17 - الإسراء - Al-Israa

Juz : 15

The Night Journey
Meccan

عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يَرْحَمَكُمْ ۚ وَإِنْ عُدتُّمْ عُدْنَا ۘ وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَٰفِرِينَ حَصِيرًا 8

(8) Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.

(8) 

تَتْبِيرًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ

Mudah-mudahan Tuhan kalian akan melimpahkan rahmat-(Nya) kepada kalian. (Al-Isra: 8)

Artinya, berkat rahmat dari-Nya itu musuh-musuh kalian akan berpaling pergi dari kalian, dan kalian selamat dari ulah mereka.

وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا

dan sekiranya kalian kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazab kalian). (Al-Isra: 8)

Maksudnya, manakala kalian kembali melakukan pengrusakan.

عُدْنَا

tentulah Kami kembali (mengazab kalian). (Al-Isra: 8)

Yakni Kami kembali mengazab kalian di dunia di samping azab dan pembalasan yang Kami simpan buat kalian di akhirat nanti. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt. menyebutkan:

وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا

dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-Isra: 8)

Yaitu tempat menetap, penjara, dan sekapan bagi mereka yang tiada jalan menyelamatkan diri bagi mereka darinya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa hasiran artinya penjara.

Mujahid mengatakan bahwa mereka dipenjarakan di dalamnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh yang lainnya.

Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud dengan hasiran ialah hamparan dan lantai.

Qatadah mengatakan bahwa memang setelah itu Bani Israil kembali melakukan pengrusakan. Maka Allah menguasakan mereka kepada go­longan ini —yakni Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya — yang memungut jizyah dari mereka, sedangkan mereka dalam keadaan terhina.


إِنَّ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًۭا كَبِيرًۭا 9

(9) Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,

(9) 

Allah Swt. memuji kitab-Nya yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw., yaitu kitab Al-Qur'an; bahwa kitab Al-Qur'an itu memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan lebih terang.

وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ

dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh. (Al-Isra: 9)

sesuai dengan apa yang dikandung di dalam kitab Al-Qur'an.

أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Al-Isra: 9)


وَأَنَّ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱلْءَاخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا 10

(10) dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.

(10) 

وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ

dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat. (Al-Isra: 10)

Yakni menyaimpaikan berita kepada orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat.

لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih. (Al-Isra: 10)

Yaitu di hari kiamat kelak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. (Ali 'Imran: 21)


وَيَدْعُ ٱلْإِنسَٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُۥ بِٱلْخَيْرِ ۖ وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ عَجُولًۭا 11

(11) Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.

(11) 

Allah Swt. menceritakan tentang sifat manusia yang tergesa-gesa dan doa yang dilakukannya dalam keadaan tertentu untuk keburukan dirinya atau anaknya atau harta bendanya. Yang dimaksud dengan keburukan ini adakalanya ingin mati, atau binasa, atau kehancuran, dan laknat serta lain sebagainya yang buruk akibatnya. Seandainya Allaji mengabulkan doanya, niscaya binasalah dia. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:

وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ

Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia. (Yunus: 11), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.

Dalam sebuah hadis disebutkan:

"لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، أَنْ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةَ إِجَابَةٍ يَسْتَجِيبُ فِيهَا"

Janganlah kalian mendoa untuk keburukan diri kalian, jangan pula untuk keburukan harta benda kalian, karena dikhawatir­kan doa kalian akan bertepatan dengan sa'atul ijabah, lalu diperkenankan bagi kalian doa itu.

Sesungguhnya yang mendorong seseorang melakukan hal seperti ini hanyalah rasa kekhawatiran dan ketergesa-gesaannya. Maka di dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:

وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا

Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (Al-Isra: 11)

Salman Al-Farisi dan Ibnu Abbas dalam bab ini telah menyebutkan kisah Nabi Adam a.s. ketika ia berniat akan bangkit berdiri sebelum roh yang ditiupkan ke dalam tubuhnya sampai ke bagian kedua kakinya. Demikian itu karena peniupan roh dimulai dari bagian kepalanya. Setelah roh sampai ke bagian otaknya, Maka Nabi Adam bersin dan mengucapkan, "Alhamdu­lillah (segala puji bagi Allah)", lalu dijawab oleh Allah melalui firman-Nya, "Hai Adam, Tuhanmu merahmati kamu." Setelah roh sampai pada bagian kedua matanya, maka kedua matanya terbuka, lalu mengalir ke bagian tubuhnya, dan Adam memperhatikan tubuhnya dengan penuh rasa takjub. Maka ia berupaya untuk bangkit berdiri sebelum roh sampai ke bagian kedua kakinya, tetapi ternyata ia tidak mampu bangkit, dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, segerakanlah sebelum malam tiba."


وَجَعَلْنَا ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ ءَايَتَيْنِ ۖ فَمَحَوْنَآ ءَايَةَ ٱلَّيْلِ وَجَعَلْنَآ ءَايَةَ ٱلنَّهَارِ مُبْصِرَةًۭ لِّتَبْتَغُوا۟ فَضْلًۭا مِّن رَّبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا۟ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلْحِسَابَ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍۢ فَصَّلْنَٰهُ تَفْصِيلًۭا 12

(12) Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.

(12) 

Allah menganugerahkan kepada makhluk-Nya tanda-tanda kekuasaan-Nya yang Mahabesar, antara lain perbedaan malam dan siang hari, supaya mereka beristirahat dengan tenang di malam hari, sedangkan di siang harinya mereka bertebaran untuk mencari penghidupan, bekerja, dan berkarya serta melakukan perjalanan. Dengan adanya perbedaan itu mereka mengetahui bilangan hari, minggu, bulan, dan tahun. Dan agar mereka mengetahui berlalunya masa yang telah ditetapkan untuk pembayaran utang, juga waktu ibadah, muamalat, sewa-menyewa serta lain-lainnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

لِتَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ

agar kalian mencari karunia dari Tuhan kalian. (Al-Isra: 12)

Yakni dalam kerja kalian dan misi perjalanan kalian serta hal-hal lainnya yang semisal.

وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ

dan supaya kalian mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. (Al-Isra: 12)

Karena sesungguhnya jikalau semua waktu sama saja, tidak ada perbeda­annya, maka tentulah hal-hal ini tidak dapat diketahui. Seperti hal yang disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا تَسْمَعُونَ قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلا تُبْصِرُونَ وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untuk kalian malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepada kalian?" Maka apakah kalian tidak mendengar?” Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untuk kalian siang itu terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepada kalian yang kalian beristirahat padanya? Maka apakah kalian tidak memperhatikan?” Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untuk kalian malam dan siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu dan supaya kalian mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kalian bersyukur kepada-Nya. (Al-Qashash: 71-73)

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 61-62)

وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ

dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. (Al-Mu’minun: 8)

يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى أَلا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ

Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (Az-Zumar: 5)

فَالِقُ الإصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 96)

Dan firman Allah Swt.:

وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka ada­lah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Yasin: 37-38)

Sesungguhnya Allah menjadikan tanda bagi malam hari, yaitu munculnya kegelapan dan terbitnya bulan di malam hari. Allah juga menjadikan tanda bagi siang hari, yaitu munculnya cahaya dengan terbitnya matahari yang meneranginya. Dan Allah membedakan antara sinar matahari dan cahaya rembulan agar yang ini dapat dibedakan dengan yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلا بِالْحَقِّ

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan ber­cahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu), Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. (Yunus:5)

sampai dengan firman-Nya:

لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ

benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa. (Yunus: 6)

Dan firman Allah Swt.:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ

الْآيَةَ

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.” (Al-Baqarah: 189), hingga akhir ayat.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Kasir sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang. (Al-Isra: 12) Bahwa yang dimaksud dengan tanda malam ialah gelapnya malam hari, sedangkan yang dimaksud dengan tanda siang hari ialah terangnya siang hari.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa matahari adalah tanda siang hari, dan rembulan adalah tanda malam hari. lalu Kami hapuskan tanda malam. (Al-Isra: 12)

Mujahid mengatakan, yang dimaksud ialah bercak-bercak hitam yang ada pada rembulan, dan memang demikianlah keadaannya sejak Allah menciptakannya.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "'Dahulu rembulan bersinar seperti matahari bersinar, dan rembulan itu adalah tanda malam hari, sedangkan matahari adalah tanda siang hari. lalu Kami hapuskan tanda malam. (Al-Isra: 12) bercak hitam yang ada pada rembulan.

Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui berbagai jalur yang baik, bahwa Ibnul Kawa pernah bertanya kepada Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. Untuk itu ia berkata, "Hai Amirul Mu’minin, apakah bercak hitam yang ada pada rembulan itu?" Khalifah Ali r.a. menjawab, "Celakalah kamu, tidakkah kamu pernah membaca firman Allah Swt. yang menyebutkan: 'lalu Kami hapuskan tanda malam.’ (Al-Isra: 12)" Maka itulah yang dimaksud dengan penghapusannya.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu Kami hapuskan tanda malam hari. (Al-Isra: 12) Kami dahulu selalu memperbincangkan bahwa penghapusan tanda malam hari ialah bercak hitam yang ada pada rembulan. dan Kami jadikan tanda siang itu terang. (Al-Isra: 12) Yakni terang benderang. Lalu Allah menciptakan matahari yang bentuk dan sinarnya jauh lebih terang serta lebih besar daripada rembulan.

Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda. (Al-Isra: 12) Yaitu silih bergantinya siang dan malam hari, sejak Allah menciptakan keduanya.


وَكُلَّ إِنسَٰنٍ أَلْزَمْنَٰهُ طَٰٓئِرَهُۥ فِى عُنُقِهِۦ ۖ وَنُخْرِجُ لَهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ كِتَٰبًۭا يَلْقَىٰهُ مَنشُورًا 13

(13) Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.

(13) 

Setelah menyebutkan tentang waktu dan segala sesuatu yang dilakukan oleh anak-anak Adam di dalamnya, lalu Allah Swt. berfirman:

وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ

Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatan­nya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. (Al-Isra: 13)

Yang dimaksud dengan istilah ta-ir adalah segala sesuatu dari amalnya yang terbang, yakni amal baik dan amal buruknya; dan amal itu merupakan suatu ketetapan atas diri pelakunya, kelak dia mendapatkan balasannya, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, serta lain-lainnya.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun niscaya ia akan melihat (balasan)nya. (Az-Zalzalah: 7-8)

Allah Swt. telah berfirman:

عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebe­lah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 17-18)

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaan kalian), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu), mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al-Infithar: 1-12)

إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut apa yang kalian kerjakan. (At-Tahrim: 7; Ath-Thur: 16)

Adapun firman Allah Swt.:

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ

Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibe­ri pembalasan dengan kejahatan itu. (An-Nisa: 123), hingga akhir ayat.

Makna yang dimaksud adalah bahwa amal perbuatan manusia itu — baik yang kecil maupun yang besar— semuanya terpelihara dalam catatan yang mencatatnya sepanjang malam dan siang hari, pagi dan petang.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنْ أَبَى الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَطَائر كُلِّ إِنْسَانٍ فِي عُنُقِهِ". قَالَ ابْنُ لَهِيعَةَ: يَعْنِي الطِّيرَةَ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutai-bah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abuz Zubair, dari Jabir, bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya ketetapan amal perbuatan manusia itu (seperti tetapnya kalung) pada lehernya.

Ibnu Lahi'ah mengatakan, yang dimaksud dengan ta-ir ialah tiyarah (yakni kesialannya).

Pendapat Ibnu Lahi'ah sehubungan dengan makna hadis ini sangat garib. 

Firman Allah Swt.:

وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا

Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya dengan terbuka. (Al-Isra: 13)

Maksudnya, Kami himpunkan seluruh amal perbuatannya di dalam sebuah kitab yang akan diberikan kepadanya kelak di hari kiamat. Adakalanya ia menerima dari sebelah kanannya, bila ia orang yang berbahagia; atau dari sebelah kirinya, bila ia orang yang celaka.

مَنْشُورًا

dengan terbuka. (Al-Isra: 13)

Yakni terbuka lebar sehingga ia dan orang lain dapat membacanya, di dalamnya tercatatkan semua amal perbuatannya sejak permulaan usianya hingga akhir hayatnya.

Allah Swt. telah berfirman:

يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ

Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun ia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 13-15)

Karena itulah dalam ayat ini selanjutnya Allah Swt. berfirman:

اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini seba­gai penghisab terhadapmu. (Al-Isra: 14)

Dengan kata lain, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa dirimu tidak dianiaya. Dan tidaklah dicatatkan atas dirimu kecuali hanya apa-apa yang telah kamu kerjakan, karena sesungguhnya kamu ingat segala sesuatu yang telah kamu lakukan. Tiada seorang pun yang lupa terhadap apa yang telah diperbuatnya, walaupun sedikit. Pada hari itu setiap orang membaca kitab catatan amal perbuatannya. Ia dapat membacanya, baik ia dari kalangan orang yang bisa baca tulis atau pun orang ummi (tidak bisa baca tulis).

Firman Allah Swt.:

أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ

Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. (Al-Isra: 13)

Sesungguhnya dalam ayat ini disebutkan leher, tiada lain karena leher merupakan anggota tubuh manusia yang tidak ada duanya dalam tubuh­nya. Dan barang siapa yang telah ditetapkan atas sesuatu, maka ia ti­dak dapat menghindarkan diri darinya. Seperti yang dikatakan oleh se­orang penyair:

اذْهَبْ بِهَا اذْهَبْ بِهَا ... طُوِّقْتَهَا طَوْقَ الْحَمَامَةِ ...

Pergilah dengan membawanya, pergilah dengan membawanya,

aku telah mengalunginya sebagaimana kalung yang ada pada burung merpati.

Qatadah telah meriwayatkan dari Jabir ibnu Abdullah, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. bersabda:

"لَا عَدْوَى وَلَا طيرَة وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ".

Tiada penyakit dan tiada kesialan, tiap-tiap orang telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Imam Abdu ibnu Humaid telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Musnad-nya secara muttasil. Untuk itu ia mengatakan:

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "طَيْرُ كُلِّ عَبْدٍ فِي عُنُقِهِ"

telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Ketetapan amal perbuatan seorang hamba berada pada lehernya (sebagaimana tetapnya kalung pada lehernya).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ: أَنَّ أَبَا الْخَيْرِ حَدَّثَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] يُحَدِّثُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ مِنْ عَمَلِ يَوْمٍ إِلَّا وَهُوَ يُخْتَمُ عَلَيْهِ، فَإِذَا مَرِضَ الْمُؤْمِنُ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: يَا رَبَّنَا، عَبْدُكَ فُلَانٌ، قَدْ حَبَسْتَهُ؟ فَيَقُولُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ: اخْتِمُوا لَهُ عَلَى مِثْلِ عَمَلِهِ، حَتَّى يبرأ أو يموت"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Yazid; Abul Khair pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda: Tiada suatu amal sehari pun melainkan amal itu ditetapkan atas pelakunya. Apabila seorang mukmin sakit, maka para malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, hamba-Mu si Fulan telah Engkau tahan.” Allah Swt. Berfirman, ”Tetapkanlah baginya amal perbuatan yang semisal dengan amal kebiasaannya hingga ia sembuh atau mati, "

Sanad hadis cukup baik dan kuat, tetapi mereka tidak mengetengahkan­nya.

Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya (Al-Isra: 13) Makna yang dimaksud ialah amal perbuatannya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat. (Al-Isra: 13) Artinya, Kami keluarkan amal perbuatan itu pada hari kiamat. (berupa) sebuah kitab yang dijumpainya dalam keadaan terbu­ka. (Al-Isra: 13) Ma'mar mengatakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membaca firman-Nya: seorang duduk di sebelah kanan, dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Qaf: 17) Hai manusia, Aku telah mempersiapkan bagimu kitab amal perbuatanmu; dan telah ditugaskan kepadamu dua malaikat yang mulia, yang seorang duduk di sebelah kananmu, sedangkan yang lain duduk di sebelah kirimu. Malaikat yang ada di sebelah kananmu bertugas mencatat semua amal baikmu, sedangkan malaikat yang duduk di sebelah kirimu bertugas mencatat semua amal burukmu. Maka beramallah sesukamu, sedikit ataupun banyak. Apabila kamu telah mati, maka buku catatanmu itu ditutup, lalu Aku kalungkan di lehermu bersama kamu dalam kuburan, hingga kamu dibangkitkan nanti pada hari kiamat, lalu dikeluarkan bagimu sebuah kitab yang kamu jumpai dalam keadaan terbuka. Bacalah kitabmu! (Al-Isra: 14), hingga akhir ayat. Sesungguhnya demi Allah, Mahaadillah Tuhan yang menjadikan dirimu sebagai penghisab terhadap dirimu.

Ini adalah penafsiran yang terbaik diketengahkan oleh Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini.


ٱقْرَأْ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ ٱلْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًۭا 14

(14) "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu".

