18 - الكهف - Al-Kahf
The Cave
Meccan
وَدَخَلَ جَنَّتَهُۥ وَهُوَ ظَالِمٌۭ لِّنَفْسِهِۦ قَالَ مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدًۭا 35
(35) Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,
(35)
Firman Allah Swt.:
وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ
Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri. (Al-Kahfi: 35)
Yaitu dengan kekafiran, pembangkangan, kesombongan, keangkaramurkaan, dan keingkarannya terhadap hari kembali (hari kiamat).
قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا
"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (Al-Kahfi: 35)
Ia teperdaya ketika melihat kesuburan tanam-tanamannya, buah-buahan, dan pepohonannya; serta sungai-sungai yang mengalir di dalam kebun-kebunnya itu, hingga ia menduga bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan lenyap, tidak akan habis, tidak akan rusak, dan tidak akan binasa. Demikian itu karena kedangkalan akalnya, kelemahan keyakinannya kepada Allah Swt., kekagumannya kepada kehidupan dunia dan perhiasannya, serta keingkarannya terhadap kehidupan di akhirat. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya,- menyitir perkataannya:
وَمَآ أَظُنُّ ٱلسَّاعَةَ قَآئِمَةًۭ وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّى لَأَجِدَنَّ خَيْرًۭا مِّنْهَا مُنقَلَبًۭا 36
(36) dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".
(36)
وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً
dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. (Al-Kahfi: 36)
Maksudnya, hari kiamat itu tidak akan terjadi menurut keyakinannya.
وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا
dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu. (Al-Kahfi: 36)
Yakni seandainya hari kembali itu ada dan semuanya dikembalikan kepada Allah, tentulah aku di sana mendapat bagian yang lebih baik daripada yang ada sekarang di sisi Tuhanku. Seandainya tidak ada kemuliaan bagiku di sisi-Nya, tentulah Dia tidak akan memberiku semuanya ini. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى
Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya. (Fushshilat: 5)
Dan firman Allah Swt. yang menyatakan:
أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77)
Yakni di akhirat ia berangan-angan mendapatkan hal itu dari Allah Swt. Penyebab turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il, seperti yang akan dijelaskan nanti di tempatnya, insya Allah.
قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرْتَ بِٱلَّذِى خَلَقَكَ مِن تُرَابٍۢ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍۢ ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلًۭا 37
(37) Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -- sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
(37)
Allah Swt. rnenceritakan tentang jawaban teman orang kafir yang mukmin itu seraya menasihati dan memperingatkannya agar janganlah ia bersikap kafir kepada Allah dan teperdaya oleh kegemerlapannya duniawi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلا
Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah. (Al-Kahfi: 37), hingga akhir ayat.
Ungkapan ini mengandung protes keras terhadap dosa besar yang dilakukan oleh temannya karena kafir kepada Tuhannya, padahal Dia-lah yang menciptakannya. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, yaitu Adam, kemudian menjadikan keturunannya dari air mani yang lemah. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ
Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian. (Al-Baqarah: 28), hingga akhir ayat.
Yakni mengapa kalian ingkar terhadap Tuhan kalian, padahal dalil-dalil yang menunjukkan keberadaan-Nya pada kalian jelas dan gamblang, setiap orang mengetahuinya dalam dirinya. Karena sesungguhnya tiada seorang manusia pun melainkan mengetahui bahwa dirinya pada asal mulanya tidak ada, kemudian ada, dan keberadaannya itu bukanlah ada dengan sendirinya. Dan keberadaannya itu tidaklah bersandar kepada suatu makhluk pun, karena mereka sama kedudukannya dengan dia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaannya itu karena diciptakan oleh Penciptanya, yaitu Dia-lah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu. Karena itulah temannya yang mukmin itu berkata:
لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي
Tetapi aku (percaya bahwa); Dia-lah Allah, Tuhanku. (Al-Kahfi: 38)
Yakni tetapi aku tidak sependapat denganmu, bahkan aku mengakui Allah sebagai Tuhanku Yang Maha Esa.
وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. (Al-Kahfi: 38)
Artinya, tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah yang wajib disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya temannya yang mukmin itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا
Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah", tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? Jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal harta dan anak. (Al-Kahfi: 39)
Kalimat ini mengandung makna anjuran dan perintah, bahwa mengapa saat kamu memasuki kebunmu dan kamu merasa takjub dengannya ketika melihatnya kamu tidak memuji kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu dan harta serta anak yang dikaruniakan-Nya kepadamu dalam jumlah yang belum pernah diberikan kepada orang lain. Lalu tidak kamu ucapkan bahwa semua ini atas kehendak Allah, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Karena itulah sebagian ulama Salaf (terdahulu) ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa kagum terhadap sesuatu dari keadaannya atau hartanya atau anaknya, hendaklah ia mengucapkan, "Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada kekuatan bagiku untuk melakukannya kecuali dengan pertolongan Allah." Hal ini tersimpulkan dari makna yang terkandung di dalam ayat ini.
