2 - البقرة - Al-Baqara
The Cow
Medinan
قَالُوا۟ ٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِىَ إِنَّ ٱلْبَقَرَ تَشَٰبَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّآ إِن شَآءَ ٱللَّهُ لَمُهْتَدُونَ 70
(70) Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)".
(70)
Firman Allah Swt.:
إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا
karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami. (Al-Baqarah: 7)
Yaitu karena banyaknya sapi betina. Maka berikanlah ciri-ciri khas sapi tersebut kepada kami dan jelaskanlah kepada kami secara rinci.
وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ إِذَا بَيَّنْتَهَا لَنَا لَمُهْتَدُونَ
dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 7)
untuk menemukannya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْأَوْدِيُّ الصُّوفِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ أَحْمَدُ بْنُ دَاوُدَ الْحَدَّادُ، حَدَّثَنَا سُرُورُ بْنُ الْمُغِيرَةِ الْوَاسِطِيُّ، ابْنُ أَخِي مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ لَمَا أُعْطُوا، وَلَكِنِ اسْتَثْنَوْا"
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Audi As-Sufi, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Ahmad ibnu Daud Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah Al-Wasiti (anak lelaki saudara lelaki Mansur ibnu Zazan), dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya Bani Israil tidak mengatakan, "Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 7), niscaya mereka tidak akan diberi tahu (untuk mendapatkan sapi betina itu), tetapi ternyata mereka mengucapkan istisna (kalimat insya Allah)
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya dari jalur lain:
عَنْ سُرُورِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ حَدِيثِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْلَا أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: وَإِنَّا إِن شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ مَا أُعْطُوا أَبَدًا، وَلَوْ أَنَّهُمُ اعْتَرَضُوا بَقَرَةً مِنَ الْبَقَرِ فَذَبَحُوا لَأَجْزَأَتْ عَنْهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ شَدَّدُوا، فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ"
melalui Surur ibnul Mugirah: dari Zazan, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari hadis Abu Rafi', dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya kaum Bani Israil tidak mengatakan, "Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 7), niscaya mereka tidak akan diberi untuk selama-lamanya. Dan seandainya mereka mengambil sapi betina mana pun, lalu mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah bersikap keras terhadap mereka.
Bila ditinjau dari segi jalur ini, maka hadis ini berpredikat garib, dan yang lebih baik ialah bila hadis ini dianggap sebagai perkataan Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan di atas, dari As-Saddi.
قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌۭ لَّا ذَلُولٌۭ تُثِيرُ ٱلْأَرْضَ وَلَا تَسْقِى ٱلْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌۭ لَّا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا۟ ٱلْـَٰٔنَ جِئْتَ بِٱلْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا۟ يَفْعَلُونَ 71
(71) Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya". Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
(71)
Firman Allah Swt.:
قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الأرْضَ وَلا تَسْقِي الْحَرْثَ
Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman." (Al-Baqarah: 71)
Sapi betina tersebut bukan sapi betina yang dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula dipersiapkan untuk mengangkut air guna pengairan, melainkan sapi betina yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dalam keadaan sehat, utuh, lagi tiada bercacat.
La syiyatafiha, tiada warna lain pada kulitnya selain dari warna kuning, yakni tidak ada belangnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa musallamah artinya tidak bercacat. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi'. Mujahid mengatakan, musallamah artinya bebas dari belang, yakni tidak ada belangnya.
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa musallamah artinya semua kaki dan seluruh tubuhnya mulus, bebas dari belang. Menurut Mujahid, la syiyata fiha artinya tidak ada warna putih dan hitam, yakni tidak berbelang. Abul Aliyah, Ar-Rabi', Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan tidak ada belang putihnya. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa la syiyatafiha warnanya satu lagi tua. Telah diriwayatkan dari Atiyyah Al-Aufi, Wahb ibnu Munabbih dan Ismail ibnu Abu Khalid hal yang semisal. As-Saddi mengatakan, la syiyata fiha artinya tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merahnya.
Semua makna yang telah disebutkan di atas hampir sama maksudnya, tetapi ada sebagian ulama yang menduga bahwa firman Allah Swt., "Innaha baqaratul La zalulun," artinya sesungguhnya sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak dipersiapkan untuk dipekerjakan. Kemudian lafaz selanjutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu firman-Nya, "Tusirul arda" yakni dipekerjakan untuk membajak tanah, hanya sapi betina tersebut tidak dipakai untuk mengairi tanaman. Pendapat ini lemah karena lafaz La zalulun ditafsirkan oleh firman selanjutnya, yaitu tusirul arda, yakni sapi betina itu tidak dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula untuk mengairi tanaman. Demikian menurut ketetapan Al-Qurtubi dan lain-lainnya.
*************
Firman Allah Swt.:
قَالُوا الآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ
Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." (Al-Baqarah: 71)
Menurut Qatadah, makna ayat ialah 'sekarang barulah kamu menerangkan yang sebenarnya kepada kami'. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pendapat lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah telah menyebutkan kepada mereka hakikat sapi betina yang sebenarnya.
****************
Firman Allah Swt:
فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ
Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka hampir saja tidak melakukan perintah itu, karena tujuan mereka bukanlah demikian melainkan mereka bermaksud agar tidak menyembelih sapi betina yang dimaksudkan. Dengan kata lain, setelah ada penjelasan, tanya jawab, dan keterangan ini mereka tidak juga menyembelihnya kecuali setelah susah payah. Di dalam ungkapan ini terkandung arti celaan yang ditujukan kepada mereka. Demikian itu karena maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya hanyalah sebagai ungkapan pembangkangan mereka, maka dikatakanlah bahwa mereka hampir saja tidak menyembelihnya.
Muhammad ibnu Ka'b dan Muhammad ibnu Qais mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71) mengingat harganya yang sangat mahal.
Tetapi penafsiran ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat berita bahwa harganya mahal masih belum dapat terbukti dengan kuat melainkan hanya melalui nukilan dari kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Abul Aliyah dan As-Saddi; dan Al-Aufi telah meriwayatkannya pula dari Ibnu Abbas.
Ubaidah, Mujahid, Wahb ibnu Munabbih, Abul Aliyah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan bahwa kaum Bani Israil membeli sapi betina tersebut dengan harta yang banyak jumlahnya. Akan tetapi, hal ini masih diperselisihkan. Kemudian menurut pendapat yang lain harga pembayarannya tidaklah sebanyak itu.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Suqah, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa harga pembelian sapi betina itu hanyalah tiga dinar saja. Sanad riwayat ini berpredikat jayyid, bersumber dari Ikrimah. Akan tetapi, pengertian lahiriah riwayat ini menunjukkan bahwa hal ini pun dinukil dari ahli kitab juga.
Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan makna ayat ini ulama lainnya mengatakan bahwa mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena takut rahasia pembunuh yang sebenarnya —yang mereka perselisihkan— akan terungkap. Riwayat ini tidak disandarkan kepada seorang pun oleh perawi. Kemudian Ibnu Jarir memilih bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena harganya terlampau mahal, juga karena takut rahasia mereka terungkap. Akan tetapi, pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan; dan pendapat yang benar —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— ialah seperti apa yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, menurut pengarahan kami. Hanya kepada Allahlah kami memohon taufik.
Kesimpulan hukum
Ayat ini —yang mengandung pembatasan sifat-sifat (spesifikasi) sapi betina tersebut hingga bentuknya tertentu atau jelas ciri-cirinya yang sebelum itu masih bersifat mutlak— menunjukkan sah melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, seperti yang disimpulkan oleh mazhab Maliki, Al-Auza'i, Al-Lais, Asy-Syaqi'i, Ahmad, serta jumhur ulama Salaf dan Khalaf. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"لَا تَنْعَتُ المرأةُ المرأةَ لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا"
Janganlah seorang istri menggambarkan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya (hingga tersimpulkan oleh suaminya) seakan-akan ia melihat wanita yang dimaksud.
Dalil lainnya ialah seperti sifat-sifat yang dikemukakan oleh Nabi Saw. tentang ternak unta diat dalam kasus pembunuhan secara keliru dan serupa dengan sengaja, yaitu dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan di dalam hadis mengenainya.
Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, As-Sauri, dan ulama Kufah. Mereka berpendapat, tidak sah melakukan transaksi salam menyangkut hewan ternak, mengingat keadaan hewan ternak selalu tidak stabil. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman, Abdur Rahman ibnu Samurah, dan lain-lainnya.
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًۭا فَٱدَّٰرَْٰٔتُمْ فِيهَا ۖ وَٱللَّهُ مُخْرِجٌۭ مَّا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ 72
(72) Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.
(72)
Imam Bukhari mengatakan bahwa iddara-tum fiha, artinya kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dalam riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Abu Huzaifah, dari Syibl, dari Ibnu Abu Nu-jaih, dari Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan (ingatlah), ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. (Al-Baqarah: 72) Artinya, kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya.
Ata Al-Khurrasani dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa iddara-tum fiha artinya ikhtasamtum fiha, yakni kalian bertengkar mengenai siapa pembunuhnya.
Sehubungan dengan firman-Nya ini Ibnu Juraij mengatakan bahwa sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain saling mengatakan, "Kalianlah yang membunuhnya," yakni saling tuduh.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
Mujahid mengatakan bahwa ma kuntum taktumun artinya yang selama ini tidak kalian ketahui.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Amrah ibnu Aslam Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnut Tufail Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Rustum yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Musayyab ibnu Rafi' mengatakan, "Tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal kebaikan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya, dan tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal keburukan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya." Hal yang membenarkan hal ini berada dalam firman-Nya: Dan Allah pasti akan menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
*************
Firman Allah Swt.:
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا
Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu." (Al-Baqarah: 73)
Sebagian anggota yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari anggota tubuh sapi betina yang telah disembelih itu. Mukjizat dapat terjadi melaluinya dan akan timbul darinya kejadian yang aneh, bertentangan dengan hukum alam.
Pada hakikatnya bagian dari anggota tersebut memang ditentukan. Seandainya penentuan ini mengandung faedah bagi kita dalam urusan agama atau urusan dunia, niscaya Allah Swt. menjelaskannya kepada kita bagian anggota yang mana. Akan tetapi, sengaja Allah menyamarkannya dan tidak ada suatu penjelasan pun yang datang dari Nabi Saw. melalui riwayat yang sahih sanadnya, maka kami tetap menyamarkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Allah Swt.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang Bani Israil yang diperintahkan menyembelih sapi betina itu, mereka mencarinya selama empat puluh tahun. Mereka baru dapat menemukannya setelah empat puluh tahun, yaitu pada ternak sapi milik seorang lelaki dari kalangan mereka. Sapi betina itu sangat disayangi oleh pemiliknya. Kemudian mereka membujuknya dengan memberikan harga yang pantas, tetapi pemiliknya menolak untuk menjual. Akhirnya mereka memberinya dengan tukaran emas sepenuh kulit sapi tersebut. Si pemilik sapi menyetujuinya, lalu mereka menyembelihnya. Selanjutnya mereka memukul si terbunuh dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu, maka si terbunuh hidup kembali, sedangkan urat lehemya masih dalam keadaan berlumuran darah. Lalu mereka berta-ya, 'Siapakah yang membunuhmu?' Ia menjawab, Fulan telah membunuhku'."
Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan dan Abdur Rahman ibnu Zaid, bahwa mayat tersebut dipukul dengan salah satu anggota badan sapi itu.
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, mayat itu dipukul dengan tulang yang letaknya berdekatan dengan gadruf.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, bahwa Ayyub telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, bahwa mereka memukul si terbunuh dengan sebagian daging sapi betina tersebut.
Ma'mar meriwayatkan, Qatadah pernah mengatakan bahwa mereka memukul mayat itu dengan daging paha sapi betina, lalu mayat itu hidup kembali dan mengatakan, "Si Fulan telah membunuhku."
Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr Ibnu Arabi, dari Ikrimah, sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu" (Al-Baqarah: 73) Maka mayat itu dipukul dengan paha sapi betina tersebut, lalu ia hidup kembali dan berkata, "Si Fulan telah membunuhku."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, dan Ikrimah.
As-Saddi mengatakan, mereka memukul mayat itu dengan bagian anggota badan sapi betina yang terletak di antara kedua tulang belikatnya, lalu mayat itu hidup kembali. Mereka menanyakan kepadanya, lalu ia menjawab, "Keponakankulah yang telah membunuhku."
Abul Aliyah mengatakan, Musa a.s. memerintahkan mereka untuk mengambil salah satu dari tulang sapi tersebut guna dipukulkan ke tubuh mayat itu. Mereka melakukannya dan ternyata mayat itu dapat hidup kembali, lalu si mayat menyebutkan nama orang yang telah membunuhnya, sesudah itu ia mati kembali seperti semula.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, mereka memukulnya dengan salah satu dari anggota tubuhnya (bagian pangkal pahanya). Menurut pendapat lain dengan lidah sapi betina itu, sedangkan menurut yang lainnya lagi dengan ujung ekornya.
**************
Firman Allah Swt.:
كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى
Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. (Al-Baqarah: 73)
Yakni mereka memukul mayat itu, lalu mayat itu hidup kembali. Allah Swt. mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati melalui apa yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri dalam kasus pembunuhan tersebut. Allah Swt. menjadikan kekuasaan tersebut sebagai hujah buat mereka yang menunjukkan adanya hari berbangkit, dan sekaligus untuk memutuskan masalah yang dipersengketakan di kalangan mereka dan keingkaran mereka.
