81 - التكوير - At-Takwir
The Overthrowing
Meccan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
إِذَا ٱلشَّمْسُ كُوِّرَتْ 1
(1) Apabila matahari digulung,
(1)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila matahari digulung. (At-Takwir: 1) Maksudnya, menjadi gelap tidak bercahaya lagi.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa apabila matahari telah lenyap. Mujahid mengatakan surut dan lenyap. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak. Qatadah mengatakan bahwa cahayanya lenyap.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna takwir ialah digulung.
Ar-Rabi' ibnu Khaisam mengatakan, kuwwirat artinya dilemparkan.
Abu Saleh mengatakan bahwa kuwwirat artinya dilemparkan atau dijatuhkan, dan menurut riwayat lain darinya disebutkan dijungkirkan.
Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dijatuhkan ke bumi.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar menurut pandangan kami mengenai makna takwir ialah menghimpun sebagian darinya dengan sebagian yang lain alias menggulungnya. Termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan takwirul 'imamah yang artinya menghimpun sebagian pakaian dengan sebagian yang lainnya alias menggulungnya. Makna firman Allah Swt.: digulung. (At-Takwir: 1) Artinya, menggabungkan sebagian darinya dengan sebagian yang lain, lalu dilemparkan. Apabila dilakukan demikian terhadap matahari, maka lenyaplah cahayanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj dan Amr ibnu Abdullah Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, dari seorang syekh, dari Bajulah, dari Ibnu Abhas sehubungan dengan makna izasy syamsu kuwwirat, bahwa kelak di hari kiamat Allah menggulung matahari, bulan, dan bintang-bintang di laut, lalu Allah mengirimkan angin dabur dan membakarnya dengan api. Hal yang sama dikatakan oleh Amir Asy-Sya'bi.
ثُمَّ قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ:حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ ابْنِ يَزِيدَ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم قَالَ فِي قَوْلِ اللَّهِ: إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْقَالَ: "كُوِّرَتْ فِي جَهَنَّمَ"
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Ibnu Yazid ibnu Abu Maryam, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila matahari digulung. (At-Takwir: 1) lalu beliau Saw. menjelaskan: Matahari digulung di dalam neraka Jahanam.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَيَّان، حَدَّثَنَا دُرُسْتُ بْنُ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ الرَّقَاشِيُّ، حَدَّثَنَا أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ثَوْرَانِ عَقِيرَانِ فِي النَّارِ"
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Muhammad ibnu Hibban, telah menceritakan kepada kami Darasat ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Matahari dan bulan adalah dua ekor banteng yang (akan) disembelih kedua-duanya di dalam neraka.
Hadis ini daif karena Yazid Ar-Raqqasyi orangnya daif. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahih tanpa adanya tambahan ini.
ثُمَّ قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ الداناجُ، حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ يُكَوَّرَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, telah menceritakan kepada kami Abdullah Ad-Danaj, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Matahari dan bulan digulung kelak di hari kiamat.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara munfarid dan inilah lafaznya, dan sesungguhnya dia mengetengahkan hadis ini hanya dalam Kitab "Permulaan Kejadian", padahal yang lebih pantas hadis ini diketengahkan dalam tafsir ayat ini atau paling tidak diulangi di sini, sebagaimana kebiasaan Imam Bukhari dalam membahas masalah-masalah yang semisal.
Al-Bazzar telah meriwayatkannya dengan penyajian yang baik, untuk itu ia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ زِيَادٍ الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الدَّانَاجِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْقَسْرِيَّ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ-مَسْجِدِ الْكُوفَةِ، وَجَاءَ الْحَسَنُ فَجَلَسَ إِلَيْهِ فَحدّث قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ نُورَانِ فِي النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ". فَقَالَ الْحَسَنُ: وَمَا ذَنْبُهُمَا؟ فَقَالَ: أُحَدِّثُكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقُولُ: أَحْسَبُهُ قَالَ: وَمَا ذَنْبُهُمَا.
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziyad Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Abdullah Ad-Danaj yangmengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Salamah ibnu Abdur Rahman ibnu Khalid ibnu Abdullah Al-Qisri di masjid ini —yaitu masjid Kufah— dan saat itu Al-Hasan datang, lalu duduk bersamanya, maka ia menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ekor banteng di dalam neraka yang keduanya disembelih kelak di hari kiamat. Kemudian Al-Hasan bertanya, "Apakah dosa keduanya?" Abdullah Ad-Danaj bertanya, "Apakah Abu Hurairah menceritakannya kepadamu dari Rasulullah Saw., sedangkan engkau katakan, 'Menurutku Al-Hasan bertanya, apakah dosa keduanya,?"
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa Abu Salamah belum pernah meriwayatkan dari Abu Hurairah melainkan hanya melalui jalur ini. Dan Abdullah ibnuDanaj belum pernah meriwayatkan dari Abu Salamah selain dari hadis ini.
وَإِذَا ٱلنُّجُومُ ٱنكَدَرَتْ 2
(2) dan apabila bintang-bintang berjatuhan,
(2)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ
dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2)
Yakni jatuh berserakan, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
وَإِذَا الْكَواكِبُ انْتَثَرَتْ
dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan. (Al-Infithar: 2)
Asal kata inkadarat adalah inkidar yang artinya berjatuhan,
Ar-Rabi' ibnu Anas telah meriwayatkan dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ada enam pertanda sebelum hari kiamat. Yaitu ketika manusia sedang berada di pasar-pasar mereka, tiba-tiba cahaya matahari lenyap. Dan ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba bintang-bintang jatuh berserakan. Dan ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba gunung-gunung jatuh ke permukaan bumi (yang datar), lalu bergerak dan menimbulkan gempa yang hebat dan terjadilah huru-hara, maka jin merasa kaget dan berdatangan kepada manusia, begitu pula sebaliknya manusia berdatangan kepada jin karena kaget. Hewan-hewan ternak, burung-burung, dan hewan-hewan liar sebagian darinya bercampur baur dengan yang lainnya menjadi satu karena terkejut dengan peristiwa itu. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) Yakni bercampur aduk menjadi satu. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). (At-Takwir: 4) Yaitu diabaikan oleh para pemiliknya (karena mereka panik menyaksikan huru-hara hari kiamat itu). dan apabila lautan dipanaskan. (At-Takwir: 6)
Ubay ibnu Ka'b melanjutkan bahwa jin berkata kepada manusia, "Biarlah kami yang akan mencari tahu untuk kalian." Jin berangkat menuju laut, tiba-tiba lautan telah berubah menjadi api yang menyala-nyala. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba bumi retak dengan keretakan yang menembus sampai tujuh lapis bumi dan juga sampai ke langit yang ketujuh di bagian atasnya. Dan ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah angin menimpa mereka dan mematikan mereka semuanya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir lengkap dengan lafaznya; juga Ibnu Abu Hatim, tetapi hanya sebagiannya saja.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Khaisam, Al-Hasan Al-Basri, Abu Saleh, Hammad ibnu Abu Sulaiman, dan Ad-Dahhak sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2) Maksudnya jatuh berserakan. Ali ibnu Abu Talhah telah menwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2) Yakni berubah.
