18 - الكهف - Al-Kahf

Juz : 15

The Cave
Meccan

وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًۭا 28

(28) Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.

(28) 

Firman Allah Swt.:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengha­rap keridaan-Nya. (Al-Kahfi: 28)

Yakni duduklah kamu bersama orang-orang yang mengingat Allah seraya mengagungkan, memuji, menyucikan, dan membesarkan-Nya serta me­mohon kepada-Nya di setiap pagi dan petang hari dari kalangan hamba-hamba-Nya, baik mereka itu orang-orang fakir ataupun orang-orang kaya, orang-orang kuat ataupun orang-orang lemah.

Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kabilah Quraisy saat mereka meminta Nabi Saw. agar duduk bersama mereka secara terpisah dan mereka meminta agar mereka tidak dikumpulkan bersama orang-orang yang lemah dari kalangan sahabat-sahabatnya, seperti sahabat Bilal, sahabat Ammar, sahabat Suhaib, sahabat Khabbab, dan sahabat Ibnu Mas'ud. Maka masing-masing dari kedua kelompok itu dikumpulkan secara terpisah, lalu Allah Swt.melarang Nabi Saw. melakukan hal tersebut. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ

الْآيَةَ

Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari. (Al-An'am: 52), hingga akhir ayat.

Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya agar tetap berta­han duduk bersama mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari. (Al-Kahfi: 28), hingga akhir ayat.

وَقَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْح، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعْدٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي وَقَاصٍّ-قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ نَفَرٍ، فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اطْرُدْ هَؤُلَاءِ لَا يَجْتَرِئُونَ عَلَيْنَا!. قَالَ: وَكُنْتُ أَنَا وَابْنُ مَسْعُودٍ، وَرَجُلٌ مِنْ هُذَيْلٍ، وَبِلَالٌ وَرَجُلَانِ نَسِيتُ اسْمَيْهِمَا (7) فَوَقَعَ فِي نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقَعَ، فَحَدَّثَ نَفْسَهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَلا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Asadi, dari Israil, dari Al-Miqdam ibnu Syuraih, dari ayahnya, dari Sa'd ibnu Abu Waqas yang menceritakan, "Kami berenam selalu bersama-sama Nabi Saw. Kemudian orang-orang musyrik mengatakan (kepada Nabi Saw.), 'Usirlah mereka, agar mereka tidak berbuat kurang ajar kepada kami'." Sa'd ibnu Abu Waqas mengata­kan bahwa keenam orang itu adalah dia sendiri, Ibnu Mas'ud, seorang lelaki dari kalangan Bani Huzail, Bilal, dan dua orang lelaki lainnya yang ia lupa namanya. Maka setelah mendapat sambutan mereka yang demikian itu, Ra­sulullah Saw. berfikir sejenak mempertimbangkannya. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedangkan mereka menghendaki keridaan-Nya. (Al-An'am: 52)

Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim tanpa Imam Bukhari.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي التَّيَّاح قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا الْجَعْدِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَاصٍّ يَقُصُّ، فَأَمْسَكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُص، فَلِأَنْ أَقْعُدَ غُدْوَةً إِلَى أَنْ تُشْرِقَ الشَّمْسُ، أَحَبُّ إليَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abut Tayyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abul Ja'd menceri­takan hadis berikut dari Abu Umamah: Rasulullah Saw. keluar untuk mendengarkan seorang juru dongeng, lalu tukang dongeng itu menghentikan dongengannya (ketika melihat Rasul Saw. datang), maka Rasulullah Saw. bersabda: Lanjutkanlah kisahmu, sesungguhnya aku duduk di suatu pagi hingga matahari terbit (untuk mendengarkan dongeng ini) lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا هَاشِمٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مَيْسَرة قَالَ: سَمِعْتُ كُرْدُوس بْنَ قَيْسٍ -وَكَانَ قَاصَّ الْعَامَّةِ بِالْكُوفَةِ-يَقُولُ: أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابٍ بَدْرٍ: أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لِأَنْ أَقْعُدَ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَجْلِسِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ". قَالَ شُعْبَةُ: فَقُلْتُ: أَيُّ مَجْلِسٍ؟ قَالَ: كَانَ قَاصًّا