Di dalam surat ini (yakni Al-Baqarah) disebutkan peristiwa menghidupkan orang-orang yang telah mati dalam lima tempat.
Pertama, kisah yang terdapat di dalam firman-Nya: Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati. (Al-Baqarah: 56)
Kedua, seperti yang disebutkan di dalam ayat ini (yakni Al-Baqarah ayat 73).
Ketiga, kisah tentang orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka —sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya)— karena takut mati.
Keempat, kisah tentang orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya.
Dan kelima, kisah tentang Nabi Ibrahim a.s. beserta keempat ekor burungnya.
Allah Swt. mengingatkan tentang pengembalian jasad yang telah hancur luluh menjadi hidup kembali melalui penghidupan tanah sesudah matinya.
Sehubungan dengan hal ini Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ وَكِيع بْنَ عُدُس، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي رَزِين العُقَيلي، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى؟ قَالَ: "أَمَا مَرَرْتَ بِوَادٍ مُمْحِل، ثُمَّ مَرَرْتَ بِهِ خَضِرًا؟ " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "كَذَلِكَ النُّشُورُ". أَوْ قَالَ: "كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى"
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Ya’la ibnu Ata yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Waki' ibnu Adas menceritakan hadis berikut dari Abu Razin Al-Uqaili r.a. yang mengatakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati?' Nabi Saw. bersabda, "Pernahkah kamu melalui tanah yang tandus, setelah itu kamu lalui lagi dalam keadaan telah menghijau? Abu Razin menjawab, "Memang pernah." Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah halnya bangkit dari kubur." Atau Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati."
Syahid yang membenarkan hadis ini ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ* وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُون* لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 33-35)
Kesimpulan hukum
Mazhab Imam Malik menyimpulkan dalil ayat ini yang menyatakan bahwa keadaan ucapan orang yang dilukai, "Si Fulan telah membunuhku," sebagai suatu bukti. Karena si terbunuh setelah dihidupkan kembali, ditanya mengenai siapa yang telah membunuhnya, lalu ia mengatakan bahwa si Fulanlah yang telah membunuhnya. Maka hal ini dapat diterima, mengingat saat itu tiadalah apa yang ia beritakan melainkan hanya benar semata dan dalam keadaan seperti ini dia tidak dicurigai membuat kepalsuan pengakuan.
Mereka menguatkan hal ini dengan sebuah hadis yang diceritakan oleh Anas r.a., bahwa ada seorang lelaki Yahudi membunuh seorang pelayan wanitanya dengan melukai kepalanya, yaitu dengan menggencet kepalanya di antara kedua batu. Lalu dikatakan kepada si pelayan wanita tersebut, "Siapakah yang melakukan ini terhadap diri-mu? Apakah si Fulan atau si anu?" Hingga akhirnya disebut nama seorang lelaki Yahudi sebagai pelakunya, lalu si pelayan wanita berisyarat dengan kepalanya (menganggukkan kepalanya). Kemudian si lelaki Yahudi itu ditangkap dan diinterogasi hingga mengaku. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kepala si lelaki Yahudi itu digencet dengan dua buah batu (sebagai hukum qisasnya).
Menurut Imam Malik, hukuman qisas dapat dilakukan jika hal tersebut dianggap sebagai bukti, lalu diperkuat oleh sumpah keluarga pihak si terbunuh. Akan tetapi, jurnhur ulama berbeda pendapat dalam masalah ini; mereka tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti.
فَقُلْنَا ٱضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْىِ ٱللَّهُ ٱلْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ 73
(73) Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.
(73)
Firman Allah Swt.:
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا
Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu." (Al-Baqarah: 73)
Sebagian anggota yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari anggota tubuh sapi betina yang telah disembelih itu. Mukjizat dapat terjadi melaluinya dan akan timbul darinya kejadian yang aneh, bertentangan dengan hukum alam.
Pada hakikatnya bagian dari anggota tersebut memang ditentukan. Seandainya penentuan ini mengandung faedah bagi kita dalam urusan agama atau urusan dunia, niscaya Allah Swt. menjelaskannya kepada kita bagian anggota yang mana. Akan tetapi, sengaja Allah menyamarkannya dan tidak ada suatu penjelasan pun yang datang dari Nabi Saw. melalui riwayat yang sahih sanadnya, maka kami tetap menyamarkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Allah Swt.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang Bani Israil yang diperintahkan menyembelih sapi betina itu, mereka mencarinya selama empat puluh tahun. Mereka baru dapat menemukannya setelah empat puluh tahun, yaitu pada ternak sapi milik seorang lelaki dari kalangan mereka. Sapi betina itu sangat disayangi oleh pemiliknya. Kemudian mereka membujuknya dengan memberikan harga yang pantas, tetapi pemiliknya menolak untuk menjual. Akhirnya mereka memberinya dengan tukaran emas sepenuh kulit sapi tersebut. Si pemilik sapi menyetujuinya, lalu mereka menyembelihnya. Selanjutnya mereka memukul si terbunuh dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu, maka si terbunuh hidup kembali, sedangkan urat lehemya masih dalam keadaan berlumuran darah. Lalu mereka berta-ya, 'Siapakah yang membunuhmu?' Ia menjawab, Fulan telah membunuhku'."
Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan dan Abdur Rahman ibnu Zaid, bahwa mayat tersebut dipukul dengan salah satu anggota badan sapi itu.
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, mayat itu dipukul dengan tulang yang letaknya berdekatan dengan gadruf.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, bahwa Ayyub telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, bahwa mereka memukul si terbunuh dengan sebagian daging sapi betina tersebut.
Ma'mar meriwayatkan, Qatadah pernah mengatakan bahwa mereka memukul mayat itu dengan daging paha sapi betina, lalu mayat itu hidup kembali dan mengatakan, "Si Fulan telah membunuhku."
Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr Ibnu Arabi, dari Ikrimah, sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu" (Al-Baqarah: 73) Maka mayat itu dipukul dengan paha sapi betina tersebut, lalu ia hidup kembali dan berkata, "Si Fulan telah membunuhku."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, dan Ikrimah.
As-Saddi mengatakan, mereka memukul mayat itu dengan bagian anggota badan sapi betina yang terletak di antara kedua tulang belikatnya, lalu mayat itu hidup kembali. Mereka menanyakan kepadanya, lalu ia menjawab, "Keponakankulah yang telah membunuhku."
Abul Aliyah mengatakan, Musa a.s. memerintahkan mereka untuk mengambil salah satu dari tulang sapi tersebut guna dipukulkan ke tubuh mayat itu. Mereka melakukannya dan ternyata mayat itu dapat hidup kembali, lalu si mayat menyebutkan nama orang yang telah membunuhnya, sesudah itu ia mati kembali seperti semula.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, mereka memukulnya dengan salah satu dari anggota tubuhnya (bagian pangkal pahanya). Menurut pendapat lain dengan lidah sapi betina itu, sedangkan menurut yang lainnya lagi dengan ujung ekornya.