(14) 

Karena itulah dalam ayat ini selanjutnya Allah Swt. berfirman:

اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini seba­gai penghisab terhadapmu. (Al-Isra: 14)

Dengan kata lain, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa dirimu tidak dianiaya. Dan tidaklah dicatatkan atas dirimu kecuali hanya apa-apa yang telah kamu kerjakan, karena sesungguhnya kamu ingat segala sesuatu yang telah kamu lakukan. Tiada seorang pun yang lupa terhadap apa yang telah diperbuatnya, walaupun sedikit. Pada hari itu setiap orang membaca kitab catatan amal perbuatannya. Ia dapat membacanya, baik ia dari kalangan orang yang bisa baca tulis atau pun orang ummi (tidak bisa baca tulis).


مَّنِ ٱهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِى لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌۭ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًۭا 15

(15) Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.

(15) 

Allah Swt. menyebutkan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah dan mengikuti kebenaran serta menelusuri jejak Nabi Saw. (yakni sunnahnya), maka sesungguhnya akibat yang baik dari perbuatannya yang terpuji itu hanyalah untuk dirinya sendiri.

وَمَنْ ضَلَّ

dan barang siapa yang sesat. (Al-Isra: 15)

Yakni sesat dari kebenaran dan menyimpang dari jalan yang lurus. Maka dia hanyalah menganiaya dirinya sendiri, dan sesungguhnya akibat buruk dari perbuatannya itu akan menimpa dirinya sendiri.

Dalam firman selanjutnya disebutkan:

وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain. (Al-Isra: 15)

Maksudnya, tiada seorang pun yang memikul dosa orang lain; dan bagi orang yang berdosa, tiada lain akibatnya akan menimpa dirinya sendiri. Ayat ini semisal dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ

Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun. (Fathir: 18)

Tidak ada pertentangan antara makna ayat ini dengan apa yang disebut­kan oleh firman-Nya:

وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ

Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka dan beban-beban (dosa orang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. (Al-'Ankabut: 13)

وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ

dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (An-Nahl: 25)

Karena sesungguhnya orang-orang yang menyeru orang lain kepada kesesatan akan memperoleh dosanya sendiri dan juga dosa orang lain yang mereka sesatkan, tanpa mengurangi dosa mereka yang disesatkannya. Tetapi para penyeru itu bukanlah sebagai penanggung dosa mereka yang disesatkannya. Hal ini merupakan keadilan dan rahmat dari Allah kepada hamba-hamba-Nya. Pengertian ini terkandung pula di dalam firman selanjutnya, yaitu:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا

Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)

Makna ayat ini menggambarkan tentang keadilan Allah Swt., bahwa Dia tidak akan mengazab seorang pun melainkan setelah tegaknya hujah terhadap dirinya melalui rasul yang diutus oleh Allah kepadanya. Di dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:

كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نزلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلا فِي ضَلالٍ كَبِيرٍ

Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab, "Benar ada. Sesung­guhnya lelah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakannya) dan kami katakan, 'Allah tidak menurunkan sesuatu pun, kalian tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar'.” (Al-Mulk: 8-9)

Disebutkan pula dalam ayat lainnya melalui firman Allah Swt.:

وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ

Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan, sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, "Apakah belum pernah datang kepada kalian rasul-rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Tuhan kalian dan memperingatkan kepada kalian akan pertemuan dengan hari ini.” Mereka menjawab, "Benar, telah datang.” Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. (Az-Zumar: 71)

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Dan apa­kah Kami tidak memanjangkan umur kalian dengan masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kalian pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Fathir: 37)

Masih banyak ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah tidak memasuk­kan seorang manusia pun ke dalam neraka kecuali setelah Allah mengutus rasul-Nya kepada mereka. Berangkat dari pengertian ini ada sejumlah ulama yang membahas lafaz yang diutarakan secara mu'jamah dalam kitab Sahih Bukhari pada pembahasan tafsir firman-Nya:

إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A'raf: 56)

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَان، عَنِ الْأَعْرَجِ بِإِسْنَادِهِ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اخْتَصَمَتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ" فَذَكَرَ الْحَدِيثَ إِلَى أَنْ قَالَ: "وَأَمَّا الْجَنَّةُ فَلَا يَظْلِمُ اللَّهُ مِنْ خَلْقِهِ أَحَدًا، وَأَنَّهُ يُنْشِئُ لِلنَّارِ خَلْقًا فَيُلْقَوْنَ فِيهَا، فَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؟ (2) ثَلَاثًا، وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Al-A'raj dengan sanadnya sampai kepada Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Surga dan neraka mengadukan perkaranya (kepada Allah)," yang antara lain di sebutkan dalam hadis ini: "Adapun surga, maka Allah tidak berlaku aniaya terhadap seseorang pun dari kalangan makhluk-Nya. Dan sesungguhnya Dia terus membuat makhluk untuk neraka, lalu makhluk itu dilemparkan ke dalam­nya, dan neraka berkata, "Masih adakah tambahannya," sebanyak tiga kali. Hingga akhir hadis.

Padahal sesungguhnya hal ini hanyalah terjadi pada surga, karena surga adalah tempat menetapnya karunia Allah. Adapun neraka adalah tempat dilaksanakannya keadilan Allah, tiada seorang pun yang memasu­kinya kecuali sesudah adanya alasan untuk memasukinya dan telah tegaknya hujah atas orang yang memasukinya.

Sejumlah ulama membicarakan bunyi teks hadis ini. Mereka me­ngatakan bahwa barangkali perawinya mengutarakannya terbalik, sebagai buktinya ialah adanya sebuah hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing, sedangkan teks hadis berikut menurut apa yang ada pada Imam Bukhari melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Harnmam, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

"تَحَاجَّتِ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ" فَذَكَرَ الْحَدِيثَ إِلَى أَنْ قَالَ: "فَأَمَّا النَّارُ فَلَا تَمْتَلِئُ حَتَّى يَضَعَ فِيهَا قَدَمَهُ، فَتَقُولَ: قَطٍ، قَطٍ، فَهُنَالِكَ تَمْتَلِئُ وَيَزْوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ، وَلَا يَظْلِمُ اللَّهُ مِنْ خَلْقِهِ أَحَدًا، وَأَمَّا الْجَنَّةُ فَيُنْشِئُ اللَّهُ لَهَا خَلْقًا"

Surga dan neraka bersengketa. Yang di dalamnya antara lain disebutkan: Adapun neraka, maka ia tidak merasa kenyang dengan penghu­ninya sehingga Allah meletakan telapak kaki kekuasaan-Nya ke dalam neraka, maka barulah neraka berkata, "Cukup, cukup.” Saat itulah neraka penuh dan sebagian darinya memisahkan diri dari sebagian lainnya. Dan Allah tidak berbuat aniaya terhadap seorang pun dari makhluk-Nya. Adapun surga, sesungguhnya Allah membuatkan baginya makhluk (yang baru).

Masih ada suatu masalah yang diperselisihkan di kalangan para imam sejak masa dahulu hingga sekarang, yaitu mengenai dua orang anak yang meninggal dunia pada waktu masih kecil, sedangkan orang tua mereka kafir, maka bagaimanakah hukum mereka? Demikian pula halnya orang gila, orang tua yang pikun, orang tuli, serta orang yang meninggal dalam masa fatrah (kekosongan dari nabi) dan dakwah Islam masih belum sampai kepadanya. Perihal mereka disebutkan oleh hadis-hadis yang akan kami kemukakan dengan seijin Allah, taufik, dan pertolongan­Nya berikut ini. Kemudian kami sebutkan pula sebuah pasal ringkas tentang pendapat para imam mengenai masalah ini. Hanya kepada Allah­lah kami memohon pertolongan.

Hadis pertama, dari Al-Aswad ibnu Sari'.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ سَرِيعٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَرْبَعَةٌ يَحْتَجُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرِمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ، فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ: رَبِّ، قَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا، وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ: رَبِّ، قَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ، وَأَمَّا الهَرَمُ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ: رَبِّ، مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ. فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ ليُطِعنّه فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنِ ادْخُلُوا النَّارَ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا"

Imam Ahmad mengata­kan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah mencerita­kan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Al-Ahnaf ibnu Qais, dari Al-Aswad ibnu Sari', bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Empat orang akan mengajukan alasannya kelak dihari kiamat, yaitu seorang lelaki tuli yang tidak dapat mendengar suara apa pun, seorang lelaki dungu (idiot), seorang lelaki pikun, dan seorang lelaki yang mati di masa fatrah. Orang yang tuli mengajukan alasannya, "Wahai Tuhanku, Islam telah datang, tetapi saya tidak dapat mendengar apa pun.” Orang yang dungu beralasan, "Wahai Tuhanku, Islam telah datang, sedangkan anak-anak kecil melempariku dengan kotoran ternak (yang kering).” Orang yang pikun beralasan, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Islam telah datang, tetapi saya tidak ingat akan sesuatu pun.” Orang yang meninggal dalam masa fatrah beralasan, "Wahai Tuhanku, tiada seorang pun dari rasul-Mu yang datang kepadaku.” Maka Allah mengambil janji dari mereka, bahwa­sanya mereka harus benar-benar taat kepada-Nya. Setelah itu diperintahkan agar mereka dimasukkan ke dalam neraka. Maka demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya mereka memasukinya, tentulah ne­raka itu menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagi mereka.

