padang Sahara sesudah tersesat selama empat puluh tahun bersama Yusya' ibnu Nun a.s. Kemudian Allah memberikan kemenangan kepada mereka atas Baitul Maqdis pada sore hari Jumat. Pada hari itu perjalanan matahari ditahan (oleh Allah) selama sesaat hingga mereka beroleh kemenangan.
Setelah mereka beroleh kemenangan, maka Allah memerintahkan mereka untuk memasuki pintu gerbang Baitul Maqdis seraya bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka berupa kemenangan dan pertolongan, hingga negeri mereka dapat direbut dari tangan musuh dan mereka diselamatkan dari Padang Sahara dan tersesat jalan di dalamnya.
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud. (Al-Baqarah: 58) Makna yang dimaksud ialah sambil rukuk.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan masukilah pintu gerbangnya sambil sujud. (Al-Baqarah: 58) Yakni sambil membungkuk rukuk melalui pintu yang kecil.
Imam Hakim meriwayatkan hadis ini melalui hadis Sufyan dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui hadis Sufyan, yakni As-Sauri dengan lafaz yang sama, hanya di dalam riwayatnya ditambahkan, "Maka mereka memasukinya dengan mengesotkan pantat mereka ke tanah."
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka diperintahkan bersujud pada wajah mereka ketika memasukinya. Akan tetapi, pendapat ini dinilai jauh dari kebenaran oleh Ar-Razi.
Telah diriwayatkan dari sebagian mereka bahwa makna yang di-maksud dengan bersujud dalam ayat ini ialah tunduk, mengingat sulit untuk diartikan menurut hakikatnya.
Khasif meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa pintu tersebut letaknya berhadapan dengan arah kiblat.
Ibnu Abbas, Mujahid, As-Saddi, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa Babul Hittah adalah salah satu pintu gerbang masuk ke kota Eliya Baitul Maqdis.
Ar-Razi meriwayatkan dari sebagian ulama, bahwa yang dimaksud dengan pintu tersebut ialah salah satu dari arah kiblat.
Khasif mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka lalu memasukinya dengan cara miring pada lambung mereka.
As-Saddi meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Abdullah ibnu Mas'ud. Dikatakan kepada mereka, "Masuklah kalian ke pintu gerbangnya dengan bersujud." Ternyata mereka memasukinya dengan menengadahkan kepala mereka, bertentangan dengan apa yang diperintahkan kepada mereka.
***********
Firman Allah Swt.:
وَقُولُوا حِطَّةٌ
dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa." (Al-Baqarah: 58)
Menurut Imam Sauri, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna lafaz hittah, artinya ialah 'ampunilah dosa-dosa kami'.
Diriwayatkan dari Ata, Al-Hasan, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas hal yang semisal.
Menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, makna kalimat qulu hittah ialah ucapkanlah oleh kalian bahwa perkara ini adalah perkara yang hak seperti apa yang diperintahkan kepada kalian!
Menurut Ikrimah, maknanya ialah ucapkanlah oleh kalian, "Tidak ada Tuhan selain Allah."
Al-Auza'i meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas pernah berkirim surat kepada seseorang yang tidak ia sebutkan namanya. Ia menanyakan tentang makna firman-Nya, "Qulu hittah." Lelaki itu menjawab suratnya yang isinya mengatakan bahwa makna kalimat tersebut ialah 'akuilah oleh kalian dosa-dosa kalian'.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah gugurkanlah dari kami dosa-dosa kami.
***********
نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنزيدُ الْمُحْسِنِينَ
niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 58)
Ayat ini merupakan jawab amar-nya. Dengan kata lain, apabila kalian mengerjakan apa yang Kami perintahkan kepada kalian, niscaya Kami ampuni dosa-dosa kalian dan akan Kami lipat gandakan pahala kebaikan bagi kalian.
Pada kesimpulannya dapat dikatakan bahwa mereka diperintahkan untuk berendah diri kepada Allah Swt. di saat mereka beroleh kemenangan, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan ucapan. Hendaknya mereka mengakui semua dosa mereka serta memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa tersebut, bersyukur kepada Allah atas limpahan nikmat-Nya saat itu, dan bersegera melakukan perbuatan-perbuatan yang disukai oleh Allah Swt., sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ * وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا * فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (An-Nasr: 1-3)
Sebagian sahabat menafsirkan banyak berzikir dan memohon ampun bila beroleh kemenangan dan pertolongan. Akan tetapi, Ibnu Abbas r.a. menafsirkannya sebagai ucapan belasungkawa kepada Nabi Saw. yang menandakan bahwa ajal beliau telah dekat, dan penafsiran ini diakui oleh Khalifah Umar r.a. Tetapi tidaklah bertentangan bila ditafsirkan bahwa Allah Swt. memerintahkan hal tersebut bila kaum muslim beroleh kemenangan dan pertolongan Allah serta manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah Swt. Ayat ini juga merupakan belasungkawa kepada roh Nabi Saw. yang sudah dekat saat wafatnya. Karena itu, tampak Rasul Saw. begitu rendah diri sekali di saat beroleh kemenangan.
Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika Nabi Saw. berhasil memperoleh kemenangan atas kota Mekah, beliau memasukinya dari celah yang tertinggi; sedangkan beliau tampak benar-benar penuh dengan rasa rendah diri kepada Tuhannya, sehingga disebutkan bahwa janggut beliau benar-benar menyentuh pelana bagian depannya sebagai tanda syukur kepada Allah Swt. atas karunia tersebut. Kemudian ketika memasuki kota Mekah, beliau langsung mandi (dan wudu), lalu salat delapan rakaat; hal itu dilakukannya di waktu duha. Maka sebagian ulama mengatakan bahwa salat tersebut adalah salat duha, sedangkan sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa salat tersebut adalah salat kemenangan.