**************
Firman Allah Swt.:
كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى
Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. (Al-Baqarah: 73)
Yakni mereka memukul mayat itu, lalu mayat itu hidup kembali. Allah Swt. mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati melalui apa yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri dalam kasus pembunuhan tersebut. Allah Swt. menjadikan kekuasaan tersebut sebagai hujah buat mereka yang menunjukkan adanya hari berbangkit, dan sekaligus untuk memutuskan masalah yang dipersengketakan di kalangan mereka dan keingkaran mereka.
Di dalam surat ini (yakni Al-Baqarah) disebutkan peristiwa menghidupkan orang-orang yang telah mati dalam lima tempat.
Pertama, kisah yang terdapat di dalam firman-Nya: Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati. (Al-Baqarah: 56)
Kedua, seperti yang disebutkan di dalam ayat ini (yakni Al-Baqarah ayat 73).
Ketiga, kisah tentang orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka —sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya)— karena takut mati.
Keempat, kisah tentang orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya.
Dan kelima, kisah tentang Nabi Ibrahim a.s. beserta keempat ekor burungnya.
Allah Swt. mengingatkan tentang pengembalian jasad yang telah hancur luluh menjadi hidup kembali melalui penghidupan tanah sesudah matinya.
Sehubungan dengan hal ini Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ وَكِيع بْنَ عُدُس، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي رَزِين العُقَيلي، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى؟ قَالَ: "أَمَا مَرَرْتَ بِوَادٍ مُمْحِل، ثُمَّ مَرَرْتَ بِهِ خَضِرًا؟ " قَالَ: بَلَى. قَالَ: "كَذَلِكَ النُّشُورُ". أَوْ قَالَ: "كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى"
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Ya’la ibnu Ata yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Waki' ibnu Adas menceritakan hadis berikut dari Abu Razin Al-Uqaili r.a. yang mengatakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati?' Nabi Saw. bersabda, "Pernahkah kamu melalui tanah yang tandus, setelah itu kamu lalui lagi dalam keadaan telah menghijau? Abu Razin menjawab, "Memang pernah." Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah halnya bangkit dari kubur." Atau Nabi Saw. bersabda, "Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati."
Syahid yang membenarkan hadis ini ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ* وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُون* لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin: 33-35)
Kesimpulan hukum
Mazhab Imam Malik menyimpulkan dalil ayat ini yang menyatakan bahwa keadaan ucapan orang yang dilukai, "Si Fulan telah membunuhku," sebagai suatu bukti. Karena si terbunuh setelah dihidupkan kembali, ditanya mengenai siapa yang telah membunuhnya, lalu ia mengatakan bahwa si Fulanlah yang telah membunuhnya. Maka hal ini dapat diterima, mengingat saat itu tiadalah apa yang ia beritakan melainkan hanya benar semata dan dalam keadaan seperti ini dia tidak dicurigai membuat kepalsuan pengakuan.
Mereka menguatkan hal ini dengan sebuah hadis yang diceritakan oleh Anas r.a., bahwa ada seorang lelaki Yahudi membunuh seorang pelayan wanitanya dengan melukai kepalanya, yaitu dengan menggencet kepalanya di antara kedua batu. Lalu dikatakan kepada si pelayan wanita tersebut, "Siapakah yang melakukan ini terhadap diri-mu? Apakah si Fulan atau si anu?" Hingga akhirnya disebut nama seorang lelaki Yahudi sebagai pelakunya, lalu si pelayan wanita berisyarat dengan kepalanya (menganggukkan kepalanya). Kemudian si lelaki Yahudi itu ditangkap dan diinterogasi hingga mengaku. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kepala si lelaki Yahudi itu digencet dengan dua buah batu (sebagai hukum qisasnya).
Menurut Imam Malik, hukuman qisas dapat dilakukan jika hal tersebut dianggap sebagai bukti, lalu diperkuat oleh sumpah keluarga pihak si terbunuh. Akan tetapi, jurnhur ulama berbeda pendapat dalam masalah ini; mereka tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti.
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةًۭ ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ 74
(74) Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
(74)
Allah Swt. berfirman mencemoohkan Bani Israil dan memberikan peringatan kepada mereka melalui tanda-tanda kebesaran Allah Swt. dan penghidupan orang-orang yang telah mati, semuanya itu mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Tetapi ternyata mereka tetap keras, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)
Artinya, setelah semuanya itu justru hati kalian menjadi keras seperti batu yang tidak pernah lunak selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. melarang kaum mukmin berperilaku seperti mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (Al-Hadid: 16)
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Ketika si terbunuh dipukul dengan salah satu anggota badan sapi betina tersebut, maka si terbunuh duduk, hidup kembali seperti semula. Lalu ditanyakan kepadanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Anak-anak saudaraku yang telah membunuhku," kemudian ia mati lagi. Selanjutnya anak-anak saudaranya di saat si terbunuh dicabut lagi nyawanya oleh Allah mereka mengatakan, "Demi Allah, kami tidak membunuhnya." Mereka mendustakan perkara yang hak sesudah melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri. Maka Allah berfirman: Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)
Yakni khitab ditujukan kepada anak-anak saudara si terbunuh. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
perihalnya sama seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74)
Maka setelah berlalunya masa, jadilah hati kaum Bani Israil keras dan tidak mempan lagi dengan nasihat dan pelajaran, sesudah mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kebesaran Allah dan berbagai mukjizat. Kekerasan hati mereka sama dengan batu yang mustahil dapat menjadi lunak, bahkan lebih keras lagi dari batu. Karena sesungguhnya di antara bebatuan terdapat batu yang dapat rnengalirkan mata air darinya hingga membentuk sungai-sungai. Di antaranya lagi ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, sekalipun tidak mengalir. Di antaranya ada yang meluncur jatuh dari atas bukit karena takut kepada Allah, hal ini menunjukkan bahwa benda mati pun mempunyai perasaan mengenai hal tersebut disesuaikan dengan keadaannya, seperti yang dijelaskan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia pernah mengatakan, "Setiap batu yang memancar darinya air atau terbelah mengeluarkan air, atau meluncur jatuh dari atas bukit, sungguh hal ini terjadi karena takut kepada Allah. Demikian menurut keterangan yang diturunkan oleh Al-Qur'an."
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni sesungguhnya di antara batu-batu itu terdapat batu yang lebih lunak daripada hati kalian, keadaannya tidaklah seperti kebenaran yang kalian dakwakan itu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 74)
Abu Ali Al-Jayyani di dalam kitab tafsirnya mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Maksudnya, jatuh meluncur seperti jatuhnya salju dari awan.