Menurut sanad yang sama dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi', dari Abu Hurairah disebutkan hal yang semisal. Akan tetapi, dalam riwayat ini di akhirnya disebutkan hal berikut:

"مَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا، وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا يُسْحَبُ إِلَيْهَا"

Barang siapa yang memasukinya, maka tentulah neraka itu menjadi dingin dan menjadi keselamatan baginya; dan barang siapa yang tidak mau memasukinya, maka ia diseret ke dalamnya.

Hai yang sama telah diriwayatkannya oleh Ishaq ibnu Rahawaih dari Mu'az ibnu Hisyam. Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam Kitabul I'tiqad melalui hadis Ahmad ibnu Ishaq, dari Ali ibnu Abdullah Al-Madini. Dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Rafi', dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Ada empat macam orang yang semuanya mengajukan alasannya kepada Allah," hingga akhir hadis dengan teks yang semisal.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari hadis Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah. lalu ia menyebutkannya secara marfu'. Kemudian Abu Hurairah mengatakan, "Jika kalian suka, bacalah ayat berikut (yakni firman -Nya): 'Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus se­orang rasul.' (Al-Isra: 15).”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ma'mar, dari Abdullah ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara mauquf.

Hadis kedua, diriwayatkan melalui Anas ibnu Malik.

قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبَانٍ قَالَ: قُلْنَا لِأَنَسٍ: يَا أَبَا حَمْزَةَ، مَا تَقُولُ فِي أَطْفَالِ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمْ يَكُنْ لَهُمْ سَيِّئَاتٌ فَيُعَذَّبُوا بِهَا فَيَكُونُوا مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ حَسَنَاتٌ فَيُجَازُوا بِهَا فَيَكُونُوا مَنْ مُلُوكِ أَهْلِ الْجَنَّةِ هُمْ مَنْ خَدَمِ أَهْلِ الْجَنَّةِ"

Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi', dari Yazid (yakni Ibnu Aban) yang menceritakan, kami pernah bertanya kepada Artas, "Wahai Abu Hamzah (julukan Anas), bagaimanakah pendapatmu tentang anak orang-orang musyrik?" maka Anas ibnu Malik menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan masalah mereka: Mereka tidak mempunyai dosa-dosa yang menyebabkan mereka diazab karenanya, lalu mereka menjadi ahli neraka. Dan mereka tidak mempunyai amal-amal baik yang menyebabkan mereka beroleh pahala karenanya, lalu mereka menjadi ahli surga.

Hadis ketiga, diriwayatkan melalui Anas pula.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ لَيْث، عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤْتَى بِأَرْبَعَةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: بِالْمَوْلُودِ، وَالْمَعْتُوهِ، وَمَنْ مَاتَ فِي الفَتْرَة، وَالشَّيْخِ الْفَانِي الْهَرِمِ، كُلُّهُمْ يَتَكَلَّمُ بِحُجَّتِهِ، فَيَقُولُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِعُنُقٍ مِنَ النَّارِ: ابْرُزْ. وَيَقُولُ لَهُمْ: إِنِّي كُنْتُ أَبْعَثُ إِلَى عِبَادِي رُسُلًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَإِنِّي رَسُولُ نَفْسِي إِلَيْكُمُ ادْخُلُوا هَذِهِ. قَالَ: فَيَقُولُ مَنْ كُتِبَ عَلَيْهِ الشَّقَاءُ: يَا رَبِّ، أَنَّى نَدْخُلُهَا وَمِنْهَا كُنَّا نَفِرُّ؟ قَالَ: وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ السَّعَادَةُ يَمْضِي فَيَقْتَحِمُ فِيهَا مُسْرِعًا، قَالَ: فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنْتُمْ لِرُسُلِي أَشَدُّ تَكْذِيبًا وَمَعْصِيَةً، فَيُدْخِلُ هؤلاء الجنة، وهؤلاء النار".

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Lais, dari Abul Waris, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Dihadapkan empat macam orang kelak di hari kiamat. Yaitu anak yang baru lahir (lalu mati), orang yang dungu, dan orang yang mati dalam masa fatrah serta orang yang pikun. Masing-masing dari mereka mengemukakan alasan membela dirinya. Lalu Allah berfirman kepada salah satu leher neraka, 'Keluarlah kamu.' Dan Allah berfirman kepada mereka, 'Sesungguhnya dahulu Aku telah mengutus rasul-rasul-Ku kepada hamba-hamba-Ku dari kalangan mereka sendiri, dan sesungguhnya Aku sekarang adalah utusan diri-Ku sendiri kepada kalian. Masuklah kalian ke dalam neraka ini!'." Rasul Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu berkatalah orang yang ditakdirkan celaka, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah kami masuk ke dalam neraka, sedangkan kami menghindar darinya?" Sedangkan orang-orang yang telah ditakdirkan berbahagia berjalan terus memenuhi perintah-Nya dan masuk dengan cepat ke dalam neraka. Lalu Allah Swt. berfirman, "Kalian lebih mendustakan dan lebih durhaka terhadap utusan-utusan-Ku." Maka mereka yang berbahagia masuk ke dalam surga, dan mereka yang celaka masuk neraka.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan hal yang semisal dari Yusuf ibnu Musa, dari Jarir ibnu Abdul Hamid dengan sanad yang sama.

Hadis keempat, diriwayatkan melalui Al-Barra ibnu Azib r.a.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ فِي مُسْنَدِهِ أَيْضًا: حَدَّثَنَا قَاسِمُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ.

-يَعْنِي ابْنَ دَاوُدَ-عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أُمَيَّةَ، عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ: سُئل رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَطْفَالِ الْمُسْلِمِينَ قَالَ: "هُمْ مَعَ آبَائِهِمْ". وَسُئِلَ عَنْ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ: "هُمْ مَعَ آبَائِهِمْ". فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يَعْمَلُونَ؟ قَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِهِمْ"

Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya mengatakan, telah menceri­takan kepada kami Qasim ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnu Daud), dari Umar ibnu Zar, dari Yazid ibnu Umayyah, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang anak-anak orang-orang muslim, maka beliau Saw. menjawab, "Mereka akan bersama-sama dengan ayah-ayahnya." Dan beliau ditanya tentang anak-anak kaum musyrik, maka beliau Saw. menja­wab, "Mereka akan bersama-sama dengan ayah-ayahnya." Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, anak-anak kaum musyrik itu masih belum beramal?" Rasulullah Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui tentang mereka."

Umar ibnu Zar telah meriwayatkannya dari Yazid ibnu Umayyah, dari seorang lelaki, dari Al-Barra, dari Aisyah, lalu ia menuturkan hadis ini.

Hadis kelima, diriwayatkan melalui Sauban.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو بْنِ عَبْدِ الْخَالِقِ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، حَدَّثَنَا رَيْحَانُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابة، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ، عَنْ ثَوْبَانَ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عظَّم شَأْنَ الْمَسْأَلَةِ، قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، جَاءَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَحْمِلُونَ أَوْثَانَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ، فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا لَمْ تُرْسِلْ إِلَيْنَا رَسُولًا وَلَمْ يَأْتِنَا لَكَ أَمْرٌ، وَلَوْ أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا لَكُنَّا أَطْوَعَ عِبَادِكَ، فَيَقُولُ لَهُمْ رَبُّهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ تُطِيعُونِي؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَأْمُرُهُمْ أَنْ يَعْمِدُوا إِلَى جَهَنَّمَ فَيَدْخُلُوهَا، فَيَنْطَلِقُونَ حَتَّى إِذَا دَنَوْا مِنْهَا وَجَدُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا، فَرَجَعُوا إِلَى رَبِّهِمْ فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا أَخْرِجْنَا -أَوْ: أَجِرْنَا-مِنْهَا، فَيَقُولُ لَهُمْ: أَلَمْ تَزْعُمُوا أَنِّي إِنْ أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ تُطِيعُونِي؟ فَيَأْخُذُ عَلَى ذَلِكَ مَوَاثِيقَهُمْ. فَيَقُولُ: اعْمَدُوا إِلَيْهَا، فَادْخُلُوهَا. فَيَنْطَلِقُونَ حَتَّى إِذَا رَأَوْهَا فَرِقوا وَرَجَعُوا، فَقَالُوا: رَبَّنَا فَرِقنا مِنْهَا، وَلَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَدْخُلَهَا فَيَقُولُ: ادْخُلُوهَا دَاخِرِينَ". فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ دَخَلُوهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ كَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا".

Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Raihan ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Mansur, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma, dari Sauban, bahwa Nabi Saw. memberatkan masalah ini. Maka beliau Saw. bersabda: Apabila hari kiamat tiba, orang-orang Jahiliyah datang dengan membawa dosa-dosa mereka di punggungnya. Lalu Tuhan menanyai mereka, dan mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami. Engkau tidak mengutus seorang rasul pun kepada kami, dan tidak pernah pula datang suatu perintah pun dari Engkau. Seandainya Engkau mengutus kepada kami seorang rasul, tentulah kami akan menjadi seorang yang paling taat di antara hamba-hamba-Mu.” Allah berfirman kepada mereka, "Bagaimanakah pendapat kalian jika Aku perintahkan kalian suatu perintah? Apakah kalian mau taat kepada-Ku?” Mereka menjawab, "Ya.” Maka Allah memerintahkan kepada mereka untuk berangkat menuju neraka Jahannam dan memasukinya. Tetapi ketika mereka telah berada di dekat neraka Jahannam. mereka menjumpainya sedang bergejolak dan bersuara gemuruh, akhirnya mereka kembali kepada Tuhannya. Dan mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami," atau "Lindungi­lah kami dari neraka Jahannam.” Allah berfirman kepada mereka.”Bukankah tadi kalian mengatakan bahwa jika Aku perintahkan sesuatu kepada kalian, maka kalian akan taat kepada-Ku?" Maka Allah mengambil janji dari mereka untuk hal tersebut, lalu berfirman, "Pergilah kalian ke neraka dan masuklah ke dalamnya!" Maka mereka pun berangkat. Dan ketika mereka melihat neraka, rasa takut menimpa mereka, lalu mereka kembali dan berkata, "Wahai Tuhan kami, kami takut kepada neraka, dan kami tidak mampu memasukinya.” Lalu Allah berfirman, "Masuklah kalian ke dalam neraka dengan hina dina!' Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Seandainya mereka masuk ke dalam neraka pada yang pertama kali, tentulah neraka menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagi mereka.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa matan (teks) hadis ini tidak dikenal terkecuali melalui jalur ini. Mereka tidak meriwayatkannya dari Ayyub selain dari Abbad, tidak pula dari Abbad selain Raihan ibnu Sa'id.

Menurut kami, Ibnu Hibban telah menyebutnya di antara golongan orang-orang yang siqah dalam kitab siqah-nya. Yahya ibnu Mu'in dan Imam Nasai mengatakan bahwa dia (Raihan ibnu Sa'id) orangnya tidak tercela, tetapi Imam Abu Daud tidak suka kepadanya. Abu Hatim menga­takan, Raihan ibnu Sa'id adalah seorang syekh (guru) yang hadisnya boleh ditulis, tetapi tidak dapat dijadikan sebagai hujah.

Hadis keenam, diriwayatkan melalui Abu Sa'id alias Sa'd Ibnu Malik Ibnu Sinan Al-Khudri.

قَالَ الْإِمَامُ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الذُّهَلي: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْهَالِكُ فِي الْفَتْرَةِ وَالْمَعْتُوهُ والمولود: يقول الهالك فِي الْفَتْرَةِ: لَمْ يَأْتِنِي كِتَابٌ، وَيَقُولُ الْمَعْتُوهُ: رَبِّ، لَمْ تَجْعَلْ لِي عَقْلًا أَعْقِلُ بِهِ خَيْرًا وَلَا شَرًّا، وَيَقُولُ الْمَوْلُودُ: رَبِّ لَمْ أُدْرِكِ الْعَقْلَ فَتُرْفَعُ لَهُمْ نَارٌ فَيُقَالُ لَهُمْ: رِدُوهَا"، قَالَ: فَيَرِدُهَا مَنْ كَانَ فِي عِلْمِ اللَّهِ سَعِيدًا لَوْ أَدْرَكَ الْعَمَلَ، وَيُمْسِكُ عَنْهَا مَنْ كَانَ فِي عِلْمِ اللَّهِ شَقِيًّا لَوْ أَدْرَكَ الْعَمَلَ، فَيَقُولُ: إِيَّايَ عَصَيْتُمْ، فَكَيْفَ لَوْ أَنَّ رُسُلِي أَتَتْكُمْ؟ ".

Imam Muhammad ibnu Yahya Az Zuhali mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, dari Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda: Orang yang mati di masa fatrah dan orang yang akalnya kurang (sangat idiot) serta anak yang baru lahir (mengadu). Orang yang mati di masa fatrah berkata, "Tiada suatu kitab pun yang didatangkan kepadaku.” Orang yang dungu berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau tidak membekaliku dengan akal yang dengannya saya dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk.” Anak yang baru lahir berkata, "Wahai Tuhanku, saya masih belum mencapai usia balig.” Lalu diangkatlah neraka dari mereka, kemudian dikatakan kepada mereka, "Masuklah kalian ke dalam neraka!" Maka dihindarkanlah dari neraka orang-orang yang tercatat di dalam ilmu Allah menjadi orang-orang yang berbahagia seandainya dia sempat beramal. Dan dibiarkan di neraka orang-orang yang menurut ilmu Allah menjadi orang yang celaka seandainya dia sempat beramal. Dan Allah berfirman (kepada yang masuk neraka), "Kalian durhaka kepada-Ku, maka bagaimanakah kalian (jadinya) bila utusan-utusan-Ku datang kepada kalian?"

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Muhammad ibnu Umar ibnu Hayyaj Al-Kufi, dari Abdullah ibnu Musa, dari Fudail ibnu Marzuq dengan sanad yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa tidak dikenal riwayat ini melalui Abu Sa'id kecuali melalui jalur Fudail Ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id. Dan di akhir riwayat ini disebutkan:

"فَيَقُولُ اللَّهُ: إِيَّايَ عَصَيْتُمْ فَكَيْفَ بِرُسُلِي بِالْغَيْبِ؟ "

Maka Allah berfirman, "Kalian durhaka kepada-Ku, maka ba­gaimanakah iman kalian kepada utusan-utusan-Ku yang telah tiada.”

Hadis ketujuh, diriwayatkan melalui Mu'az ibnu Jabal r.a.

قَالَ هِشَامُ بْنُ عَمَّار وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُبَارَكِ الصُّورِيُّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ وَاقِدٍ، عَنْ يُونُسَ بْنِ حَلْبَسٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، عَنْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُؤْتَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالْمَمْسُوخِ عَقْلًا وَبِالْهَالِكِ فِي الْفَتْرَةِ، وَبِالْهَالِكِ صَغِيرًا. فَيَقُولُ الْمَمْسُوخُ: يَا رَبِّ، لَوْ آتَيْتَنِي عَقْلًا مَا كَانَ مَنْ آتَيْتُهُ عَقْلًا بِأَسْعَدَ مِنِّي -وَذَكَرَ فِي الْهَالِكِ فِي الْفَتْرَةِ وَالصَّغِيرِ نَحْوَ ذَلِكَ-فَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: إِنِّي آمُرُكُمْ بِأَمْرٍ فَتُطِيعُونِي؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: اذْهَبُوا فَادْخُلُوا النَّارَ -قَالَ: وَلَوْ دَخَلُوهَا مَا ضَرَّتْهُمْ-فَتَخْرُجُ عَلَيْهِمْ قَوَابِصُ، فَيَظُنُّونَ أَنَّهَا قَدْ أَهْلَكَتْ مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ، فَيَرْجِعُونَ سِرَاعًا، ثُمَّ يَأْمُرُهُمُ الثَّانِيَةَ فَيَرْجِعُونَ كَذَلِكَ، فَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: قَبْلَ أَنْ أَخْلُقَكُمْ عَلِمْتُ مَا أَنْتُمْ عَامِلُونَ، وَعَلَى عِلْمِي خَلَقْتُكُمْ، وَإِلَى عِلْمِي تَصِيرُونَ، ضُمِّيهِمْ، فَتَأْخُذُهُمُ النَّارُ"