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul Malik, ibnu Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Kardus ibnu Qais (seorang tukang dongeng di Kufah) mengatakan bahwa telah menceritakan kepa­daku seorang lelaki dari kalangan ahli Badar; ia pernah mendengar Ra­sulullah Saw. bersabda: Sungguh aku duduk dalam keadaan seperti majelis ini lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak. Syu'bah mengatakan, lalu aku bertanya "Majelis yang mana?" Abu Um-mah menjawab, "Majelis tukang dongeng."

Abu Daud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya mengatakan:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبَانٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَأَنْ أُجَالِسَ قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ إِلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ، أحَبّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ، وَلَأَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أعتق ثَمَانِيَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ دِيَةُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمُ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا". فَحَسِبْنَا دِيَّاتِهِمْ وَنَحْنُ فِي مَجْلِسِ أَنَسٍ، فَبَلَغَتْ سِتَّةً وَتِسْعِينَ أَلْفًا، وَهَاهُنَا مَنْ يَقُولُ: "أَرْبَعَةٌ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ" وَاللَّهِ مَا قَالَ إِلَّا ثَمَانِيَةً، دِيَةُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمُ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Aban, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sungguh aku duduk bersama-sama dengan suatu kaum yang sedang berzikir mengingat Allah setelah usai dari salat Subuh sampai matahari terbit lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang matahari terbit menyinarinya. Dan sungguh aku berzikir mengingat Allah sesudah salat Asar hingga matahari tenggelam lebih aku sukai daripada memerdekakan delapan orang budak dari kalangan keturunan Nabi Ismail yang diat tiap-tiap orang dari mereka adalah dua belas ribu. Maka kami menghitung-hitung jumlah diat mereka seluruhnya, saat itu kami berada di majelis sahabat Anas; ternyata jumlah keseluruhannya adalah sembilan puluh enam ribu. Dan di tempat itu ada yang mengatakan empat orang dari keturunan Nabi Ismail. Demi Allah, dia tidak mengata­kan kecuali delapan orang yang diat masing-masingnya adalah dua belas ribu.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ الْأَهْوَازِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بن ثابت، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْأَقْمَرِ، عَنِ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ -وَهُوَ الْكُوفِيُّ-أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْكَهْفِ، فَلَمَّا رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَكَتَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "هَذَا الْمَجْلِسُ الَّذِي أُمِرْتُ أَنْ أُصَبِّرَ نَفْسِي مَعَهُمْ".

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq Al-Ahwazi, telah menceritakan ke­pada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar Abu Muslim Al-Kufi, bahwa Rasulullah Saw. bersua dengan seorang lelaki yang sedang mem­baca surat Al-Kahfi. Ketika orang tersebut melihat Nabi Saw., ia meng­hentikan bacaannya. Maka Nabi Saw. bersabda: Majelis inilah yang aku diperintahkan agar tetap bersabar duduk bersama dengan mereka (orang-orang yang menghadiri­nya).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad, dari Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar secara mursal.

وَحَدَّثْنَاهُ يَحْيَى بْنُ الْمُعَلَّى، عَنْ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّلْتِ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ ثَابِتٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْأَقْمَرِ، عَنِ الْأَغَرِّ أَبِي مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ قَالَا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُ سُورَةَ الحِجْر أَوْ سُورَةَ الْكَهْفِ، فَسَكَتَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا الْمَجْلِسُ الَّذِي أُمِرْتُ أَنْ أُصَبِّرَ نَفْسِي مَعَهُمْ"

Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Ma'la, dari Mansur, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Silt, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar Abu Muslim, dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id, keduanya telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. datang saat seseorang sedang membaca surat Al-Hajj atau surat Al-Kahfi, lalu si pembaca diam. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Majelis inilah yang aku diperintahkan agar tetap bersabar duduk bersama dengan mereka (orang-orang yang menghadiri­nya).

وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا مَيْمُونٌ المَرئي، حَدَّثَنَا مَيْمُونُ بْنُ سِيَاه، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يُذْكُرُونَ اللَّهَ، لَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلت سيئاتُكُم حَسَنَاتٍ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Maimun Al-Mar-i, telah menceritakan kepada kami Maimun ibnu Sayah, dari Anas ibnu Malik r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum berkumpul seraya mengingat Allah tanpa ada niat lain kecuali mengharapkan keridaah-Nya, mela­inkan mereka diseru oleh juru penyeru dari langit seraya mengatakan, "Bangkitlah kalian dalam keadaan diberikan ampunan bagi kalian, semua keburukan kalian telah diganti dengan kebaikdn-kebaikan.”

Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad. ,

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ الْحَسَنِ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنيف قَالَ: نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ فِي بَعْضِ أَبْيَاتِهِ: وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ فَخَرَجَ يَلْتَمِسُهُمْ، فَوَجَدَ قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى، مِنْهُمْ ثَائِرُ الرَّأْسِ، وَجَافِي الْجِلْدِ (12) وَذُو الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، فَلَمَّا رَآهُمْ جَلَسَ مَعَهُمْ وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي أُمَّتِي مَنْ أَمَرَنِي اللَّهُ أَنَّ أُصَبِّرَ نَفْسِي مَعَهُمْ"

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Usamah ibnu Zaid, dari Abu Hazm, dari Abdur Rahman ibnu Sahl ibnu Hanif yang mengatakan bahwa diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat berikut saat beliau berada di ru­mahnya, yaitu firman-Nya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhan-Nya di pagi dan senja hari. (Al-Kahfi: 28), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. keluar dari rumahnya mencari mereka, dan beliau menjumpai suatu kaum yang sedang berzikir mengingat Allah Swt.; di antara mereka terdapat orang-orang yang berpenampilan lusuh dengan rambut yang acak-acakan, berkulit kasar lagi hanya mempunyai selapis pakaian (yakni orang-orang miskin). Setelah melihat mereka, maka beliau duduk bersama-sama mereka dan bersabda: Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan di kalangan umatku orang-orang yang aku diperintahkan agar bersabar duduk bersama mereka.

Abdur Rahman yang disebutkan dalam sanad hadis ini dikatakan oleh Abu Bakar ibnu Abu Daud sebagai seorang sahabat, sedangkan ayahnya termasuk salah seorang sahabat yang terkemuka.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. (Al-Kahfi: 28)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu melewati mereka de­ngan memilih selain mereka, yakni menggantikan mereka dengan orang­-orang yang berkedudukan dan yang berharta.

وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا

dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami. (Al-Kahfi: 28)

Yakni orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan dunia, melupakan agama dan menyembah Tuhannya.

وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Al-Kahfi: 28)

Maksudnya, semua amal dan perbuatannya hura-hura, berlebih-lebihan, dan sia-sia. Janganlah kamu mengikuti kemauan mereka, jangan menyu­kai cara mereka, jangan pula kamu menginginkannya. Makna ayat sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepa­da kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thaha: 131)


وَقُلِ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِن يَسْتَغِيثُوا۟ يُغَاثُوا۟ بِمَآءٍۢ كَٱلْمُهْلِ يَشْوِى ٱلْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا 29

(29) Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

(29) 

Allah Swt, berfirman kepada Rasul-Nya, "Hai Muhammad, katakanlah kepada manusia, bahwa apa yang engkau sampaikan kepada mereka dari Timan mereka adalah perkara yang hak yang tiada kebimbangan serta tiada keraguan padanya."

فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ

maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman; dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir.” (Al-Kahfi: 29)

Kalimat ini mengandung ancaman dan peringatan yang keras. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ

Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu. (Al-Kahfi: 29)

Yakni Kami mengincar mereka. Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang ingkar kepada Allah, Rasul-Nya, dan Kitab-Nya.

نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا

neraka yang gejolaknya mengepung mereka. (Al-Kahfi: 29)

Yang dimaksud dengan suradiquha ialah tembok-tembok neraka.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لسُرَادِق النَّارِ أَرْبَعَةُ جُدُر، كَثَافَةُ كُلِّ جِدَارٍ مَسَافَةَ أَرْبَعِينَ سَنَةً".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Diraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya pembatas-pembatas neraka itu ada empat tem­bok, ketebalan masing-masingnya sama dengan sejauh perja­lanan empat puluh tahun.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Turmuzi dalam Bab "Sifatun Nar" (gambaran neraka); dan oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya, melalui hadis Diraj Abus Samah dengan sanad yang sama.

Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehu­bungan dengan makna firman-Nya: yang gejolaknya mengepung mereka. (Al-Kahfi: 29) Yaitu tembok yang berupa api yang mengepung mereka.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْحُسَيْنُ بْنُ نَصْرٍ وَالْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُمَيَّةَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حُيَيِّ بْنِ يَعْلَى، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ يَعْلَى، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْبَحْرُ هُوَ جَهَنَّمُ" قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: [كَيْفَ ذَلِكَ؟] فَتَلَا هَذِهِ الْآيَةَ -أَوْ: قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ-: نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَاثُمَّ قَالَ: "وَاللَّهِ لَا أَدْخُلُهَا أَبَدًا أَوْ: مَا دُمْتُ حَيًّا -وَلَا تُصِيبُنِي مِنْهَا قَطْرَةٌ"

Ibnu Jarir me­ngatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Nasr dan Al-Abbas ibnu Muhammad;.keduanya mengatakan, telah menceritakan ke­pada kami Abu Asim, dari Abdullah ibnu Umayyah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Huyay ibnu Ya'la dari Safwan ibnu Ya'la, dari Ya' la ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jahannam itu tiada ubahnya dengan lautan. Ketika ditanyakan kepada beliau, "Mengapa demikian?" Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: yang gejolaknya meliputi mereka. (Al-Kahfi: 29) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah, aku tidak akan memasukinya selama-lamanya; atau selama aku hidup, tiada sepercik pun darinya yang mengenaiku.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghangus­kan muka. (Al-Kahfi: 29), hingga akhir ayat.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa muhl artinya air yang kental seperti mi­nyak goreng yang mendidih.

Mujahid mengatakan, muhl adalah seperti darah dan nanah.

Ikrimah mengatakan bahwa muhl artinya sesuatu yang panasnya tak terperikan.

Yang lainnya mengatakan bahwa muhl artinya sesuatu yang dilebur dengan api.

Qatadah mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud melebur sesuatu dari emas di dalam sebuah tungku kecil; setelah mencair dan berbuih ia mengatakan, "Inilah yang lebih mirip dengan muhl."

Ad-Dahhak mengatakan bahwa air neraka Jahannam itu hitam, neraka Jahannam itu sendiri hitam, dan para penduduknya hitam pula.