Menurut Al-Qadi Al-Baqilani takwil ini jauh dari kebenaran, pendapatnya itu diikuti oleh Ar-Razi. Memang demikian kenyataannya, mengingat makna yang menyimpang dari lafaz tanpa dalil tidaklah dibenarkan.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Hisyam As-Saqafi, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu Talib (yakni Yahya ibnu Ya'qub) sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya. (Al-Baqarah: 74) Artinya yaitu banyak menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air. (Al-Baqarah: 74) Makna yang dimaksud ialah sedikit menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni tangisan hati tanpa air mata.
Sebagian ulama menduga bahwa makna ayat ini termasuk ke dalam Bab "Majaz", yaitu menyandarkan khusyuk kepada batu-batuan, seperti halnya makna menyandarkan kehendak kepada tembok yang ada dalam firman-Nya: hendak runtuh (roboh). (Al-Kahfi: 77)
Al-Razi dan Al-Qurtubi serta selain keduanya dari kalangan para imam ahli tafsir mengatakan bahwa takwil seperti ini tidak diperlukan, karena sesungguhnya Allah Swt. menciptakan watak tersebut pada diri batu; seperti halnya yang disebutkan di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. (Al-Ahzab: 72)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّماواتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44)
وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. (Ar-Rahman: 6)
أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ ظِلالُهُ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik. (An-Nahl: 48)
قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
keduanya (langit dan bumi) menjawab, "Kami datang dengan suka hati." (Fushshilat: 11)
لَوْ أَنزلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung. (Al-Hasyr: 21)
وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ
Dan mereka berkata kepada kulit mereka, "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab, "Allah yang telah menjadikan kami dapat berbicara ...." (Fushshilat: 21)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ"
Gunung ini (yakni Gunung Uhud) adalah gunung yang mencintai kami dan kami mencintainya.
Hadis lainnya ialah seperti hadis yang menceritakan rintihan dan tangisan batang pohon kurma ketika ditinggalkan oleh Nabi Saw., seperti yang dijelaskan di dalam hadis yang mutawatir.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis:
"إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلِيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ"
Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebelum aku diangkat menjadi utusan (rasul); sesungguhnya aku sekarang benar-benar masih mengetahui tempatnya
Demikian pula hadis yang menceritakan tentang sifat hajar aswad. Di dalamnya disebutkan bahwa di hari kiamat kelak hajar aswad akan menjadi saksi yang membela orang yang pernah mengusapnya. Masih banyak hadis lainnya yang menceritakan hal yang semakna.
Imam Qurtubi mengetengahkan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) mengandung makna takhyir, yakni misal untuk ini dan misal untuk itu. Contohnya dalam perkataan orang-orang Arab, "Jalisil hasana au Ibnu Sinn" (duduklah dengan Hasan atau Ibnu Sirin). Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya. Tetapi Ar-Razi menambahkan pendapat yang lain, yaitu yang mengatakan bahwa huruf 'ataf yang ada dalam ayat ini menunjukkan makna ibham bila dihubungkan dengan mukhatab (lawan bicara). Perihalnya sama dengan ucapan seseorang kepada lawan bicaranya, "Kamu telah makan roti atau kurma," padahal si pembicara mengetahui mana yang dimakan oleh si lawan bicara.
Pendapat lain mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini semakna dengan ucapan seseorang, "Makanlah manisan atau asam-asaman." Dengan kata lain, tidak dapat makan selain dari salah satu di antara keduanya. Yakni hati kalian telah menjadi keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada itu. Dengan kata lain, keadaan hati mereka tidak keluar dari salah satu di antara kedua pengertian tersebut.
Para ulama bahasa Arab berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya; maka hati mereka keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74) sesudah adanya kesepakatan di antara mereka bahwa mustahil huruf 'ataf’ ini bermakna syak (ragu). Sebagian dari mereka mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini bermakna sama dengan huruf wawu (bermakna dan). Bentuk lengkapnya adalah seperti berikut: Fahiya kal hijarati wa asyaddu qaswah (maka hati mereka keras seperti batu dan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا
dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (Al-Insan: 24)
عُذْراً أَوْ نُذْراً
untuk menolak alasan-alasan dan memberi peringatan. (Al-Mursalat: 6)
Juga seperti apa yang dikatakan oleh An-Nabigah Az-Zibyani (seorang penyair Jahiliah), yaitu:
الَتْ أَلَا لَيْتَمَا هَذَا الحمامُ لَنَا ... إِلَى حَمامتنا أَوْ نِصفُه فَقدِ
Mereka mengatakan, "Aduhai, seandainya burung merpati ini menjadi milik kami menyatu dengan burung merpati milik kami dan separo darinya hilang."
Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah 'mereka menghendaki burung merpati itu, juga separo dari merpati miliknya'. Penyair lainnya bernama Jarir ibnu Atiyyah mengatakan pula:
نَالَ الخِلافَةَ أَوْ كَانَتْ لَهُ قَدَرًا ... كَمَا أَتَى ربَّه مُوسى عَلَى قَدَرِ
Dia (orang yang dipuji oleh penyair) memperoleh tampuk khalifah dan kekhalifahan itu sudah merupakan takdir baginya, sama halnya dengan Musa yang datang kepada Tuhannya di waktu yang telah ditentukan.
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah bahwa si Mamduh memperoleh kekhalifahan yang sudah merupakan kepastian baginya.
Ulama lainnya mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) bermakna bal (bahkan), hingga bentuk lengkapnya ialah seperti berikut: Fahiya kal hijarati bal asyaddu qaswah (maka hati mereka keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً
tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat takut dari itu. (An-Nisa: 77)
وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang, bahkan lebih. (Ash-Shaffat: 147)
فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى
Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah, bahkan lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9)
Ulama lainnya mengatakan bahwa makna au adalah menurut aslinya, yaitu: Maka hatinya keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada batu yang biasa kalian lihat. Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ulama lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah ibham (menyamarkan pengertian) terhadap mukhatab (lawan bicara), seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan Abul Aswad, yaitu:
أُحِبُّ مُحَمَّدًا حُبا شَدِيدًا ... وعبَّاسا وحمزةَ وَالْوَصِيَّا
فَإِنْ يَكُ حُبّهم رَشَدًا أُصِبْهُ ... وَلَسْتُ بِمُخْطِئٍ إِنْ كَانَ غَيَّا
Aku cinta kepada Muhammad dengan kecintaan yang mendalam, juga (aku cinta kepada) Abbas, Hamzah, dan orang yang diwasiati (Ali). Maka apabila cinta kepada mereka dianggap sebagai jalan ke arah peiunjuk, maka aku mencintainya dengan kecintaan yang mendalam. Dan tidaklah keliru bila cinta kepada mereka dianggap sebagai suatu kesesatan.
