19 - مريم - Maryam

Juz : 16

Mary
Meccan

وَنَٰدَيْنَٰهُ مِن جَانِبِ ٱلطُّورِ ٱلْأَيْمَنِ وَقَرَّبْنَٰهُ نَجِيًّۭا 52

(52) Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami).

(52) 

Firman Allah Swt.:

وَنَادَيْنَاهُ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ

Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Tur. (Maryam: 52)

Yakni yang ada di sebelah kanan Musa saat ia pergi mencari nyala api dari api yang dilihatnya itu. Ia melihat adanya nyala api, maka ia pergi mencarinya. Maka ia menjumpai nyala api itu berada di sebelah kanan Gunung Tur, yakni di sebelah baratnya, di tepi lembah. Lalu Allah mengajak bicara langsung dengannya dan menyerunya serta mendekat­kannya, maka Musa bermunajat kepada-Nya.

Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Qattan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ata ibnu Yasar, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami diwaktu dia bermunajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Nabi Musa didekatkan kepada-Nya hingga ia dapat mendengar guratan suara qalam.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Abul Aliyah serta lain-lainnya, yang pada garis besarnya mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah guratan qalam yang sedang menulis kitab Taurat.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Musa dimasukkan ke langit, lalu diajak bicara secara langsung oleh Allah. Disebutkan dari Mujahid hal yang semisal.

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami). (Maryam: 52) Bahwa Musa diselamatkan karena berkat kejujurannya.

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salamah Al-Harrani, dari Abu Wasil, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Amr ibnu Ma'di Kariba yang mengatakan bahwa ketika Musa didekatkan kepada Allah untuk bermunajat kepada-Nya di Bukit Tur yang terletak di semenanjung Sinai, Allah berfirman, "Hai Musa, apabila Aku ciptakan buatmu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir menyebut-Ku dan istri yang membantumu dalam kebaikan, berarti Aku tidak menyimpan sesuatu kebaikan pun darimu. Karena barang siapa yang Aku sembunyikan hal tersebut darinya, berarti Aku tidak membukakan suatu kebaikan pun baginya."

*******************



وَوَهَبْنَا لَهُۥ مِن رَّحْمَتِنَآ أَخَاهُ هَٰرُونَ نَبِيًّۭا 53

(53) Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi.

(53) 

Firman Allah Swt.:

وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا

Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam: 53)

Dan Kami perkenankan permintaan dan syafaatnya buat saudaranya, maka Kami jadikan saudaranya itu seorang nabi. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ

"Dan saudaraku Harun, dia lebih petah lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakan aku.”(Al-Qashash: 34)

قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى

Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (Thaha: 36)

Dan firman Allah Swt.:

فَأَرْسِلْ إِلَى هَارُونَ. وَلَهُمْ عَلَيَّ ذَنْبٌ فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ

maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku. (Asy-Syu'ara: 13-14)

Karena itulah maka ada sebagian ulama Salaf yang mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang memberikan syafaat di dunia buat seseorang dengan syafaat yang lebih besar daripada syafaat Musa buat Harun, Musa memohonkannya menjadi seorang nabi. Allah Swt. telah berfirman :

وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا

Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam: 53)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ailah, dari Daud, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya -Harun- menjadi seorang nabi. (Maryam: 53) Bahwa Harun lebih tua daripada Musa, karenanya Musa menghendaki agar Harun pun dijadikan seorang nabi (Musa rela memberikan kenabiannya kepada saudaranya itu). Hal yang sama disebutkan secara ta'liq (komentar) oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi dengan sanad yang sama.


وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِسْمَٰعِيلَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًۭا نَّبِيًّۭا 54

(54) Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.

(54) 

Melalui ayat ini Allah memuji Ismail ibnu Ibrahim a.s. Ismail adalah bapak moyang orang-orang Arab Hijaz, bahwa dia adalah seorang yang benar janjinya. Ibnu Juraij mengatakan bahwa tidak sekali-kali Ismail berjanji kepada Tuhannya sesuatu hal, melainkan dia melaksanakannya. Dengan kata lain, tidak sekali-kali dia menetapkan suatu nazar akan mengerjakan suatu ibadah kepada Tuhannya, melainkan ia pasti menunaikannya dan mengerjakannya dengan sempurna.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Haris. bahwa Sahl ibnu Aqil pernah bercerita kepadanya bahwa Ismail a.s. pernah menjanjikan kepada seseorang akan bertemu dengannya di suatu tempat. Maka Ismail a.s. datang ke tempat itu, sedangkan lelaki yang berjanji dengannya tadi lupa kepada janji Ismail. Maka Ismail tetap berada di tempat itu dan menginap hingga keesokan harinya. Maka pada keesokan harinya lelaki itu datang dan berkata kepadanya, "Tidakkah engkau tinggalkan tempat ini?" Ismail menjawab,"Tidak." Lelaki itu berkata 'Sesungguhnya saya lupa kepada janjimu." Ismail berkata,"Saya tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kamu datang kepadaku." Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:

كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ

ia adalah seorang yang benar janjinya. (Maryam: 54)

Sufyan As-Sauri mengatakan, telah sampai suatu berita kepadaku bahwa Ismail menunggu di tempat itu selama satu tahun penuh, hingga lelaki tersebut datang kepadanya. Ibnu Syauzab mengatakan, telah sampai suatu berita kepadaku bahwa Ismail a.s. membuat rumah di tempat tersebut (selama menunggu lelaki yang berjanji dengannya).

Abu Daud di dalam kitab sunannya dan Abu Bakar Muhammad ibnu Ja'far Al-Kharaiti di dalam kitabnya Makarimul Akhlak telah meriwayatkan melalui jalur Ibrahim Ibnu Tahman, dari Abdullah ibnu Maisarah, dari Abdul Karim ibnu Abdullah ibnu Syaqiq, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abul Hamsa yang mengatakan bahwa ia pernah melakukan suatu transaksi jual beli dengan Rasulullah Saw.; sebelum beliau diangkat menjadi utusan. Kemudian masih tersisa lagi sebagian dari piutangnya padaku, maka aku berjanji akan datang kepadanya guna melunasi utangku di tempat tersebut. Akan tetapi, aku lupa akan janjiku hari itu dan keesokan harinya lagi. Pada hari yang ketiga aku teringat dan datang ke tempat tersebut, ternyata beliau masih ada di tempat itu dan bersabda kepadaku:

"يَا فَتَى، لَقَدْ شَقَقْتَ عَلَيَّ، أَنَا هَاهُنَا مُنْذُ ثَلَاثٍ أَنْتَظِرُكَ"

Hai orang muda, sesungguhnya engkau telah memberatkan diriku, saya tetap menunggumu di tempat ini sejak tiga hari yang lalu.

Lafaz hadis ini menurut Al-Khara'iti, lalu ia mengetengahkan beberapa asar yang baik mengenai masalah ini.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Mandah Abu Abdullah di dalam kitab Ma'rifatus Sahabah dengan sanadnya dari Ibrahim Ibnu Tahman, dari Badil ijbnu Maisarah, dari Abdul Karim dengan sanad yang sama.

Sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:

صَادِقَ الْوَعْدِ

orang yang benar janjinya. (Maryam: 54)

Karena Nabi Ismail pernah berkata kepada ayahnya, yaitu Nabi Ibrahim:

سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar. (Ash-Shaffat: 12)

Ismail a.s. membenarkan apa yang diucapkan itu. Memenuhi janji merupakan sifat yang terpuji, sebagaimana mengingkari janji merupakan sifat yang tercela. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 2-3)

Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"

Pertanda orang munafik ada tiga, (yaitu): Apabila bicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat.

Mengingat apa yang disebutkan di dalam hadis merupakan sifat-sifat orang munafik, maka orang yang menyandang kebalikan dari sifat-sifat tersebut adalah orang yang beriman. Karena itulah maka Allah Swt. memuji hamba dan rasul-Nya (yaitu Nabi Ismail), bahwa dia adalah orang yang benar janjinya. Demikian pula halnya Rasulullah Saw., beliau adalah orang yang benar janjinya; tidak sekali-kali beliau menjanjikan sesuatu kepada seseorang, melainkan beliau menunaikannya kepada orang itu.

Nabi Saw. memuji sikap Abul Ash ibnur Rabi' (suami putrinya) melalui sabdanya:

"حَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي، وَوَعَدَنِي فَوَفَى لِي"

Dia berbicara kepadaku dan membenarkanku, dan dia berjanji kepadaku dan dia memenuhinya terhadapku.