Untuk itu, imam dan amir —bila beroleh kemenangan atas suatu negeri— disunatkan salat sebanyak delapan rakaat di negeri tersebut pada permulaan dia memasukinya, seperti yang dilakukan oleh Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. ketika memasuki kota Iwan Kisra. Dia salat delapan rakaat di dalamnya.
Menurut pendapat yang sahih, dalam salatnya itu hendaklah dilakukan salam pada setiap dua rakaatnya sebagai pemisah. Menurut pendapat lain, salat dilakukan hanya dengan sekali salam untuk seluruh rakaatnya.
***********
Firman Allah Swt.:
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدي، عَنِ ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبّه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قِيلَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ فَدَخَلُوا يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، فَبَدَّلُوا وَقَالُوا: حِطَّةٌ: حَبَّةٌ فِي شَعْرَةٍ"
Imam Bukhari meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ibnul Mubarak, dari Ma'mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Dikatakan kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud. Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa-dosa kami.” Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, dan mereka mengganti (ucapannya), lalu mereka mengatakan, "Habbah fi sya'rah" (biji dalam rambut).
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim, dari Abdur Rahman dengan lafaz yang sama secara mauquf. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Ubaid ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak sebagian darinya secara musnad, sehubungan dengan firman-Nya, "Hittah." Disebutkan bahwa mereka menggantinya dengan ucapan lain, yaitu habbah (biji-bijian).
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبه أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ فَبَدَّلُوا، وَدَخَلُوا الْبَابَ يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، فَقَالُوا: حَبَّةٌ فِي شَعْرَةٍ ".
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih; dia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah berfirman kepada kaum Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami," niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian" (Al-Baqarah: 58). Maka mereka mengganti perintah itu dan mereka memasukinya dengan mengesot, lalu mereka mengatakan.”Habbah fi sya'rah."
Hadis ini berpredikat sahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Ishaq ibnu Nasr; dan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi'; dan oleh Imam Turmuzi, dari Abdur Rahman ibnu Humaid, semuanya meriwayatkan hadis ini melalui Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, perubahan yang dilakukan mereka menurut apa yang telah diceritakan kepadaku dari Saleh ibnu Kaisan, dari Saleh maula Tau-amah, dari Abu Hurairah, juga dari orang yang tidak aku curigai, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"دَخَلُوا الْبَابَ -الَّذِي أُمِرُوا أَنْ يَدْخُلُوا فِيهِ سُجَّدًا-يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، وَهُمْ يَقُولُونَ: حِنْطَةٌ فِي شُعَيْرَةٍ"
Mereka memasuki pintu gerbang —yang mereka diperintahkan untuk memasukinya sambil sujud— dengan mengesot, seraya mengucapkan "Hintah fi sya'irah"
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، وَحَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "قال اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ
Imam Abu Daud meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh dan telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Allah berfirman kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbang-nya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian."
Kemudian Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Musafir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam hadis yang semisal. Demikian Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara menyendiri dengan lafaz yang sama di dalam Kitabul Huruf secara ringkas,
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْذِرِ القَزّاز، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: سِرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ، أجَزْنا فِي ثَنِيَّةٍ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ الْحَنْظَلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مَثَلُ هَذِهِ الثَّنِيَّةِ اللَّيْلَةَ إِلَّا كَمَثَلِ الْبَابِ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ
Ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnul Munzir Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan: Ketika kami berjalan bersama Rasulullah Saw. di malam hari dan kami berada di penghujung malam, kami melewati sebuah celah (lereng) yang dikenal dengan nama Zatul Hanzal, Rasulullah Saw. bersabda: Tiada perumpamaan yang lebih tepat bagi celah ini di malam ini melainkan seperti pintu yang disebut Allah dalam kisah kaum Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian."
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra sehubungan dengan makna firman-Nya:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. (Al-Baqarah: 142)
Yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah orang-orang Yahudi. Karena pernah diperintahkan kepada mereka, "Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud," yakni sambil rukuk. Dikatakan kepada mereka, "Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' yakni dengan ampunan yang seluas-luasnya. Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, lalu mereka mengatakan, "Hintatun hamra fiha sya'irah" (gandum merah di dalamnya terdapat sehelai rambut). Yang demikian itu disebutkan di dalam firmanNya: Lalu orang-orang yang zalim menggami perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abu Sa'd Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: Dan katakanlah, "Hittah." (Al-Baqarah: 58) Ternyata mereka mengatakan, "Hintah habbah hamra fiha sya'irah" (gandum bijinya merah, di dalamnya terdapat sehelai rambut). Maka Allah menurunkan firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Sesungguhnya mereka (Bani Israil) mengatakan, 'Huttan sam'anan azbatan mazabba'." Terjemahannya menurut bahasa Arab ialah 'biji gandum merah berlubang, di dalamnya terdapat rambut hitam'. Yang demikian itu dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
As-Sauri meriwayatkan pula dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud. (Al-Baqarah: 58) Yang dimaksud dengan bersujud ialah sambil rukuk melalui sebuah pintu kecil, tetapi ternyata mereka memasukinya dengan mengesot. Mereka katakan hintah. Yang demikian itu dinyatakan oleh firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ata, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Yahya ibnu Rafi'.
Kesimpulan dari apa yang telah dikatakan oleh Mufassirin dan ditunjukkan oleh konteks ayat dapat dikatakan bahwa mereka mengganti perintah Allah yang menganjurkan kepada mereka untuk berendah diri melalui ucapan dan sikap. Mereka diperintahkan memasukinya dengan bersujud, ternyata mereka memasukinya dengan mengesot yakni dengan menggeserkan pantat seraya menengadahkan kepala. Mereka diperintahkan mengucapkan kalimat 'hiltah yakni hapuskanlah dari kami dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kami. Tetapi mereka memperolok-olokkan perintah tersebut, lalu mereka mengatakannya hintah fi sya'irah.