Semua pendapat yang telah disebutkan di atas tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya, karena sesungguhnya pengertian muhl menca­kup sifat yang buruk itu, yakni hitam, busuk, kasar, dan panas. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

يَشْوِي الْوُجُوهَ

yang menghanguskan muka. (Al-Kahfi: 29)

Yakni karena panasnya. Jika orang kafir hendak meminumnya dan mendekatkannya ke mukanya, maka muhl membakarnya hingga kulit wajah­nya rontok ke dalamnya, seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut sanadnya yang telah disebutkan sebelum ini tentang tembok neraka, melalui Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda, "Air seperti muhl," yakni seperti minyak yang mendidih; jika didekatkan ke muka peminumnya, maka rontoklah kulit mukanya, terjatuh ke dalamnya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam Bab "Gambaran Neraka", bagian dari kitab Jami '-nya melalui hadis Rasyidin ibnu Sa'd, dari Amr ibnul Haris, dari Diraj dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui riwayat Rasyidin. Dan Imam Turmuzi pernah membicarakan tentang predikatnya dalam periwayatan hadis menyangkut masalah hafalannya. Imam Ahmad telah meriwayatkannya seperti yang telah disebutkan di atas melalui Hasan Al-Asy-yab, dari Ibnu Lahi'ah, dari Diraj.

وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، وبَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْر، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: وَيُسْقَى مِنْ مَاءٍ صَدِيدٍ يَتَجَرَّعُهُ [إِبْرَاهِيمَ:16، 17] قَالَ: "يُقَرَّبُ إِلَيْهِ فيَتَكرّهه، فَإِذَا قُرِّبَ مِنْهُ شَوَى وجهَه وَوَقَعَتْ فروةُ رَأْسِهِ، فَإِذَا شَرِبَهُ قَطَّعَ أَمْعَاءَهُ، يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ

Abdullah ibnu Mubarak, dari Baqiyyah ibnul Walid, telah meriwayat­kan dari Safwan ibnu Amr, dari Abdullah ibnu Bisyr, dari Abu Umamah, dari Nabi Saw. sehubungan dengan firman-Nya: dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnya air nanah itu. (Ibrahim: 16-17) Nabi Saw. bersabda, "Minuman itu disuguhkan kepadanya, maka ia meno­laknya; dan apabila didekatkan minuman itu kepadanya, terpangganglah mukanya dan berguguran lah kulit kepalanya. Apabila dia meminumnya, maka terputus-putuslah semua isi perutnya." Allah Swt. telah berfirman: Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghangus­kan muka. Itulah minuman yang paling buruk. (Al-Kahfi: 29)

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa apabila ahli neraka merasa lapar, mereka meminta makan, lalu diberikan makan dari buah zaqqum dan mereka memakannya, maka berguguranlah kulit muka mereka. Seandai­nya seseorang bersua dengan mereka, dia pasti mengenal mereka karena bau hangus dari kulit muka mereka yang terbakar. Kemudian ditimpakan kepada mereka rasa haus, lalu mereka meminta minum, maka diberilah minuman seperti besi yang dilebur, yaitu minuman yang panasnya tidak terperikan. Apabila minuman itu didekatkan ke mulut mereka, maka de­ngan serta merta terpangganglah daging muka mereka karena sangat panasnya, sehingga jatuh berguguran. Karena itulah sesudah menggam­barkan minuman ini dengan gambaran yang buruk lagi tercela, Allah berfirman:

بِئْسَ الشَّرَابُ

Itulah seburuk-buruk minuman. (Al -Kahfi: 29)

Yakni itulah minuman yang paling buruk. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memo­tong-motong ususnya. (Muhammad: 15)

Dan firman Allah Swt,:

تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ

Diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. (Al-Ghasyiyah: 5)

Maksudnya, panasnya tak terperikan. Seperti yang disebutkan dalam ayat lainnya melalui firman-Nya:

وَبَيْنَ حَمِيمٍ آنٍ

Dan di antara air yang mendidih yang memuncak panasnya. (Ar-Rahman: 44)

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

Dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi: 29)

Yakni seburuk-buruk tempat tinggal, tempat berbaring, tempat berkumpul, dan tempat istirahat adalah neraka. Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)


إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا 30

(30) Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.

(30) 

Setelah menyebutkan nasib orang-orang yang celaka, Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman kepa­da Allah dan membenarkan rasul-rasul-Nya terhadap semua yang mere­ka sampaikan, serta mengamalkan semua yang dianjurkan oleh mereka berupa amal-amal saleh. Maka bagi mereka adalah surga 'Adn. Al-'Adn artinya tempat tinggal.

تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ

mengalir sungai-sungai di bawahnya. (Al-Kahfi: 31)

Yakni di bawah gedung-gedung dan tempat-tempat kediaman mereka. Fir'aun mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:

وَهَذِهِ الأنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي

dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku. (Az-Zukhruf: 51), hingga akhir ayat.

يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ

dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas. (Al-Kahfi: 31)

Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ

dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (Al-Hajj: 23)

Kemudian disebutkan secara rinci dalam ayat ini:

وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ

dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal. (Al-Kahfi: 31)

Yang dimaksud dengan sundus ialah kain sutera yang tipis lagi lembut, seperti kain untuk baju gamis dan untuk kegunaan lainnya. Adapun yang dimaksud dengan istabraq ialah kain sutera yang tebal lagi mengkilap warnanya.

Firman Allah Swt.:

مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ

sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Al-Kahfi: 31)

Al-ittika menurut suatu pendapat maknanya ialah berbaring, sedangkan menurut pendapat lainnya duduk bersila. Pendapat kedua inilah yang le­bih mendekati makna yang dimaksud dari ayat, dan termasuk ke dalam pengertian ini sebuah hadis yang mengatakan:

"أَمَّا أَنَا فَلَا آكُلُ مُتَّكِئًا "

Adapun diriku tidak pernah makan sambil duduk bersandar.

Ada dua pendapat mengenai maknanya.

Al--araik adalah bentuk jamak dari lafaz arikah, artinya dipan yang berkelambu.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna araik ini, bahwa yang dimaksud ialah kelambunya. Ma'mar mengatakan bahwa yang lainnya mengatakan dipan yang berkelambu.

Firman Allah Swt.:

نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

Itulah pahala yang sebaik-baiknya dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahfi: 31)

Maksudnya, sebaik-baik pembalasan amal perbuatan mereka adalah surga.

وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahfi: 31)

Yakni surga adalah sebaik-baik tempat tinggal, tempat istirahat, dan rumah. Sebagai kebalikan dari firman-Nya:

بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi: 29)

Hal yang sama teijadi pula di dalam surat Al-Furqan, yaitu dalam firman-Nya:

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)

Kemudian Allah Swt. menyebutkan nasib orang-orang mukmin setelah beberapa ayat sesudahnya, yaitu melalui firman-Nya:

أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 75-76)


أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ جَنَّٰتُ عَدْنٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَٰرُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍۢ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًۭا مِّن سُندُسٍۢ وَإِسْتَبْرَقٍۢ مُّتَّكِـِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلْأَرَآئِكِ ۚ نِعْمَ ٱلثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًۭا 31

(31) Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;

(31) 

تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ

mengalir sungai-sungai di bawahnya. (Al-Kahfi: 31)

Yakni di bawah gedung-gedung dan tempat-tempat kediaman mereka. Fir'aun mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:

وَهَذِهِ الأنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي

dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku. (Az-Zukhruf: 51), hingga akhir ayat.

يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ

dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas. (Al-Kahfi: 31)

Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ

dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (Al-Hajj: 23)

Kemudian disebutkan secara rinci dalam ayat ini:

وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ

dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal. (Al-Kahfi: 31)

Yang dimaksud dengan sundus ialah kain sutera yang tipis lagi lembut, seperti kain untuk baju gamis dan untuk kegunaan lainnya. Adapun yang dimaksud dengan istabraq ialah kain sutera yang tebal lagi mengkilap warnanya.

Firman Allah Swt.:

مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ

sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Al-Kahfi: 31)

Al-ittika menurut suatu pendapat maknanya ialah berbaring, sedangkan menurut pendapat lainnya duduk bersila. Pendapat kedua inilah yang le­bih mendekati makna yang dimaksud dari ayat, dan termasuk ke dalam pengertian ini sebuah hadis yang mengatakan:

"أَمَّا أَنَا فَلَا آكُلُ مُتَّكِئًا "

Adapun diriku tidak pernah makan sambil duduk bersandar.