Yazid ibnu Abu Maryam telah meriwayatkan dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 2) SelanjutnyaNabi Saw. bersabda:
"انْكَدَرَتْ فِي جَهَنَّمَ، وَكُلُّ مَنْ عَبَدَ مَنْ دُونِ اللَّهِ فَهُوَ فِي جَهَنَّمَ، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عِيسَى وَأُمِّهِ، وَلَوْ رَضِيَا أَنْ يُعبَدا لَدَخَلَاهَا"
Bintang-bintang itu berjatuhan ke dalam neraka Jahanam bersama-sama dengan semua yang disembah selain Allah, semuanya dimasukkan ke dalam neraka Jahanam, terkecuali apa yang dilakukan terhadap Isa dan ibunya. Seandainya keduanya rela menjadi sembahan selain Allah, niscaya keduanya dimasukkan pula ke dalamnya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dengan sanad yang seperti di atas.
*******************
وَإِذَا ٱلْجِبَالُ سُيِّرَتْ 3
(3) dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
(3)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ
dan apabila gunung-gunung dihancurkan. (At-Takwir: 3)
Yaitu lenyap dari tempatnya masing-masing dan meledak sehingga bumi bekas tempat berpijaknya menjadi rata dan datar.
وَإِذَا ٱلْعِشَارُ عُطِّلَتْ 4
(4) dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)
(4)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ
dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan). (At-Takwir: 4)
Ikrimah dan Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah unta-unta yang sedang bunting, Mujahid mengatakan, unta-unta yang sangat berharga bagi pemiliknya itu diabaikan dan tidak dipedulikan lagi. Ubay ibnu Ka'b dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa para pemiliknya mengabaikannya. Ar-Rabi' ibnu Khaisam mengatakan bahwa unta-unta itu tidak diperah air susunya, melainkan dibiarkan dan diacuhkan oleh para pemiliknya. Ad-Dahhak mengatakan, unta-unta itu dibiarkan tanpa ada yang menggembala. Makna yang dimaksud dari semua pendapat di atas berdekatan.
Kesimpulannya ialah bahwa al-'isyar ialah unta-unta betina pilihan yang sedang hamil dalam masa sepuluh bulan; bentuk tunggalnya disebut 'usyara. Dan unta ini masih tetap disebut demikian sampai melahirkan anaknya.
Demikian itu karena manusia cukup disibukkan oleh urusannya sendiri hingga melupakannya dan tidak lagi memelihara dan memanfaatkannya lagi, padahal sebelumnya unta-unta tersebut merupakan harta mereka yang paling berharga. Hal ini tiada lain karena mereka sedang mengalami peristiwa yang dahsyat lagi sangat menakutkan, yaitu menghadapi kejadian-kejadian yang mengawali hari kiamat. Menurut pendapat lain. hal itu terjadi di hari kiamat sendiri; para pemilik unta-unta itu melihatnya, tetapi tiada jalan bagi mereka kepadanya. Menurut pendapat yang lainnya. al-'isyar artinya awan yang terhenti di antara langit dan bumi tidak dapat bergerak karena dunia sudah rusak. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud adalah tanah yang diukur dengan puluhan hasta, yakni tanah yang mahal harganya. Dan menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah rumah-rumah yang dahulunya ramai dengan para penghuninya, kemudian hari itu menjadi kosong semuanya karena semua penghuninya telah pergi (mati). Semua pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Abdullah Al-Qurtubi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Tazkirah. Kemudian dia menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah unta-unta yang sedang bunting, dan ia menisbatkannya kepada kebanyakan ulama. Menurut hemat penulis, memang tidak dikenal ada pendapat lain yang bersumber dari ulama Salaf dan para imam selain dari pendapat ini.
وَإِذَا ٱلْوُحُوشُ حُشِرَتْ 5
(5) dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
(5)
Firman Allah Swt:
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ
dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5)
Yakni dihimpunkan menjadi satu, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَما مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا طائِرٍ يَطِيرُ بِجَناحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثالُكُمْ مَا فَرَّطْنا فِي الْكِتابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Al-An'am: 38)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa semua hewan dikumpulkan hingga lalat. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam dan As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Hal yang sama dikatakan juga oleh Qatadah dalam tafsir ayat ini, bahwa sesungguhnya Allah menghimpunkan semua hewan, kemudian Allah memutuskan terhadapnya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Ikrimah mengatakan bahwa dihimpunkan-Nya hewan-hewan maksudnya semuanya dimatikan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Muslim At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awam, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) Bahwa penghimpunan semua binatang ialah dengan mematikannya, dan penghimpunan segala sesuatu mengandung makna mematikannya kecuali jin dan manusia, karena kedua jenis makhluk ini akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat.
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari ayahnya, dari Abu Ya'la, dari Ar-Rabi' ibnu Khaisam sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) Bahwa perintah Allah telah datang kepadanya. Sufyan mengatakan, ayahnya pernah mengatakan bahwa ia pernah menceritakan hal ini kepada Ikrimah. Maka Ikrimah mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hasyr ialah mematikannya.
Dan dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa dia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan. (At-Takwir: 5) Bahwa makna yang dimaksud ialah bercampur baur menjadi satu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah apa yang dikatakan oleh orang yang mengatakan bahwa husyirat artinya dihimpunkan.
Allah Swt. telah berfirman:
وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً
dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. (Shad: 19)
Yakni terhimpunkan.
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا ٱلْبِحَارُ سُجِّرَتْ 6
(6) dan apabila lautan dijadikan meluap
(6)
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ
dan apabila lautan dipanaskan (At-Takwir: 6)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Daud, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Ali r.a. bertanya kepada seorang lelaki Yahudi,"Di manakah neraka Jahanam itu?'" Lelaki itu menjawab, "Di laut." Kemudian Ali berkata, bahwa menurutnya lelaki Yahudi itu benar dalam jawabannya, karena Allah Swt. telah berfirman: dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (at-Tur: 6) Dan firman-Nya: dan apabila lautan dipanaskan (At-Takwir: 6)
Ibnu Abbas dan selainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa Allah mengirimkan angin dabur ke laut. Maka laut menjadi mendidih karenanya, kemudian berubah menjadi api yang menyala-nyala dengan hebatnya. Hal ini telah diterangkan sebelumnya pada tafsir firman Allah Swt.: dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (At-Tur: 6)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Tahir, telah menceritakan kepadaku Abdul Jabbar ibnu Sulaiman alias Abu Sulaiman An-Naffat seorang syekh yang mirip dengan Malik ibnu Anas, dari Mu'awiyah ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa laut ini mengandung berkah, yakni Laut Rum (sekarang Laut Tengah), ia berada di pertengahan bumi, dan semua sungai bermuara kepadanya, juga lautan-lautan yang besar. Sedangkan bagian bawahnya terdapat sumur-sumur yang ditutup dengan tembaga. Maka apabila hari kiamat tiba, laut ini menjadi lautan api. Akan tetapi. asar ini garib lagi aneh.