Ibnu Jarir mengatakan, para ulama berpendapat bahwa Abul Aswad sama sekali tidak meragukan bahwa cinta kepada orang-orang yang telah dia sebut namanya itu dianggap sebagai jalan menuju ke arah petunjuk (hidayah), tetapi dia ungkapkan hal ini secara mubham (menyamarkan) terhadap lawan bicaranya.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah disebutkan suatu riwayat dari Abul Aswad sendiri ketika dia mengatakan bait-bait syair ini ada orang yang bertanya kepadanya, "Apakah engkau merasa ragu?" Maka ia menjawab, "Sama sekali tidak, demi Allah." Kemudian ia membantahnya dengan membacakan firman-Nya:
وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
dan sesungguhnya kami atau kalian (orang-orang musyrik) pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba': 24)
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa orang yang diberitakan hal ini berada dalam keraguan, siapakah di antara mereka yang mendapat petunjuk dan siapa pula yang sesat?
Sebagian ulama mengatakan bahwa makna ayat ini ialah hati kalian tidak terlepas dari kedua misal ini; adakalanya keras seperti batu, dan adakalanya lebih keras lagi dari itu. Ibnu Jarir mengatakan, be-dasarkan takwil ini berarti makna yang dimaksud ialah bahwa sebagian dari hati mereka ada yang keras seperti batu, dan sebagian yang lain ada yang lebih keras daripada batu. Pendapat inilah yang dinilai rajih (kuat) oleh Ibnu Jarir disertai pengarahan lainnya.
Menurut kami, pendapat terakhir ini mirip dengan beberapa pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya, yaitu:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. (Al-Baqarah: 17)
أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ
atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit. (Al-Baqarah: 19)
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana. (An-Nur. 39)
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 4)
Dengan kata lain, di antara mereka ada yang seperti ini dan ada yang seperti itu.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الثَّلْجِ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَاطِبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةُ الْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي".
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus-Salj, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Hatib, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian banyak bicara selain zikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak bicara selain zikir kepada Allah mengakibatkan hati menjadi keras. Sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari Allah ialah orang yang berhati keras.
Imam Turmuzi meriwayatkan pula hadis ini di dalam Kitabuz Zuhdi di dalam kitab Jami'-nya. dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus Salj (murid Imam Ahmad) dengan lafaz yang sama. Ia meriwayatkannya pula dari jalur yang lain melalui Ibrahim ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Hatib dengan lafaz yang sama. Selanjutnya ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur Ibrahim.
Al-Bazzar meriwayatkan sebuah hadis melalui Anas secara marfu’ yaitu:
"أَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ: جُمُودُ الْعَيْنِ، وَقِسِيُّ الْقَلْبِ، وَطُولُ الْأَمَلِ، والحرص على الدنيا"
Ada empat pekerti yang menyebabkan kecelakaan, yaitu kerasnya mata (tidak pernah menangis karena Allah), hati yang keras. panjang angan-angan, dan rakus terhadap keduniawian.
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا۟ لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌۭ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُۥ مِنۢ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ 75
(75) Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?.
(75)
Afatatmauna, apakah kalian masih mengharapkan, hai orang-orang mukmin.
An yu-minu lakum, golongan yang sesat dari kalangan orang-orang Yahudi itu mau tunduk dengan taat kepada kalian, yaitu mereka yang kakek moyangnya telah menyaksikan berbagai mukjizat yang jelas dengan mata kepala mereka sendiri, tetapi ternyata hati mereka menjadi keras sesudah itu.
Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya, yakni menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya. Hal itu mereka lakukan setelah mereka memahaminya dengan pemahaman yang jelas. Tetapi mereka menyimpang dengan sepengetahuan mereka, dan menyadari bahwa perubahan dan takwil keliru yang mereka lakukan itu benar-benar salah. Hal ini sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya. (Al-Maidah: 13)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah itu Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya beserta orang-orang yang mengikutinya dari kalangan kaum mukmin, memutuskan harapan mereka terhadap orang-orang Yahudi itu: Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah. (Al-Baqarah: 75)
Makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Yasma'una," adalah mendengar kitab Taurat, karena kitab Taurat telah mereka dengar semua; tetapi mereka adalah orang-orang yang meminta kepada Nabi Musa a.s. untuk dapat melihat Tuhan mereka dengan jelas, lalu mereka disambar oleh halilintar di tempat tersebut.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan —menukil perkataan yang dinukilnya dari sebagian kalangan ahlul 'ilmi— bahwa mereka berkata kepada Musa, "Hai Musa, sesungguhnya telah dihalang-halangi antara kami dan Tuhan kami hingga kami tidak dapat melihat-Nya, maka perdengarkanlah kepada kami Kalam-Nya di saat Dia berbicara kepadamu." Maka Nabi Musa a.s. memohon hal tersebut kepada Tuhannya, dan Allah Swt. berfirman kepadanya, "Ya, perintahkanlah kepada mereka agar bersuci dan mencuci pakaiannya serta berpuasa," lalu mereka melakukannya.
Kemudian Nabi Musa membawa mereka keluar hingga sampai di Bukit Tur. Ketika mereka tertutupi oleh awan, Musa memerintahkan kepada mereka untuk sujud, lalu mereka semua menyungkur bersujud, dan Allah berbicara kepada Musa, sedangkan mereka mendengar firman Allah Swt. yang mengandung perintah dan larangan kepada mereka, hingga mereka memahami apa yang mereka dengar dari-Nya. Sesudah itu Nabi Musa a.s. kembali bersama mereka menuju kaum Bani Israil.
Ketika mereka datang kepada kaumnya, ada sebagian dari kalangan mereka mengubah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka. Mereka berkata kepada kaum Bani Israil di saat Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk mengerjakan anu dan anu."
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa golongan tersebutlah yang disebut oleh Allah Swt. dalam ayat ini (Al-Baqarah: 75). Sesungguhnya mereka mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk mengerjakan anu dan anu," hanyalah untuk menentang apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka, yakni mereka mengubahnya dari perintah yang sesungguhnya. Golongan inilah yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam ayat ini.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya. (Al-Baqarah: 75) Yang mereka ubah adalah kitab Taurat.
Apa yang disebut oleh As-Saddi ini lebih umum pengertiannya daripada yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, sekalipun pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir karena berpegang kepada konteks ayat. Karena sesungguhnya bukan merupakan suatu kepastian bila mereka telah mendengar Kalamullah secara langsung mempunyai pemahaman yang sama dengan apa yang didengar oleh Nabi Musa ibnu Imran yang diajak bicara langsung oleh Allah Swt. Sedangkan dalam ayat lain Allah Swt. telah berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah. (At-Taubah: 6)
Yakni agar Nabi Saw. mempunyai kesempatan untuk menyampaikan firman Allah Swt. kepadanya.
Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 75) Yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Yahudi yang pernah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya sesudah mereka memahami dan menghafalnya.
Mujahid mengatakan bahwa orang-orang yang mengubah firman Allah Swt. dan yang menyembunyikannya adalah para ulama dari kalangan mereka.