Ada dua pendapat mengenai maknanya.

Al--araik adalah bentuk jamak dari lafaz arikah, artinya dipan yang berkelambu.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna araik ini, bahwa yang dimaksud ialah kelambunya. Ma'mar mengatakan bahwa yang lainnya mengatakan dipan yang berkelambu.

Firman Allah Swt.:

نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

Itulah pahala yang sebaik-baiknya dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahfi: 31)

Maksudnya, sebaik-baik pembalasan amal perbuatan mereka adalah surga.

وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا

dan tempat istirahat yang indah. (Al-Kahfi: 31)

Yakni surga adalah sebaik-baik tempat tinggal, tempat istirahat, dan rumah. Sebagai kebalikan dari firman-Nya:

بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi: 29)

Hal yang sama teijadi pula di dalam surat Al-Furqan, yaitu dalam firman-Nya:

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)

Kemudian Allah Swt. menyebutkan nasib orang-orang mukmin setelah beberapa ayat sesudahnya, yaitu melalui firman-Nya:

أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلامًا خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 75-76)


وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلًۭا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَٰبٍۢ وَحَفَفْنَٰهُمَا بِنَخْلٍۢ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًۭا 32

(32) Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.

(32) 

Sesudah menyebutkan tentang orang-orang musyrik yang sombong, tidak mau berkedudukan sama dengan orang-orang yang lemah lagi miskin dari kalangan kaum muslim karena merasa besar diri dengan harta dan kedudukan yang dimilikinya, maka Allah menyebutkan sebuah perumpa­maan yang menggambarkan kedua golongan tersebut dengan dua orang laki-laki. Salah seorang di antaranya diberi oleh Allah dua buah kebun anggur yang dikelilingi dengan pohon-pohon kurma sebagai pagarnya, dan di antara kedua kebun itu terdapat ladang. Pohon dan tanaman itu menghasilkan buah yang sangat baik, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا

Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya. (Al-Kahfi: 33)

Artinya, masing-masing dari kedua kebun itu menghasilkan buahnya.

وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا

dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun. (Al-Kahfi: 33)

Yakni hasilnya tiada berkurang barang sedikit pun.

وَفَجَّرْنَا خِلالَهُمَا نَهَرًا

dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu. (Al-Kahfi: 33)

Yakni sungai-sungai mengalir bercabang-cabang pada kedua kebun itu.

*******************

وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ

dan dia mempunyai kekayaan besar. (Al-Kahfi: 34)

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan samar yang makna asalnya adalah buah-buahan adalah harta benda.

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.

Menurut pendapat yang lainnya, makna yang dimaksud ialah buah-buah­an. Makna inilah yang lebih sesuai dengan pengertian lahiriah lafaznya, dan diperkuat oleh qiraat lainnya yang membacanya sumrun, bentuk ja­maknya dari samratun, seperti halnya lafaz khasyabatun (kayu) yang bentuk jamaknya adalah khasybun. Qiraat lainnya membacanya samarun.

فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ

maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia. (Al-Kahfi: 34)

Salah seorang dari pemilik kedua kebun itu berkata kepada temannya dengan nada sombong dan membanggakan dirinya.

أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالا وَأَعَزُّ نَفَرًا

Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih kuat. (Al-Kahfi: 34)

Yakni pembantu, pelayan dan anakku lebih banyak daripadamu.

Qatadah mengatakan, "Demi Allah, hal seperti itulah yang dicita-citakan oleh orang yang durhaka, yaitu memiliki harta yang banyak dan pengikut-pengikut yang kuat."

