91 - الشمس - Ash-Shams
The Sun
Meccan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
وَٱلشَّمْسِ وَضُحَىٰهَا 1
(1) Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
(1)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. (Asy-Syams: 1) Yakni sinarnya di waktu pagi.
Qatadah mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Waduhaha," artinya seluruh siang hari, bukan hanya pagi hari saja. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar ialah bila dikatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut matahari dan siang hari, karena sinar matahari yang terang terdapat di siang hari.
وَٱلْقَمَرِ إِذَا تَلَىٰهَا 2
(2) dan bulan apabila mengiringinya,
(2)
وَالْقَمَرِ إِذَا تَلاهَا
dan bulan apabila mengiringinya. (Asy-Syams: 2)
Mujahid mengatakan mengiringinya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bulan apabila mengiringinya. (Asy-Syams: 2) Maksudnya, mengiringi siang hari.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila mengiringinya. (Asy-Syams: 2) Yaitu malam hilal; bila mentari terbenam, hilal baru kelihatan.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa bulan mengiringi matahari pada pertengahan bulan pertama, kemudian sebaliknya matahari mengiringi bulan dan bulan mendahuluinya pada pertengahan bulan yang terakhir. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa makna yang dimaksud ialah apabila bulan mengiringi matahari di malam Lailatul Qadar.
وَٱلنَّهَارِ إِذَا جَلَّىٰهَا 3
(3) dan siang apabila menampakkannya,
(3)
Firman Allah Swt:
وَالنَّهَارِ إِذَا جَلاهَا
dan siang apabila menampakkannya. (Asy-Syams: 3)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila cuacanya cerah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan siang apabila menampakkannya. (Asy-Syams: 3) Yakni apabila siang hari menerangi semuanya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ahli bahasa Arab menakwilkan hal ini dengan pengertian siang hari apabila mengusir gelapnya malam hari. Dikatakan demikian karena konteks kalimat menunjukkan kepada pengertian ini.
Menurut hemat kami, seandainya orang yang berpendapat demikian menakwilkan dengan pengertian tersebut sebagaimana takwilnya terhadap firman-Nya: dan siang apabila menampakkannya. (Asy-Syams: 3) tentulah hal ini lebih utama dan lebih sahih bila diterapkan kepada firman-Nya: dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 4) Maka takwilnya akan kelihatan lebih baik dan lebih kuat; hanya Allah-lah Yang Mengetahui.
Karena itulah maka Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan siang apabila menampakkannya. (Asy-Syams: 3) Bahwa ayat ini semakna dengan firman-Nya: dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 2)
Adapun Ibnu Jarir, dia memilih pendapat yang merujukkan semua damir kepada matahari dalam semua kalimat itu, mengingat mataharilah yang menjadi subjek pembicaraan. Para ulama mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:
وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰهَا 4
(4) dan malam apabila menutupinya,
(4)
dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 4) Yaitu apabila malam menutupi matahari saat matahari tenggelam, maka seluruh cakrawala menjadi gelap.
Baqiyyah ibnul Walid telah meriwayatkan dari Safwan, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Zi Hamamah yang mengatakan bahwa apabila malam hari tiba, Allah Swt. berfirman, "Hamba-hamba-Ku telah ditutupi oleh makhluk-Ku yang besar," malam hari takut kepada Allah, dan memang Allah yang telah menciptakannya lebih berhak untuk dia takuti. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
وَٱلسَّمَآءِ وَمَا بَنَىٰهَا 5
(5) dan langit serta pembinaannya,
(5)
Firman Allah Swt.:
وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا
dan langit serta pembinaannya. (Asy-Syams: 5)
Ma di sini dapat diartikan sebagai ma masdariyah, sehingga artinya menjadi 'dan langit serta bangunannya'. Ini menurut pendapat Qatadah. Dapat pula ia dianggap sebagai huruf yang bermakna man, sehingga artinya menjadi seperti berikut: Dan langit serta Tuhan yang membangunnya. Ini menurut pendapat Mujahid; kedua pendapat tersebut saling berkaitan. Dan yang dimaksud dengan bina-iha ialah bangunannya yang tinggi. sebagaimanayang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَالسَّماءَ بَنَيْناها بِأَيْدٍ- أَيْ بِقُوَّةٍ- وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ وَالْأَرْضَ فَرَشْناها فَنِعْمَ الْماهِدُونَ
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. Dan bumi itu Kami hamparkan; maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami). Adz-Dzariyat: 47-48)
وَٱلْأَرْضِ وَمَا طَحَىٰهَا 6
(6) dan bumi serta penghamparannya,
(6)
Demikian pula firman Allah Swt:
وَالأرْضِ وَمَا طَحَاهَا
dan bumi serta penghamparannya. (Asy-Syams: 6)
Mujahid mengatakan bahwa taha-ha artinya penghamparannya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan penghamparannya. (Asy-Syams: 6) Yakni segala makhluk yang terdapat di dalamnya. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah bagian-bagiannya. Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, As-Sauri, Abu Saleh, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa taha-ha artinya penghamparannya, dan inilah pendapat yang terkenal dan dianut oleh kebanyakan ulama tafsir, juga yang terkenal dikalangan ahli bahasa. Al-Jauhari mengatakan bahwa tahautuhu sama dengan dahawtuhu, artinya aku telah menghamparkannya.
وَنَفْسٍۢ وَمَا سَوَّىٰهَا 7
(7) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
(7)
Firman Allah Swt.:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. (Asy-Syams: 7)
Yaitu penciptaannya yang sempurna dengan dibekali fitrah yang lurus lagi tegak, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْها لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 3)
Rasulullah Saw. telah bersabda:
«كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُولَدُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟»
Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Sebagaimana hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan utuh, maka apakah kamu pernah melihatnya ada yang cacat?
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui riwayat Abu Hurairah, sedangkan di dalam Sahih Muslim disebutkan melalui riwayat Iyad ibnu Hammad Al-Mujasyi'i, dari Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ»
Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (menyimpang dari kebatilan dan cenderung kepada perkara hak). Kemudian datanglah setan-setan yang menyesatkan mereka dari agamanya.
*******************
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا 8
(8) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
(8)
Firman Allah Swt.:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 8)
Yakni Allah menerangkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaan, kemudian memberinya petunjuk kepadanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah untuknya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 8) Allah telah menjelaskan kepadanya kebaikan dan keburukan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Sauri. SaMd ibnu Jubair mengatakan bahwa Allah mengilhamkan (menginspirasikan) kepadanya jalan kebaikan dan keburukan. Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah Swt. menjadikan dalam jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa dan Abu Asim An-Nabil, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Azrah ibnu Sabit, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Aqil, dari Yahya ibnu Ya'mur, dari Abul Aswad Ad-Daili yang mengatakan bahwa Imran ibnu Husain mengatakan kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang dikerjakan oleh manusia sehingga mereka bersusah payah melakukannya? Apakah hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan atas mereka dan telah digariskan oleh takdir yang terdahulu atas mereka. Ataukah merupakan sesuatu yang bergantung kepada penerimaan mereka terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Saw. kepada mereka dan yang telah diperkuat oleh hujjah sebagai alasan terhadap mereka?" Maka Abul Aswad Ad-Daili menjawab, "Tidak demikian, sebenarnya hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan atas diri mereka oleh takdir Allah.'" Imran ibnu Husain bertanya, "Maka apakah hal itu bukan termasuk perbuatan aniaya?"