Di dalam Sunan Abu Daud disebutkan:
"لَا يَرْكَبُ الْبَحْرَ إِلَّا حَاجٌّ أَوْ مُعْتَمِرٌ أَوْ غَازٍ، فَإِنَّ تَحْتَ الْبَحْرِ نَارًا، وَتَحْتَ النَّارِ بَحْرًا" الْحَدِيثَ
Tidaklah laut ditempuh kecuali oleh orang yang pergi berhaji, atau umrah atau berperang. Dan sesungguhnya di bawah laut terdapat api, dan di bawah api terdapat laut lainnya. hingga akhir hadis,
yang pembahasannya telah dikemukakan dalam tafsir surat Fathir.
Mujahid dan Al-Hasan ibnu Muslim mengatakan, sujjirat artinya dinyalakan menjadi api. Al-Hasan mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah dikeringkan atau menjadi kering. Ad-Dahhak dan Qatadah mengatakan bahwa airnya menjadi surut, lalu lenyap, hingga tiada setetes air pun yang tersisa padanya. Ad-Dahhak mengatakan pula bahwa makna sujjirat ialah diledakkan. As-Saddi mengatakan, yang dimaksud ialah dibuka dan diubah. Ar-Rabi' ibnu Khaisam mengatakan bahwa makna sujjirat ialah diluapkan.
وَإِذَا ٱلنُّفُوسُ زُوِّجَتْ 7
(7) dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)
(7)
Firman Allah Swt:
وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ
dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)
Yaitu dihimpunkanlah segala sesuatu dengan yang sejenisnya. Semakna dengan yang di sebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْواجَهُمْ
(Kepada malaikat diperintahkan).”Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka.” (Ash-Shaffat: 22)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّارُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ أَبِي ثَوْرٍ، عَنْ سمَاك، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ قَالَ: الضُّرَبَاءُ، كُلُّ رَجُلٍ مَعَ كُلِّ قَوْمٍ كَانُوا يَعْمَلُونَ عَمَلَهُ"، وَذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلاثَةً فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ[الْوَاقِعَةِ: 7 -1] ، قَالَ: هُمُ الضُّرَبَاءُ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abu Saur, dari Sammak, dari An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Lalu beliau Saw. bersabda, bahwa yang dimaksud adalah teman-teman sejawat; setiap lelaki dikumpulkan dengan kaum yang mempunyai amal yang sama dengannya. Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman: dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). (Al-Waqi'ah: 7-1) Mereka adalah bergolong-golongan, masing-masing orang dihimpunkan bersama dengan golongannya yang seamalan dengannya.
Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui jalur-jalur lain dari Sammak ibnu Harb, dari An-Nu'man ibnu Basyir, bahwa Umar ibnul Khattab berkhotbah kepada orang-orang, lalu ia membaca firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Lalu ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mempertemukan di sini ialah masing-masing orang dihimpunkan bersama golongannya yang seamalan dengan dia.
Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah dua orang yang sama amalannya, maka kedua-duanya dimasukkan ke dalam surga berkat amalannya ataukah keduanya di masukkan ke dalam neraka, sesuai dengan amalnya masing-masing.
Menurut riwayat lain dari An-Nu’man, disebutkan bahwa Umar r.a. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Maka Umar menjawab bahwa orang yang saleh dibarengkan dengan orang yang saleh lainnya; dan orang yang jahat dibarengkan dengan orang yang jahat lainnya, yakni di dalam neraka. Itulah yang dimaksud dengan makna 'mempertemukan' dalam ayat ini.
Menurut riwayat yang lainnya lagi dari An-Nu'man, Umar ibnul Khattab pernah bertanya kepada orang-orang bahwa bagaimanakah menurut kalian tafsir firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Mereka diam. Maka Umar berkata, "Tetapi aku mengetahuinya, yaitu seorang lelaki dikawinkan dengan wanita yang sepadan amalannya dengan dia di dalam surga; dan lelaki lainnya dikawinkan dengan yang seamalan dengannya dari kalangan ahli neraka." Kemudian Umar membaca firman-Nya: (Kepada malaikat diperintahkan), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka." (Ash-Shaffat: 22).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Bahwa demikian itu terjadi ketika manusia terdiri menjadi tiga golongan.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah Swt: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Bahwa orang-orang yang sepadan amal perbuatannya dihimpunkan menjadi satu dengan sesamanya. Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam, Al-Hasan, dan Qatadah serta dipilih oleh Ibnu Jarir; dan inilah pendapat yang sahih.
Pendapat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy'as ibnu Sarar, dari Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa lembah yang berada di dekat pangkal Arasy mengalirkan air di antara kedua pekikan, jarak di antara kedua pekikan adalah empat puluh tahun. Maka tumbuhlah karena air itu semua makhluk yang telah hancur berantakan, baik manusia, burung-burung, ataupun hewan-hewan yang melata. Seandainya ada seseorang yang melewati tempat mereka sebelum itu dan telah mengenal daerah tersebut, niscaya dia benar-benar mengetahui mereka baru muncul dari dalam bumi. Kemudian roh-roh merasuki tubuhnya masing-masing, maka bertemulah keduanya. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7)
Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, dan juga Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini: dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh). (At-Takwir: 7) Yakni dipertemukan dengan tubuhnya masing-masing.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah orang-orang mukmin dikawinkan dengan bidadari-bidadari, sedangkan orang-orang kafir dikawinkan dengan setan-setan. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Al-Qurtubi di dalam kitab At-Tazkirah-nya.