Sehubungan dengan hal ini ada sebuah hadis marfu' yang diketengahkan oleh Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا جَرَّاح بْنُ مَخْلَد، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ زُرَارَة، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً مِنْ أَهْلٍ أَوْ مَالٍ أَوْ وَلَدٍ، فَيَقُولُ: مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ فَيَرَى فِيهِ آفَةً دُونَ الْمَوْتِ". وَكَانَ يَتَأَوَّلُ هَذِهِ الْآيَةَ: وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
telah menceritakan kepada kami Jarrah ibnu Mukhallad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu nikmat pun yang diberikan oleh Allah kepada seseorang hamba dalam harta atau anaknya, lalu si hamba mengucapkan, "Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tiada kekuatan (bagiku untuk mengadakannya) melainkan dengan pertolongan Allah, " maka tiada suatu malapetaka pun yang akan menimpanya selain dari kematian. Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi Saw. adalah kesimpulan dari makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? (Al-Kahfi: 39)
Al-Hafiz Abul Fat-h Al-Azdi mengatakan bahwa Isa ibnu Aun dari Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas; sanad ini hadisnya tidak sahih.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَحَجَّاجٌ، حَدَّثَنِي شُعْبَةُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عُبَيْدٍ مَوْلَى أَبِي رُهْم، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Asim ibnu Ubaidillah, dari Ubaid maula Abu Rahm, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu perbendaharaan dari surga? Yaitu bacaan 'La Quwwata lila Billah' (Tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Di dalam kitab Sahih telah disebutkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:
أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ"
Maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbendaharaan surga? Yaitu 'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ أَبِي بَلَج، عَنْ عَمْرو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ: قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قَالَ لِي نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ تَحْتَ الْعَرْشِ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: نَعَمْ، فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي. قَالَ: "أَنْ تَقُولَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ" قَالَ أَبُو بَلْج: وَأَحْسَبُ أَنَّهُ قَالَ: "فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: أَسْلَمَ عَبْدِي وَاسْتَسْلَمَ". قَالَ: فَقُلْتُ لِعَمْرٍو -قَالَ أَبُو بَلْج: قَالَ عَمْرو: قُلْتُ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّهَا فِي سُورَةِ الْكَهْفِ: وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Balkh, dari Amr ibnu Maimun yang mengatakan, "Abu Hurairah pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya, 'Hai Abu Hurairah, maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbendaharaan surga di bawah 'Arasy?'." Abu Hurairah mengatakan bahwa ia menjawab, "Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu." Nabi Saw. bersabda: Hendaklah kamu ucapkan, "Tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.” Abu Balkh mengatakan, ia menduga bahwa Amr ibnu Maimun mengatakan, "Maka sesungguhnya Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri'." Abu Balkh menceritakan apa yang dikatakan oleh Amr kepada Abu Hurairah seraya bertanya kepadanya, bahwa apakah ucapan yang dimaksud adalah kalimah 'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)? Abu Hurairah menjawab bahwa bukan itu kalimat yang dimaksud, melainkan yang terdapat di dalam surat Al-Kahfi, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? (Al-Kahfi: 39)
*******************
Firman Allah Swt.:
فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ
Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini). (Al-Kahfi: 4)
Maksudnya kelak di hari kemudian, yaitu di akhirat.
وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا
dan mudah-mudahan Dia mengirimkan kepada kebunmu. (Al-Kahfi: 4)
Yakni menimpakan kepada kebunmu di dunia ini yang kamu kira bahwa kebun itu tidak akan musnah dan tidak akan lenyap.
حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ
ketentuan (petir) dari langit. (Al-Kahfi: 4)
Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, dan Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa makna yang dimaksud ialah azab dari langit. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa hal itu berupa hujan besar yang mengejutkan yang dapat mencabut tanam-tanaman dan pepohonan. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya.
فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. (Al-Kahfi: 4)
Yaitu gundul lagi tanahnya licin, telapak kaki tidak dapat tegak di atasnya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa perihalnya sama dengan rawa yang tidak dapat menumbuhkan sesuatu pun.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah. (Al-Kahfi: 41)
Maksudnya, menyerap masuk ke dalam tanah; lawan kata dari air yang menyumber yang muncul ke permukaan tanah. Al-gair artinya airnya jauh berada di dalam perut bumi, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ
Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kalian menjadi kering; maka siapakah yang mendatangkan air yang mengalir bagi kalian?” (Al-Mulk: 3)
Yakni air yang mengalir dan berlimpah. Dalam ayat ini disebutkan:
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi. (Al-Kahfi: 41)
Al-gaur bermakna gair, yakni masdar bermakna isim fa'il, tetapi maknanya lebih kuat. Seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
تَظَلّ جيّادُهُ نَوْحًا عَلَيه ... تُقَلّدُهُ أعنَّتَها صُفُوفا ...
Kuda-kudanya terus-menerus meringkik (seakan-akan menangisinya) seraya berbaris, sedangkan tali-tali kendalinya masih terpegang olehnya.
Lafaz nauhun bermakna na-ihatun. Sama halnya dengan gaurun, bermakna ga'irun.
لَّٰكِنَّا۠ هُوَ ٱللَّهُ رَبِّى وَلَآ أُشْرِكُ بِرَبِّىٓ أَحَدًۭا 38
(38) Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.