Abul Aswad Ad-Daili mengatakan bahwa ia merasa sangat terkejut terhadap pertanyaan itu. Maka ia menjawab, "Tiada sesuatu pun melainkan dia adalah makhluk-Nya dan menjadi milik-Nya, tiada seorang pun yang menanyakan apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka akan dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah mereka kerjakan."
Imran ibnu Husain berkata, "Semoga Allah meluruskanmu, sesungguhnya aku bertanya kepadamu tiada lain untuk memberitahukan kepadamu bahwa pernah ada seorang lelaki dari Bani Muzayyanah atau Bani Juhainah datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu tentang apa yang dikerjakan oleh manusia yang mereka bersusah payah menanggulanginya. Apakah hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan atas mereka dalam takdir yang terdahulu, ataukah hal itu merupakan sesuatu yang mereka terima dari apa yang disampaikan oleh Nabi mereka kepada mereka, lalu diperkuat dengan hujah atas diri mereka?"
Maka Rasulullah Saw. menjawab:
«بَلْ شَيْءٌ قَدْ قُضِيَ عَلَيْهِمْ»
Tidak demikian, sebenarnya hal itu adalah sesuatu yang telah ditetapkan atas diri mereka.
Lelaki itu bertanya lagi, "Lalu apakah gunanya kita beramal?" Rasulullah Saw. menjawab, bahwa barang siapa yang diciptakan oleh Allah untuk mengerjakan salah satu di antara keduanya, maka Allah menyiapkannya untuk itu, dan hal yang membenarkan ini dalam Kitabullah adalah firman-Nya yang mengatakan: dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 7-8)
Imam Ahmad dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Azrah ibnu Sabit dengan sanad yang sama.
*******************
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا 9
(9) sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
(9)
Firman Allah Swt.:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 9-1)
Takwil makna ayat dapat dikatakan bahwa sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan dirinya dengan taat kepada Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah, dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang hina. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, dan Sa'id ibnu Jubair. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-Ala: 14-15)
Adapun firman Allah Swt.:
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 1)
Yakni membenamkannya, menguburnya, dan menghinakannya dengan tidak mengikuti jalan petunjuk, hingga terjerumuslah dia ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Swt. Dapat juga makna ayat ditakwilkan dengan pengertian berikut, bahwa beruntunglah orang yang jiwanya dibersihkan oleh Allah, dan merugilah orang yang jiwanya ditakdirkan kotor oleh Allah Swt. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu Zur'ah, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Malik alias Amr ibnul Haris, dari Amr ibnu Hisyam, dari Juwaibir, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (Asy-Syams: 9) Maka beliau Saw. bersabda: Beruntunglah jiwa orang yang di sucikan oleh Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abu Malik dengan sanad yang sama. Juwaibir yang disebutkan dalam perawi hadis ini adalah Ibnu Sa'id, orangnya berpredikat matruk, dan lagi Ad-Dahhak belum pernah bersua dengan Ibnu Abbas.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bila bacaannya sampai pada ayat ini, yaitu firman-Nya: dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 7-8)
Maka beliau Saw. menghentikan bacaannya, lalu berdoa:
«اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، وَخَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا»
Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, Engkau adalah Yang Memiliki dan Yang Menguasainya, dan (Engkau) adalah sebaik-baik yang menyucikannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Humaid Al-Madani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdullah Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Muhammad Al-Gifari, dari Hanzalah ibnu Ali Al-Aslami, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 8)
Lalu beliau Saw. berdoa:
«اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا»
Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya; dan sucikanlah jiwaku, Engkau sebaik-baik yang menyucikannya, Engkau Pemiliknya dan Yang Menguasainya.
Mereka tidak ada yang mengetengahkannya dari jalur ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Saleh ibnu Sa'id, dari Aisyah r.a., bahwa ia merasa kehilangan Nabi Saw. di tempat peraduannya, lalu ia mencarinya dengan meraba-rabakan tangannya (dalam kegelapan malam), dan tangannya memegang diri Nabi Saw. yang saat itu sedang melakukan sujud seraya berdoa:
«رَبِّ أَعْطِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا»
Ya Tuhanku, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang menyucikannya dan Engkan adalah Yang Memiliki dan Yang Menguasainya.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Asim Al-Ahwal, dari Abdullah ibnul HariS, dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. acapkali mengucapkan doa berikut:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ. اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ. وَعِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَدَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا»
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kepikunan, sifat pengecut, sifat kikir, dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang menyucikannya, Engkau adalah Pemilik dan Yang Menguasainya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah kenyang (puas), dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari doa yang tidak diperkenankan.
Ibnu Zaid mengatakan, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kami doa-doa tersebut, dan sekarang kami mengajarkannya kepada kalian. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abu Mu'awiyah, dari Asim Al-Ahwal, dari Abdullah ibnul HariS dan Abu Usman An-Nahdi, dari Zaid ibnu Arqam dengan lafaz yang sama.
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا 10
(10) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(10)
Firman Allah Swt.:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 9-10)
Takwil makna ayat dapat dikatakan bahwa sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan dirinya dengan taat kepada Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah, dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang hina. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Mujahid, Ikrimah, dan Sa'id ibnu Jubair. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-Ala: 14-15)
Adapun firman Allah Swt.:
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 1)
Yakni membenamkannya, menguburnya, dan menghinakannya dengan tidak mengikuti jalan petunjuk, hingga terjerumuslah dia ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Swt. Dapat juga makna ayat ditakwilkan dengan pengertian berikut, bahwa beruntunglah orang yang jiwanya dibersihkan oleh Allah, dan merugilah orang yang jiwanya ditakdirkan kotor oleh Allah Swt. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu Zur'ah, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Malik alias Amr ibnul Haris, dari Amr ibnu Hisyam, dari Juwaibir, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (Asy-Syams: 9) Maka beliau Saw. bersabda: Beruntunglah jiwa orang yang di sucikan oleh Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abu Malik dengan sanad yang sama. Juwaibir yang disebutkan dalam perawi hadis ini adalah Ibnu Sa'id, orangnya berpredikat matruk, dan lagi Ad-Dahhak belum pernah bersua dengan Ibnu Abbas.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bila bacaannya sampai pada ayat ini, yaitu firman-Nya: dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 7-8)
Maka beliau Saw. menghentikan bacaannya, lalu berdoa:
«اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، وَخَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا»
Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, Engkau adalah Yang Memiliki dan Yang Menguasainya, dan (Engkau) adalah sebaik-baik yang menyucikannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Humaid Al-Madani, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdullah Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Muhammad Al-Gifari, dari Hanzalah ibnu Ali Al-Aslami, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams: 8)
Lalu beliau Saw. berdoa:
«اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا»
Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya; dan sucikanlah jiwaku, Engkau sebaik-baik yang menyucikannya, Engkau Pemiliknya dan Yang Menguasainya.
Mereka tidak ada yang mengetengahkannya dari jalur ini. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Saleh ibnu Sa'id, dari Aisyah r.a., bahwa ia merasa kehilangan Nabi Saw. di tempat peraduannya, lalu ia mencarinya dengan meraba-rabakan tangannya (dalam kegelapan malam), dan tangannya memegang diri Nabi Saw. yang saat itu sedang melakukan sujud seraya berdoa:
«رَبِّ أَعْطِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا»
Ya Tuhanku, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang menyucikannya dan Engkan adalah Yang Memiliki dan Yang Menguasainya.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Asim Al-Ahwal, dari Abdullah ibnul HariS, dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. acapkali mengucapkan doa berikut:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ. اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ. وَعِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَدَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا»
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kepikunan, sifat pengecut, sifat kikir, dan azab kubur. Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang menyucikannya, Engkau adalah Pemilik dan Yang Menguasainya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah kenyang (puas), dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari doa yang tidak diperkenankan.