Abul Aliyah mengatakan, mereka sengaja mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. yang ada dalam kitab mereka dari tempat-tempatnya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Wahum ya'lamuna'' (sedangkan mereka mengetahui), yakni mereka berdosa.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa firman Allah Swt.: padahal mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya. (Al-Baqarah: 75) Menurut Ibnu Zaid, yang dimaksud dengan Kalamullah ialah kitab Taurat yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengubahnya. Mereka menjadikan hal yang halal di dalamnya menjadi haram, dan yang haram mereka jadikan halal; lalu mereka mengubah perkara yang hak menjadi perkara yang batil, dan yang batil menjadi hak. Apabila datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang benar disertai dengan uang suap, barulah mereka mengeluarkan Kitabullah (Taurat). Jika datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang batil dengan membawa uang suap, mereka mengeluarkan kitab yang telah mereka ubah itu sehingga dia berada dalam pihak yang benar. Apabila datang kepada mereka seseorang yang menanyakan sesuatu masalah kepada mereka tanpa ada kaitannya dengan perkara yang hak, tanpa uang suap, dan tanpa lainnya, mereka memerintahkan perkara yang hak (sebenarnya) kepada orang itu. Maka Allah Swt. berfirman kepada mereka:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir. (Al-Baqarah: 44)
****************
Adapun firman Allah Swt.:
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا الْآيَةَ
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 76).
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa apabila mereka bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman bahwa teman kalian itu adalah utusan Allah, tetapi khusus bagi kalian." Jika sebagian dari mereka berada bersama sebagian yang lain, mereka mengatakan, "Janganlah kalian bicarakan rahasia ini kepada orang-orang Arab, karena sesungguhnya sejak dulu kalian menunggu-nunggu kedatangannya untuk meminta pertolongannya dalam menghadapi mereka (orang-orang Arab), tetapi ternyata dia (Rasulullah) muncul dari kalangan mereka sendiri." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian!" (Al-Baqarah: 76) Artinya, kalian mengakui dia (Nabi Muhammad) adalah seorang nabi, padahal kalian telah berjanji kepada Allah Swt. bahwa kalian akan mengikutinya, dan Dia telah memberitakan kepada mereka (orang-orang Arab) bahwa dia adalah nabi yang sedang kita tunggu-tunggu kedatangannya dan yang kita jumpai sebutannya di dalam kitab kita. Karena itu, ingkarilah dia dan jangan sekali-kali kalian mengakuinya.
************
Firman Allah Swt.:
أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud oleh ayat ini ialah orang-orang munafik dari kalangan orang-orang Yahudi. Apabila bersua dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw., mereka mengatakan, "Kami pun beriman kepadanya."
Menurut As-Saddi, mereka adalah segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi; mereka beriman, kemudian munafik. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Qatadah, serta oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Sehubungan dengan hal ini Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam —menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahb darinya— mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يَدْخُلَنَّ عَلَيْنَا قَصَبَةَ الْمَدِينَةِ إِلَّا مُؤْمِنٌ"
Jangan sekali-kali ada orang yang masuk kepada kami di kota Madinah kecuali hanya orang mukmin.
Para pemimpin orang-orang Yahudi dari kalangan orang kafir dan munafik mengatakan, "Berangkatlah kalian dan katakanlah bahwa kami pun beriman, tetapi kufurlah kalian bila kalian kembali lagi kepada kami." Mereka berdatangan ke Madinah di pagi hari, dan kembali kepada kaumnya sesudah asar.
Lalu perawi membacakan firman-Nya:
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Segolongan (lain) dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang, dan ingkarilah ia pada akhirnya supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)." (Ali Imran: 72)
Mereka itu apabila memasuki kota Madinah mengatakan, "Kami pun orang-orang muslim," dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang berita dan perkara Rasulullah Saw. Apabila mereka berkumpul lagi dengan sesamanya, mereka kembali menjadi kafir. Setelah Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal orang-orang munafik, maka Nabi menutup jalan mereka sehingga mereka tidak dapat menyusup ke dalam tubuh kaum muslim. Sebelum itu orang-orang mukmin menduga bahwa orang-orang munafik itu beriman, lalu mereka berkata kepada sesamanya, "Bukankah Allah telah berfirman anu dan anu kepada kalian?" Lalu sebagian yang lainnya menjawab, "Memang benar." Apabila mereka kembali kepada kaumnya (yakni para pemimpin mereka), para pemimpin mereka bertanya, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian! (Al-Baqarah: 76)
Abul Aliyah berkata sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian, yaitu kitab kalian yang di dalamnya disebutkan ciri-ciri Nabi Muhammad Saw.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa mereka (orang-orang Yahudi) selalu mengatakan, "Kelak akan muncul seorang nabi." Lalu sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lain dan berkata: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian! (Al-Baqarah: 76)
Makna lafaz al-fath menurut pendapat lain disebutkan oleh riwayat Ibnu Juraij yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Barzah, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) bahwa Nabi Saw. dalam Perang Khaibar di bawah benteng pertahanan mereka (orang-orang Yahudi) pernah mengatakan, "Hai saudara-saudara kera dan babi, hai para penyembah tagut (berhala)!" Mereka menjawab, "Tiada lain orang yang memberitahukan ini melainkan Muhammad, tiadalah ucapan berikut kecuali keluar dari kalian." Yang mereka maksudkan adalah firman Allah Swt: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah diputuskan Allah untuk memperoleh kemenangan, yang pada akhirnya hal tersebut akan dijadikan sebagai hujah oleh mereka (orang-orang Arab) untuk menghadapi kalian sendiri.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini terjadi ketika Nabi Saw. mengutus sahabat Ali kepada mereka (orang-orang Yahudi), lalu mereka menyakiti Nabi Muhammad Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni mengenai siksaan. Supaya dengan demikian mereka (orang-orang Arab) dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian (Al-Baqarah: 76) Mereka yang berbuat demikian adalah segolongan orang-orang Yahudi yang beriman, lalu munafik; mereka selalu berbicara kepada orang-orang mukmin dari kalangan orang-orang Arab tentang siksaan yang mereka alami. Maka sebagian dari golongan orang-orang Yahudi itu mengatakan kepada sebagian yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) berupa siksaan (yang pernah kalian alami) yang akibatnya mereka mengatakan kepada kalian, "Kami lebih dicintai oleh Allah daripada kalian, dan kami lebih dimuliakan oleh Allah daripada kalian."
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah ditakdirkan bagi kalian berupa nikmat dan siksaan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, orang-orang Yahudi itu apabila bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian ceritakan kepada teman-teman Muhammad apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian di dalam kitab kalian, yang pada akhirnya hal tersebut dijadikan hujah oleh mereka untuk menghadapi dan menentang kalian."