*******************

Firman Allah Swt.:

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ

Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri. (Al-Kahfi: 35)

Yaitu dengan kekafiran, pembangkangan, kesombongan, keangkaramurkaan, dan keingkarannya terhadap hari kembali (hari kiamat).

قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا

"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.” (Al-Kahfi: 35)

Ia teperdaya ketika melihat kesuburan tanam-tanamannya, buah-buahan, dan pepohonannya; serta sungai-sungai yang mengalir di dalam kebun-kebunnya itu, hingga ia menduga bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan lenyap, tidak akan habis, tidak akan rusak, dan tidak akan binasa. Demikian itu karena kedangkalan akalnya, kelemahan keyakinannya kepada Allah Swt., kekagumannya kepada kehidupan dunia dan perhiasannya, serta keingkarannya terhadap kehidupan di akhirat. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya,- menyitir perkataannya:

وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً

dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. (Al-Kahfi: 36)

Maksudnya, hari kiamat itu tidak akan terjadi menurut keyakinannya.

وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا

dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu. (Al-Kahfi: 36)

Yakni seandainya hari kembali itu ada dan semuanya dikembalikan kepada Allah, tentulah aku di sana mendapat bagian yang lebih baik daripada yang ada sekarang di sisi Tuhanku. Seandainya tidak ada kemuliaan ba­giku di sisi-Nya, tentulah Dia tidak akan memberiku semuanya ini. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى

Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguh­nya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya. (Fushshilat: 5)

Dan firman Allah Swt. yang menyatakan:

أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لأوتَيَنَّ مَالا وَوَلَدًا

Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (Maryam: 77)

Yakni di akhirat ia berangan-angan mendapatkan hal itu dari Allah Swt. Penyebab turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan Al-As ibnu Wa-il, seperti yang akan dijelaskan nanti di tempatnya, insya Allah.


كِلْتَا ٱلْجَنَّتَيْنِ ءَاتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْـًۭٔا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَٰلَهُمَا نَهَرًۭا 33

(33) Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu,

(33) 

كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا

Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya. (Al-Kahfi: 33)

Artinya, masing-masing dari kedua kebun itu menghasilkan buahnya.

وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا

dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun. (Al-Kahfi: 33)

Yakni hasilnya tiada berkurang barang sedikit pun.

وَفَجَّرْنَا خِلالَهُمَا نَهَرًا

dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu. (Al-Kahfi: 33)

Yakni sungai-sungai mengalir bercabang-cabang pada kedua kebun itu.

*******************



وَكَانَ لَهُۥ ثَمَرٌۭ فَقَالَ لِصَٰحِبِهِۦ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَنَا۠ أَكْثَرُ مِنكَ مَالًۭا وَأَعَزُّ نَفَرًۭا 34

(34) dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat"

(34) 

وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ

dan dia mempunyai kekayaan besar. (Al-Kahfi: 34)

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan samar yang makna asalnya adalah buah-buahan adalah harta benda.

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah.

Menurut pendapat yang lainnya, makna yang dimaksud ialah buah-buah­an. Makna inilah yang lebih sesuai dengan pengertian lahiriah lafaznya, dan diperkuat oleh qiraat lainnya yang membacanya sumrun, bentuk ja­maknya dari samratun, seperti halnya lafaz khasyabatun (kayu) yang bentuk jamaknya adalah khasybun. Qiraat lainnya membacanya samarun.

فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ

maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia. (Al-Kahfi: 34)

Salah seorang dari pemilik kedua kebun itu berkata kepada temannya dengan nada sombong dan membanggakan dirinya.

أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالا وَأَعَزُّ نَفَرًا

Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih kuat. (Al-Kahfi: 34)

Yakni pembantu, pelayan dan anakku lebih banyak daripadamu.

Qatadah mengatakan, "Demi Allah, hal seperti itulah yang dicita-citakan oleh orang yang durhaka, yaitu memiliki harta yang banyak dan pengikut-pengikut yang kuat."

*******************