Ibnu Zaid mengatakan, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kami doa-doa tersebut, dan sekarang kami mengajarkannya kepada kalian. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abu Mu'awiyah, dari Asim Al-Ahwal, dari Abdullah ibnul HariS dan Abu Usman An-Nahdi, dari Zaid ibnu Arqam dengan lafaz yang sama.
كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَىٰهَآ 11
(11) (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas,
(11)
Allah Swt. menceritakan tentang kaum Samud, bahwa mereka mendustakan Rasul Allah yang diutus kepada mereka, karena sudah menjadi watak mereka perbuatan sewenang-wenang dan melampaui batas.
Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: karena mereka melampaui batas. (Asy-Syams: 11) Bahwa lafaz tagwaha artinya semuanya, yakni kaum Samud semuanya. Tetapi pendapat yang paling utama adalah pendapat yang pertama, yang mengartikan 'melampaui batas'. Demikianlah menurut pendapat Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya. Maka sebagai akibat dari sikap dan watak mereka yang demikian itu akhirnya mereka mendustakan hidayah dan keyakinan yang disampaikan oleh rasul mereka.
إِذِ ٱنۢبَعَثَ أَشْقَىٰهَا 12
(12) ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
(12)
إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا
ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka. (Asy-Syams: 12)
Yakni orang yang paling jahat di antara kabilah, dia adalah Qaddar ibnu Salif si penyembelih unta betina, dia dijuluki dengan sebutan Uhaimir Samud, dan dialah yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
فَنادَوْا صاحِبَهُمْ فَتَعاطى فَعَقَرَ
Maka mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya. (Al-Qamar: 29)
Lelaki itu adalah seorang yang perkasa lagi dimuliakan di kalangan kaumnya, mempunyai kedudukan nasab yang terhormat, dan pemimpin yang ditaati.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Zam'ah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dalam suatu khotbahnya menceritakan perihal unta betina ini dan menyebutkan orang yang menyembelihnya. Maka beliau Saw. bersabda:
«إِذِ انْبَعَثَ أَشْقاها انْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَارِمٌ عَزِيزٌ مَنِيعٌ فِي رَهْطِهِ مِثْلُ أَبِي زَمْعَةَ»
Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka menuju ke unta itu (untuk menyembelihnya), dia adalah seorang lelaki yang kuat, dimuliakan, dan paling dipengaruhi di kalangan kaumnya, seperti halnya Abu Zam'ah.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dan Imam Muslim di dalam Sifatun Nar, juga Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab sunan masing-masing. Demikian pula Ibnu Jarir dan Ibnu 'Abu Hatim, dari Tauq, dari Hisyam ibnu Urwah dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Muhammad ibnu Khaisam, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Muhammad ibnu Khaisam ibnu Abu Marsad, dari Ammar ibnu Yasir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Ali, "Maukah aku ceritakan kepadamu tentang orang yang paling celaka?" Ali menjawab, "Tentu saja mau." Rasulullah Saw. bersabda:
«رَجُلَانِ أُحَيْمِرُ ثَمُودَ الَّذِي عَقَرَ النَّاقَةَ وَالَّذِي يَضْرِبُكَ يَا عَلِيُّ عَلَى هَذَا- يَعْنِي قَرْنَهُ- حَتَّى تَبْتَلَّ منه هذه»
Dua orang lelaki —yaitu Uhaimir Samud—yang telah menyembelih unta betina dan lelaki yang telah memukulmu, haiA li, pada bagian ini mu, hingga kamu bersimbah darah karenanya.
Yang dimaksud ialah bagian dagunya.
فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ ٱللَّهِ نَاقَةَ ٱللَّهِ وَسُقْيَٰهَا 13
(13) lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: ("Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya".
(13)
إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا
ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka. (Asy-Syams: 12)
Yakni orang yang paling jahat di antara kabilah, dia adalah Qaddar ibnu Salif si penyembelih unta betina, dia dijuluki dengan sebutan Uhaimir Samud, dan dialah yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
فَنادَوْا صاحِبَهُمْ فَتَعاطى فَعَقَرَ
Maka mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya. (Al-Qamar: 29)
Lelaki itu adalah seorang yang perkasa lagi dimuliakan di kalangan kaumnya, mempunyai kedudukan nasab yang terhormat, dan pemimpin yang ditaati.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Zam'ah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. dalam suatu khotbahnya menceritakan perihal unta betina ini dan menyebutkan orang yang menyembelihnya. Maka beliau Saw. bersabda:
«إِذِ انْبَعَثَ أَشْقاها انْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَارِمٌ عَزِيزٌ مَنِيعٌ فِي رَهْطِهِ مِثْلُ أَبِي زَمْعَةَ»
Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka menuju ke unta itu (untuk menyembelihnya), dia adalah seorang lelaki yang kuat, dimuliakan, dan paling dipengaruhi di kalangan kaumnya, seperti halnya Abu Zam'ah.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dan Imam Muslim di dalam Sifatun Nar, juga Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab sunan masing-masing. Demikian pula Ibnu Jarir dan Ibnu 'Abu Hatim, dari Tauq, dari Hisyam ibnu Urwah dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Muhammad ibnu Khaisam, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Muhammad ibnu Khaisam ibnu Abu Marsad, dari Ammar ibnu Yasir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Ali, "Maukah aku ceritakan kepadamu tentang orang yang paling celaka?" Ali menjawab, "Tentu saja mau." Rasulullah Saw. bersabda:
«رَجُلَانِ أُحَيْمِرُ ثَمُودَ الَّذِي عَقَرَ النَّاقَةَ وَالَّذِي يَضْرِبُكَ يَا عَلِيُّ عَلَى هَذَا- يَعْنِي قَرْنَهُ- حَتَّى تَبْتَلَّ منه هذه»
Dua orang lelaki —yaitu Uhaimir Samud—yang telah menyembelih unta betina dan lelaki yang telah memukulmu, haiA li, pada bagian ini mu, hingga kamu bersimbah darah karenanya.
Yang dimaksud ialah bagian dagunya.
فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُم بِذَنۢبِهِمْ فَسَوَّىٰهَا 14
(14) Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah),
(14)
Firman Allah Swt.:
فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ
lalu Rasul Allah berkata kepada mereka. (Asy-Syams: 13)
Rasul Allah yang diutus kepada mereka adalah Nabi Saleh a.s.
نَاقَةُ اللَّهِ
Inilah unta Allah. (Asy-Syams: 13)
Yaitu hati-hatilah kalian terhadap unta Allah ini, jangan sampai kalian mengganggunya dengan menimpakan keburukan terhadapnya.
وَسُقْيَاهَا
dan minumannya. (Asy-Syams: 13)
Maksudnya, janganlah kalian melampaui batas atau bersikap zalim terhadap giliran minumnya, karena sesungguhnya dia mempunyai hari giliran tertentu bagi minumnya, juga bagi kalian ada hari giliran tertentu lainnya yang telah dimaklumi.
Allah Swt. berfirman:
فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا
أَLalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu. (Asy-Syams: 14)
Yakni mereka mendustakan apa yang diperintahkan oleh nabi mereka, dan akibat dari sikap itu mereka berani menyembelih unta betina yang dikeluarkan oleh Allah Swt. dari sebuah batu besar, sebagai mukjizat Nabi Saleh terhadap mereka dan sekaligus sebagai hujah (alasan) terhadap mereka (bilamana mereka mendustakannya).
فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ
maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka. (Asy-Syams: 14)
Allah murka terhadap mereka, maka Dia membinasakan mereka hingga semuanya hancur dan mati.
فَسَوَّاهَا
lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah). (Asy-Syams: 14)
Yaitu Allah menjadikan hukuman yang ditimpakan kepada mereka berakibat mereka disamaratakan dengan tanah. Qatadah mengatakan bahwa telah sampai kepada kami suatu berita yang menyebutkan bahwa Uhaimir Samud masih belum menyembelih unta betina itu hingga ia diikuti oleh semua kaumnya yang kecil, yang dewasa, yang laki-laki dan yang wanitanya semuanya ikut andil. Ketika mereka bersekutu menyembelih unta betina itu, maka Allah membinasakan mereka semuanya disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan mereka dengan tanah.
وَلَا يَخَافُ عُقْبَٰهَا 15
(15) dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.
(15)
Firman Allah Swt.:
وَلا يَخَافُ
dan Allah tidak takut. (Asy-Syams: 15)
Qiraat lain ada yang membacanya yukhafu.
عُقْبَاهَا
terhadap akibat tindakan-Nya itu. (Asy-Syams: 15)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah tidak takut terhadap siapa pun tentang apa yang telah dilakukan-Nya, tiada seorang pun yang akan meminta pertanggungjawaban terhadap-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani, dan selain mereka.
Ad-Dahhak dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan dia tidak takut terhadap akibat dari perbuatannya. (Asy-Syams: 15)
Demikianlah makna ayat menurut keduanya, yakni orang yang menyembelih unta betina Allah itu tidak takut kepada akibat dari perbuatannya itu. Tetapi pendapat pertamalah yang lebih kuat, mengingat konteks kalimat menunjukkan kepada pengertian tersebut; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
92 - الليل - Al-Lail
The Night
Meccan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ 1
(1) Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
(1)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Mugirah, dari Ibrahim, dari Alqamah, bahwa ia datang ke negeri Syam, lalu masuk masjid Dimasyq (Damaskus) dan mengerjakan salat dua rakaat di dalamnya, lalu mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, berilah aku rezeki teman duduk yang saleh." Lalu duduklah ia bergabung ke dalam majelis Abu Darda, maka Abu Darda bertanya kepadanya, "Dari manakah engkau berasal?" Alqamah menjawab, "Dari Kufah." Abu Darda bertanya, bahwa bagaimanakah engkau mendengar bacaan Ibnu Ummi Abdin (maksudnya Abdullah ibnu Mas'ud) terhadap firman Allah Swt: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 1-3) Maka Alqamah membacakannya dengan bacaan berikut: dan (demi) laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 3) Tanpa memakai wama khalaqa, sehingga bacaannya menjadi waz zakari wal un'sa. Maka Abu Darda menjawab, bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar bacaan itu dari Rasulullah Saw., tetapi mereka masih tetap meragukan bacaan itu. Kemudian Abu Darda berkata, "Bukankah di kalangan kalian terdapat orang yang mempunyai jamaah yang sangat besar dan pemegang rahasia yang tiada seorang pun mengetahuinya selain dia, dan yang dilindungi dari godaan setan melalui lisan Nabi Muhammad Saw.?"
Imam Bukhari meriwayatkan hadis sehubungan tafsir ayat ini dan juga Imam Muslim melalui jalur Al-A'masy, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa murid-murid Abdullah ibnu Mas'ud datang kepada Abu Darda, mereka mencarinya dan akhirnya menemukannya. Maka Abu Darda bertanya kepada mereka, "Siapakah di antara kalian yang pandai membaca Al-Qur'an menurut qiraat Abdullah?" Mereka menjawab, "Kami semuanya." Abu Darda bertanya, "Siapakah di antara kalian yang paling hafal?" Mereka menunjuk ke arah Alqamah. Maka Abu Darda bertanya, bahwa bagaimanakah engkau dengar dia membaca firman-Nya: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). (Al-Lail: 1) Maka Alqamah menjawab, bahwa terusannya (sesudah ayat berikutnya) ialah: dan (demi) laki-Laki danperempuan. (Al-Lail: 3)
Abu Darda pun berkata, "Demi Allah, aku pernah mendengar bacaan itu dari Rasulullah Saw., dan beliau tidak menghendaki aku membacanya dengan bacaan: 'dan penciptaan laki-laki dan perempuan. ' (Al-Lail: 3) oleh karena itu demi Allah, aku tidak mau menuruti kemauan mereka.”Demikian teks hadis menurut Imam Bukhari.
Dan demikianlah ayat ini dibaca oleh Ibnu Mas'ud dan Abu Darda; dan Abu Darda sendiri telah me-rafa'-kannya, yakni telah mendengarnya langsung dari Rasulullah Saw.
Adapun menurut pendapat jumhur ulama, maka mereka membacanya sebagaimana yang termaktub di dalam mushaf usmani, yaitu mushaf induk yang telah disebarkan ke berbagai negeri Islam di masa itu, yaitu: dan penciptaan laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 3)
Allah Swt. bersumpah melalui firman-Nya:
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang). (Al-Lail: 1)
Yakni apabila malam hari menyelimuti semua makhluk dengan kegelapannya.
وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ 2
(2) dan siang apabila terang benderang,
(2)
وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى
dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 2)
Yaitu terang benderang berkat cahayanya.
وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلْأُنثَىٰٓ 3
(3) dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
(3)
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالأنْثَى
dan penciptaan laki-laki dan perempuan. (Al-Lail: 3)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
وَخَلَقْناكُمْ أَزْواجاً
dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan. (An-Naba': 8)
Dan firman-Nya:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنا زَوْجَيْنِ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan. (Adz-Dzariyat: 49)
Mengingat sumpah yang dikemukakan dengan menyebut nama berbagai hal yang berlawanan, maka subjek sumpahnya pun demikian pula. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ 4
(4) sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
(4)
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى
sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (Al-Lail: 4)
Maksudnya, amal perbuatan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya berlawanan pula dan beraneka ragam; maka ada yang berbuat baik dan ada yang berbuat buruk. Dalam firman berikutnya disebutkan:
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَٱتَّقَىٰ 5
(5) Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
(5)
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. (Al-Lail: 5)
Yakni mengeluarkan apa yang diperintahkan untuk dikeluarkan dan ia bertakwa kepada Allah dalam semua urusannya.
وَصَدَّقَ بِٱلْحُسْنَىٰ 6
(6) dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
(6)
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6)
Yaitu percaya adanya balasan amal perbuatan, menurut Qatadah. Dan Khasif mengatakan percaya dengan adanya pahala. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abu Saleh, dan Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yakni percaya dengan adanya penggantian.
Abu Abdur Rahman As-Sulami dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan membenarkan (kalimah) yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yaitu "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah", karena kalimah yang terbaik adalah kalimat ini.
Dan menurut riwayat Lain dari Ikrimah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan membenarkan pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yakni apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya berupa berbagai macam nikmat.
Dan menurut riwayat lain dari Zaid ibnu Aslam, disebutkan sehubungan dengan firman-Nya: dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. (Al-Lail: 6) Yaitu salat, zakat, dan puasa; di lain waktu Zaid ibnu Aslam mengatakan dan sedekah (zakat) fitrah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Saleh Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, telah menceritakan kepadaku seseorang yang mendengar Abul Aliyah Ar-Rabbani menceritakan hadis berikut dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang makna Al-Husna ini, maka beliau Saw. menjawab:
«الْحُسْنَى: الجنة»
Al-Husna ialah surga.