(38)
Tetapi aku (percaya bahwa); Dia-lah Allah, Tuhanku. (Al-Kahfi: 38)
Yakni tetapi aku tidak sependapat denganmu, bahkan aku mengakui Allah sebagai Tuhanku Yang Maha Esa.
وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. (Al-Kahfi: 38)
Artinya, tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah yang wajib disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya temannya yang mukmin itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
وَلَوْلَآ إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا۠ أَقَلَّ مِنكَ مَالًۭا وَوَلَدًۭا 39
(39) Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan,
(39)
Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah", tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? Jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal harta dan anak. (Al-Kahfi: 39)
Kalimat ini mengandung makna anjuran dan perintah, bahwa mengapa saat kamu memasuki kebunmu dan kamu merasa takjub dengannya ketika melihatnya kamu tidak memuji kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu dan harta serta anak yang dikaruniakan-Nya kepadamu dalam jumlah yang belum pernah diberikan kepada orang lain. Lalu tidak kamu ucapkan bahwa semua ini atas kehendak Allah, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Karena itulah sebagian ulama Salaf (terdahulu) ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa kagum terhadap sesuatu dari keadaannya atau hartanya atau anaknya, hendaklah ia mengucapkan, "Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada kekuatan bagiku untuk melakukannya kecuali dengan pertolongan Allah." Hal ini tersimpulkan dari makna yang terkandung di dalam ayat ini.
Sehubungan dengan hal ini ada sebuah hadis marfu' yang diketengahkan oleh Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا جَرَّاح بْنُ مَخْلَد، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ زُرَارَة، عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً مِنْ أَهْلٍ أَوْ مَالٍ أَوْ وَلَدٍ، فَيَقُولُ: مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ فَيَرَى فِيهِ آفَةً دُونَ الْمَوْتِ". وَكَانَ يَتَأَوَّلُ هَذِهِ الْآيَةَ: وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
telah menceritakan kepada kami Jarrah ibnu Mukhallad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu nikmat pun yang diberikan oleh Allah kepada seseorang hamba dalam harta atau anaknya, lalu si hamba mengucapkan, "Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tiada kekuatan (bagiku untuk mengadakannya) melainkan dengan pertolongan Allah, " maka tiada suatu malapetaka pun yang akan menimpanya selain dari kematian. Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi Saw. adalah kesimpulan dari makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? (Al-Kahfi: 39)
Al-Hafiz Abul Fat-h Al-Azdi mengatakan bahwa Isa ibnu Aun dari Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas; sanad ini hadisnya tidak sahih.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَحَجَّاجٌ، حَدَّثَنِي شُعْبَةُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عُبَيْدٍ مَوْلَى أَبِي رُهْم، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Asim ibnu Ubaidillah, dari Ubaid maula Abu Rahm, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu perbendaharaan dari surga? Yaitu bacaan 'La Quwwata lila Billah' (Tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Di dalam kitab Sahih telah disebutkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya:
أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ"
Maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbendaharaan surga? Yaitu 'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، عَنْ أَبِي بَلَج، عَنْ عَمْرو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ: قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قَالَ لِي نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ تَحْتَ الْعَرْشِ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: نَعَمْ، فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي. قَالَ: "أَنْ تَقُولَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ" قَالَ أَبُو بَلْج: وَأَحْسَبُ أَنَّهُ قَالَ: "فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: أَسْلَمَ عَبْدِي وَاسْتَسْلَمَ". قَالَ: فَقُلْتُ لِعَمْرٍو -قَالَ أَبُو بَلْج: قَالَ عَمْرو: قُلْتُ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّهَا فِي سُورَةِ الْكَهْفِ: وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Balkh, dari Amr ibnu Maimun yang mengatakan, "Abu Hurairah pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya, 'Hai Abu Hurairah, maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbendaharaan surga di bawah 'Arasy?'." Abu Hurairah mengatakan bahwa ia menjawab, "Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu." Nabi Saw. bersabda: Hendaklah kamu ucapkan, "Tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.” Abu Balkh mengatakan, ia menduga bahwa Amr ibnu Maimun mengatakan, "Maka sesungguhnya Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri'." Abu Balkh menceritakan apa yang dikatakan oleh Amr kepada Abu Hurairah seraya bertanya kepadanya, bahwa apakah ucapan yang dimaksud adalah kalimah 'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)? Abu Hurairah menjawab bahwa bukan itu kalimat yang dimaksud, melainkan yang terdapat di dalam surat Al-Kahfi, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? (Al-Kahfi: 39)
*******************
فَعَسَىٰ رَبِّىٓ أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًۭا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًۭا مِّنَ ٱلسَّمَآءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًۭا زَلَقًا 40
(40) maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin;
(40)
Firman Allah Swt.:
فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ
Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini). (Al-Kahfi: 4)
Maksudnya kelak di hari kemudian, yaitu di akhirat.
وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا
dan mudah-mudahan Dia mengirimkan kepada kebunmu. (Al-Kahfi: 4)
Yakni menimpakan kepada kebunmu di dunia ini yang kamu kira bahwa kebun itu tidak akan musnah dan tidak akan lenyap.
حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ
ketentuan (petir) dari langit. (Al-Kahfi: 4)
Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah, dan Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa makna yang dimaksud ialah azab dari langit. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa hal itu berupa hujan besar yang mengejutkan yang dapat mencabut tanam-tanaman dan pepohonan. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya.
فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. (Al-Kahfi: 4)
Yaitu gundul lagi tanahnya licin, telapak kaki tidak dapat tegak di atasnya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa perihalnya sama dengan rawa yang tidak dapat menumbuhkan sesuatu pun.
*******************
أَوْ يُصْبِحَ مَآؤُهَا غَوْرًۭا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُۥ طَلَبًۭا 41
(41) atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi".
(41)
Firman Allah Swt.:
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah. (Al-Kahfi: 41)
Maksudnya, menyerap masuk ke dalam tanah; lawan kata dari air yang menyumber yang muncul ke permukaan tanah. Al-gair artinya airnya jauh berada di dalam perut bumi, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ
Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kalian menjadi kering; maka siapakah yang mendatangkan air yang mengalir bagi kalian?” (Al-Mulk: 3)
Yakni air yang mengalir dan berlimpah. Dalam ayat ini disebutkan:
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi. (Al-Kahfi: 41)
Al-gaur bermakna gair, yakni masdar bermakna isim fa'il, tetapi maknanya lebih kuat. Seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
تَظَلّ جيّادُهُ نَوْحًا عَلَيه ... تُقَلّدُهُ أعنَّتَها صُفُوفا ...
Kuda-kudanya terus-menerus meringkik (seakan-akan menangisinya) seraya berbaris, sedangkan tali-tali kendalinya masih terpegang olehnya.
Lafaz nauhun bermakna na-ihatun. Sama halnya dengan gaurun, bermakna ga'irun.
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِۦ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَآ أَنفَقَ فِيهَا وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَٰلَيْتَنِى لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّىٓ أَحَدًۭا 42
(42) Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku".
(42)
Firman Allah Swt.:
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ
Dan harta kekayaannya dibinasakan. (Al-Kahfi: 42)
Yakni harta benda atau buah-buahannya, menurut pendapat yang lain. Tetapi pada garis besarnya makna ayat adalah bahwa si kafir ini telah tertimpa musibah yang pernah diperingatkan oleh si mukmin dalam ancamannya, yaitu hujan besar yang melanda kebun yang memperdayanya dan membuatnya lupa kepada Allah Swt.
فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا أَنْفَقَ فِيهَا
lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu. (Al-Kahfi: 42)
Qatadah mengatakan, si kafir itu menepuk-nepukkan kedua tangannya tanda penyesalan dan kekecewaan atas harta bendanya yang musnah.
وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ
dan ia berkata', "Aduhai, kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.” Dan tidak ada bagi dia segolonganpun. (Al-Kahfi: 42-43)
Artinya, tiada suatu golongan pun atau seorang anak pun yang tadinya ia bangga-banggakan.
يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ
yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. (Al-Kahfi: 43-44)
para ahli qiraah berselisih pendapat mengenai waqaf pada lafaz hunalika. Di antara mereka ada yang mewaqafkan pada firman-Nya:
وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا هُنَالِكَ
dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya di sana. (Al-Kahfi: 43)
Yakni di tempat itu yang tertimpa oleh azab Allah, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan harta miliknya dari azab Allah. Kemudian dimulai lagi dengan ayat baru, yaitu firman-Nya:
الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ
Pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. (Al-Kahfi: 44) Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mewaqafkan pada firman-Nya:
وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا
dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. (Al-Kahfi: 43)
Kemudian ayat selanjutnya dimulai dengan firman-Nya:
هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak (Al-Kahfi: 44)
Kemudian mereka berselisih pendapat tentang bacaan lafaz al-walayah; di antara mereka ada yang mem-fat-hah-kan wawu-nya sehingga menjadi al-walayah. Maknanya ialah bahwa dalam keadaan demikian setiap orang —baik yang beriman maupun yang kafir— akan kembali kepada Allah dan mengakui-Nya serta tunduk kepada-Nya, yaitu bila azab diturunkan. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah." (Al-Mu’min: 84)
Juga seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam firman-Nya menceritakan tentang Fir'aun saat menjelang ajalnya:
حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
hingga bila Fir’aun itu hampir tenggelam, berkatalah dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus: 9-91)
Di antara mereka ada yang meng-kasrah-kan huruf waw-nya hingga menjadi al-wilayah, yakni di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Kemudian ada yang me-rafa '-kan lafaz al-haq menjadi al-haqqu, karena dianggap sebagai na'at (sifat) dari al-walayah. Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (Al-Furqan: 26)
Ada pula yang men-jar-kan qaf-nya sehingga menjadi al-haqqi, karena dianggap sebagai na'at dari Allah Swt. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. (Al-An'am: 62), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam surat ini disebutkan dalam firman selanjutnya:
هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا
Dia adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan. (Al-Kahfi: 44)
Dengan kata lain, segala amal perbuatan yang ikhlas karena Allah Swt. pahalanya lebih baik, dan akibatnya amat terpuj lagi sangat sesuai; semuanya baik belaka.
وَلَمْ تَكُن لَّهُۥ فِئَةٌۭ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا 43
(43) Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.