Hisyam ibnu Ammar dan Muhammad ibnul Mubarak As-Suri mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Yunus ibnu Jalis, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Mu'az ibnu Jabal, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kelak di hari kiamat dihadapkan seorang yang kurang akalnya, orang yang mati di masa fatrah, dan orang yang mati masih kecil. Maka berkatalah orang yang kurang akalnya, "Wahai Tuhanku, seandainya Engkau memberiku akal, tentulah orang yang Engkau beri akal tidaklah lebih bahagia keadaannya daripada aku.” Kemudian orang yang meninggal dunia di masa fatrah dan orang yang meninggal dunia pada waktu masih berusia kecil (belum balig) mengata­kan hal yang sama: Maka Tuhan yang Mahaagung lagi Maha Mulia berfirman, "Se­sungguhnya Aku- akan memerintahkan sesuatu kepada kalian, apakah kalian akan taat kepada-Ku?” Mereka menjawab, "Ya." Allah berfirman, "Pergilah dan masuklah kalian ke dalam neraka.” Nabi Saw. bersabda, "Seandainya mereka lang­sung masuk ke dalam neraka, tentulah neraka tidak akan membahayakan mereka.” Maka pijar-pijar api neraka keluar dari dalam neraka menyambut mereka, sehingga mereka menduga bahwa neraka akan membinasakan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. Karena itulah maka mereka kembali dengan cepat. Kemudian Allah memerintahkan hal itu kepada mereka untuk kedua kalinya, tetapi mereka kembali lagi sama dengan sebelumnya. Maka Tuhan berfirman, "Sebelumnya Aku menciptakan kalian, Aku mengetahui segala sesuatu yang akan kalian kerjakan. Penciptaan kalian telah berada di dalam pengetahuan-Ku dan tempat kembali kalian telah berada di dalam pengetahuan-Ku. Hai neraka, Ambillah mereka!" Maka neraka mengambil mereka.

Hadis kedelapan, diriwayatkan melalui Abu Hurairah.

Hadis ini telah disebutkan jauh sebelum ini, yang riwayatnya digabungkan menjadi satu dengan riwayat Al-Aswad ibnu Sari'. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانه ويُنَصِّرَانه ويُمَجِّسانه، كَمَا تُنْتِجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ "

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau seorang Nasrani, atau seorang Majusi. Perihalnya sama dengan binatang ternak yang melahirkan anaknya, dalam keadaan utuh, maka sudah barang tentu kalian tidak akan menjumpai adanya cacat tubuh pada anaknya.

Di dalam riwayat lain disebutkan seperti berikut:

قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ صَغِيرًا؟ قَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"

Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang anak kecil yang meninggal dunia?" Rasulullah Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui apa yang bakal mereka kerjakan (bila dewasa).”

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ قُرَّة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ضَمْرَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -فِيمَا أَعْلَمُ، شَكَّ مُوسَى-قَالَ: "ذَرَارِيُّ الْمُسْلِمِينَ فِي الْجَنَّةِ، يَكْفُلُهُمْ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ "

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Ata ibnu Qurrah, dari Abdullah ibnu Damrah, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.—menurut sepengetahuanku—(dalam hal ini Musa, salah seorang perawinya merasa ragu), bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Anak-anak kaum muslim berada di dalam surga, mereka dipelihara oleh Nabi Ibrahim a.s.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Iyad ibnu Hammad, dari Rasulullah Saw., bahwa Allah Swt. telah berfirman:

"إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ وَفِي رِوَايَةٍ لِغَيْرِهِ "مُسْلِمِينَ".

Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif. Menurut riwayat lainnya disebutkan: dalam keadaan muslim.

Hadis kesembilan, diriwayatkan melalui Samurah r.a.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Barqani di dalam kitabnya Al-Mustakhraj 'Alal Bukhari telah meriwayatkan melalui hadis Auf Al-A'rabi, dari Abu Raja Al-Utaridi, dari Samurah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ" فَنَادَاهُ النَّاسُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَوْلَادُ الْمُشْرِكِينَ؟ قَالَ: "وَأَوْلَادُ الْمُشْرِكِينَ"

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.” Maka orang-orang mengajukan pertanyaannya, "Wahai Rasulullah, bagai­manakah dengan anak-anak kaum musyrik?" Nabi Saw. bersabda, "Begitu pula anak-anak kaum musyrik.”

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الضَّبِّي، عَنْ عِيسَى بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي رَجَاء، عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَطْفَالِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ: "هُمْ خَدَمُ أَهْلِ الْجَنَّةِ"

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram Ad-Dabbi, dari Isa ibnu Syu'aib, dari Abbad ibnu Mansur, dari Abu Raja, dari Samurah yang menceritakan, "Kami pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anak-anak kaum musyrik, maka beliau Saw. bersabda: 'Mereka (akan menjadi) pelayan penghuni surga'.”

Hadis kesepuluh, dari paman Khansa.

قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: [حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، يَعْنِي الْأَزْرَقَ] ، أَخْبَرَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ حَسْنَاءَ بِنْتِ مُعَاوِيَةَ مَنْ بَنِي صَرِيمٍ قَالَتْ: حَدَّثَنِي عَمِّي قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْوَئِيدُ فِي الْجَنَّةِ

Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Khansa binti Mu'awiyah, dari Bani Sarim. Khansa mengatakan, pamannya telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, siapa sajakah orang yang masuk surga itu?" Nabi Saw. menjawab: Nabi masuk surga, orang mati syahid masuk surga, anak yang baru lahir masuk surga, dan anak yang dikubur hidup-hidup masuk surga.

Di antara ulama ada yang tidak mengemukakan tanggapannya tentang mereka, yakni perkaranya terserah kepada Allah, karena berdasarkan hadis kedelapan.

Ada pula ulama yang menetapkan bahwa mereka masuk surga karena berdasarkan hadis Samurah ibnu Jundub di dalam kitab Sahih Bukhari yang menyebutkan tentang hadis mimpi Nabi Saw. Antara lain disebutkan di dalamnya bahwa ketika Nabi Saw. bersua dengan orang tua yang berada di bawah sebuah pohon, sedangkan di sekitarnya terdapat banyak anak-anak. Maka Malaikat Jibril berkata kepada Nabi Saw., "Ini adalah Ibrahim a.s., sedang mereka (anak-anak) itu adalah anak-anak kaum muslim dan anak-anak kaum musyrik." Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, termasuk juga anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, termasuk pula anak-anak kaum musyrik."

Di antara ulama ada yang memastikan bahwa anak-anak kaum musyrik dimasukkan ke dalam neraka, karena berdasarkan kepada sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Mereka (anak-anak kaum musyrik) tinggal bersama orang tua-orang tuanya (yakni di dalam neraka).

Sebagian ulama berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik pada hari kiamat kelak diuji di tempat penantian. Barang siapa yang taat, masuk surga, lalu dibukakan ilmu Allah tentang mereka yang di dalamnya tercatat kebahagiaan bagi mereka. Dan barang siapa yang durhaka, masuk neraka, lalu dibukakan ilmu Allah tentang nasib mereka di masa mendatang yang di dalamnya tercatat bahwa mereka termasuk orang-orang yang celaka (masuk neraka).

Pandapat terakhir ini merupakan kesimpulan dari gabungan semua dalil mengenainya. Hal ini telah dijelaskan oleh hadis-hadis tadi yang sebagian darinya memperkuat sebagian yang lain dan sekaligus sebagai bukti yang menguatkannya. Pendapat inilah yang diceritakan oleh Syekh Abul Hasan Ali ibnu Ismail Al-Asy'ari, dari ulama ahli sunnah wal jama'ah. Dan pendapat ini pula yang didukung oleh Al-Hafiz, Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam Kitabul 'Itiqad; begitu pula oleh yang lainnya dari kalangan ahli tahqiq, huffaz, dan para kritikus.

Tetapi Syekh Abu Umar ibnu Abdul Bar An-Namiri sesudah mengetengahkan hadis-hadis mengenai ujian tadi mengatakan bahwa hadis-hadis mengenai bab ini kurang kuat dan tidak dapat dijadikan sebagai hujah. Ahlul 'ilmi jelas menolak pendapat ini karena sesungguhnya kampung akhirat itu adalah kampung pembalasan, bukan kampung amal, bukan pula kampung ujian. Maka mana mungkin mereka dipaksa untuk masuk neraka, padahal hal ini di luar kemampuan semua makhluk; dan tidak sekali-kali Allah membebankan kepada seseorang melainkan menurut kemampuannya.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis-hadis menge­nai masalah ini sebagian di antaranya ada yang sahih, seperti yang dinas-kan oleh kebanyakan para imam dan ulama. Di antaranya ada yang berpredikat hasan, ada juga yang berpredikat daif, tetapi menjadi kuat karena ada hadis sahih yang semakna dengannya atau hadis hasan.