*******************
وَإِذَا ٱلْمَوْءُۥدَةُ سُئِلَتْ 8
(8) dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,
(8)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. (At-Takwir: 8-9)
Demikianlah menurut qiraat jumhur ulama, yakni su’ilat dan al-mau’udah artinya bayi-bayi yang sewaktu masa Jahiliah dikubur hidup-hidup oleh orang-orang tua mereka karena malu mempunyai anak perempuan. Maka kelak di hari kiamat bayi-bayi itu ditanya, atas dosa apakah mereka dibunuh, dimaksudkan sebagai ancaman terhadap para pelakunya. Karena sesungguhnya apabila orang yang teraniaya ditanya, maka terlebih lagi beratnya hukuman yang dikenakan terhadap pelaku aniaya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. (At-Takwir: 8) Yakni bertanya, dengan memakai bentuk aktif, yaitu sa'alat. Hal yang sama dikatakan oleh Abud Duha, yaitu sa'alat yang artinya menuntut balas kematiannya. Diriwayatkan dari As-Saddi dan Qatadah hal yang semisal. Banyak hadis yang menerangkan tentang bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي أَبُو الْأَسْوَدِ-وَهُوَ: مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ نَوْفَلٍ-عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنْ جُدَامة بَنْتِ وَهْبٍ-أُخْتِ عُكَّاشَةَ-قَالَتْ حضرتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاسٍ وَهُوَ يَقُولُ: " لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الغيلَة، فَنَظَرْتُ فِي الرُّومِ وَفَارِسَ فَإِذَا هُمْ يُغيلُونَ أَوْلَادَهُمْ، وَلَا يَضُرُّ أَوْلَادَهُمْ ذَلِكَ شَيْئًا". ثُمَّ سَأَلُوهُ عَنِ الْعَزْلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ذَلِكَ الْوَأْدُ الْخَفِيُّ، وَهُوَ الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Abul Aswad alias Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Naufal, dari Urwah, dari Aisyah, dari Juzamah binti Wahb saudara perempuan Ukasyah yang mengatakan bahwa ia menghadiri majelis Rasullullah Saw. yang saat itu berada di kalangan banyak orang, dan beliau bersabda: Sesungguhnya aku telah berniat akan melarang gilah, maka aku melihat orang-orang- Romawi dan orang-orang Persia, ternyata mereka melakukan gilah terhadap anak-anak mereka, dan hal tersebut tidak membahayakan anak-anak mereka. - Gilah ialah menyusui di waktu mengandung (pent.).- Kemudian mereka bertanya tentang 'azl (melakukan orgasme di luar Liang ovum untuk mencegah kehamilan). Maka Rasulullah Saw. bersabda: Itu sama dengan perbuatan mengubur anak secara tersembunyi, dan kelak anak perempuan yang dikubur hidup-hidup akan ditanya.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abu Abdur Rahman Al-Muqri. dari Abdullah ibnu Yazid, dari Sa'id ibnu Abu Ayyub. Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Ishaq As-Sulaihini, dari Yahya ibnu Ayyub. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula dan juga Abu Daud, Turmuzi, danNasai melalui hadis Malik ibnu Anas; ketiga-tiganya dari Abul Aswad dengan sanad yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدي، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ يَزِيدَ الجُعْفي قَالَ: انطلقتُ أَنَا وَأَخِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّنَا مُلَيْكَةَ كَانَتْ تَصل الرَّحِمَ وَتُقِرِّي الضَّيْفَ، وَتَفْعَلُ [وَتَفْعَلُ] هَلَكَتْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَهَلْ ذَلِكَ نَافِعُهَا شَيْئًا؟ قَالَ: "لَا". قُلْنَا: فَإِنَّهَا كَانَتْ وَأَدَتْ أُخْتًا لَنَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَهَلْ ذَلِكَ نافعُها شَيْئًا؟ قَالَ: "الوائدةُ والموءودةُ فِي النَّارِ، إِلَّا أَنْ يدركَ الوائدةَ الإسلامُ، فَيَعْفُوَ اللَّهُ عَنْهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kapada kami Ibnu 'Adiy, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Salamah ibnu,Yazid Al-Ju'fi yang mengatakan bahwa aku dan saudaraku berangkat menemui Rasulullah, lalu kami bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami yang bernama Mulaikah, dia adalah seorang wanita yang gemar bersilaturahmi dan menghormati tamu, juga melakukan hal-hal lainnya. Dia telah meninggal dunia di masa Jahiliah, maka apakah amal perbuatan kebaikannya itu dapat memberikan sesuatu manfaat bagi dirinya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak." Kami bertanya, "Sesungguhnya dia dahulu pernah mengubur hidup-hidup saudara perempuan kami yang baru lahir di masa Jahiliah, apakah hal itu dapat memberi sesuatu manfaat baginya?" (Kalau tidak salah, si penanya dan saudaranya itu baru saja masuk Islam dan belum mengetahui Islam secara mendalam)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Wanita yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan anak perempuan yang dikuburnya hidup-hidup kedua-duanya dimasukkan ke dalam neraka, terkecuali jika perempuan yang menguburnya menemui masa Islam (lalu masuk Islam), maka Allah memaafkan perbuatannya.
Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَلْقَمَةَ وَأَبِي الْأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq dari Alqamah dan Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Wanita yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan anak perempuan yang dikuburnya kedua-duanya di dalam neraka.
قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ الْأَزْرَقُ، أَخْبَرَنَا عَوْفٌ، حَدَّثَتْنِي حَسْنَاءُ ابْنَةُ مُعَاوِيَةَ الصُّرَيمية، عَنْ عَمِّهَا قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْءُودَةُ فِي الْجَنَّةِ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq Al-Azraq, telah menceritakan kepada kami Auf, telah menceritakan kepadaku Khansa binti Mu'awiyah As-Sarimiyyah, dari pamannya yang telah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, siapa sajakah orang yang masuk surga itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Nabi masuk surga, orang yang mati syahid masuk surga, bayi laki-laki masuk surga, dan bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup masuk surga.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا قُرَّةُ قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ يَقُولُ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "الْمَوْءُودَةُ فِي الْجَنَّةِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Qurrah, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang siapa saja orang yang masuk surga? Maka beliau Saw. menjawab: Bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup masuk surga.
Hadis ini mursal dan termasuk di antara hadis-hadis mursal Al-Hasan di antara ahli hadis ada yang mau menerimanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, anak-anak kaum musyrik berada di dalam surga; maka barang siapa yang mengira bahwa mereka di dalam neraka, sesungguhnya dia dusta. Allah Swt. telah berfirman: apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. (At-Takwir: 8-9)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mau’udah ialah bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ سمَاك بْنُ حَرْبٍ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي قَوْلِهِ: وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ [بأَيّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ]، قَالَ: جَاءَ قَيْسُ بْنُ عَاصِمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي وَأَدْتُ بَنَاتٍ لِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ: "أَعْتِقْ عَنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ رَقَبَةً". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي صَاحِبُ إِبِلٍ؟ قَالَ: "فَانْحَرْ عَنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ بَدَنَةً".
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak ibnu Harb, dari An-Nu'man ibnu Basyir, dari Umar ibnul Khattab sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila bayi-bayi perempuan yang dikiibur hidup-hidup ditanya. (At-Takwir: 8) Bahwa Qais ibnu Asim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah mengubur hidup-hidup beberapa bayi perempuanku di masa Jahiliah." Rasulullah Saw. menjawab: Merdekakanlah seorang budak untuk tiap anak perempuan yang engkau kubur hidup-hidup itu. Qais ibnu Asim berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah pemilik ternak unta." Rasulullah Saw. menjawab: Sembelihlah seekor unta budnah untuk setiap orang dari mereka.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan bahwa Abdur Razzaq dalam sanad hadis ini masih diperselisihkan, karena sesungguhnya dia tidak mencatat hadis ini melainkan dari Al-Husain ibnu Mahdi, lalu dari Israil.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan pula hadis ini, untuk itu ia mengatakan bahwa:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الظَّهْرَانِيُّ -فِيمَا كَتَبَ إِلَيَّ-قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: "وَأَدْتُ ثَمَانِ بَنَاتٍ لِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ". وَقَالَ فِي آخِرِهِ: "فَأَهْدِ إِنْ شِئْتَ عَنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ بَدَنَةً"
telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani melalui surat yang ditujukannya kepadaku, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, lalu disebutkan hadis yang semisal dengan sanad yang sama, hanya saja dalam riwayat ini disebutkan bahwa Qais ibnu Asim mengatakan, "Aku telah mengubur hidup-hidup delapan bayi perempuanku di masa Jahiliah." Maka Rasulullah Saw. menjawab di akhir kalimatnya: Sembelihlah jika engkau suka seekor unta budnah untuk tiap bayi yang telah engkau kubur hidup-hidup itu.
ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ، حَدَّثَنَا قَيْسُ بْنُ الرَّبِيعِ، عَنِ الْأَغَرِّ بْنِ الصَّبَّاحِ، عَنْ خَلِيفَةَ بْنِ حُصَين قَالَ: قَدِمَ قَيْسُ بْنُ عَاصِمٍ عَلَى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي وأدتُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ ابْنَةً لِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ-أَوْ: ثَلَاثَ عَشْرَةَ-قَالَ:" أَعْتِقْ عَدَدَهُنَّ نَسِما". قَالَ: فَأَعْتَقَ عَدَدَهُنَّ نَسَمًا، فَلَمَّا كَانَ فِي الْعَامِ الْمُقْبِلِ جَاءَ بِمِائَةِ نَاقَةٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ صَدَقَةُ قُومِي عَلَى أَثَرِ مَا صَنَعْتُ بِالْمُسْلِمِينَ. قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: فَكُنَّا نُرِيحُهَا، وَنُسَمِّيهَا الْقَيْسِيَّةُ
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja', telah menceritakan kepada kami Qais ibnur Rabi', dari Al-Agar ibnus Sabah, dari Khalifah ibnu Husain yang mengatakan bahwa Qais ibnu Asim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mengubur hidup-hidup dua belas orang bayi perempuanku di masa Jahiliah," atau tiga belas bayi perempuannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Merdekakanlah budak sebanyak bilangan mereka. Lalu Asim ibnu Qais memerdekakan budak-budak sebanyak bilangan anak-anak perempuannya yang telah ia kubur hidup-hidup di masa Jahiliah. Ketika tahun berikutnya, ia tiba lagi dengan membawa seratus ekor unta, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, inilah sedekah kaumku sebagai kompensasi dari apa yang telah aku lakukan terhadap kaum muslim." Ali ibnu Abu Thalib mengatakan, "Kami merasa senang dengan ternak unta itu dan kami menamainya Qaisiyyah."
*******************
بِأَىِّ ذَنۢبٍۢ قُتِلَتْ 9
(9) karena dosa apakah dia dibunuh,
(9)
Tafsir ayat 9 ini sudah dijelaskan bersama ayat 8 sebelumnya
وَإِذَا ٱلصُّحُفُ نُشِرَتْ 10
(10) dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka,
(10)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ
dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka. (At-Takwir: 10)
Ad-Dahhak mengatakan bahwa setiap orang diberi catatan amal perbuatannya, apakah dari sebelah kanannya ataukah dari sebelah kirinya menurut amal perbuatan masing-masing.
Qatadah mengatakan, "Hai anak Adam, engkaulah yang akan memenuhinya dengan catatan amal perbuatanmu, kemudian ditutup, lalu dibeberkan terhadapmu di hari kiamat nanti. Maka sekarang hendaklah setiap orang merenungkan catatan apakah yang akan dimasukkannya ke dalam lembaran amal perbuatannya itu?"
وَإِذَا ٱلسَّمَآءُ كُشِطَتْ 11
(11) dan apabila langit dilenyapkan,
(11)
Firman Allah Swt.
وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ
dan apabila langit dilenyapkan. (At-Takwir: 11)
Mujahid mengatakan bahwa langit ditarik. As-Saddi mengatakan bahwa langit dibuka. Ad-Dahhak mengatakan bahwa langit disingkapkan, lalu lenyap.
وَإِذَا ٱلْجَحِيمُ سُعِّرَتْ 12
(12) dan apabila neraka Jahim dinyalakan,
(12)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ
dan apabila neraka Jahim dinyalakan. (At-Takwir: 12)
As-Saddi mengatakan bahwa neraka Jahim dipanaskan.
Qatadah mengatakan dinyalakan, dan ia mengatakan bahwa sesungguhnya yang membuat neraka Jahim menyala tiada lain karena murka Allah terhadap dosa-dosa Bani Adam.
وَإِذَا ٱلْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ 13
(13) dan apabila surga didekatkan,
(13)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ
dan apabila surga didekatkan. (At-Takwir: 13)
Ad-Dahhak, Abu Malik, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Khaisam menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah surga didekatkan kepada para calon penghuninya.
عَلِمَتْ نَفْسٌۭ مَّآ أَحْضَرَتْ 14
(14) maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya.
(14)
Firman Allah Swt.:
عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا أَحْضَرَتْ
maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya. (At-Takwir: 14)
Dan inilah jawab dari qasam (sumpah) yang telah disebutkan di atas, yakni apabila semua peristiwa tersebut terjadi, maka saat itulah tiap-tiap diri mengetahui apa yang telah dikerjakannya, karena semuanya telah ditampilkan di hadapannya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَراً وَما عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَها وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً
Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan yang dilakukan(nya) dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh. (Ali Imran: 3)
Dan firman Allah Swt.:
يُنَبَّؤُا الْإِنْسانُ يَوْمَئِذٍ بِما قَدَّمَ وَأَخَّرَ
Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah:13)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdah, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mutarrif, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Apabila matahari digulung. (At-Takwir: 1) Ketika sampai pada firman-Nya: maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya. (At-Takwir: 14) Maka berkatalah Umar, bahwa karena hal inilah maka qasam dilakukan. Atau dengan kata lain, ayat terakhir inilah yang menjadi subjek sumpah.
فَلَآ أُقْسِمُ بِٱلْخُنَّسِ 15
(15) Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang,
(15)
Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dan Imam Nasai dalam tafsir ayat ini telah meriwayatkan melalui hadis Mis'ar ibnu Kidam, dari Al-Walid ibnu Sari', dari Amr ibnu Hurayyis yang mengatakan bahwa ia pernah salat di belakang Nabi Saw., yaitu salat Subuh. Lalu ia mendengar beliau membaca firman-Nya: Sungguh. Aku bersumpah dengan bintang-bintang. yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 15-18)
Imam Nasai telah meriwayatkan dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Hajjaj ibnu Asim, dari Abul Aswad, dari Amr ibnu Hurayyis dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur As-Sauri, dari Abi Ishaq, dari seorang lelaki, dari Murad, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)
Ali mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di saat siang hari dan di malam hari kelihatan. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb yang mendengar dari Khalid ibnu Ur'urah, bahwa ia pernah mendengar Ali ditanya mengenai makna ayat ini, lalu Ali menjawab, "Makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di siang hari dan kelihatan di malam hari.
Telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Khalid, dari Ali yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang. Sanad asar ini jayyid lagi sahih sampai kepada Khalid ibnu Ur'urah As-Sahmi Al-Kufi. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia meriwayatkan dari Ali dan Sammak serta Al-Qasim ibnu Auf Asy-Syaibani mengambil riwayat dari Khalid ibnu Ur'urah; tetapi Abu Hatim Ar-Razi tidak menyebutkan baik jarh-nya. maupun ta'dil-nya (yakni predikatnya dalam periwayatan hadis); hanya Allah-lah. Yang Maha Mengetahui.