(43)
Dan tidak ada bagi dia segolonganpun. (Al-Kahfi: 42-43)
Artinya, tiada suatu golongan pun atau seorang anak pun yang tadinya ia bangga-banggakan.
يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ
yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya
هُنَالِكَ ٱلْوَلَٰيَةُ لِلَّهِ ٱلْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌۭ ثَوَابًۭا وَخَيْرٌ عُقْبًۭا 44
(44) Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.
(44)
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. (Al-Kahfi: 43-44)
para ahli qiraah berselisih pendapat mengenai waqaf pada lafaz hunalika. Di antara mereka ada yang mewaqafkan pada firman-Nya:
وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا هُنَالِكَ
dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya di sana. (Al-Kahfi: 43)
Yakni di tempat itu yang tertimpa oleh azab Allah, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan harta miliknya dari azab Allah. Kemudian dimulai lagi dengan ayat baru, yaitu firman-Nya:
الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ
Pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. (Al-Kahfi: 44) Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mewaqafkan pada firman-Nya:
وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا
dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. (Al-Kahfi: 43)
Kemudian ayat selanjutnya dimulai dengan firman-Nya:
هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ
Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak (Al-Kahfi: 44)
Kemudian mereka berselisih pendapat tentang bacaan lafaz al-walayah; di antara mereka ada yang mem-fat-hah-kan wawu-nya sehingga menjadi al-walayah. Maknanya ialah bahwa dalam keadaan demikian setiap orang —baik yang beriman maupun yang kafir— akan kembali kepada Allah dan mengakui-Nya serta tunduk kepada-Nya, yaitu bila azab diturunkan. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah." (Al-Mu’min: 84)
Juga seperti yang disebutkan Allah Swt. dalam firman-Nya menceritakan tentang Fir'aun saat menjelang ajalnya:
حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
hingga bila Fir’aun itu hampir tenggelam, berkatalah dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus: 9-91)
Di antara mereka ada yang meng-kasrah-kan huruf waw-nya hingga menjadi al-wilayah, yakni di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Kemudian ada yang me-rafa '-kan lafaz al-haq menjadi al-haqqu, karena dianggap sebagai na'at (sifat) dari al-walayah. Perihalnya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (Al-Furqan: 26)
Ada pula yang men-jar-kan qaf-nya sehingga menjadi al-haqqi, karena dianggap sebagai na'at dari Allah Swt. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. (Al-An'am: 62), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam surat ini disebutkan dalam firman selanjutnya:
هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا
Dia adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan. (Al-Kahfi: 44)
Dengan kata lain, segala amal perbuatan yang ikhlas karena Allah Swt. pahalanya lebih baik, dan akibatnya amat terpuj lagi sangat sesuai; semuanya baik belaka.
وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًۭا تَذْرُوهُ ٱلرِّيَٰحُ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ مُّقْتَدِرًا 45
(45) Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(45)
Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
وَاضْرِبْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia) kehidupan dunia. (Al-Kahfi: 45)
tentang kefanaannya, bahwa dunia itu pasti lenyap dan habis masanya.
كَمَاءٍ أَنزلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ
sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. (Al-Kahfi: 45)
Maksudnya, biji-bijian yang ditanam padanya menjadi subur dan tumbuh dengan pesat, berbunga, bercahaya serta hijau segar. Sesudah itu semua disebutkan oleh firman-Nya:
فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ
Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. (Al-Kahfi: 45)
Yakni kering kerontang berhamburan tertiup oleh angin ke segala arah.
وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Kahfi: 45)
Artinya, Dia mampu menciptakan keadaan seperti itu dan membuat perumpamaan seperti itu. Sering sekali Allah Swt. membuat perumpamaan seperti itu untuk kehidupan dunia, seperti apa yang disebutkan-Nya dalam surat Yunus melalui firman-Nya:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالأنْعَامُ حَتَّى إِذَا أَخَذَتِ الأرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ
الْآيَةَSesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang di makan manusia dan binatang ternak. (Yunus: 24), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Swt. dalam surat Az-Zumar, yaitu:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الأرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ
Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit. Maka diaturnya menjadi sumber-sumber di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya. (Az-Zumar: 21), hingga akhir ayat.
Dalam surat Al-Hadid disebutkan oleh firman-Nya:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kalian serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. (Al-Hadid : 2), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ"
Dunia itu adalah hijau lagi manis.
*******************
Firman Allah Swt.:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (Al-Kahfi: 46)
Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain yang disebutkan melalui firman-Nya:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas. (Ali Imran: 14), hingga akhir ayat.
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun: 15)
Dengan kata lain, kembali kepada Allah dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya adalah lebih baik bagi kalian daripada menyibukkan diri dengan hal-hal tersebut, menghimpun dunia (harta), serta merasa khawatir yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi: 46)
Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihatu ialah salat lima waktu.