*******************
فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْيُسْرَىٰ 7
(7) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
(7)
Firman Allah Swt.
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Al-Lail: 7)
Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah kebaikan. Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah surga. Sebagian ulama Salaf mengatakan, termasuk pahala kebaikan ialah mengerjakan kebaikan lagi sesudahnya, dan termasuk balasan keburukan ialah mengerjakan keburukan lagi sesudahnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسْتَغْنَىٰ 8
(8) Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
(8)
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ
Dan adapun orang-orang yang bakhil. (Al-Lail: 8)
Maksudnya kikir dengan apa yang ada pada sisi (milik)nya.
وَاسْتَغْنَى
dan merasa dirinya cukup. (Al-Lail: 8)
Ikrimah telah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ialah kikir dengan hartanya dan merasa dirinya telah cukup, tidak memerlukan Allah Swt. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
وَكَذَّبَ بِٱلْحُسْنَىٰ 9
(9) serta mendustakan pahala terbaik,
(9)
وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى
dan mendustakan pahala yang terbaik. (Al-Lail: 9)
Yakni adanya balasan pahala di negeri akhirat.
فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْعُسْرَىٰ 10
(10) maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
(10)
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (A 1-Lail: 10)
Yaitu untuk menuju ke jalan keburukan, sebagaimana pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصارَهُمْ كَما لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati danpenglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 11)
Dan ayat-ayat lain yang semakna cukup banyak yang semuanya menunjukkan bahwa Allah Swt. membalas orang yang berniat untuk mengerjakan kebaikan dengan memberinya kekuatan untuk mengerjakannya, dan barang siapa yang berniat akan melakukan keburukan, Allah akan menghinakannya; dan semuanya itu berdasarkan takdir yang telah ditetapkan.
Juga hadis-hadis yang menunjukkan kepada pengertian ini banyak, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diceritakan oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاش، حَدَّثَنِي الْعَطَّافُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يَذْكُرُ أَنَّ أَبَاهُ سَمِعَ أَبَا بَكْرٍ وَهُوَ يَقُولُ: قُلْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَعْمَلُ عَلَى مَا فُرِغَ مِنْهُ أَوْ عَلَى أَمْرٍ مُؤْتَنِفٍ؟ قَالَ: "بَلْ عَلَى أمر قد فُرغ منه" قَالَ: فَفِيمَ العملُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "كُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ"
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku Al-Attaf ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari penduduk Basrah, dari Talhah ibnu Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Bakar As-siddiq, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya bercerita bahwa ayahnya pernah mendengar Abu Bakar r.a bercerita bahwa ia bertanya kepada Rasulullah Saw.”Wahai Rasulullah, apakah kita beramal berdasarkan ketetapan yang telah diputuskan ataukah berdasarkan suatu urusan yang baru dimulai?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak demikian, sebenarnya kita beramal berdasarkan apa yang telah dirampungkan keputusan (takdir)nya. Abu Bakar bertanya, "Lalu untuk apakah beramal itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Setiap orang dimudahkan untuk melakukan apa (bakat) yang dia diciptakan untuknya.
Riwayat Ali ibnu Abu Talib r.a.
قَالَ الْبُخَارِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَقِيع الغَرْقَد فِي جِنَازَةٍ، فَقَالَ: "مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ كُتب مَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ". فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَّكِلُ؟ فَقَالَ: "اعْمَلُوا، فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ". قَالَ: ثُمَّ قَرَأَ: فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى إِلَى قَوْلِهِ: لِلْعُسْرَى
Imam Bukhari mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Sa'id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengatakan, bahwa ketika kami sedang bersama Rasulullah Saw. di Baqi'ul Garqad saat mengebumikan jenazah, maka beliau Saw. bersabda: Tiada seorang pun dari kalian melainkan telah ditetapkan kedudukannya di surga dan kedudukannya di neraka. Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu berarti kita bertawakal saja?" Rasulullah Saw. bersabda: Berbuatlah, maka tiap-tiap orang itu dimudahkan untuk mengerjakan apa yang dia diciptakan untuknya. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Al-Lail: 5-7) Sampai dengan firman-Nya: (jalan) yang sukar. (Al-Lail: 1)
Hal yang sama telah diriwayatkan melalui jalur Syu'bah dan Waki', dari AL-A'masy dengan lafaz yang semisal.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Usman ibnu Syaibah, dari Jarir, dari Mansur, dari Sa'id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang telah mengatakan bahwa:
كُنَّا فِي جِنَازَةٍ فِي بَقِيعِ الْغَرْقَدِ، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَعَدَ وَقَعَدْنَا حَوْلَهُ، وَمَعَهُ مخْصَرَةٌ فَنَكَسَ فَجَعَلَ ينكُت بِمِخْصَرَتِهِ، ثُمَّ قَالَ: "مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ -أَوْ: مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إِلَّا كُتِبَ مَكَانُهَا مِنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَإِلَّا قَدْ كُتِبَتْ شَقِيَّةٌ أَوْ سَعِيدَةٌ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَّكِلُ وَنَدَعُ الْعَمَلَ؟ فَمَنْ كَانَ مِنَّا مَنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَمَنْ كَانَ مِنَّا مَنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَسَيَصِيرُ إِلَى أَهْلِ الشَّقَاءِ؟ فَقَالَ: "أَمَّا أَهْلُ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَأَمَّا أَهْلُ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُونَ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاءِ". ثُمَّ قَرَأَ: فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىالْآيَةَ
ketika kami sedang mengebumikan jenazah di Baqi'ul Garqad, maka datanglah Rasulullah Saw., lalu beliau duduk dan kami pun duduk pula di sekitarnya, sedangkan di tangan beliau terdapat sebuah tongkat kecil, lalu ia mengetukkan tongkatnya dan bersabda, "Tiada seorang pun dari kami atau tiada suatu diri pun yang bernyawa, melainkan telah dipastikan kedudukannya dari surga dan nerakanya, atau terkecuali telah tercatat apakah dia orang yang celaka ataukah orang yang berbahagia." Maka ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bolehkah kita menyerahkan diri kita kepada apa yang telah ditetapkan dan kita meninggalkan amal (berusaha)? Mengingat siapa di antara kita yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, dia pasti akan menjadi golongan orang-orang yang berbahagia. Dan siapapun dari kita yang telah ditakdirkan menjadi orang-orang yang celaka, maka pastilah dia termasuk orang-orang yang celaka?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka dimudahkan bagi mereka untuk mengamalkan perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang celaka, maka dimudahkan bagi mereka melakukan perbuatan orang-orang yang celaka. Kemudian beliau Saw. membaca firman-Nya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan)yang sukar. (Al-Lail: 5-1)
Jamaah lainnya telah mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Sa'id ibnu Ubaidah dengan sanad yang sama.