Yunus telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang; demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hauzah ibnu Khalifah, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Bakr ibnu Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang gemerlapan yang beredar ke arah timur.
Sebagian imam mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang itu dinamakan khunnas mengingat saat terbitnya, kemudian saat beredar di falaknya dinamakan jawarin, sedangkan di saat tenggelamnya dinamakan kunnas. Ini diambil dari kata-kata orang Arab.”Awazzabyuila kinasihi" Dikatakan demikian apabila menjangan itu masuk ke dalam sarangnya.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa Abdullah pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. (Al-Takwir: 15) Bahwa yang dimaksud dengan kunnas ialah sapi liar alias menjangan.
Hal yang sama dikatakan oleh As-Sauri, dari Abi Ishaq, dari Abu Maisarah dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Abdullah bertanya, "Apakah makna yang dimaksud. hai Umar? Menurutku makna yang dimaksud adalah sapi.'" Umar menjawab 'Saya pun berpendapat sama.'" Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus, dari Abu Ishaq' dari ayahnya.
Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Ami; dari ayahnya, dari Sa'id ibnu .lubair, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al jawaril kunnasi ialah sapi yang bersembunyi di bawah naungan.
Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah menjangan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id. Mujahid, dan Ad-Dahhak. Abusy Sya'sa alias Jabir ibnu Zaid mengatakan menjangan dan sapi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim. telah menceritakan kepada kami Mugirah. dari Ibrahim dan Mujahid, bahwa keduanya saling menalarkan ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Ibrahim berkata kepada Mujahid, "Katakanlah pendapatmu sesuai dengan apa yang pernah engkau dengar." Mujahid mengatakan, "Kami pernah mendengar sesuatu tentang maknanya, tetapi orang-orang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang." Ibrahim berkata menegaskan, "Lalu bagaimanakah dengan pendapatmu? Katakanlah sesuai dengan berita yang engkau pernah dengar." Mujahid mengatakan, "Kami mendengar bahwa makna yang dimaksud darinya adalah sapi liar saat bersembunyi di dalam sarangnya.”Maka Ibrahim berkata, "Kalau begitu, mereka benar-benar telah berdusta terhadapku dalam hal ini. Mereka telah meriwayatkan dari Ali, bahwa makna yang dimaksud ialah menyembunyikan bagian yang bawah dengan bagian'yang atas dan sebaliknya.
Ibnu Jarir bersikap diam sehubungan dengan makna yang dimaksud dari firman-Nya: bintang-bintang yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) apakah yang dimaksud adalah bintang-bintang ataukah menjangan alias sapi liar. Dan ia hanya mengatakan bahwa bisa saja kedua-duanya merupakan makna yang dimaksud.
*******************
ٱلْجَوَارِ ٱلْكُنَّسِ 16
(16) yang beredar dan terbenam,
(16)
Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dan Imam Nasai dalam tafsir ayat ini telah meriwayatkan melalui hadis Mis'ar ibnu Kidam, dari Al-Walid ibnu Sari', dari Amr ibnu Hurayyis yang mengatakan bahwa ia pernah salat di belakang Nabi Saw., yaitu salat Subuh. Lalu ia mendengar beliau membaca firman-Nya: Sungguh. Aku bersumpah dengan bintang-bintang. yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 15-18)
Imam Nasai telah meriwayatkan dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Hajjaj ibnu Asim, dari Abul Aswad, dari Amr ibnu Hurayyis dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur As-Sauri, dari Abi Ishaq, dari seorang lelaki, dari Murad, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)
Ali mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di saat siang hari dan di malam hari kelihatan. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb yang mendengar dari Khalid ibnu Ur'urah, bahwa ia pernah mendengar Ali ditanya mengenai makna ayat ini, lalu Ali menjawab, "Makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang tenggelam di siang hari dan kelihatan di malam hari.
Telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Khalid, dari Ali yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang. Sanad asar ini jayyid lagi sahih sampai kepada Khalid ibnu Ur'urah As-Sahmi Al-Kufi. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia meriwayatkan dari Ali dan Sammak serta Al-Qasim ibnu Auf Asy-Syaibani mengambil riwayat dari Khalid ibnu Ur'urah; tetapi Abu Hatim Ar-Razi tidak menyebutkan baik jarh-nya. maupun ta'dil-nya (yakni predikatnya dalam periwayatan hadis); hanya Allah-lah. Yang Maha Mengetahui.
Yunus telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang; demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya, bahwa yang dimaksud adalah bintang-bintang.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hauzah ibnu Khalifah, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Bakr ibnu Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16)Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang yang gemerlapan yang beredar ke arah timur.
Sebagian imam mengatakan bahwa sesungguhnya bintang-bintang itu dinamakan khunnas mengingat saat terbitnya, kemudian saat beredar di falaknya dinamakan jawarin, sedangkan di saat tenggelamnya dinamakan kunnas. Ini diambil dari kata-kata orang Arab.”Awazzabyuila kinasihi" Dikatakan demikian apabila menjangan itu masuk ke dalam sarangnya.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa Abdullah pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. (Al-Takwir: 15) Bahwa yang dimaksud dengan kunnas ialah sapi liar alias menjangan.
Hal yang sama dikatakan oleh As-Sauri, dari Abi Ishaq, dari Abu Maisarah dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Abdullah bertanya, "Apakah makna yang dimaksud. hai Umar? Menurutku makna yang dimaksud adalah sapi.'" Umar menjawab 'Saya pun berpendapat sama.'" Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus, dari Abu Ishaq' dari ayahnya.
Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Ami; dari ayahnya, dari Sa'id ibnu .lubair, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al jawaril kunnasi ialah sapi yang bersembunyi di bawah naungan.
Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah menjangan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id. Mujahid, dan Ad-Dahhak. Abusy Sya'sa alias Jabir ibnu Zaid mengatakan menjangan dan sapi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim. telah menceritakan kepada kami Mugirah. dari Ibrahim dan Mujahid, bahwa keduanya saling menalarkan ayat berikut, yaitu firman Allah Swt.: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) Ibrahim berkata kepada Mujahid, "Katakanlah pendapatmu sesuai dengan apa yang pernah engkau dengar." Mujahid mengatakan, "Kami pernah mendengar sesuatu tentang maknanya, tetapi orang-orang mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah bintang-bintang." Ibrahim berkata menegaskan, "Lalu bagaimanakah dengan pendapatmu? Katakanlah sesuai dengan berita yang engkau pernah dengar." Mujahid mengatakan, "Kami mendengar bahwa makna yang dimaksud darinya adalah sapi liar saat bersembunyi di dalam sarangnya.”Maka Ibrahim berkata, "Kalau begitu, mereka benar-benar telah berdusta terhadapku dalam hal ini. Mereka telah meriwayatkan dari Ali, bahwa makna yang dimaksud ialah menyembunyikan bagian yang bawah dengan bagian'yang atas dan sebaliknya.