Ata ibnu Abu Rabah dan Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah ucapan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan ketika ditanya mengenai makna al-baqiyah ini, maka ia menjawab bahwa hal itu adalah ucapan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan Allah Mahabesar, dan tidak ada upaya (untuk menghindari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا حَيْوَة، أَنْبَأَنَا أَبُو عَقِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ الْحَارِثَ مَوْلَى عُثْمَانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: جَلَسَ عُثْمَانُ يَوْمًا وَجَلَسْنَا مَعَهُ، فَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ، فَدَعَا بِمَاءٍ فِي إِنَاءٍ، أَظُنُّهُ أَنَّهُ سَيَكُونُ فِيهِ مُد، فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ قَالَ: "مَنْ تَوَضَّأَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى صَلَاةَ الظُّهْرِ، غُفر لَهُ مَا كَانَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصُّبْحِ، ثُمَّ صَلَّى الْعَصْرَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيَّنَهَا وَبَيْنَ الظُّهْرِ، ثُمَّ صَلَّى الْمَغْرِبَ غُفر لَهُ مَا بَيَّنَهَا وَبَيْنَ الْعَصْرِ، ثُمَّ صَلَّى العشاء غُفر له ما بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْمَغْرِبِ، ثُمَّ لَعَلَّهُ يَبِيتُ يَتَمَرَّغُ لَيْلَتَهُ، ثُمَّ إِنْ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى صَلَاةَ الصبح، غُفر له ما بينها وبين صلاة الْعِشَاءِ وَهِيَ الْحَسَنَاتُ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ" قَالُوا: هَذِهِ الْحَسَنَاتُ فَمَا الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتُ يَا عُثْمَانُ؟ قَالَ: هِيَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، والحمد لله، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris (bekas budak Usman r.a.) mengatakan, "Pada suatu hari Usman duduk di suatu majelis, dan kami pun duduk bersamanya. Maka datanglah juru azan kepadanya (memberitahukan masuknya waktu salat), lalu ia meminta air dalam sebuah wadah —menurutku jumlah air tersebut kurang lebih satu mud banyaknya—, kemudian dipakainya untuk wudu. Sesudah itu ia berkata, 'Saya pernah melihat Rasulullah Saw. melakukan wudu seperti wuduku ini (yang kuperagakan kepada kalian),' lalu beliau Saw. bersabda: 'Barang siapa melakukan wudu seperti wuduku ini, kemudian ia berdiri dan salat Lohor, maka diampuni baginya semua dosa yang ada, antara salat Lohor dan salat Subuhnya. Kemudian bila ia salat Asar, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Asar dan salat Lohornya. Kemudian bila ia salat Magrib, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Magrib dan salat Asarnya. Kemudian bila ia salat Isya, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Magrib dan salat Isyanya. Kemudian barangkali ia tidur di malam harinya, lalu bangun di pagi hari dan melakukan wudu dan salat Subuh, maka diampuni baginya semua dosa yang ada antara salat Isya dan salat Subuhnya. Semuanya itu adalah kebaikan-kebaikan yang dapat menghapuskan keburukan-keburukan (dosa-dosa). Orang-orang bertanya, 'Ini adalah kebaikan-kebaikan. Maka apakah yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat, hai Usman?' Usman menjawab bahwa yang dimaksud dengannya ialah kalimah: 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Mahabesar, tidak ada upaya (untuk menjauhkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).
وَرَوَى مَالِكٌ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيَّادٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ: "الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ" سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بَاللَّهِ.
Malik telah meriwayatkan dari Imarah ibnu Abdullah ibnu Shayyad, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa al-baqiyatus salihat adalah kalimah: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar; dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.
Muhammad ibnu Ajlan telah meriwayatkan dari Imarah, "Sa'id ibnul Musayyab pernah bertanya kepadaku tentang makna al-baqiyatus salihat, maka aku menjawab, 'Salat dan saum.' Sa'id ibnul Musayyab berkata, 'Jawabanmu tidak tepat.' Aku berkata, 'Zakat dan haji.' Sa'id ibnul Musayyab berkata, 'Jawabanmu masih kurang tepat juga, tetapi sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah lima buah kalimat,' yaitu:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.
Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah'.”
وَقَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم، عَنْ نَافِعٍ عَنْ سَرْجس، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أنه سأل ابن عمر عن: الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Nafi' ibnu Sarjis; ia pernah menceritakan kepadanya bahwa ia bertanya kepada Ibnu Umar tentang apa yang dimaksud dengan istilah al-baqiyatus salihat. Maka Ibnu Umar r.a. menjawab: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.
Ibnu Juraij dan Ata ibnu Abu Rabah mengatakan pula hal yang serupa dengan itu.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah ucapan:
سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh. (Al-Kahfi: 46) Bahwa yang dimaksud dengannya ialah ucapan: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, segala puji bagi Allah, dan Mahasuci Allah.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: وَجَدْتُ فِي كِتَابِي عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الصَّبَاحِ الْبَزَّارِ، عَنْ أَبِي نَصْرٍ التَّمَّارِ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، منَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ"
Ibnu Jarir mengatakan, "Saya menjumpai di dalam kitab saya sebuah hadis dari Al-Hasan ibnus Sabbah Al-Bazzar, dari Abu Nasr At-Tammar, dari Abdul Aziz ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Sa'id Al-Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar; semuanya itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'.”
وَحَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحِ حَدّثه، عَنِ ابْنِ الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ: "اسْتَكْثِرُوا مِنَ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتِ". قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْمِلَّةُ". قِيلَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "التَّكْبِيرُ، وَالتَّهْلِيلُ، وَالتَّسْبِيحُ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".
Telah menceritakan pula kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, bahwa Darij (yaitu Abus Samah) pernah menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Perbanyaklah oleh kalian amalan-amalan yang kekal lagi saleh.” Ketika ditanyakan, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, "Al-millah (agama).” Ditanyakan lagi, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda, "Takbir (Allah Mahabesar), tahlil (tidak ada Tuhan selain Allah), tasbih (Mahasuci Allah), dan segala puji bagi Allah serta tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah.”
Imam Ahmad telah meriwayatkan hadis ini melalui riwayat Darij dengan sanad yang sama.
Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman (pelayan Salim ibnu Abdullah) telah menceritakan kepadanya bahwa Salim pernah mengutusnya kepada Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi untuk suatu keperluan. Salim berpesan, "Sampaikanlah kepadanya, hendaknya dia menemuiku di pinggir kuburan ini, karena aku mempunyai suatu keperluan dengannya." Maka keduanya bertemu dan salah seorang mengucapkan salam kepada yang lainnya, kemudian Salim berkata kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu makna al-baqiyatus salihat?' Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." Salim berkata kepada Ibnu Ka'b, "Sejak kapan engkau jadikan kalimah 'La Haula Wala Ouwwata lila Billah' ke dalam al-baqiyatus sdlihat?' Ibnu Ka' b menjawab, "Saya selalu menggabungkannya ke dalamnya." Salim terus menanyainya sebanyak dua atau tiga kali, tetapi Ibnu Ka'b tetap teguh dengan pendiriannya. Akhirnya Ibnu Ka'b berkata, "Kamu memprotes?" Salim menjawab, "Ya, saya memprotes, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"عُرِجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ فَأُرِيتُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا جِبْرِيلُ مَنْ هَذَا مَعَكَ؟ فَقَالَ: مُحَمَّدٌ فَرَحَّبَ بِي وسَهَّل، ثُمَّ قَالَ: مُرْ أُمَّتَكَ فَلْتُكْثِرْ مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ، فَإِنَّ تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ. فَقُلْتُ: وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ"
Aku dinaikkan ke langit, dan di langit aku melihat Ibrahim a.s. Maka Ibrahim bertanya, 'Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Maka Ibrahim menyambut kedatanganku dengan sambutan yang gembira lagi hangat. Kemudian Ibrahim berkata, 'Perintahkanlah kepada umatmu agar mereka memperbanyak tanaman surga, karena sesungguhnya surga itu tanahnya wangi dan buminya luas sekali.' Aku bertanya, 'Apakah tanaman surga itu?' Ibrahim menjawab: Tidak ada daya (untuk menghindarkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan (pertolongan)Allah'."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، عَنِ الْعَوَّامِ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، مِنْ آلِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ، فَرَفَعَ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ خَفَضَ، حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ، يَكْذِبُونَ وَيَظْلِمُونَ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَمَالَأَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ، فَلَيْسَ مِنِّي وَلَا أَنَا مِنْهُ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُمَالِئْهُمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ. أَلَا وَإِنَّ "سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ هُنّ الْبَاقِيَاتِ الصَّالِحَاتُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid dari Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan Ansar dari kalangan keluarga An-Nu’man ibnu Basyir yang menceritakan, "Rasulullah Saw. keluar dari rumah menemui kami saat kami berada di masjid sesudah salat Isya, maka beliau menengadahkan pandangannya ke arah langit, lalu menundukkannya, sehingga kami menduga bahwa telah terjadi sesuatu di langit. Kemudian beliau bersabda: 'Ingatlah, sesungguhnya kelak sesudahku akan ada para amir (pemimpin) yang gemar berdusta dan zalim; maka barang siapa yang percaya kepada kedustaan mereka dan memihak mereka dalam kezalimannya, dia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Dan barang siapa yang tidak mempercayai kedustaan mereka serta tidak membantu kezaliman mereka, dia adalah termasuk golonganku, dan aku termasuk golongannya. Ingatlah, sesungguhnya ucapan 'Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar' adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh (baik)'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبَانٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ كَثِيرٍ، عَنْ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي سَلَّامٍ [عَنْ] مَوْلًى لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم] قال: "بَخٍ بَخٍ لِخَمْسٍ مَا أَثْقَلَهُنَّ فِي الْمِيزَانِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالْوَلَدُ الصَّالِحُ يُتَوَفَّى فَيَحْتَسِبُهُ وَالِدُهُ". وَقَالَ: "بَخٍ بَخٍ لِخَمْسٍ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ مُسْتَيْقِنًا بِهِنَّ، دَخَلَ الْجَنَّةَ: يُؤْمِنُ بِاللَّهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَبِالْجَنَّةِ وَبِالنَّارِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَبِالْحِسَابِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari Zaid, dari Abu Salam, dari seorang maula (bekas budak) Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Lima hal yang amat menguntungkan lagi membuat neraca amal perbuatan bertambah sangat berat (dengan amal kebaikan), yaitu ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah " serta anak saleh yang meninggal dunia, lalu orang tuanya merelakannya demi karena Allah. Rasulullah Saw. bersabda pula: Lima hal yang amat menguntungkan, yaitu barang siapa yang menghadap kepada Allah dalam keadaan meyakininya, pasti masuk surga; beriman kepada Allah dan hari kemudian, beriman kepada adanya surga dan neraka, serta hari berbangkit sesudah mati dan hari perhitungan (amal perbuatan).