Riwayat Abdullah ibnu Umar r.a.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ: سمعتُ سَالِمَ بنَ عَبْدِ اللَّهِ يُحدث عَنِ ابْنِ عُمَر: قَالَ: قَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ مَا نَعْمَلُ فِيهِ؟ أَفِي أَمْرٍ قَدْ فُرغ أَوْ مُبْتَدَأٍ أَوْ مُبْتَدَعٍ؟ قَالَ: " فِيمَا قَدْ فُرغَ مِنْهُ، فَاعْمَلْ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، فَإِنَّ كُلا مُيَسَّر، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَإِنَّهُ يَعْمَلُ لِلسَّعَادَةِ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَإِنَّهُ يَعْمَلُ لِلشَّقَاءِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Asim ibnu Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Salim ibnu Abdullah menceritakan hadis berikut dari Ibnu Umar menceritakan bahwa Umar pernah bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau tentang apa yang kita amalkan. Apakah itu merupakan ketentuan takdir yang telah dirampungkan ketetapannya ataukah sebagai suatu hal yang permulaan atau baru dibuat?" Rasulullah Saw. menjawab: Kita beramal menurut ketetapan yang telah dirampungkan, maka beramallah engkau, hai Ibnul Khattab, karena sesungguhnya tiap orang itu dimudahkan. Adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang berbahagia, maka sesungguhnya dia akan mengerjakan amal perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang telah ditakdirkan termasuk orang-orang yang celaka, maka dia akan mengerjakan perbuatan orang-orang celaka.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini di dalam Bab "Takdir," dari Bandar, dari ibnu Mahdi dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan berarti sahih.
Hadis lain melalui riwayat Jabir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أخبرني عمرو ابن الْحَارِثِ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنعمل لأمر قد فرغ مِنْهُ، أَوْ لِأَمْرٍ نَسْتَأْنِفُهُ؟ فَقَالَ: "لِأَمْرٍ قَدْ فُرِغَ مِنْهُ". فَقَالَ سُرَاقَةُ: فَفِيمَ الْعَمَلُ إِذًا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُ عَامِلٍ مُيَسَّر لِعَمَلِهِ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari AbuzZubair, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita beramal berdasarkan keputusan yang telah dirampungkan ketetapannya, ataukah berdasarkan suatu urusan yang baru?" Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Berdasarkan keputusan yang telah dirampungkan ketetapannya." Suraqah bertanya, "Kalau begitu, apa gunanya kita beramal?" Rasulullah Saw. menjawab: Tiap orang yang beramal dimudahkan untukmengerjakan amalnya.
Imam Muslim meriwayatkamiya dari Abut Tahir, dari Ubay ibnu Wahb dengan sanad yang sama.
Hadis lain.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنِ طَلْقِ ابن حَبِيبٍ، عَنْ بَشِيرِ بْنِ كَعْبٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ: سَأَلَ غُلَامَانِ شَابَّانِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَعْمَلُ فِيمَا جَفَّت بِهِ الْأَقْلَامُ وجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ، أَوْ فِي شَيْءٍ يُسْتَأْنَفُ؟ فَقَالَ: "بَلْ فِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ، وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ". قَالَا فَفِيمَ الْعَمَلُ إِذًا؟ قَالَ: "اعْمَلُوا فَكُلُ عَامِلٍ مُيَسَّرٌ لِعَمَلِهِ الَّذِي خُلِقَ لَهُ". قَالَا فَالْآنَ نَجِدُّ وَنَعْمَلُ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada Yunus, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Talq ibnu Habib, dari Basyir ibnu Ka'b Al-Adawi yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang pemuda bertanya kepada Nabi Saw. keduanya mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah kita beramal menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh qalam takdir di zaman azali, ataukah berdasarkan urusan yang baru?" Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak demikian, sebenarnya kita beramal berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh qalam takdir yang telah kering dan menunggu pelaksanaannya." Keduanya bertanya, "Lalu kalau demikian apa gunanya kita beramal?" Rasulullah Saw. menjawab: Beramallah kalian, maka tiap orang yang beramal akan dimudahkan kepada amalnya yang dia telah diciptakan untuknya. Maka keduanya berkata, "Kalau begitu, kami akan beramal dengan sungguh-sungguh."
Riwayat Abu Darda.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَيْثَم بْنُ خَارِجَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ سُلَيْمَانُ بْنُ عُتْبَةَ السُّلَمِيُّ، عَنْ يُونُسَ بْنِ مَيْسَرَةَ بْنِ حَلْبس، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ مَا نَعْمَلُ، أَمْرٌ قَدْ فُرغ مِنْهُ أَمْ شَيْءٌ نَسْتَأْنِفُهُ؟ قَالَ: "بَلْ أَمْرٌ قَدْ فُرِغَ مِنْهُ". قَالُوا: فَكَيْفَ بِالْعَمَلِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "كُلُّ امْرِئٍ مُهَيَّأٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Sulaiman ibnu Atabatus Salim, dari Yunus ibnu Maisarah ibnu Halbas, dari Abu Idris, dari Abud Darda yang mengatakan bahwa para sahabat pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang amal yang kita kerjakan, apakah itu merupakan suatu urusan yang telah ditakdirkan ataukah suatu urusan yang baru kita memulainya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, sebenarnya berdasarkan urusan yang telah ditetapkan oleh takdir." Mereka bertanya, "Lalu apakah gunanya kita beramal, wahai Rasulullah Saw.?" Maka beliau menjawab: Tiap orang dimudahkan untuk mengerjakan apa yang dia diciptakan untuknya.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.
Hadis lain.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ أَبِي كَبْشَة، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ رَاشِدٍ، عَنْ قَتَادَةُ، حَدَّثَنِي خُلَيد الْعَصَرِيُّ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ يَوْمٍ غَرَبَتْ فِيهِ شَمْسُهُ إِلَّا وبجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ خَلْقُ اللَّهِ كُلُّهُمْ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَأَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا". وَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي ذَلِكَ الْقُرْآنَ: فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Salamah ibnu Abu Kabsyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Amr dan telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Rasyid, dari Qatadah, telah menceritakan kepadaku Khulaid Al-Asri, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang mentari terbenam padanya melainkan pada sisinya terdapat dua malaikat yang berseru yang suaranya terdengar oleh semua makhluk Allah kecuali jin dan manusia, "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak dan timpakanlah kerusakan kepada orang kikir.” Dan berkenaan dengan hal ini Allah Swt. telah menurunkan firman-Nya: Adapan orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cnkup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (Al-Lail: 5-1)
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibnu Abu Kabsyah berikut sanadnya dengan lafazyang semisal.