Ibnu Jarir bersikap diam sehubungan dengan makna yang dimaksud dari firman-Nya: bintang-bintang yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) apakah yang dimaksud adalah bintang-bintang ataukah menjangan alias sapi liar. Dan ia hanya mengatakan bahwa bisa saja kedua-duanya merupakan makna yang dimaksud.
*******************
وَٱلَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ 17
(17) demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya,
(17)
Firman Allah Swt:
وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ
demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17)
Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat. Salah satunya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah saat tibanya malam hari dengan kegelapannya.
Mujahid mengatakan, apabila telah gelap.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, apabila muncul.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, artinya apabila malam menutupi manusia. Hal yang sama telah dikatakan oleh Atiyyah Al-Aufi.
Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Yakni apabila berpaling; hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak.
Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam dan anaknya (yaitu Abdur Rahman), bahwa firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Yaitu apabila berpaling dan pergi.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi; ia pernah mendengar Abu Abdur Rahman As-Sulami mengatakan bahwa Ali r.a. keluar kepada kami ketika salat Subuh diiqamahkan, lalu ia bertanya,"Kemanakah orang-orang yang bertanya tentang witir?" 'demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. ' (At-Takwir: 17-18)?" Hal tersebut (witir) bila dilakukan saat malam hendak meninggalkan gelapnya adalah lebih baik.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 1 7) Maksudnya, apabila berpaling. Demikian itu karena pada firman selanjutnya disebutkan: dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 18) Yakni mulai terang suasananya. Lalu Ibnu Jarir berpegangan kepada perkataan seorang penyair dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan:
حَتَّى إِذَا الصُّبْحُ لَهُ تَنَفَّسَا ... وَانَجَابَ عَنْهَا لَيْلُهَا وَعَسْعَسَا
Hingga apabila subuh mulai menyingsingkan cahayanya yang mengusir kegelapan malam secara berangsur-angsur.
Yaitu bila malam pergi.
Menurut hemat saya. makna yang dimaksud oleh firman-Nya: apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. (At-Takwir: 17) Adalah kebalikannya, yaitu apabila malam tiba; sekalipun kata ini dapat pula dipakai untuk menunjukkan pengertian pergi, tetapi makna datang dalam ayat ini lebih sesuai. Seakan-akan Allah bersumpah dengan malam hari dan kegelapannya bila tiba. dan dengan fajar dan sinarnya bila mulai menyingsing. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:
وَاللَّيْلِ إِذا يَغْشى وَالنَّهارِ إِذا تَجَلَّى
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 1-2)
وَالضُّحى وَاللَّيْلِ إِذا سَجى
Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 1-2)
Dan firman Allah Swt:
فالِقُ الْإِصْباحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَناً
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat. (Al-An'am: 96)
Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna.
Kebanyakan ulama Usul mengatakan bahwa lafaz 'as'asa dipakai untuk menunjukkan makna datang atau pergi dan menganggapnya sebagai lafaz yang musytarak (satu lafaz yang mempunyai dua arti yang berlawanan).'Karena itulah maka dapat dibenarkan bila masing-masing dari keduanya dianggap sebagai makna yang dimaksud. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama yang ahli dalam bahasa Arab menduga bahwa lafaz 'as 'asa artinya mendekati permulaannya dan mulai gelap. Al-Farra mengatakan bahwa Abul Bilad seorang ahli Nahwu mengutip sebuah bait syair yang mengatakan:
عسعس حتى لو يشا ادَّنَا ... كَانَ لَهُ مِنِ ضَوْئِهِ مَقْبِسُ
Malam telah tiba, hingga manakala dia menghendaki saat mendekat, maka akan terbersit sinar dari cahayanya.
Al-Farra mengatakan bahwa mereka mengira bait syair ini adalah buatan semata.
*******************
وَٱلصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ 18
(18) dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing,
(18)
Firman Allah Swt:
وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ
dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing. (At-Takwir: 18)
Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila terbit. Qatadah mengatakan, apabila mulai bersinar dan tiba. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah apabila mulai muncul; pendapat ini diriwayatkan dari Ali r.a. Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sinar mentari apabila mulai kelihatan.
إِنَّهُۥ لَقَوْلُ رَسُولٍۢ كَرِيمٍۢ 19
(19) sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),
(19)
Firman Allah Swt.:
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril). (At-Takwir: 19)
Yakni sesungguhnya Al-Qur'an yang mulia ini benar-benar disampaikan oleh malaikat yang mulia, terhormat, berakhlak baik, lagi indah penampilannya; dialah Jibril a.s.
Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Maimun ibnu Mahran, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ad-Dahhak, serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai kekuatan. (At-Takwir: 2) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوى ذُو مِرَّةٍ
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas. (An-Najm: 5-6)
Yaitu kuat penampilannya lagi kuat pukulan dan perbuatannya.
ذِى قُوَّةٍ عِندَ ذِى ٱلْعَرْشِ مَكِينٍۢ 20
(20) yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy,
(20)
عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ
yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arasy. (At-Takwir: 20)
Dia mempunyai kedudukan dan pangkat yang tinggi di sisi Allah Swt.
Abu Saleh telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy. (At-Takwir: 20) Jibril dapat memasuki tujuh puluh lapis tirai cahaya tanpa izin.
مُّطَاعٍۢ ثَمَّ أَمِينٍۢ 21
(21) yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.
(21)
مُطَاعٍ ثَمَّ
yang ditaati di sana. (At-Takwir: 21)
Yakni dia dipengaruhi, didengar kata-katanya, lagi ditaati di alam malaikat.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang ditaati di sana. (At-Takwir: 21) Yaitu di alam langit.
Dengan kata lain, Jibril bukanlah malaikat biasa, melainkan termasuk pemimpin yang dimuliakan di kalangan para malaikat, yang mempunyai peran besar dan dipilih untuk mengemban tugas yang agung ini, yaitu menjadi duta antara Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah Swt:
أَمِينٍ
lagi dipercaya. (At-Takwir: 21)
Malaikat Jibril mendapat predikat sebagai kepercayaan Allah dari kalangan para malaikat. Ini merupakan suatu penghargaan yang sangat besar, sekaligus menunjukkan bahwa Allah Swt. menyucikan hamba dan rasul-Nya dari kalangan malaikat —yaitu Jibril a.s.— sebagaimana Dia menyucikan hamba dan Rasul-Nya dari kalangan manusia, yaitu Nabi Muhammad Saw. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍۢ 22
(22) Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila.
(22)
وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ
Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. (At-Takwir: 22)
Asy-Sya'bi, Maimun ibnu Mahran, dan Abu Saleh, serta orang-orang yangtelah disebutkan di atastelah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan teman kalian (Muhammad) itu bukanlah sekali-sekali orang yang gila. (At-Takwir: 22) Bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw.
وَلَقَدْ رَءَاهُ بِٱلْأُفُقِ ٱلْمُبِينِ 23
(23) Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.
(23)
Firman Allah Swt.:
وَلَقَدْ رَآهُ بِالأفُقِ الْمُبِينِ
Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23)
Yakni sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. benar-benar telah melihat Jibril yang datang kepadanya membawa wahyu dari Allah Swt. dalam rupa aslinya lengkap dengan enam ratus sayapnya.
