74 - المدثر - Al-Muddaththir
The Cloaked One
Meccan
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَٰعَةُ ٱلشَّٰفِعِينَ 48
(48) Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at.
(48)
Firman Allah Swt:
فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
Maka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat tidak berguna lagi bagi mereka. (Al-Muddatstsir: 48)
Yaitu orang yang mempunyai sifat demikian, tiada manfaat baginya syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat di hari kiamat nanti. Karena sesungguhnya syafaat itu hanya berhasil dilakukan terhadap orang yang berhak menerimanya. Adapun jika orang yang mati dalam keadaan kafir, maka kelak di hari kiamat baginya hanyalah neraka, tiada jalan lain baginya dan ia kekal di dalamnya untuk selama-lamanya
فَمَا لَهُمْ عَنِ ٱلتَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ 49
(49) Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?,
(49)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ
Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? (Al-Muddatstsir: 49)
Maksudnya, mengapa orang-orang kafir yang sebelum kamu itu berpaling dari seruan dan peringatan yang kamu tujukan kepada mereka.
كَأَنَّهُمْ حُمُرٌۭ مُّسْتَنفِرَةٌۭ 50
(50) seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut,
(50)
كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ
seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, (Al-Muddatstsir: 50)
فَرَّتْ مِن قَسْوَرَةٍۭ 51
(51) lari daripada singa.
(51)
فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ
lari dari singa. (Al-Muddatstsir: 51)
Yakni seakan-akan antipati mereka terhadap perkara yang hak dan berpalingnya mereka darinya adalah seperti keledai liar (zebra) yang lari dari hewan pemangsa yang mengintainya, siap untuk menerkamnya. Demikianlah menurut Abu Hurairah dan Ibnu Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya, dan Zaid ibnu Aslam serta putranya (yaitu Abdur Rahman). Atau dari pemburu yang telah siap menembaknya, menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Malik, dari Ibnu Abbas, bahwa asad atau singa memakai bahasa Arab, kalau menurut bahasa Habsyah disebut qaswaruh, menurut bahasa Persia disebut syair, dan menurut bahasa Nabtiyah disebut auba.
بَلْ يُرِيدُ كُلُّ ٱمْرِئٍۢ مِّنْهُمْ أَن يُؤْتَىٰ صُحُفًۭا مُّنَشَّرَةًۭ 52
(52) Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.
(52)
Firman Allah Swt.:
بَلْ يُرِيدُ كُلُّ امْرِئٍ مِنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُنَشَّرَةً
Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. (Al-Muddatstsir: 52)
Artinya, bahkan setiap orang dari orang-orang musyrik itu menginginkan agar diturunkan kepadanya sebuah kitab sebagaimana kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Ini menurut pendapat Mujahid dan yang lainnya. Jadi, menurutnya semakna dengan firman-Nya:
وَإِذا جاءَتْهُمْ آيَةٌ قالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسالَتَهُ
Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata, ' 'Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah." Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. (Al-An'am: 124)
Menurut riwayat lain yang juga dari Qatadah, mereka menginginkan agar diberi pembebasan tanpa amal perbuatan.
كَلَّا ۖ بَل لَّا يَخَافُونَ ٱلْءَاخِرَةَ 53
(53) Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat.
(53)
Firman Allah Swt. selanjutnya menyebutkan:
كَلا بَلْ لَا يَخَافُونَ الآخِرَةَ
Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat. (Al-Muddatstsir: 53)
Yaitu sesungguhnya yang merusak mereka tiada lain ketidakpercayaan mereka kepada hari akhirat, dan mereka mendustakan keberadaannya.
كَلَّآ إِنَّهُۥ تَذْكِرَةٌۭ 54
(54) Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al Quran itu adalah peringatan.
(54)
Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
كَلا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ
Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar peringatan. (Al-Muddatstsir: 54)
Yakni benar, Al-Qur'an itu adalah peringatan.
فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ 55
(55) Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Quran).