Perbuatan tersebut sangat keterlaluan dan sangat ingkar. Karena itu, Allah menimpakan kepada mereka pembalasan dan azab sebab kefasikan mereka yang tidak mau taat kepada perintah-Nya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
فَأَنزلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
Sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (Al-Baqarah: 59)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap sesuatu yang disebut di dalam Kitabullah dengan ungkapan ar-rijzu artinya azab. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, Al-Hasan, dan Qatadah; semua menyatakan bahwa ar-rijzu artinya azab.
Abul Aliyah mengatakan ar-rijzu artinya murka Allah. Asy-Sya'bi mengatakan ar-rijzu adakalanya ta'un dan adakalanya dingin yang membekukan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, ar-rijzu artinya ta'un.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي وَقَّاصٍ-عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ، وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، وَخُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، قَالُوا: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الطَّاعُونُ رجْز عَذَابٌ عُذِّب بِهِ من كان قَبْلَكُمْ"
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Ibrahim ibnu Sa'd (yakni Ibnu Abu Waqqas), dari Sa'd ibnu Malik dan Usamah ibnu Zaid serta Khuzaimah ibnu Sabit. Mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Penyakit ta'un merupakan azab yang telah ditimpakan kepada orang-orang sebelum kalian.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan lafaz yang sama. Asal hadis di dalam kitab Sahihain berasal dari hadis Habib ibnu Abu Sabit, yaitu:
"إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا"
Apabila kalian mendengar adanya penyakit ta'un di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Hingga akhir hadis.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ هَذَا الْوَجَعَ وَالسَّقَمَ رجْز عُذِّب بِهِ بَعْضُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ"
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A’la, dari Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar hadis berikut dari Amir ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari Usamah ibnu Zaid, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya penyakit dan wabah ini merupakan azab yang pernah ditimpakan kepada sebagian umat dari kalangan orang-orang sebelum kalian.
Asal hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dan hadis Malik, dari Muhammad ibnul Munkadir serta Salim ibnu Abu Nadr, dari Amir ibnu Sa'd dengan lafaz yang semisal.
فَبَدَّلَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ قَوْلًا غَيْرَ ٱلَّذِى قِيلَ لَهُمْ فَأَنزَلْنَا عَلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ رِجْزًۭا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ بِمَا كَانُوا۟ يَفْسُقُونَ 59
(59) Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik.
(59)
Firman Allah Swt.:
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ
Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدي، عَنِ ابْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبّه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قِيلَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ فَدَخَلُوا يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، فَبَدَّلُوا وَقَالُوا: حِطَّةٌ: حَبَّةٌ فِي شَعْرَةٍ"
Imam Bukhari meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Ibnul Mubarak, dari Ma'mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Dikatakan kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud. Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa-dosa kami.” Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, dan mereka mengganti (ucapannya), lalu mereka mengatakan, "Habbah fi sya'rah" (biji dalam rambut).
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim, dari Abdur Rahman dengan lafaz yang sama secara mauquf. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Ubaid ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak sebagian darinya secara musnad, sehubungan dengan firman-Nya, "Hittah." Disebutkan bahwa mereka menggantinya dengan ucapan lain, yaitu habbah (biji-bijian).
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّام بْنِ مُنَبه أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ فَبَدَّلُوا، وَدَخَلُوا الْبَابَ يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، فَقَالُوا: حَبَّةٌ فِي شَعْرَةٍ ".
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih; dia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah berfirman kepada kaum Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil sujud dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami," niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian" (Al-Baqarah: 58). Maka mereka mengganti perintah itu dan mereka memasukinya dengan mengesot, lalu mereka mengatakan.”Habbah fi sya'rah."
Hadis ini berpredikat sahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Ishaq ibnu Nasr; dan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi'; dan oleh Imam Turmuzi, dari Abdur Rahman ibnu Humaid, semuanya meriwayatkan hadis ini melalui Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, perubahan yang dilakukan mereka menurut apa yang telah diceritakan kepadaku dari Saleh ibnu Kaisan, dari Saleh maula Tau-amah, dari Abu Hurairah, juga dari orang yang tidak aku curigai, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"دَخَلُوا الْبَابَ -الَّذِي أُمِرُوا أَنْ يَدْخُلُوا فِيهِ سُجَّدًا-يَزْحَفُونَ عَلَى اسْتَاهِهِمْ، وَهُمْ يَقُولُونَ: حِنْطَةٌ فِي شُعَيْرَةٍ"
Mereka memasuki pintu gerbang —yang mereka diperintahkan untuk memasukinya sambil sujud— dengan mengesot, seraya mengucapkan "Hintah fi sya'irah"
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، وَحَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "قال اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ
Imam Abu Daud meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh dan telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Allah berfirman kepada Bani Israil, "Masukilah pintu gerbang-nya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian."
Kemudian Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Musafir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam hadis yang semisal. Demikian Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara menyendiri dengan lafaz yang sama di dalam Kitabul Huruf secara ringkas,
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْذِرِ القَزّاز، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: سِرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ، أجَزْنا فِي ثَنِيَّةٍ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ الْحَنْظَلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مَثَلُ هَذِهِ الثَّنِيَّةِ اللَّيْلَةَ إِلَّا كَمَثَلِ الْبَابِ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ: ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ
Ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnul Munzir Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Abu Fudaik, dari Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan: Ketika kami berjalan bersama Rasulullah Saw. di malam hari dan kami berada di penghujung malam, kami melewati sebuah celah (lereng) yang dikenal dengan nama Zatul Hanzal, Rasulullah Saw. bersabda: Tiada perumpamaan yang lebih tepat bagi celah ini di malam ini melainkan seperti pintu yang disebut Allah dalam kisah kaum Bani Israil, "Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan kalian."