*************
Firman Allah Swt.:
أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Abul Aliyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah segala yang mereka sembunyikan berupa kekufuran terhadap Nabi Muhammad Saw. dan kedustaan mereka kepadanya, padahal mereka menemukan ciri-cirinya tercatat di dalam kitab yang ada pada mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan. (Al-Baqarah: 77) Apa yang mereka sembunyikan itu ialah bilamana mereka meninggalkan sahabat-sahabat Muhammad Saw., lalu berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, yang kesimpulannya mereka saling melarang di antara sesamanya untuk menceritakan kepada seseorang dari sahabat-sahabat Nabi Saw. tentang hal-hal yang disebut di dalam kitab mereka. Demikian itu karena mereka merasa khawatir bila hal tersebut akan dijadikan hujah oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. terhadap diri mereka di hadapan Tuhan mereka, yakni senjata makan tuan.
Wama yu’linuna, dan segala yang mereka lahirkan, yakni ucapan mereka kepada sahabat-sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Kami pun beriman." Demikian pula yang dikatakan oleh Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah.
وَإِذَا لَقُوا۟ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍۢ قَالُوٓا۟ أَتُحَدِّثُونَهُم بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَآجُّوكُم بِهِۦ عِندَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ 76
(76) Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?"
(76)
Adapun firman Allah Swt.:
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا الْآيَةَ
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kamipun telah beriman," tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 76).
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa apabila mereka bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman bahwa teman kalian itu adalah utusan Allah, tetapi khusus bagi kalian." Jika sebagian dari mereka berada bersama sebagian yang lain, mereka mengatakan, "Janganlah kalian bicarakan rahasia ini kepada orang-orang Arab, karena sesungguhnya sejak dulu kalian menunggu-nunggu kedatangannya untuk meminta pertolongannya dalam menghadapi mereka (orang-orang Arab), tetapi ternyata dia (Rasulullah) muncul dari kalangan mereka sendiri." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian!" (Al-Baqarah: 76) Artinya, kalian mengakui dia (Nabi Muhammad) adalah seorang nabi, padahal kalian telah berjanji kepada Allah Swt. bahwa kalian akan mengikutinya, dan Dia telah memberitakan kepada mereka (orang-orang Arab) bahwa dia adalah nabi yang sedang kita tunggu-tunggu kedatangannya dan yang kita jumpai sebutannya di dalam kitab kita. Karena itu, ingkarilah dia dan jangan sekali-kali kalian mengakuinya.
************
Firman Allah Swt.:
أَوَلا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan (Al-Baqarah: 77)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud oleh ayat ini ialah orang-orang munafik dari kalangan orang-orang Yahudi. Apabila bersua dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw., mereka mengatakan, "Kami pun beriman kepadanya."
Menurut As-Saddi, mereka adalah segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi; mereka beriman, kemudian munafik. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Qatadah, serta oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Sehubungan dengan hal ini Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam —menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahb darinya— mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا يَدْخُلَنَّ عَلَيْنَا قَصَبَةَ الْمَدِينَةِ إِلَّا مُؤْمِنٌ"
Jangan sekali-kali ada orang yang masuk kepada kami di kota Madinah kecuali hanya orang mukmin.
Para pemimpin orang-orang Yahudi dari kalangan orang kafir dan munafik mengatakan, "Berangkatlah kalian dan katakanlah bahwa kami pun beriman, tetapi kufurlah kalian bila kalian kembali lagi kepada kami." Mereka berdatangan ke Madinah di pagi hari, dan kembali kepada kaumnya sesudah asar.
Lalu perawi membacakan firman-Nya:
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Segolongan (lain) dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang, dan ingkarilah ia pada akhirnya supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)." (Ali Imran: 72)
Mereka itu apabila memasuki kota Madinah mengatakan, "Kami pun orang-orang muslim," dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang berita dan perkara Rasulullah Saw. Apabila mereka berkumpul lagi dengan sesamanya, mereka kembali menjadi kafir. Setelah Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal orang-orang munafik, maka Nabi menutup jalan mereka sehingga mereka tidak dapat menyusup ke dalam tubuh kaum muslim. Sebelum itu orang-orang mukmin menduga bahwa orang-orang munafik itu beriman, lalu mereka berkata kepada sesamanya, "Bukankah Allah telah berfirman anu dan anu kepada kalian?" Lalu sebagian yang lainnya menjawab, "Memang benar." Apabila mereka kembali kepada kaumnya (yakni para pemimpin mereka), para pemimpin mereka bertanya, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian! (Al-Baqarah: 76)
Abul Aliyah berkata sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian, yaitu kitab kalian yang di dalamnya disebutkan ciri-ciri Nabi Muhammad Saw.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa mereka (orang-orang Yahudi) selalu mengatakan, "Kelak akan muncul seorang nabi." Lalu sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lain dan berkata: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian! (Al-Baqarah: 76)
Makna lafaz al-fath menurut pendapat lain disebutkan oleh riwayat Ibnu Juraij yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Barzah, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) bahwa Nabi Saw. dalam Perang Khaibar di bawah benteng pertahanan mereka (orang-orang Yahudi) pernah mengatakan, "Hai saudara-saudara kera dan babi, hai para penyembah tagut (berhala)!" Mereka menjawab, "Tiada lain orang yang memberitahukan ini melainkan Muhammad, tiadalah ucapan berikut kecuali keluar dari kalian." Yang mereka maksudkan adalah firman Allah Swt: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah diputuskan Allah untuk memperoleh kemenangan, yang pada akhirnya hal tersebut akan dijadikan sebagai hujah oleh mereka (orang-orang Arab) untuk menghadapi kalian sendiri.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini terjadi ketika Nabi Saw. mengutus sahabat Ali kepada mereka (orang-orang Yahudi), lalu mereka menyakiti Nabi Muhammad Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) yakni mengenai siksaan. Supaya dengan demikian mereka (orang-orang Arab) dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian (Al-Baqarah: 76) Mereka yang berbuat demikian adalah segolongan orang-orang Yahudi yang beriman, lalu munafik; mereka selalu berbicara kepada orang-orang mukmin dari kalangan orang-orang Arab tentang siksaan yang mereka alami. Maka sebagian dari golongan orang-orang Yahudi itu mengatakan kepada sebagian yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) berupa siksaan (yang pernah kalian alami) yang akibatnya mereka mengatakan kepada kalian, "Kami lebih dicintai oleh Allah daripada kalian, dan kami lebih dimuliakan oleh Allah daripada kalian."
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 76) Yaitu apa yang telah ditakdirkan bagi kalian berupa nikmat dan siksaan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, orang-orang Yahudi itu apabila bersua dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami pun telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian ceritakan kepada teman-teman Muhammad apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian di dalam kitab kalian, yang pada akhirnya hal tersebut dijadikan hujah oleh mereka untuk menghadapi dan menentang kalian."