(55)
فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ
Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al-Qur'an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. (Al-Muddatstsir: 55)
Semakna dengan firman-Nya:
وَما تَشاؤُنَ إِلَّا أَنْ يَشاءَ اللَّهُ
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah. (Al-Insan: 3)
وَمَا يَذْكُرُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ هُوَ أَهْلُ ٱلتَّقْوَىٰ وَأَهْلُ ٱلْمَغْفِرَةِ 56
(56) Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.
(56)
Adapun firman Allah Swt.:
هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ
Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (Al-Muddatstsir: 56)
Artinya, Dia berhak untuk ditakuti dan berhak memberi ampun terhadap dosa orang yang bertobat kepada-Nya dan kembali ke jalan-Nya, menurut Qatadah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، أَخْبَرَنِي سُهَيْلٌ -أَخُو حَزْمٍ -حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِوَقَالَ: "قَالَ رَبُّكُمْ: أَنَا أَهْلٌ أَنْ أُتَّقَى، فَلَا يُجْعَلْ مَعِي إِلَهٌ، فَمَنِ اتَّقَى أَنْ يَجْعَلَ مَعِي إِلَهًا كَانَ أَهْلًا أَنْ أَغْفِرَ لَهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Suhail saudara Hazm, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (Al-Muddatstsir: 56) Lalu beliau Saw. bersabda: Tuhan kalian telah berfirman, "Aku adalah Tuhan Yang berhak (kamu) bertakwa kepada-Nya, makajanganlah seseorang menjadikan Tuhan lain bersama-Ku. Maka barang siapa yang bertakwa kepada-Ku, hingga ia tidak menjadikan Tuhan lain bersama-Ku, maka dia adalah orang yang berhak mendapat ampunan (dari-Ku).
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini melalui Zaid ibnul Habbab, sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Mu'afa ibnu Imran, keduanya dari Suhail ibnu Abdullah Al-Qat'i dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, Suhail orangnya kurang kuat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Suhail dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ya'la, Al-Bazzar, Al-Bagawi, dan lain-lainnya melalui hadis Suhail Al-Qat'i dengan sanad yang sama.
75 - القيامة - Al-Qiyaama
The Resurrection
Meccan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
لَآ أُقْسِمُ بِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ 1
(1) Aku bersumpah demi hari kiamat,
(1)
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkali-kali bahwa objek sumpah itu apabila merupakan hal yang dinafikan (lawan bicara), maka diperbolehkan mendatangkan la sebelum lafaz qasam dengan maksud untuk menguatkan penafian. Sedangkan yang menjadi objek qasam-nya ialah mengukuhkan adanya hari berbangkit, dan menyanggah apa yang diduga oleh hamba-hamba Allah yang tidak bodoh yang meniadakan hari berbangkit. Oleh karena itulah maka disebutkan:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ
Aku bersumpah dengan hari kiamat. (Al-Qiyamah: 1)
Al-Hasan mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut hari kiamat.
وَلَآ أُقْسِمُ بِٱلنَّفْسِ ٱللَّوَّامَةِ 2
(2) dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).
(2)
وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)
Al-Hasan mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut hari kiamat, (Al-Qiyamah: 1) dan tidak bersumpah dengan jiwa yang menyesali (dirinya sendiri). Qatadah mengatakan bahwa tidak demikian, bahkan Allah bersumpah dengan menyebut keduanya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-Hasan dan Al-A'raj, bahwa keduanya membacanya dengan bacaan lauqsimu biyaumil qiyamah, tanpa memakai alif sesudah lam. Hal ini memperkuat pendapat Al-Hasan, karena sumpah dengan menyebut hari kiamat diperkuat dengan lam, sedangkan terhadap jiwa yang amat menyesali tidak memakai lam melainkan la, yang artinya dinafikan. Tetapi menurut pendapat yang benar, Allah Swt. bersumpah dengan menyebut keduanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah —yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas— dan Sa'id ibnu Jubair, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
Mengenai hari kiamat, telah dikenal; tetapi jiwa yang amat menyesali, maka menurut Qurrah ibnu Khalid dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini, "Sesungguhnya orang mukmin itu, demi Allah, menurut penilaian kami tiada lain amat menyesali dirinya sendiri dan mencelanya, 'Aku tidak bermaksud dengan kalimatku, aku tidak bermaksud dengan makananku, dan aku tidak bermaksud dengan bisikan jiwaku,' yakni hal-hal yang berdosa. Tetapi sesungguhnya orang yang pendurhaka melaju terus dalam kedurhakaannya setapak demi setapak tanpa menyesali dirinya sendiri."