Apabila hadis-hadis dalam satu bab berkaitan dan saling menguatkan satu sama lainnya sesuai dengan kriteria di atas; maka hadis-hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujah menurut orang-orang yang merenungkannya secara mendalam.

Adapun mengenai alasan yang mengatakan bahwa kampung akhirat adalah kampung pembalasan, tiada seorang pun yang meragukannya sebagai kampung pembalasan. Tetapi hal ini tidaklah bertentangan dengan adanya beban taklif di tempat penantian sebelum masuk surga atau masuk neraka, seperti yang diriwayatkan oleh Syekh Abul Hasan Al-Asy'ari dari kalangan mazhab ahli sunnah wal jama'ah yang mengatakan bahwa adanya ujian bagi anak-anak. Allah Swt. telah berfirman:

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ

Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk ber­sujud, (Al-Qalam: 42), hingga akhir ayat.

Di dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab lainnya disebutkan bahwa pada hari kiamat kelak orang-orang mukmin bersujud kepada Allah. Dan bahwa orang-orang munafik tidak mampu melakukannya, melainkan punggungnya kembali tegak menjadi seperti sebuah papan yang berdiri tegak. Setiap kali ia hendak melakukan sujud, maka punggungnya menolak dan kembali menjadi tegak, sejajar dengan tengkuknya.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan tentang seorang lelaki penghuni neraka yang paling akhir dikeluarkan dari neraka; Allah mengambil janji sumpahnya, bahwa ia tidak boleh meminta selain dari apa yang diberikan kepadanya. Hal ini terjadi berkali-kali. Akhirnya Allah berfirman, "Hai anak Adam, betapa ingkar janjinya kamu." Lalu Allah mengizinkannya untuk masuk surga.

Adapun mengenai pendapat yang mengatakan bahwa mana mungkin Allah memerintahkan kepada mereka untuk masuk neraka, padahal hal itu di luar kemampuan mereka. Maka sesungguhnya hal ini tidaklah bertentangan dengan kesahihan hadis mengenainya, karena sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk melewati sirat. Sirat adalah sebuah jembatan yang terletak di atas neraka Jahannam, yang bentuknya lebih kecil daripada sebilah rambut dan lebih tajam daripada pedang.

Orang-orang mukmin melewatinya sesuai dengan amal perbuatan masing-masing, ada yang seperti kilat dan angin yang menyambar, ada yang cepatnya seperti kuda dan kendaraan yang sangat kencang, ada yang cepatnya seperti unta berjalan; dan di antara mereka ada yang berjalan kaki, ada pula yang berjalan biasa. Di antara mereka ada yang merangkak, ada pula yang merayap dengan tubuh yang penuh luka, lalu masuk ke dalam neraka.

Apa yang disebutkan di dalam hadis mengenai mereka yang diperin­tahkan untuk memasuki neraka bukanlah tidak lebih berat daripada apa yang disebutkan dalam hadis di atas. Bahkan apa yang disebutkan oleh hadis mengenai sirat jauh lebih mengerikan dan lebih berat.

Di dalam sunnah pun telah disebutkan bahwa kelak Dajjal membawa surga dan nerakanya sendiri. Pentasyri' memerintahkan kepada orang-orang yang beriman yang menjumpai masanya, agar seseorang dari mereka meminum dari tempat yang kelihatannya seperti neraka; karena sesungguhnya kelak neraka itu akan menjadi dingin dan menjadi keselamatan baginya. Apa yang disebutkan dalam hadis ini semisal dengan hadis tadi yang menyebutkan bahwa Allah memerintahkan kepada mereka untuk masuk neraka.

Allah juga pernah memerintahkan kepada kaum Bani Israil untuk saling membunuh di antara sesama mereka. Lalu mereka saling membunuh, sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya hingga matilah semua orang yang diperintahkan untuk membunuh itu. Menurut suatu pendapat, dalam masa sehari telah terbunuh tujuh puluh ribu orang. Seorang lelaki membunuh ayahnya dan saudaranya karena mereka berada dalam cuaca gelap gulita akibat mendung yang dikirimkan oleh Allah kepada mereka. Demikian itu terjadi atas mereka sebagai hukuman terhadap mereka yang menyembah berhala anak sapi. Hal ini pun sangat berat dilakukannya, dan kenyataan ini tidaklah terbatas hanya pada hadis yang telah disebutkan di atas (mengenai perintah masuk neraka).

Sebuah pasal

Apabila hal ini telah jelas, sesungguhnya para ulama masih memperselisihkan tentang anak-anak kaum musyrik. Ada dua pendapat di kalangan mereka.

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa mereka dimasukkan ke dalam surga. Orang-orang yang berpendapat demikian beralasan dengan hadis Samurah yang mengatakan bahwa Nabi Saw. (dalam perjalanan Isra-nya) melihat anak-anak kaum muslim dan kaum musyrik ada bersama Nabi Ibrahim. Juga beralasan dengan hadis yang diriwayat­kan oleh Ahmad melalui Khansa, dari pamannya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Anak yang baru lahir berada di dalam surga.

Dalil ini memang sahih, tetapi hadis-hadis yang menyebutkan adanya ujian di hari kiamat lebih khusus lagi daripada dalil ini. Anak yang menurut ilmu Allah kelak akan menjadi orang yang taat, rohnya di alam Barzakh bersama Nabi Ibrahim dan anak-anak kaum muslim yang mati dalam keadaan fitrah (yakni masih anak-anak dan belum berusia balig). Dan anak yang menurut ilmu Allah kelak tidak taat, maka perkaranya diserah­kan kepada Allah Swt., dan kelak di hari kiamat ia akan di masukkan ke dalam neraka, seperti apa yang di tunjukkan oleh hadis-hadis imtihan (ujian) yang dinukil oleh Al-Asy'ari dari kalangan ulama ahli sunnah.

Kemudian mereka yang berpendapat bahwa anak-anak tersebut berada di dalam surga, di antara anak-anak tersebut ada yang di jadikan hidup bebas di dalam surga, dan di antara mereka ada yang dijadikan sebagai pelayan-pelayan ahli surga; seperti yang disebutkan di dalam hadis Ali ibnu Zaid, dari Anas yang ada pada Imam Abu Daud At-Tayalisi. Hadis ini daif.

Kedua, yaitu yang mengatakan bahwa anak-anak kaum musyrik tinggal bersama ayah-ayah mereka, yakni di dalam neraka. Pendapat ini berdalilkan kepada apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal melalui Abul Mugirah:

حَدَّثَنَا عُتْبَةُ بْنُ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبَى قَيْسٍ مَوْلَى غُطَيْف، أَنَّهُ أَتَى عَائِشَةَ فَسَأَلَهَا عَنْ ذَرَارِيِّ الْكُفَّارِ فَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُمْ تَبَعٌ لِآبَائِهِمْ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِلَا عَمَلٍ؟ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"

telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Damrah ibnu Habib, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Qais maula Gatif, bahwa ia datang kepada Siti Aisyah, lalu bertanya kepadanya mengenai nasib anak-anak kaum Kuffar. Maka Siti Aisyah menjawabnya dengan hadis Rasul Saw. yang mengatakan: "Mereka mengikuti kepada ayah-ayah mereka.” Saya (Aisyah) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah demikian sekalipun mereka tidak beramal?” Rasulullah Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang bakal mereka amalkan (bila terus hidup)."

Imam Abu Daud mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Muhammad ibnu Harb, dari Muhammad ibnu Ziyad Al-Ilhani; ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abu Qais mengatakan bahwa ia pernah mendengar Siti Aisyah menceritakan hadis berikut:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَرَارِيِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ: "هُمْ مِنْ آبَائِهِمْ". قُلْتُ: فَذَرَارِيُّ الْمُشْرِكِينَ؟ قَالَ: "هُمْ مَعَ آبَائِهِمْ" قُلْتُ: بِلَا عَمَلٍ؟ قَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ"

Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang nasib anak-anak kaum mukmin. Maka beliau Saw. menjawab, "Mere­ka ada bersama ayah-ayah mereka (yakni di dalam surga).” Saya bertanya lagi, "Bagaimanakah dengan nasib anak-anak kaum musyrik?” Nabi Saw. menjawab, "Mereka tinggal bersama ayah-ayah mereka.” Saya bertanya, "Sekalipun tanpa amal?” Nabi Saw. menjawab, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang bakal mereka kerjakan.”