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra sehubungan dengan makna firman-Nya:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. (Al-Baqarah: 142)
Yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah orang-orang Yahudi. Karena pernah diperintahkan kepada mereka, "Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud," yakni sambil rukuk. Dikatakan kepada mereka, "Dan katakanlah, 'Ampunilah dosa kami,' yakni dengan ampunan yang seluas-luasnya. Ternyata mereka memasukinya dengan mengesot, lalu mereka mengatakan, "Hintatun hamra fiha sya'irah" (gandum merah di dalamnya terdapat sehelai rambut). Yang demikian itu disebutkan di dalam firmanNya: Lalu orang-orang yang zalim menggami perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abu Sa'd Al-Azdi, dari Abul Kanud, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: Dan katakanlah, "Hittah." (Al-Baqarah: 58) Ternyata mereka mengatakan, "Hintah habbah hamra fiha sya'irah" (gandum bijinya merah, di dalamnya terdapat sehelai rambut). Maka Allah menurunkan firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Sesungguhnya mereka (Bani Israil) mengatakan, 'Huttan sam'anan azbatan mazabba'." Terjemahannya menurut bahasa Arab ialah 'biji gandum merah berlubang, di dalamnya terdapat rambut hitam'. Yang demikian itu dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
As-Sauri meriwayatkan pula dari Al-A'masy, dari Al-Minhal, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud. (Al-Baqarah: 58) Yang dimaksud dengan bersujud ialah sambil rukuk melalui sebuah pintu kecil, tetapi ternyata mereka memasukinya dengan mengesot. Mereka katakan hintah. Yang demikian itu dinyatakan oleh firman-Nya: Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. (Al-Baqarah: 59)
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ata, Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Yahya ibnu Rafi'.
Kesimpulan dari apa yang telah dikatakan oleh Mufassirin dan ditunjukkan oleh konteks ayat dapat dikatakan bahwa mereka mengganti perintah Allah yang menganjurkan kepada mereka untuk berendah diri melalui ucapan dan sikap. Mereka diperintahkan memasukinya dengan bersujud, ternyata mereka memasukinya dengan mengesot yakni dengan menggeserkan pantat seraya menengadahkan kepala. Mereka diperintahkan mengucapkan kalimat 'hiltah yakni hapuskanlah dari kami dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kami. Tetapi mereka memperolok-olokkan perintah tersebut, lalu mereka mengatakannya hintah fi sya'irah.
Perbuatan tersebut sangat keterlaluan dan sangat ingkar. Karena itu, Allah menimpakan kepada mereka pembalasan dan azab sebab kefasikan mereka yang tidak mau taat kepada perintah-Nya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
فَأَنزلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
Sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (Al-Baqarah: 59)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setiap sesuatu yang disebut di dalam Kitabullah dengan ungkapan ar-rijzu artinya azab. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, Al-Hasan, dan Qatadah; semua menyatakan bahwa ar-rijzu artinya azab.
Abul Aliyah mengatakan ar-rijzu artinya murka Allah. Asy-Sya'bi mengatakan ar-rijzu adakalanya ta'un dan adakalanya dingin yang membekukan. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, ar-rijzu artinya ta'un.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي وَقَّاصٍ-عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ، وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، وَخُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، قَالُوا: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الطَّاعُونُ رجْز عَذَابٌ عُذِّب بِهِ من كان قَبْلَكُمْ"
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Ibrahim ibnu Sa'd (yakni Ibnu Abu Waqqas), dari Sa'd ibnu Malik dan Usamah ibnu Zaid serta Khuzaimah ibnu Sabit. Mereka semua mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Penyakit ta'un merupakan azab yang telah ditimpakan kepada orang-orang sebelum kalian.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan lafaz yang sama. Asal hadis di dalam kitab Sahihain berasal dari hadis Habib ibnu Abu Sabit, yaitu:
"إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا"
Apabila kalian mendengar adanya penyakit ta'un di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Hingga akhir hadis.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ هَذَا الْوَجَعَ وَالسَّقَمَ رجْز عُذِّب بِهِ بَعْضُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ"
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A’la, dari Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar hadis berikut dari Amir ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari Usamah ibnu Zaid, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya penyakit dan wabah ini merupakan azab yang pernah ditimpakan kepada sebagian umat dari kalangan orang-orang sebelum kalian.
Asal hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dan hadis Malik, dari Muhammad ibnul Munkadir serta Salim ibnu Abu Nadr, dari Amir ibnu Sa'd dengan lafaz yang semisal.
وَإِذِ ٱسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦ فَقُلْنَا ٱضْرِب بِّعَصَاكَ ٱلْحَجَرَ ۖ فَٱنفَجَرَتْ مِنْهُ ٱثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًۭا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍۢ مَّشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ مِن رِّزْقِ ٱللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ 60
(60) Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.
(60)
Allah berfirman, "Ingatlah kalian kepada nikmat yang telah Kulimpahkan setelah Aku memperkenankan doa nabi kalian, yaitu Musa. Di kala ia meminta air minum kepada-Ku buat kalian hingga Aku mudahkan memperoleh air itu, dan Aku keluarkan air itu dari batu yang kalian bawa. Aku pancarkan air darinya buat kalian sebanyak dua belas mata air, bagi tiap-tiap suku di antara kalian terdapat mata airnya sendiri yang telah diketahui. Makanlah salwa dan manna, dan minumlah air ini yang telah Kupancarkan tanpa jerih payah dan usaha kalian; dan sembahlah oleh kalian Tuhan yang telah menundukkan hal tersebut."
وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ
Dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (Al-Baqarah: 6)
Yakni janganlah kalian membalas air susu dengan air tuba, kenikmatan kalian balas dengan kedurhakaan, karena akibatnya nikmat itu akan dicabut dari kalian.
Para Mufassirin membahas kisah ini secara panjang lebar dalam pembicaraan mereka, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. Disebutkan bahwa di hadapan mereka diletakkan sebuah batu berbentuk empat persegi panjang, lalu Allah memerintahkan Musa a.s. supaya memukul batu itu dengan tongkatnya. Lalu Musa memukulnya dengan tongkatnya, maka memancarlah dua belas mata air; pada tiap-tiap sudut batu tersebut memancar tiga buah mata air. Kemudian Musa memberitahukan kepada tiap-tiap suku itu mata airnya masing-masing buat minum mereka. Tidak sekali-kali mereka berpindah ke tempat yang lain melainkan mereka menjumpai hal tersebut, sama halnya dengan kejadian yang pernah terjadi di tempat yang pertama. Kisah ini merupakan suatu bagian dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim, yaitu hadis mengenai fitnah-fitnah yang cukup panjang.
Atiyyah Al-Aufi mengatakan, dijadikan buat mereka sebuah batu yang besarnya sama dengan kepala banteng, lalu batu itu dimuat di atas sapi jantan. Apabila mereka turun istirahat, mereka meletakkan batu itu dan Musa memukul batu itu dengan tongkatnya, maka memancarlah dua belas mata air. Apabila mereka berangkat meneruskan perjalanan, mereka mengangkut batu itu ke atas punggung seekor sapi jantan, lalu airnya berhenti dengan sendirinya.
Usman ibnu Ata Al-Khurrasani meriwayatkan dari ayahnya, bahwa kaum Bani Israil mempunyai sebuah batu, dan Nabi Harun yang selalu meletakkannya, sedangkan Nabi Musa yang memukul batu itu dengan tongkatnya.
Qatadah mengatakan bahwa batu tersebut berasal dari Bukit Tur, merekalah yang mengambil batu tersebut dan yang memikulnya (ke mana pun mereka pergi). Apabila mereka turun istirahat, Nabi Musa a.s. memukul batu itu dengan tongkatnya (agar keluar air darinya).
Az-Zamakhsyari mengatakan, menurut suatu pendapat batu tersebut adalah granit berukuran satu hasta kali satu hasta. Menurut pendapat lain, bentuknya sebesar kepala manusia. Menurut pendapat lainnya lagi batu tersebut berasal dari surga yang tingginya sepuluh hasta, sama dengan tinggi Nabi Musa a.s.; sedangkan batu tersebut mempunyai dua cabang yang kedua-duanya menyala dalam kegelapan, dan selalu dibawa di atas punggung keledai.
Menurut pendapat yang lain, batu tersebut dibawa turun oleh Nabi Adam a.s. dari surga, lalu diwarisi secara turun-temurun hingga sampai ke tangan Nabi Syu'aib, lalu Nabi Syu'aib menyerahkan batu itu bersama tongkatnya kepada Musa a.s.
Menurut pendapat yang lainnya, batu tersebutlah yang pernah membawa lari pakaian Nabi Musa a.s. ketika sedang mandi. Lalu Malaikat Jibril berkata kepada Musa a.s., "Angkatlah batu itu, karena sesungguhnya pada batu itu terdapat kekuatan dan engkau mempunyai mukjizat padanya." Kemudian Nabi Musa a.s. membawanya pada pikulannya.
Az-Zamakhsyari mengatakan, dapat pula diartikan bahwa huruf Alif lam pada lafaz al-hajar bermakna liljinsi, bukan lil’ahdi. Dengan kata lain dikatakan, "Pukullah sesuatu benda yang disebut batu!"
Diriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa Nabi Musa a.s. tidak diperintahkan memukul sebuah batu secara tertentu. Al-Hasan mengatakan, penafsiran seperti ini lebih menonjolkan mukjizat dan lebih menggambarkan tentang kekuasaan mukjizat. Disebutkan bahwa Nabi Musa a.s. memukul batu, lalu memancarlah mata air darinya, setelah itu dia memukulnya lagi, maka berhentilah airnya dan kering. Kemudian mereka (Bani Israil) mengatakan, "Jika Musa kehilangan batu ini, niscaya kita akan kehausan." Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Musa a.s. yang memerintahkan agar berbicara kepada batu tersebut. Batu itu akan memancarkan air tanpa menyentuhnya dengan tongkat, dengan harapan mereka kelak mau percaya dan mengakuinya.
Yahya ibnun Nadr mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Juwaibir, "Bagaimanakah tiap-tiap suku mengetahui mata air untuk minumnya?" Juwaibir menjawab, "Nabi Musa a.s. meletakkan batu tersebut, lalu masing-masing suku diwakili oleh seseorang dari kalangannya. Kemudian Nabi Musa a.s. memukul batu itu, maka memancarlah dua belas mata air. Tiap-tiap mata air memancar ke arah masing-masing wakil tersebut, selanjutnya tiap-tiap lelaki memanggil sukunya untuk mengambil air dari mata airnya masing-masing."
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ketika Bani Israil berada di padang pasir, Musa membelah batu untuk mereka menjadi mata air.
As-Sauri meriwayatkan dari Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa hal tersebut terjadi di Padang Sahara; Musa memukul batu untuk mereka, maka memancarlah dari batu itu dua belas mata air, masing-masing suku meminum dari satu mata air.