Juwaibir mengatakan bahwa telah sampai kepada kami dari Al-Hasan, bahwa ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2) Bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit maupun penduduk bumi, melainkan menyesali dirinya sendiri di hari kiamat nanti.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh ibnu Muslim, dari Israil, dari Sammak, bahwa ia bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)
Bahwa setiap orang menyesali perbuatan baik atau buruknya, dan ia mengatakan seandainya aku melakukan anu dan anu. Ibnu Jarir meriwayatkan ini dari Abu Kuraib, dari Waki', dari Israil dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu-ammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)
Bahwa ia mencela perbuatan baik dan perbuatan buruknya sendiri. Kemudian ia meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa'id, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang hal ini, lain Ibnu Abbas menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah jiwa yang banyak mencela (dirinya sendiri). Ali ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang menyesali apa yang telah silam kemudian mencelanya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna al-lawwamah, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang tercela. Qatadah mengatakan jiwa yang pendurhaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa semua pendapat di atas saling berdekatan pengertiannya. Tetapi yang lebih mirip dengan makna lahiriah ayat ialah jiwa yang amat menyesali dirinya atas perbuatan baik dan buruknya, dan menyesali yang telah silam.
أَيَحْسَبُ ٱلْإِنسَٰنُ أَلَّن نَّجْمَعَ عِظَامَهُۥ 3
(3) Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?
(3)
Firman Allah Swt.:
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ
Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (Al-Qiyamah: 3)
Yaitu di hari kiamat nanti, apakah dia mengira bahwa Kami tidak mampu mengembalikan tulang belulangnya, lalu menghimpunkannya kembali dari tempat-tempatnya yang berserakan.
بَلَىٰ قَٰدِرِينَ عَلَىٰٓ أَن نُّسَوِّىَ بَنَانَهُۥ 4
(4) Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
(4)
بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (Al-Qiyamah: 4)
Sa'id ibnu Jubair dan AL-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah kuku atau teracaknya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya jika Allah menghendaki, bisa saja Dia melakukan hal itu di dunia ini. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa firman-Nya: Kami kuasa. (Al-Qiyamah: 4) merupakan kata keterangan keadaan dari firman-Nya "Najma'a.” Makna yang dimaksud ialah apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami akan mengumpulkannya kembali, dan Kami mampu untuk menyusun kembali jari jemarinya. Yakni Kekuasaan Kami mampu untuk menghimpunkannya, dan seandainya Kami kehendaki, niscaya Kami membangkitkannya dengan lebih sempurna dari sebelumnya, maka Kami menjadikan jari jemarinya dalam keadaan rata alias sama panjangnya. Demikianlah pengertian dari pendapat Ibnu Qutaibah dan Az-Zujaj.
بَلْ يُرِيدُ ٱلْإِنسَٰنُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُۥ 5
(5) Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(5)
Firman Allah Swt.:
بَلْ يُرِيدُ الإنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5)
Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yakni terus-menerus dalam kedurhakaannya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Yakni berangan-angan, seorang manusia berkata pada dirinya, "Aku akan berbuat maksiat, kemudian bertobat sebelum kiamat terjadi." Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah ingkar kepada perkara hak sebelum hari kiamat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Maksudnya, berjalan terus ke depan mengikuti hawa nafsunya.
Al-Hasan mengatakan bahwa anak Adam tidak akan pernah merasa puas dalam memperturutkan hawa nafsunya kepada perbuatan durhaka terhadap Allah terus-menerus kecuali orang yang dipelihara oleh Allah dari perbuatan maksiat.