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ: كَانَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، [فِي سَفَرٍ] فَنَزَلَ مَنْزِلًا فَقَالَ لِغُلَامِهِ: "ائْتِنَا بالشَّفرة نَعْبَثْ بِهَا". فَأَنْكَرْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَا تَكَلَّمْتُ بِكَلِمَةٍ مُنْذُ أَسْلَمْتُ إِلَّا وَأَنَا أَخْطِمُهَا وَأَزُمُّهَا غَيْرَ كَلِمَتِي هَذِهِ. فَلَا تَحْفَظُوهَا عَلَيَّ وَاحْفَظُوا مَا أَقُولُ لَكُمْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِذَا كَنَزَ النَّاسُ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ فَاكْنِزُوا هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ حُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خير مَا تَعْلَمُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Hassan ibnu Atiyyah yang mengatakan, "Syaddad ibnu Aus r.a. berada dalam suatu perjalanan, lalu ia turun istirahat di suatu tempat, dan berkata kepada pelayannya, 'Hidangkanlah makanan perbekalan kita, untuk kita sia-siakan.' Maka saya memprotesnya, dan ia berkata, 'Tidak sekali-kali aku mengucapkan suatu kalimat sejak saat masuk Islam melainkan saya kendalikan dan saya pikirkan terlebih dahulu selain dari kata-kataku ini. Maka janganlah kalian menganggapnya, tetapi saya minta kalian menghafal baik-baik apa yang akan saya katakan kepada kalian ini. Saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Apabila manusia menimbun emas dan perak, maka timbunlah (pahala) membaca kalimah-kalimah berikut oleh kalian, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon keteguhan dalam urusan ini (agama Islam) dan tekad yang kuat untuk menempuh jalan petunjuk, dan saya memohon kepada-Mu mensyukuri nikmat-Mu, dan saya memohon kepada-Mu kebaikan dalam menyembah-Mu, dan saya memohon kepada-Mu hati yang sejahtera, dan memohon kepada-Mu lisan yang benar, dan saya memohon kepada-Mu dari kebaikan yang Engkau ketahui, serta saya berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang Engkau ketahui, dan saya memohon ampunan kepada-Mu terhadap semua dosa(ku) yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib'.”
Kemudian hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai melalui jalur lain dari Syaddad dengan sanad yang semisal.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Aufi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Husain, dari Yunus ibnu Nafi' Al-Jadali, dari Sa'd ibnu Junadah r.a. yang mengatakan, "Saya termasuk orang pertama dari kalangan penduduk Taif yang datang kepada Nabi Saw. Saya berangkat menempuh jalan dataran tinggi Taif, yaitu dari As-Surrah, di pagi hari. Sampai di Mina pada waktu asar, lalu saya mendaki jalan perbukitan dan kemudian turun, lalu datang menemui Nabi Saw. dan saya masuk Islam. Nabi Saw. mengajari saya Firman Allah Swt.: Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1) Maksudnya surat Al-Ikhlas, juga surat Az-Zalzalah. Nabi Saw. mengajari saya kalimah-kalimah berikut: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar. Kemudian beliau bersabda, 'Itulah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'."
Dengan sanad yang sama dalam hadis lain disebutkan seperti berikut:
"مَنْ قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَتَوَضَّأَ وَمَضْمَضَ فَاهُ، ثُمَّ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَاللَّهِ أَكْبَرُ مِائَةَ مَرَّةٍ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِائَةَ مَرَّةٍ، غُفِرَتْ ذُنُوبُهُ إِلَّا الدِّمَاءَ فَإِنَّهَا لَا تُبْطَلُ"
Barang siapa yang bangun di waktu malam hari, lalu berwudu dan berkumur (membersihkan) mulutnya, kemudian mengucapkan "Mahasuci Allah" sebanyak seratus kali; dan "Segala puji bagi Allah " sebanyak seratus kali, "Allah Maha Besar " sebanyak seratus kali.”Tidak ada Tuhan selain Allah" sebanyak seratus kali, maka diampunilah dosa-dosanya kecuali yang berkaitan dengan masalah darah (dosa membunuh), karena sesungguhnya dosa membunuh itu tidak terhapuskan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh. (Al-Kahfi: 46) Bahwa yang dimaksud dengannya ialah zikrullah (zikir kepada Allah), yaitu ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Mahasuci Allah, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah, istigfar, dan salawat untuk Rasulullah, serta saum (puasa), haji, sedekah, memerdekakan budak, jihad, silaturahmi, dan semua amal kebaikan. Semua itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh, yaitu amalan-amalan yang mengekalkan pelakunya di dalam surga selama masih ada bumi dan langit (yakni untuk selama-lamanya).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah kalam yang baik.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus salihat ialah seluruh amal-amal saleh. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.