Mujahid mengatakan seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas. Kisah ini mirip dengan kisah yang ada di dalam surat Al-A'raf, hanya kisah yang ada di dalam surat Al-A'raf diturunkan di Mekah. Oleh karena itu, pemberitaan tentang mereka memakai damir gaib, mengingat Allah Swt. mengisahkan kepada Rasul-Nya apa yang telah mereka perbuat. Adapun kisah yang ada di dalam surat ini —yakni Al-Baqarah— diturunkan di Madinah. Untuk itu, khitab yang ada padanya langsung ditujukan kepada mereka (orang-orang Yahudi Madinah). Di dalam surat Al-A'raf diberitakan melalui firman-Nya:
فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا
Maka memancarlah darinya dua belas mata air. (Al-A'raf: 16)
Yang dimaksud dengan inbijas ialah permulaan memancar, sedangkan dalam ayat surat Al-Baqarah disebutkan keadaan sesudahnya, yakni meluapnya air tersebut dalam pancarannya. Maka sesuailah bila dalam ayat yang sedang kita bahas ini disebut istilah infijar, sedangkan dalam ayat surat Al-A'raf disebut dengan memakai inbijas. Di antara kedua ungkapan terdapat perbedaan ditinjau dari sepuluh segi lafzi dan maknawi. Hal tersebut disebutkan dengan panjang lebar oleh Az-Zamakhsyari di dalam kitab tafsirnya dengan ungkapan tanya jawab. Memang apa yang diketengahkannya itu mendekati kebenaran.
وَإِذْ قُلْتُمْ يَٰمُوسَىٰ لَن نَّصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍۢ وَٰحِدٍۢ فَٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ مِنۢ بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ ۚ ٱهْبِطُوا۟ مِصْرًۭا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلْمَسْكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلنَّبِيِّۦنَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ 61
(61) Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.
(61)
Allah berfirman, "Ingatlah kalian akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian di kala Aku menurunkan manna dan salwa kepada kalian sebagai makanan yang baik, bermanfaat, enak, dan mudah. Ingatlah ungkapan keluhan serta kebosanan kalian terhadap apa yang telah Kami limpahkan kepada kalian, dan kalian meminta kepada Musa menggantinya dengan makanan yang bermutu rendah, seperti sayur mayur dan lain-lainnya yang kalian minta."
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka terlanjur terbiasa dengan hal tersebut, maka mereka tidak sabar terhadap makanan manna dan salwa. Mereka teringat kepada kehidupan sebelumnya yang biasa mereka jalani. Mereka merupakan kaum yang biasa memakan kacang adas, bawang merah, sayur-sayuran, dan bawang putih (vegetarian). Lalu mereka berkata: Hai Musa, kami tidak sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya. (Al-Baqarah: 61)
Sesungguhnya mereka mengatakan satu jenis makanan karena makanan yang mereka konsumsi hanyalah manna dan salwa saja, setiap harinya hanya itu saja yang mereka makan.
Al-buqul (sayur mayur), al-qissa (mentimun), al-'adas (kacang adas), dan al-basal (bawang merah), semuanya sudah dikenal. Mengenai al-fum menurut qiraat Ibnu Mas'ud disebut sum dengan memakai huruf sa yang artinya ialah bawang putih. Hal yang sama ditafsirkan oleh Mujahid di dalam riwayat Lais ibnu Abu Salim, dari Ibnu Mas'ud, bahwa al-fum artinya saum (bawang putih). Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Sa'id ibnu Jubair.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Rafi', telah menceritakan kepada kami Abu Imarah (yakni Ya'qub ibnu Ishaq Al-Basri), dari Yunus, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Wafumiha." Menurut Ibnu Abbas artinya bawang putih, dan di dalam bahasa kuno disebutkan fummu lana yang artinya 'buatkanlah roti untuk kami'.
Ibnu Jarir mengatakan, apabila hal tersebut benar, maka lafaz fumiha termasuk di antara huruf-huruf yang ada penggantian di dalamnya, seperti perkataan mereka, "Waqa'ufi 'asuri syarrin (mereka terjerumus di dalam kemelut keburukan)," dikatakan 'afur syarrin (huruf sa diganti menjadi fa). Contoh lainnya ialah asafi diucapkan menjadi asasi, magafir diucapkan menjadi magasir, dan lain sebagainya yang serupa; di mana huruf fa diganti menjadi sa, dan huruf sa diganti menjadi fa, karena makhraj keduanya berdekatan.
Ulama lainnya mengatakan bahwa al-fum artinya gandum yang biasa dipakai untuk membuat roti.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la secara bacaan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb secara bacaan, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Abu Na'im, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah ditanya mengenai firman-Nya wafumiha: "Apakah yang dimaksud dengan fumiha?" Ibnu Abbas menjawab, "Gandum." Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, "Bukankah kamu pernah mendengar ucapan Uhaihah ibnul Jallah yang mengatakan dalam salah satu bait syairnya, yaitu:
"Dahulu aku adalah orang yang paling berkecukupan secara pribadi, akulah yang mula-mula melakukan penanaman gandum di Madinah.”
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Muslim Al-Juhani, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Rasyid ibnu Kuraib, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya, "Wa-fumiha." Disebutkan bahwa al-fum adalah gandum menurut dialek Bani Hasyim. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ali ibnu Abu Tal-hah dan Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas; juga oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa al-fum artinya gandum.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Mujahid dan Ata mengenai firman-Nya, "Wafumiha." Keduanya mengatakan, yang dimaksud ialah rotinya.