Telah diriwayatkan dari Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa makna yang dimaksud menyangkut orang yang menyegerakan perbuatan-perbuatan dosa dan menangguh-nangguhkan tobatnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir yang mendustakan hari hisab. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid, dan inilah yang lebih kuat dan lebih sesuai dengan makna yang dimaksud.
Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:
يَسْـَٔلُ أَيَّانَ يَوْمُ ٱلْقِيَٰمَةِ 6
(6) Ia berkata: "Bilakah hari kiamat itu?"
(6)
يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ
Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?” (Al-Qiyamah: 6)
Yakni dia menanyakan bilakah hari kiamat itu? Akan tetapi, pertanyaan yang diajukannya itu mengandung nada tidak percaya akan kejadiannya dan mendustakan keberadaannya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَيَقُولُونَ مَتى هذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ قُلْ لَكُمْ مِيعادُ يَوْمٍ لَا تَسْتَأْخِرُونَ عَنْهُ ساعَةً وَلا تَسْتَقْدِمُونَ
Dan mereka berkata, "Kapankah (datangnya) janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Katakanlah.”Bagimu ada hari yang telah dijanjikan (hari kiamat) yang tiada dapat kamu minta mundur darinya barang sesaat pun dan tidak (pula) kamu dapat meminta supaya diajukan." (Saba': 29-3)
فَإِذَا بَرِقَ ٱلْبَصَرُ 7
(7) Maka apabila mata terbelalak (ketakutan),
(7)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ
Maka apabila mata terbelalak (ketakutan). (Al-Qiyamah: 7)
Abu Amr ibnul Ala mengatakan bahwa bariqa artinya terbelalak. Apa yang dikatakannya mirip dengan pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
لا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ
sedangkan mata mereka tidak berkedip-kedip. (Ibrahim: 43)
Bahkan mata mereka terbelalak karena ngeri menyaksikan pemandangan di hari kiamat, mata mereka terbelalak ke sana kemari tidak menentu karena dicekam oleh rasa takut yang hebat. Sedangkan ulama lainnya membacanya baraqa, tetapi maknanya berdekatan dengan pendapat yang pertama. Makna yang dimaksud ialah bahwa pandangan-pandangan mata di hari kiamat terbelalak dan tidak berkedip serta bingung karena dahsyatnya pemandangan yang terjadi di hari kiamat yang sangat mengerikan.
وَخَسَفَ ٱلْقَمَرُ 8
(8) dan apabila bulan telah hilang cahayanya,
(8)
Firman Allah Swt.:
وَخَسَفَ الْقَمَرُ
dan apabila bulan telah hilang cahayanya. (Al-Qiyamah: 8)
Maksudnya, sinarnya lenyap.
وَجُمِعَ ٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ 9
(9) dan matahari dan bulan dikumpulkan,
(9)
وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
dan matahari dan bulan dikumpulkan. (Al-Qiyamah: 9)
Mujahid mengatakan bahwa matahari dan bulan digulung.
Dan Ibnu Zaid sehubungan dengan tafsir ayat ini membaca firman Allah Swt.: Apabila matahari digulung dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 1-2)
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa dia membacanya dengan bacaan berikut, "Dan dihimpunkan antara matahari dan bulan."
يَقُولُ ٱلْإِنسَٰنُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ ٱلْمَفَرُّ 10
(10) pada hari itu manusia berkata: "Ke mana tempat berlari?"
(10)
Firman Allah Swt.:
يَقُولُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ
pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat lari?” (Al-Qiyamah.10)
Apabila manusia melihat huru-hara yang amat dahsyat di hari kiamat terjadi, maka setiap orang menginginkan lari menyelamatkan diri seraya mengatakan, "Adakah tempat untuk melarikan diri?" Yakni tempat untuk berlindung dari huru-hara itu. Maka dijawab oleh firman selanjutnya:
كَلَّا لَا وَزَرَ 11
(11) sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung!