Hadis lain.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الطِّهْرَانِيُّ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَر العَدَاني، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ أَبَانٍ عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَجُلًا كَانَ لَهُ نَخْلٌ، وَمِنْهَا نَخْلَةٌ فَرْعُهَا إِلَى دَارِ رَجُلٍ صَالِحٍ فَقِيرٍ ذِي عِيَالٍ، فَإِذَا جَاءَ الرَّجُلُ فَدَخَلَ دَارَهُ وَأَخَذَ الثَّمَرَ مَنْ نَخْلَتِهِ، فَتَسْقُطُ الثَّمَرَةُ فَيَأْخُذُهَا صِبْيَانُ الْفَقِيرِ فَنَزَلَ مِنْ نَخْلَتِهِ فَنزع الثَّمَرَةَ مِنْ أيديهم، وإن أدخل أحدهم الثَّمَرَةَ فِي فَمِهِ أَدْخَلَ أُصْبُعَهُ فِي حَلْقِ الْغُلَامِ وَنَزَعَ الثَّمَرَةَ مَنْ حَلْقِهِ. فَشَكَا ذَلِكَ الرجلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَخْبَرَهُ بِمَا هُوَ فِيهِ مِنْ صَاحِبِ النَّخْلَةِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اذْهَبْ". وَلَقِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صاحب النخلة، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعْطِنِي نَخْلَتَكَ الَّتِي فَرْعُهَا فِي دَارِ فُلَانٍ وَلَكَ بِهَا نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ" فَقَالَ لَهُ: لَقَدْ أَعْطَيْتُ، وَلَكِنْ يُعْجِبُنِي ثَمَرُهَا، وَإِنَّ لِي لَنَخْلًا كَثِيرًا مَا فِيهَا نَخْلَةٌ أَعْجَبُ إِلَيَّ ثَمَرَةً مِنْ ثَمَرِهَا. فَذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَبِعَهُ رَجُلٌ كَانَ يَسْمَعُ الْكَلَامَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ صَاحِبِ النَّخْلَةِ. فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ أَنَا أَخَذْتُ النَّخْلَةَ فَصَارَتْ لِي النَّخْلَةُ فَأَعْطَيْتُهَا أَتُعْطِينِي بِهَا مَا أَعْطَيْتَهُ بِهَا نَخْلَةً فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "نَعَمْ". ثُمَّ إِنَّ الرَّجُلَ لَقِيَ صَاحِبَ النَّخْلَةِ، وَلِكِلَاهُمَا نَخْلٌ، فَقَالَ لَهُ: أُخْبِرُكَ أَنَّ مُحَمَّدًا، [قَدْ] أَعْطَانِي بِنَخْلَتِي الْمَائِلَةِ فِي دَارِ فُلَانٍ نَخْلَةً فِي الْجَنَّةِ، فَقُلْتُ، لَهُ: قَدْ أعطيتُ وَلَكِنْ يُعْجِبُنِي ثَمَرُهَا. فَسَكَتَ عَنْهُ الرجلُ، فَقَالَ لَهُ: أتُراك إِذَا بِعْتَهَا؟ قَالَ: لَا إِلَّا أَنْ أُعْطَى بِهَا شَيْئًا، وَلَا أَظُنُّنِي أُعْطَاهُ. قَالَ: وَمَا مُنَاكَ بِهَا ؟ قَالَ: أَرْبَعُونَ نَخْلَةً. فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ جئتَ بِأَمْرٍ عَظِيمٍ، نَخْلَتُكَ تَطْلُبُ بِهَا أَرْبَعِينَ نَخْلَةً؟! ثُمَّ سَكَتَا وَأَنْشَأَ فِي كَلَامٍ [آخَرَ] ثُمَّ قَالَ: أَنَا أَعْطَيْتُكَ أَرْبَعِينَ نَخْلَةً، فَقَالَ: أَشْهِدْ لِي إِنْ كُنْتَ صَادِقًا. فَأَمَرَ بِأُنَاسٍ فَدَعَاهُمْ فَقَالَ: اشْهَدُوا أَنِّي قَدْ أَعْطَيْتُهُ مِنْ نَخْلِي أَرْبَعِينَ نَخْلَةً بِنَخْلَتِهِ الَّتِي فَرْعُهَا فِي دَارِ فُلَانِ ابْنِ فُلَانٍ. ثُمَّ قَالَ: مَا تَقَوُّلُ؟ فَقَالَ صَاحِبُ النَّخْلَةِ: قَدْ رَضِيتُ. ثُمَّ قَالَ بعدُ: لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بَيْعٌ لَمْ نَفْتَرِقْ قَالَ لَهُ: قَدْ أَقَالَكَ اللَّهُ، وَلَسْتُ بِأَحْمَقَ حِينَ أَعْطَيْتُكَ أَرْبَعِينَ نَخْلَةً بِنَخْلَتِكَ الْمَائِلَةِ. فَقَالَ صَاحِبُ النَّخْلَةِ: قَدْ رضيتُ عَلَى أَنْ تُعْطِيَنِي الْأَرْبَعِينَ عَلَى مَا أُرِيدُ. قَالَ: تُعْطِينِيهَا عَلَى سَاقٍ. ثُمَّ مَكَثَ سَاعَةً، ثُمَّ قَالَ: هِيَ لَكَ عَلَى سَاقٍ وَأَوْقَفَ لَهُ شُهُودًا وَعَدَّ لَهُ أَرْبَعِينَ نَخْلَةً عَلَى سَاقٍ، فَتَفَرَّقَا، فَذَهَبَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ النَّخْلَةَ الْمَائِلَةَ فِي دَارِ فُلَانٍ قَدْ صَارَتْ لِي، فَهِيَ لَكَ. فَذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الرَّجُلِ صَاحِبِ الدَّارِ فَقَالَ لَهُ: "النَّخْلَةُ لَكَ وَلِعِيَالِكَ". قَالَ عِكْرِمَةُ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى إِلَى قَوْلِهِ: فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىإِلَى آخِرِ السُّورَةِ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, bahwa telah menceritakan kepada Abu Abdullah Az-Zaharani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa pernah ada seorang lelaki yang memiliki banyak pohon kurma, yang salah satunya bercabang keluar pagar masuk ke rumah seorang lelaki yang saleh, miskin, dan beranak banyak. Maka apabila lelaki itu datang dan hendak memetik buah pohon kurma yang satu itu, ia memasuki pekarangan rumah orang yang saleh itu, lalu baru memetiknya. Maka berjatuhanlah buahnya, dan anak-anak lelaki yang miskin itu memungutnya. Kemudian lelaki pemilik kurma itu turun dari pohonnya dan merampas buah kurma yang ada di tangan mereka. Jika seseorang dari mereka telah memasukkan buah kurma itu ke dalam mulut-nya, maka lelaki itu memasukkanjari tangannya ke mulut anaktersebut dan mencabut buah kurma yang hampir ditelannya dari kerongkongannya. Maka lelaki yang miskin itu mengadu kepada Nabi Saw. dan menceritakan kepada beliau sikap dari pemilik buah kurma tersebut. Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Sekarang mari kita berangkat." Lalu Nabi Saw. menjumpai lelaki pemilik pohon kurma itu dan bersabda kepadanya: Berikanlah kepadaku pohon kurmamu yang cabangnya berada di pekarangan rumah si Fulan, maka engkau akan mendapatkan gantinya sebuah pohon kurma di surga nanti. Lelaki pemilik kurma itu menjawab, "Bisa saja aku memberikannya, tapi sesungguhnya aku banyak memiliki pohon kurma, ternyata tiada suatu pun darinya yang buahnya lebih aku sukai daripada buah pohon kurma yang ini." Nabi Saw. pergi, dan beliau diikuti oleh seseorang yang mendengar pembicaraan Nabi Saw. kepada lelaki pemilik kurma itu, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, jika pohon kurma itu aku ambil dan telah menjadi milikku, dan aku berikan kurma itu kepada engkau, apakah engkau akan memberiku sebagai gantinya sebuah pohon kurma di surga?'" Rasulullah menjawab, "Ya." Kemudian lelaki itu menjumpai lelaki pemilik kurma tersebut; keduanya adalah pemilik pohon kurma yang banyak jumlahnya. Lalu ia berkata kepadanya, "Aku akan menceritakan kepadamu, bahwa Muhammad bersedia memberiku sebuah pohon kurma di dalam surga sebagai ganti dari pohon kurmaku yang condong ke pekarangan rumah si Fulan. Maka kukatakan kepadanya bahwa aku bisa saja memberikannya, tetapi buah pohon kurma itu benar-benar sangat kusukai." Lelaki itu diam tidak menanggapi, lalu ia berkata kepada pemilik kurma itu, "Bagaimanakah pendapatmu jika kamu jual saja pohon kurma itu." Pemilik kurma menjawab, "Tidak akan, kecuali jika gantinya adalah sesuatu yang berarti. Tetapi menurut dugaanku, tiada seorang pun yang mau menukarkannya." Lelaki itu bertanya (kepada pemilik kurma itu), "Lalu berapakah jumlah yang engkau inginkan sebagai gantinya?" Lelaki pemilik kurma itu menjawab, "Empat puluh pohon kurma." Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya engkau terlalu membesar-besarkan masalah, satu pohon kurmamu minta ditukar dengan empat puluh pohon kurma lainnya." Keduanya terdiam, dan keduanya memulai pembicaraan lagi. Pada akhirnya lelaki itu menyerah dan berkata, "Baiklah, aku ganti satu pohon kurmamu itu dengan empat puluh pohon kurmaku." Pemilik kurma berkata, "Adakah persaksian jika engkau adalah seorang yang benar." Maka lelaki itu menyuruh orangnya untuk memanggil orang banyak, lalu ia berkata, "Saksikanlah oleh kalian, bahwa sesungguhnya aku memberi sebagian dari pohon kurma milikku sebanyak empat puluh pohon sebagai penukaran dari sebuah pohon kurmanya yang cabangnya condong ke dalam pekarangan rumah si Fulan ibnu Fulan." Kemudian lelaki itu bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan persaksian ini?" Pemilik kurma menjawab, "Aku rela." Kemudian pemilik kurma itu berkata, "Tiada jual beli antara aku dan kamu selama kita belum berpisah." Lelaki itu berkata, "Sesungguhnya Allah telah memecatmu, dan aku bukanlah orang yang pandir saat memberimu empat puluh pohon kurma sebagai ganti dari sebuah pohon kurmamu yang condong itu." Pemilik kurma berkata, "Sesungguhnya aku rela, dengan syarat engkau memberiku empat puluh pohon kurma menurut apa yang kukehendaki." Dan pemilik kurma itu berkata lagi, "Engkau memberiku berikut dengan pohonnya." Lelaki itu diam sejenak, lalu berkata, "Ya, empat puluh pohon kurma berikut semua batangnya adalah untukmu," lalu ia mengajak saksi-saksi saat menghitung empat puluh batang pohon kurma tersebut, setelah itu keduanya bubar. Kemudian lelaki itu pergi menghadap Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pohon kurma yang condong ke dalam pekarangan rumah si Fulan itu telah menjadi milikku, maka aku berikan ia kepadamu." Maka Rasulullah Saw. pergi menjumpai lelaki yang miskin lagi banyak anaknya itu, lalu bersabda kepadanya: Sekarang pohon kurma itu adalah menjadi milikmu dan anak-anakmu. Ikrimah mengatakan, Ibnu Abbas mengatakan bahwa lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), (Al-Lail: 1) sampai dengan firman-Nya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (Al-Lail: 5-1), hingga akhir surat.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, hadis ini sangat gharib.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar As-Siddiq. Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu idris Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Bakar As-Siddiq r.a., dari Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa dahulu Abu Bakar r.a. sering memerdekakan budak karena masuk Islam di masa periode Mekah. Dia memerdekakan budak-budak yang telah lanjut usia dan budak-budak wanita jika mereka masuk Islam.
Maka kedua orang tuanya bertanya kepadanya, "Hai anakku, kulihat engkau memerdekakan orang-orang yang lemah, maka sekiranya saja engkau memerdekakan laki-laki yang kuat, kelak mereka akan membantumu dan menjaga serta mempertahankan dirimu dari gangguan orang lain." Maka Abu Bakar menjawab, "Wahai ayahku, sesungguhnya kulakukan ini hanya semata-mata karena mengharap pahala yang ada di sisi Allah."Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair melanjutkan kisahnya, bahwa sebagian dari ahli baitnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ayat-ayat berikut diturunkan berkenaan dengan sahabat Abu Bakar r.a., yaitu firman Allah Swt: Adapun orang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Al-Lail: 5-7)
*******************
وَمَا يُغْنِى عَنْهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰٓ 11
(11) Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.
(11)
Adapun firman Allah Swt:
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Al-Lail: 11)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila yang bersangkutan mati. Abu Saleh dan Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam, bahwa makna yang dimaksud ialah bila' orang yang bersangkutan telah dilemparkan ke dalam neraka.
إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ 12
(12) Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,
(12)
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk. (Al-Lail: 12) Yakni menerangkan yang halal dan yang haram.
Selain Qatadah mengatakan bahwa barang siapa yang menempuh jalan petunjuk, akan sampailah ia kepada Allah.
Dan berpendapat demikian menjadikan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ
Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9)
Artinya, jalan yang lurus itu akan menghantarkan kepada Allah. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
وَإِنَّ لَنَا لَلْءَاخِرَةَ وَٱلْأُولَىٰ 13
(13) dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.
(13)
Firman Allah Swt:
وَإِنَّ لَنَا لَلآخِرَةَ وَالأولَى
dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia. (Al-Lail: 13)
Yaitu semuanya adalah milik Kami, dan Akulah yang mengatur pada keduanya.
Firman Allah Swt.:
فَأَنذَرْتُكُمْ نَارًۭا تَلَظَّىٰ 14
(14) Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
(14)
فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى
Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. (Al-Lail: 14)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang apinya bergejolak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حدثنا شعبة، عن سِماك بْنِ حَرْبٍ، سمعتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَخْطُبُ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ: "أُنْذِرُكُمُ النَّارَ [أَنْذَرْتُكُمُ النَّارَ، أَنْذَرْتُكُمُ النَّارَ] حَتَّى لَوْ أَنَّ رَجُلًا كَانَ بِالسُّوقِ لَسَمِعَهُ مِنْ مَقَامِي هَذَا. قَالَ: حَتَّى وَقَعَتْ خَميصة كَانَتْ عَلَى عَاتِقِهِ عِنْدَ رِجْلَيْهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Samak ibnu Harb, bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir mengatakan dalam khotbahnya, bahwa aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda dalam khotbahnya: Aku memperingatkan kalian dengan neraka! Yakni dengan suara yang lantang; sehingga andaikata seseorang berada di pasar, tentulah dia mendengar suara itu dari tempat dudukku sekarang ini. An-Nu'man melanjutkan, bahwa sehingga selendang yang beliau kenakan di pundaknya terjatuh ke kakinya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنِي أَبُو إِسْحَاقَ: سَمِعْتُ النعمان ابن بَشِيرٍ يَخْطُبُ وَيَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رجلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ".
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Syu'bah alias Abu Ishaq; ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir berkata dalam khotbahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksaannya di hari kiamat ialah seorang lelaki yang diletakkan dua buah bara api neraka di kedua telapak kakinya, yang karenanya otaknya mendidih.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini.
قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنِ الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ لَهُ نَعْلَانِ وَشِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ يَغلي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ كَمَا يَغْلي المِرْجَل، مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدَّ مِنْهُ عَذَابًا، وَإِنَّهُ لَأَهْوَنُهُمْ عَذَابًا"
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Al-A'masy, dari Abu Ishaq, dari An-Nu'man ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya ahli neraka yang paling ringan siksanya ialah seseorang yang mengenakan dua terompah dan dua talinya dari api, yang karenanya ia mendidih sebagaimana panci berisi air mendidih. Seakan-akan bila dilihat tiada seorangpun yang lebih berat siksanya daripada dia, padahal sesungguhnya dia adalah ahli neraka yang paling ringan siksanya.
*******************