Hasyim meriwayatkan dari Yunus, dari Al-Husain dan Husain, dari Abu Malik mengenai firman-Nya, "Wafumiha," bahwa fum artinya gandum. Pendapat ini dikatakan oleh Ikrimah, As-Saddi, Al-Ha-san Al-Basri, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.
Al-Jauhari mengatakan bahwa al-fum artinya gandum. Ibnu Duraid mengatakan, al-fum artinya sunbulah (bulir gandum).
Al-Qurtubi meriwayatkan dari Ata dan Qatadah, bahwa al-fum ialah segala jenis biji-bijian yang dapat dijadikan roti. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-fum adalah kacang hums menurut dialek Syamiyah, dan orang yang menjualnya disebut fami yang diambil dari kata fumi setelah diubah sedikit.
Imam Bukhari mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa fum artinya segala jenis biji-bijian yang dapat dimakan.
**********
Firman Allah Swt.:
قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Al-Baqarah: 61)
Di dalam ungkapan ayat ini terkandung teguran dan celaan terhadap permintaan mereka yang meminta jenis-jenis makanan yang rendah ini, padahal mereka sedang dalam kehidupan yang menyenangkan dan memiliki makanan yang enak lagi baik dan bermanfaat.
*********
Firman Allah Swt.:
اهْبِطُوا مِصْرًا
Pergilah kalian ke suatu kota (Al-Baqarah: 61)
Demikianlah bunyinya dengan di-tanwi'n-kan serta ditulis dengan memakai alif pada akhirnya menurut mushaf para Imam Usmaniyah. Qiraat inilah yang dipakai oleh jumhur ulama. Ibnu Jarir mengatakan, "Aku tidak memperbolehkan qiraat selain dari qiraat ini, karena semua mushaf telah sepakat membacanya demikian."
Ibnu Abbas mengatakan, ihbitu misran artinya 'pergilah kalian ke suatu kota'.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari hadis Abu Sa'id Al-Baqqal (yaitu Sa'id ibnul Mirzaban), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari As-Saddi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah didapati di dalam qiraat Ubay ibnu Ka'b dan Ibnu Mas'ud bacaan ihbitu misra, yakni tanpa memakai tanwin, yang artinya 'pergilah kalian ke negeri Mesir'.
Kemudian diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa keduanya menafsirkan hal tersebut sebagai negeri Mesir tempat Fir'aun berkuasa. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi', dari Abul A'masy.
Ibnu Jarir mengatakan, dapat pula diinterpretasikan makna yang dimaksud ialah negeri Mesir Fir'aun menurut qiraat orang yang mem-fathah-kannya (tanpa tanwin). Dengan demikian, berarti hal ini termasuk ke dalam Bab "Ittiba' dalam Menulis Mushaf, seperti yang dilakukan terhadap firman-Nya, "Qawariran qawarira," kemudian di-waqaf-kan bacaannya.
Permasalahannya terletak pada makna misra, apakah makna yang dimaksud adalah Mesir negerinya Fir'aun, atau salah satu negeri (kota) secara mutlak? Pendapat yang mengatakan bahwa kota tersebut adalah negeri Mesir masih perlu dipertimbangkan. Tetapi yang benar ialah suatu kota secara mutlak, seperti yang disebut oleh riwayat Ibnu Abbas dan lain-lainnya.
Berdasarkan pengertian ini makna ayat adalah seperti berikut "Musa berkata kepada mereka, 'Apa yang kalian minta itu bukanlah merupakan hal yang sulit, bahkan hal tersebut banyak didapat di kota mana pun yang kalian masuki, dan tidaklah pantas bagi kalian meminta kepada Allah Swt. hal yang serendah itu lagi banyak didapat'." Karena itulah maka Musa berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ
Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian ke suatu kota, pasti kalian memperoleh apa yang kalian minta. (Al-Baqarah: 61)
Ma sa-altum artinya apa yang kalian minta; dan mengingat permintaan mereka itu termasuk ke dalam kategori keterlaluan dan sangat buruk, maka bukan merupakan suatu keharusan untuk diperkenankan.
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (61)
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.
Firman Allah Swt.:
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan. (Al-Baqarah: 61)
Yakni ditimpakan dan ditetapkan kepada mereka menurut hukum syara' dan takdir. Dengan kata lain, mereka terus-menerus dalam keadaan hina; siapa pun yang bersua dengan mereka, pasti menghina dan mencemoohkan mereka. Dan ditimpakan kepada mereka kenistaan di samping kehinaan yang selalu menyertai mereka di mana pun mereka berada.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang terkena jizyah.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya, "Waduribat 'alaihimuz zillatu" bahwa mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.
Ad-Dahhak mengatakan, ditimpakan kepada mereka zillah, yakni kenistaan.
Al-Hasan mengatakan bahwa Allah menjadikan mereka hina, mereka tidak mempunyai harga diri lagi dan menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kaum muslim. Umat ini (umat Nabi Muhammad Saw.) menjumpai mereka, sedangkan orang-orang Majusi menarik jizyah dari mereka.
Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan bahwa al-maskanah artinya kemiskinan. Sedangkan menurut Al-Aufi artinya membayar kharraj (pajak), dan menurut Ad-Dahhak artinya jizyah.