(11)
كَلا لَا وَزَرَ
Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! (Al-Qiyamah: 11)
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan Sa'id ibnu Jubair serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tiada jalan selamat.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
مَا لَكُمْ مِنْ مَلْجَإٍ يَوْمَئِذٍ وَما لَكُمْ مِنْ نَكِيرٍ
Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). (Asy-Syura: 47)
Yakni tiada suatu tempat pun bagimu untuk bersembunyi. Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
لَا وَزَرَ
Tidak ada tempat berlindung. (Al-Qiyamah: 11)
Artinya, tiada tempat untuk bersembunyi bagimu. Karena itu, disebutkan dalam firman berikutnya:
إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ
Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah; 12)
Yaitu kamu dikembalikan hanya kepada-Nya.
إِلَىٰ رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ ٱلْمُسْتَقَرُّ 12
(12) Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali.
(12)
إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ
Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah: 12)
Yaitu kamu dikembalikan hanya kepada-Nya.
يُنَبَّؤُا۟ ٱلْإِنسَٰنُ يَوْمَئِذٍۭ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ 13
(13) Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.
(13)
Dalam firman berikutnya disebutkan:
يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ
Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13)
Yakni diberitahukan kepadanya semua amal perbuatan yang telah dikerjakannya, baik yang di masa lalu maupun di masa yang baru, dan baik yang pertama maupun yang terakhir; semuanya tidak ada yang ketinggalan, yang besarnya dan juga yang kecilnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حاضِراً وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً
dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49)
بَلِ ٱلْإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ بَصِيرَةٌۭ 14
(14) Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,
(14)
Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ
Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Al-Qiyamah: 14)
Yaitu dia menyaksikan sendiri perbuatan dirinya dan mengetahui apa yang telah dikerjakannya, sekalipun dia beralasan dan mengingkarinya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
اقْرَأْ كِتابَكَ كَفى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيباً
Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu. (Al-Isra: 14)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Al-Qiyamah: 14) Pendengarannya, penglihatannya, kedua tangannya, dan kedua kakinya semuanya berbicara, begitu pula anggota tubuh yang lainnya—menurut Qatadah—menjadi saksi terhadap dirinya sendiri. Menurut riwayat yang lain, Qatadah mengatakan bahwa apabila engkau berkeinginan, demi Allah, engkau akan melihatnya dalam keadaan melihat semua aib orang lain dari dosa-dosa mereka, sedangkan dia melupakan dosa-dosanya sendiri.
Dikatakan pula bahwa di dalam kitab Injil disebutkan, "Hai anak Adam, engkau melihat tahi mata yang ada di mata saudaramu, sedangkan engkau tidak melihat yang lebih parah daripada itu di matamu!"
وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُۥ 15
(15) meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.
(15)
Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ
Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yakni sekalipun dia mendebat dalam rangka membela dirinya, tetapi dia melihat semua kesalahan dan dosa-dosanya itu.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yakni betapapun alasan yang dikemukakannya di hari itu. tidak akan diterima darinya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Maksudnya, alasan pembelaan dirinya. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan Al-Hasan Al-Basri serta lain-lainnya, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.
Qatadah telah meriwayatkan dari Zurarah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Bahwa meskipun dia menanggalkan pakaian-pakaiannya. Ad-Dahhak mengatakan bahwa sekalipun dia menanggalkan kain penutupnya; penduduk Yaman menyebut tirai atau kain penutup dengan sebutan al-mi'zar yang bentuk jamaknya ma'azir. tetapi pendapat yang sahih adalah yang dikatakan oleh Mujahid dan murid-muridnya, semakna dengan firman-Nya:
ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ إِلَّا أَنْ قالُوا وَاللَّهِ رَبِّنا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ
Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan.”Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (Al-An'am: 23)
Dan firman Allah Swt.:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلى شَيْءٍ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْكاذِبُونَ
(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al-Mujadilah: 18)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yaitu permintaan maaf. Tidakkah engkau mendengar Allah Swt. telah berfirman: (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya. (Al-Mu’min: 52); Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu. (An-Nahl: 87) Dan firman Allah Swt.: lalu mereka menyerah diri (sambil berkata), "Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun.” (An-Nahl: 28) Juga ucapan mereka yang diceritakan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An'am: 23)
لَا تُحَرِّكْ بِهِۦ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِۦٓ 16
(16) Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.