Imam Ahmad telah meriwayatkan pula dari Waki', dari Abu Uqail Yahya ibnul Mutawakkil yang hadisnya berpredikat matruk (tidak dapat dipakai), dari tuan perempuannya (yaitu Bahiyyah), dari Siti Aisyah, bahwa ia pernah menceritakan perihal anak-anak kaum musyrik kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda:

"إِنْ شِئْتِ أَسْمَعْتُكِ تَضَاغِيَهُمْ فِي النَّارِ"

Jika engkau suka, aku akan memperdengarkan suara tangisan mereka sedang berada di dalam neraka kepadamu.

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ فُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْمَانَ، عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَأَلَتْ خَدِيجَةُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ وَلَدَيْنِ لَهَا مَاتَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ: "هُمَا فِي النَّارِ". قَالَ: فَلَمَّا رَأَى الْكَرَاهِيَةَ فِي وَجْهِهَا [قَالَ] لَوْ رَأَيْتِ مَكَانَهُمَا لَأَبْغَضْتِهِمَا". قَالَتْ: فَوَلَدِي مِنْكَ؟ قَالَ: [قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ". قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ]. "إِنَّ الْمُؤْمِنِينَ وَأَوْلَادَهُمْ فِي الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمُشْرِكِينَ وَأَوْلَادَهُمْ فِي النَّارِ" ثُمَّ قَرَأَ: وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ [أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ]

Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, dari Muhammad ibnu Fudail ibnu Gazwan, dari Muhammad ibnu Usman, dari Zazan, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa Siti Khadijah pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anaknya yang mati di masa Jahiliah. Maka Nabi Saw. bersabda bahwa keduanya berada di dalam neraka. Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah kelihatan muka Khadijah murung karena tidak suka, maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Seandainya engkau aku perlihatkan kedudukan keduanya (bila telah besar), tentulah kamu akan membenci keduanya." Siti Khadijah kembali bertanya, "Maka bagaimanakah nasib anakku yang lahir dari kamu?" Nabi Saw. menjawab: Sesungguhnya orang-orang mukmin dan anak-anak mereka berada di dalam surga, dan sesungguhnya orang-orang musy­rik dan anak-anak mereka berada di dalam neraka. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka. (Ath-Thur: 21)

Hadis ini garib, karena sesungguhnya di dalam sanadnya terdapat Muhammad ibnu Usman, sedangkan dia orangnya tidak dikenal; dan gurunya (yaitu Zazan) sesungguhnya tidak menjumpai masa sahabat Ali r.a.

Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Abu Zaidah, dari ayahnya, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ".

Wanita yang menguburkan anak perempuannya hidup-hidup dan anaknya yang dikuburnya hidup-hidup, keduanya berada di dalam neraka.

Kemudian Asy-Sya'bi mengatakan, "Hadis ini telah diriwayatkan kepada­ku oleh Alqamah, dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud."

Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Jama'ah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Salamah ibnu Qais Al-Asyja'i yang mengata­kan, "Aku dan saudaraku datang kepada Nabi Saw., lalu kami bertanya, ' Sesungguhnya ibu kami telah meninggal dunia dimasa Jahiliah, padahal dahulu dia adalah seorang yang suka menghormati tamu, suka bersilatu­rahmi, tetapi ia pernah mengubur hidup-hidup saudara perempuannya yang belum balig di masa Jahiliah.' Maka Rasulullah Saw. bersabda:

"الْوَائِدَةُ وَالْمَوْءُودَةُ فِي النَّارِ، إِلَّا أَنْ تُدْرِكَ الْوَائِدَةُ الْإِسْلَامَ، فَتُسْلِمَ"

Wanita yang mengubur hidup-hidup anak perempuan dan anak perempuan yang dikuburnya hidup-hidup (keduanya) berada di dalam neraka, terkecuali bila si wanita yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya itu menjumpai masa Islam, lalu masuk Islam'.”

Sanad hadis ini hasan.

Pendapat terakhir mengatakan bahwa segala sesuatunya diserahkan kepada Allah. Dengan kata lain, mereka bersikap abstain, dan mereka melandasi pendapatnya dengan hadis Nabi Saw. yang mengatakan: Allah lebih mengetahui apa yang bakal mereka kerjakan.

Hal ini di dalam kitab Sahihuin disebutkan melalui hadis Ja'far ibnu Abu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditany


وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًۭا 16

(16) Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

(16) 

Ulama ahli qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan lafaz amarna. Menurut qiraat yang terkenal dibaca takhfif (bukan ammarna). Dan kalangan ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut salah satu pendapat, makna yang dimaksud ialah Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu dengan perintah takdir. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:

أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلا أَوْ نَهَارًا

tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang. (Yunus: 24)

Dan firman Allah Swt.:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ

Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji. (Al-A'raf: 28)

Mereka yang berpendapat demikian mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menundukkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan fahisyah, karenanya mereka berhak menerima azab-Nya.

Menurut pendapat lain, Kami perintahkan mereka untuk mengerja­kan ketaatan, tetapi sebaliknya mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji, karenanya mereka berhak mendapat hukuman. Demikianlah menurut riwayat ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair.

Ibnu Jarir mengatakan, barangkali makna yang dimaksud ialah bahwa Allah menjadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin mereka. Menurut kami, pendapat ini tiada lain berdasarkan qiraat yang membaca ayat ini dengan bacaan ammarna mittrafiha (maka Kami jadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin-pemimpinnya).

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. (Al-Isra: 16) Bahwa Kami jadikan orang-orang jahat mereka berkuasa, lalu mereka melakukan kedurhakaan dan kerusakan di dalamnya. Bilamana mereka melakukan hal tersebut, Allah membinasakan mereka dengan azab-Nya. Tafsir ini semakna dengan firman-Nya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا

Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat. (Al-An'am: 123), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurha­kaan dalam negeri itu. (Al-Isra: 16) Yakni Kami perbanyak bilangan mereka.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Qatadah.

Diriwayatkan dari Malik, dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu. (Al-Isra: 16) Maksudnya, Kami perbanyak bilangan mereka.

Sebagian dari mereka berdalilkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan,

حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو نَعَامَةَ الْعَدَوِيُّ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ بُدَيْل، عَنْ إِيَاسِ بْنِ زُهَيْرٍ، عَنْ سُوَيْد بْنِ هُبَيْرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُ مَالِ امْرِئٍ لَهُ مُهْرَةٌ مَأْمُورَةٌ أَوْ سِكَّةٌ مَأْبُورَةٌ".

telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Adawi, dari Muslim ibnu Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sebaik-baik harta seseorang buat dirinya sendiri ialah kuda, dan ternak yang berkembang biak atau kebun karma cangkokan.

Imam Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam di dalam kitabnya Al-Garib mengatakan bahwa al-ma'murah artinya yang banyak anaknya, sedangkan as-sikkah artinya deretan pohon-pohon kurma yang ditanam rapi secara berbaris. Al-ma’burah berasal dari ta’bir, artinya cangkokan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini dikemukakan secara tanasub (bersesuaian), sama seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Nabi Saw. yang mengatakan,

"مَأْزُورَاتٍ غَيْرَ مَأْجُورَاتٍ"

"Yang dibiarkan rimbun dan tidak dipangkas."


وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ ٱلْقُرُونِ مِنۢ بَعْدِ نُوحٍۢ ۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِۦ خَبِيرًۢا بَصِيرًۭا 17

(17) Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.

(17) 

Allah Swt. memperingatkan kaum Kuffar Quraisy yang mendustakan Rasul-Nya, Nabi Muhammad Saw.; bahwa Dia telah membinasakan umat-umat yang mendustakan rasul-rasul-Nya sesudah Nuh a.s. Ayat ini menunjukkan bahwa generasi-generasi yang hidup di masa antara Adam dan Nuh a.s. memeluk agama Islam. Ibnu Abbas pemah mengata­kan bahwa antara Adam dan Nuh a.s. terdapat sepuluh generasi, yang semuanya memeluk agama Islam.

Dengan kata lain, ayat ini mengandung makna bahwa kamu sekalian, hai orang-orang yang mendustakan Rasul Saw., tidaklah lebih mulia bagi Allah daripada mereka. Kalian telah mendustakan rasul yang termulia dan makhluk yang paling ulama, maka kalian lebih berhak mendapat hukuman daripada mereka (yang mendustakan rasul-rasul-Nya di masa lalu).

Firman Allah Swt.:

وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: !7)

Yakni Dia mengetahui semua amal perbuatan mereka, yang baik dan yang buruknya; tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah Swt. dari amal perbuatan mereka.