**********
Firman Allah Swt.:
وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ
serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. (Al-Baqarah: 61)
Menurut Ad-Dahhak, makna ayat ini ialah mereka berhak mendapat murka dari Allah. Menurut Ar-Rabi' ibnu Anas, murka dari Allah menimpa diri mereka. Sedangkan Sa'id ibnu Jubair mengatakan, mereka berhak mendapat murka Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, mereka pergi dan kembali dengan membawa murka dari Allah. Lafaz ba-a ini tidak disebutkan melainkan dalam keadaan selalu dihubungkan adakalanya dengan kebaikan atau keburukan. Dikatakan sehubungan dengan pengertian ini ba-a fulanun bizambihi yang artinya si Fulan kembali dengan membawa dosanya. Bentuk mudari'-nya yabu-u bihi, sedangkan bentuk masdar-nya bau-an dan bawa-an. Termasuk ke dalam pengertian lafaz ini firman lain-nya yang mengatakan:
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29)
Artinya, kamu kembali dengan memikul kedua dosa itu dan pergi dengan membawa keduanya pula, dan jadilah kedua dosa tersebut berada di atas pundakmu, sedangkan aku terbebas darinya.
Dari semua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila mereka kembali, maka mereka kembali seraya membawa murka Allah di pundak mereka; dan jadilah mereka orang-orang yang ditim-pa oleh murka dari Allah, serta mereka berhak untuk mendapat murka dari-Nya.
*************
Firman Allah Swt.:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ
Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. (Al-Baqarah: 61)
Makna ayat ini seakan-akan mengatakan bahwa pembalasan yang Kami timpakan kepada mereka berupa nista, kehinaan, dan kemurkaan yang selalu menimpa mereka, sebagai akibat dari sifat angkuh mereka yang tidak mau mengikuti perkara yang hak, mereka juga kafir kepada ayat-ayat Kami serta menghina para pemangku syariat, yaitu para nabi dan pengikut-pengikutnya. Mereka terus-menerus menghina para nabi dan pengikut-pengikutnya hingga sampai berani membunuhnya. Maka tiada dosa yang lebih besar daripada apa yang telah mereka lakukan itu; mereka kafir terhadap ayat-ayat Kami dan berani membunuh para nabi tanpa alasan yang dibenarkan.
Karena itulah di dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"الْكِبْرُ بَطَر الْحَقِّ، وغَمْط النَّاسِ"
Takabur itu ialah menentang perkara yang hak dan meremehkan orang lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: كُنْتُ لَا أَحْجُبُ عَنِ النَّجْوى، وَلَا عَنْ كَذَا وَلَا عَنْ كَذَا قَالَ: فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ مَالِكُ بْنُ مُرَارَةَ الرَّهَاوِيُّ، فَأَدْرَكْتُهُ مِنْ آخِرِ حَدِيثِهِ، وَهُوَ يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ قُسِمَ لِي مِنَ الْجَمَالِ مَا تَرَى، فَمَا أُحِبُّ أَنَّ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ فَضَلني بِشِرَاكَيْنِ فَمَا فَوْقَهُمَا أَفَلَيَسَ ذَلِكَ هُوَ الْبَغْيُ؟ فَقَالَ: "لَا لَيْسَ ذَلِكَ مِنَ الْبَغْيِ، وَلَكِنَّ الْبَغْيَ مَنْ بَطَرَ -أَوْ قَالَ: سَفِهَ الْحَقَّ-وغَمط النَّاسَ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari ibnu Aun, dari Amr ibnu Sa'id, dari Humaid ibnu Abdur Rahman yang menceritakan bahwa Ibnu Mas'ud pernah menceritakan hadis berikut; dia adalah orang yang tidak pernah terhalang-halangi dari semua pembicaraan yang rahasia, tidak pula dari ini dan itu. Pada suatu hari ia datang menemui Rasulullah Saw. yang saat itu Malik ibnu Mararah Ar-Rahawai berada di hadapannya, lalu ia menjumpai akhir pembicaraan yang dikatakan oleh Malik yang mengatakan demikian, "Wahai Rasulullah, aku telah mendapat bagian ternak unta seperti yang engkau lihat sendiri, maka aku tidak suka bila ada seseorang dari kalangan mereka mempunyai bagian yang lebih dariku dua ekor ternak atau lebih. Akan tetapi, bukankah perasaan ini disebut sombong?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, hal itu bukan termasuk sifat sombong, tetapi sombong itu ialah angkuh atau meremehkan perkara yang hak dan merendahkan orang lain.
Yaitu menolak perkara yang hak, meremehkan orang lain, menghina mereka, dan merasa besar diri terhadap mereka.
Oleh karena itu, tatkala Bani Israil melakukan hal-hal yang telah mereka lakukan —seperti ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan berani membunuh nabi-nabi mereka— maka Allah menimpakan kepada mereka kemurkaan-Nya yang tak dapat dihindarkan lagi, dan Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang berlanjut sampai kepada kehinaan di akhirat, sebagai balasan yang setimpal buat mereka.
Abu Darda At-Tayalisi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa dahulu setiap hari orang-orang Bani Israil membunuh sebanyak tiga ratus orang nabi, kemudian mereka mendirikan pasar sayur-mayur mereka di petang harinya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا عَاصِمٌ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -يَعْنِي ابْنَ مَسْعُودٍ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ قَتَلَهُ نَبِيٌّ، أَوْ قَتَلَ نَبِيًّا، وَإِمَامُ ضَلَالَةٍ وَمُمَثِّلٌ مِنَ الْمُمَثِّلِينَ"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Asim, dari Abu Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang paling keras mendapat azab di hari kiamat ialah seorang lelaki yang dibunuh oleh seorang nabi atau yang membunuh nabi, dan imam kesesatan serta seseorang dari kalangan orang-orang yang gemar mencincang (membunuh secara kejam).
***********
Firman Allah Swt.:
ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (Al-Baqarah: 61)
Ayat ini merupakan 'Illat (penyebab) lain yang mengakibatkan mereka menerima pembalasan tersebut, yaitu mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. Mereka durhaka karena melakukan hal-hal yang dilarang dan berlaku kelewat batas karena melampaui batasan-batasan yang diperbolehkan dan yang diperintahkan.