(16)
Ini merupakan pengajaran dari Allah Swt. kepada Rasul-Nya tentang bagaimana dia harus menerima wahyu dari malaikat yang ditugaskan-Nya. Karena sesungguhnya beliau selalu tergesa-gesa menerimanya dan mendahului malaikat dalam membacanya. Maka Allah Swt. memerintahkan kepadanya bahwa apabila malaikat datang membawa wahyu kepadanya, hendaklah ia mendengarkannya terlebih dahulu sampai malaikat itu menyelesaikan penyampaiannya, dan Allah-lah yang akan menjaminnya untuk dapat menghimpunkannya di dalam dadanya dan memudahkan baginya dalam menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima dari malaikat. Dan hendaknyalah ia biarkan malaikat menerangkan, menafsirkan, dan menjelaskannya terlebih dahulu. Maka keadaan pertama ialah menghimpunkan wahyu di dalam dada beliau, keadaan kedua cara membacanya, dan keadaan ketiga mengenai tafsir dan penjelasannya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16)
Makna yang dimaksud ialah menguasai wahyu Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْماً
dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”(Thaha: 114)
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ 17
(17) Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
(17)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 17)
Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu.
وَقُرْآنَهُ
dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17)
Maksudnya, membuatmu pandai membacanya.
فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ 18
(18) Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
(18)
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ
Apabila Kami telah selesai membacakannya. (Al-Qiyamah: 18)
Yaitu apabila malaikat telah membacakannya kepadamu dari Allah Swt.
فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18)
Yakni dengarkanlah terlebih dahulu, kemudian bacalah ia sebagaimana yang telah diajarkannya kepadamu.
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُۥ 19
(19) Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.
(19)
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19)
Yaitu sesudah engkau hafal dan engkau baca, maka Kami akan menjelaskan dan menerangkannya kepadamu serta memberimu ilham mengenai maknanya sesuai dengan apa yang Kami kehendaki dan Kami tentukan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pada asal mulanya merasa berat bila sedang menerima wahyu, dan beliau menggerakkan kedua bibirnya (mengikuti bacaan malaikat). Sa'id ibnu Jubair melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Dan aku menggerakkan pula kedua bibirku sebagaimana Rasulullah Saw. menggerakkan kedua bibirnya." Musa ibnu Abu Aisyah mengatakan bahwa Sa'id berkata kepadanya, "Aku menggerakkan kedua bibirku sebagaimana Ibnu Abbas menggerakkan kedua bibirnya." Setelah itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu, kemudian kamu dapat membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Maksudnya, dengarkanlah terlebih dahulu dengan penuh perhatian dan diamlah. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Sesudah itu apabila Jibril berangkat, maka Nabi Saw. membacanya seperti apa yang dibacakan oleh Jibril kepadanya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hal ini melalui berbagai jalur dari Musa ibnu Abu Aisyah dengan sanad yang sama. Menurut lafaz Imam Bukhari, disebutkan bahwa apabila Jibril datang, beliau menundukkan kepalanya; dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau membacanya seperti apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila wahyu diturunkan kepadanya, maka beliau mengalami keadaan yang berat karenanya. Dan apabila wahyu sedang diturunkan kepadanya, hal itu dapat diketahui melalui gerakan kedua bibirnya. Kedua bibir beliau kelihatan bergerak sejak awal penurunan wahyu karena khawatir bagian permulaan wahyunya terlupakan sebelum bagian yang terakhirnya selesai. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu unluk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Mujahid, dan Ad-Dahhak serta selain merekayang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal tersebut.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah; 16) Bahwa beliau tidak pernah berhenti dari membaca Al-Qur'an karena takut dijadikan melupakannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni Kamilah yang akan menghimpunkannya untukmu. dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Yaitu Kamilah yang akan menjadikan kamu dapat membacanya hingga kamu tidak akan melupakannya.
Ibnu Abbas dan Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Yakni menjelaskan apa-apa yang dihalalkannya dan apa-apa yang diharamkannya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.