بِالأفُقِ الْمُبِينِ
di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23)
Yaitu dengan jelas dan terang. Ini merupakan penglihatan Nabi Saw. kepadanya yang pertama, yaitu saat beliau berada di Lembah Batha. yang hal ini disebutkan oleh firman-Nya:
وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ يَعْنِي وَلَقَدْ رَأَى مُحَمَّدُ جِبْرِيلَ الَّذِي يَأْتِيهِ بِالرِّسَالَةِ عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى الصُّورَةِ الَّتِي خَلَقَهُ اللَّهُ عَلَيْهَا لَهُ سِتُّمِائَةُ جَنَاحٍ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ أَيِ الْبَيِّنُ وَهِيَ الرُّؤْيَةُ الْأَوْلَى الَّتِي كَانَتْ بِالْبَطْحَاءِ وَهِيَ الْمَذْكُورَةُ فِي قَوْلِهِ: عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوى ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوى وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلى ثُمَّ دَنا فَتَدَلَّى فَكانَ قابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنى فَأَوْحى إِلى عَبْدِهِ مَا أَوْحى
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 5-1)
Sebagaimana yang telah disebutkan keterangannya dalam tafsir surat An-Najm berikut dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dia adalah Malaikat Jibril.
Menurut makna lahiriah ayat, surat ini diturunkan sebelum malam Isra, karena di dalamnya tidak disebutkan kecuali hanya penglihatan ini, yaitu penglihatannya yang pertama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adapun penglihatan beliau kepada Jibril a.s. pada yang kedua kalinya adalah yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهى عِنْدَها جَنَّةُ الْمَأْوى إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشى
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lalu, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 13-16)
Maka hal ini hanya disebutkan di dalam surat An-Najm, dan surat An-Najm telah diturunkan sesudah surat Al-Isra.
*******************
وَمَا هُوَ عَلَى ٱلْغَيْبِ بِضَنِينٍۢ 24
(24) Dan dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib.
(24)
Firman Allah Swt.:
وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ
Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. (At-Takwir: 24)
Artinya, Muhammad bukanlah orang yang disangsikan terhadap apa yang diturunkan Allah kepadanya. Di antara ulama ada yang membacanya dengan memakai dad bukan za sehingga artinya menjadi bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan apa yang diturunkan Allah kepadanya, bahkan dia menyampaikannya kepada setiap orang.
Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa za-nin dan da-nin mempunyai makna yang sama, yakni dia bukanlah orang yang pendusta dan bukan pula orang yang pendurhaka; za-nin orang yang diragukan, dan da-nin orang yang kikir.
Qatadah mengatakan bahwa pada mulanya Al-Qur'an merupakan hal yang gaib, lalu Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad. Maka beliau Saw. tidak kikir terhadap manusia, bahkan beliau menyebarkannya, menyampaikannya, dan memberikannya kepada setiap orang yang menghendakinya. Hal yang sama dikatakan oleh ikrimah dan Ibnu Zaid serta selain keduanya yang bukan hanya seorang; Ibnu Jarir memilih pendapat yang membacanya dengan qiraat dad yakni danin.
Menurut hemat penulis, kedua pendapat (qiraat) sama-sama mutawatir dalilnya, dan maknanya sahih sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَٰنٍۢ رَّجِيمٍۢ 25
(25) Dan Al Quran itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk,
(25)
Firman Allah Swt.:
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ
Dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk. (At-Takwir: 25)
Yaitu Al-Qur'an ini bukanlah dari perkataan setan yang terkutuk. Dengan kata lain, setan tidak akan mampu membawanya, dan tidak menghendakinya serta tidak layak Al-Qur'an baginya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
وَما هُوَ بِقَوْلِ شَيْطانٍ رَجِيمٍ أَيْ وَمَا هَذَا الْقُرْآنُ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ أَيْ لَا يَقْدِرُ عَلَى حَمْلِهِ وَلَا يُرِيدُهُ وَلَا يَنْبَغِي له كما قال تعالى: وَما تَنَزَّلَتْ بِهِ الشَّياطِينُ وَما يَنْبَغِي لَهُمْ وَما يَسْتَطِيعُونَ إِنَّهُمْ عَنِ السَّمْعِ لَمَعْزُولُونَ
Dan Al-Qur'an itu bukanlah dibawa turun oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Qur’an itu, dan mereka pun tidak akan kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Qur'an itu. (Asy-Syu'ara: 21-212)
فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ 26
(26) maka ke manakah kamu akan pergi?
(26)
Adapun firman Allah Swt.:
فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ
maka ke manakah kalian akan pergi? (At-Takwir: 26)
Yakni dipergunakan untuk apa akal kamu bila kamu mendustakan Al-Qur'an ini, padahal Al-Qur'an begitu jelas, terang, dan gamblang bahwa ia benar dari sisi Allah Swt. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. kepada delegasi Bani Hanifah, ketika mereka datang dalam keadaan telah masuk Islam. Lalu Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada mereka untuk membacakan sesuatu dari bacaan Musailamah Al-Kazzab yang sangat kacau lagi melindur itu. Setelah hal itu dibacakan kepada Abu Bakar r.a., maka Abu Bakar r.a. berkata, "Celakalah kalian, ditaruh dimanakah akal sehat kalian? Demi Allah, sesungguhnya ucapan itu bukanlah datang dari Tuhan."
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka ke manakah kalian akan pergi. (At-Takwir: 26) setelah meninggalkan Kitabullah dan ketaatannya kepada-Nya?
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌۭ لِّلْعَٰلَمِينَ 27
(27) Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,
(27)
Firman Allah Swt.:
إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam (At-Takwir: 27)
Artinya, Al-Qur'an ini merupakan peringatan bagi semua manusia agar mereka menjadi ingat karenanya dan mengambil pelajaran darinya.
لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ 28
(28) (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.
(28)
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ
(yaitu) bagi siapa di antara kalian yang man menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28)
Yaitu bagi siapa yang menginginkan petunjuk. hendaklah ia berpegang kepada Al-Qur'an ini, karena sesungguhnya Al-Qur'an merupakan juru selamat dan pemberi petunjuk baginya tiada petunjuk selain dari Al-Qur'an.
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ 29
(29) Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
(29)
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwlr: 29)
Yakni kehendak untuk itu bukan berada di tangan kalian, melainkan ada di tangan kekuasaan-Nya. Maka barang siapa yang Dia kehendaki mendapat petunjuk, niscaya ia mendapatkannya: dan barang siapa yang Dia kehendaki sesat, niscaya dia tersesat darinya.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Abdul Azizdari Sulaiman ibnu Musa yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan. yaitu firman Allah Swt.: bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28) Maka Abu Jahal berkata, "Segala sesuatunya terserah kita. Jika kita mau menempuh jalan yang lurus, tentulah kita akan lurus: dan jika kita menghendaki bukan jalan yang lurus, maka tentulah kita tidak akan lurus.'" Lalu Allah Swt. menurunkan firman selanjutnya, yaitu: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At-Takwir: 29)