Setelah Nabi Saw. wafat, Khalifah Abu Bakar As-Siddiq berkata, bahwa barang siapa yang mempunyai suatu janji dari Rasulullah Saw. atau suatu piutang baginya, hendaklah ia datang kepadaku, maka aku akan menunaikannya. Maka datanglah Jabir ibnu Abdullah dan mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah berkata kepadanya, "Seandainya telah datang harta dari Bahrain, maka aku akan memberimu sebanyak anu dan anu," yakni sepenuh kedua telapak tangannya dalam bentuk uang logam. Ketika harta dari Bahrain tiba, maka Khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada Jabir untuk mengambilnya. Lalu Jabir meraupkan kedua telapak tangannya, mengambil dari tumpukan harta tersebut. Kemudian Jabir menghitungnya, ternyata berjumlah lima ratus Dirham. Selanjurnya Khalifah Abu Bakar memberinya lagi dua kali lipatnya.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَكَانَ رَسُولا نَبِيًّا

dan dia adalah seorang rasul dan nabi. (Maryam: 54)

Makna ayat ini menunjukkan kemuliaan yang dimiliki oleh Ismail melebihi saudaranya Ishaq, karena Ishaq hanya diberi sifat (predikat) sebagai seorang nabi saja, sedangkan Ismail berpredikat sebagai nabi dan rasul.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيمَ إِسْمَاعِيلَ ... " وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ

Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari anak Ibrahim (Sebagai orang pilihan-Nya)

Hadis ini menunjukkan kebenaran dari pendapat yang kami kemukakan.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا

Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam: 55)

Makna ayat ini pun mengandung pujian yang baik dan menggambarkan sifat yang terpuji, serta pekerti yang benar, mengingat Nabi Ismail adalah orang yang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya dan juga memerintahkan kepada keluarganya untuk mengerjakan ketaatan kepada Tuhannya. Perihalnya sama dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw.:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha: 132), hingga akhir ayat.

Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ

الْآيَةَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)

Dengan kata lain, perintahkanlah keluarga kalian untuk mengerjakan kebajikan dan cegahlah mereka dari kemungkaran, dan janganlah kalian biarkan mereka tersia-sia yang akibatnya mereka akan dimakan oleh api neraka kelak pada hari kiamat.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَح فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ"

Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di malam hari, lalu salat, dan membangunkan istrinya (untuk salat bersamanya); jika istrinya menolak, maka ia mencipratkan air ke muka istrinya (agar bangun). Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di tengah malam, lalu salat, dan membangun­kan suaminya (untuk salat); jika suaminya menolak, maka ia mencipratkan air ke mukanya (agar bangun).

Hadis diketengahkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ، كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ"

Apabila seorang lelaki bangun di tengah malam, lalu ia membangunkan istrinya, kemudian keduanya salat dua rakaat, maka dicatatkan bagi keduanya (di dalam buku catatan amalnya) termasuk laki-laki dan wanita yang banyak berzikir kepada Allah.

Hadis yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah, sedangkan lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Majah.


وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُۥ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِۦ مَرْضِيًّۭا 55

(55) Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.

(55) 

Firman Allah Swt.:

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا

Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam: 55)

Makna ayat ini pun mengandung pujian yang baik dan menggambarkan sifat yang terpuji, serta pekerti yang benar, mengingat Nabi Ismail adalah orang yang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya dan juga memerintahkan kepada keluarganya untuk mengerjakan ketaatan kepada Tuhannya. Perihalnya sama dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw.:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha: 132), hingga akhir ayat.

Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ

الْآيَةَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)

Dengan kata lain, perintahkanlah keluarga kalian untuk mengerjakan kebajikan dan cegahlah mereka dari kemungkaran, dan janganlah kalian biarkan mereka tersia-sia yang akibatnya mereka akan dimakan oleh api neraka kelak pada hari kiamat.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَح فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ"

Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di malam hari, lalu salat, dan membangunkan istrinya (untuk salat bersamanya); jika istrinya menolak, maka ia mencipratkan air ke muka istrinya (agar bangun). Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di tengah malam, lalu salat, dan membangun­kan suaminya (untuk salat); jika suaminya menolak, maka ia mencipratkan air ke mukanya (agar bangun).

Hadis diketengahkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ، كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ"

Apabila seorang lelaki bangun di tengah malam, lalu ia membangunkan istrinya, kemudian keduanya salat dua rakaat, maka dicatatkan bagi keduanya (di dalam buku catatan amalnya) termasuk laki-laki dan wanita yang banyak berzikir kepada Allah.

Hadis yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah, sedangkan lafaznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Majah.


وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِدْرِيسَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صِدِّيقًۭا نَّبِيًّۭا 56

(56) Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.

(56) 

Allah Swt. menyebutkan tentang Idris dengan sebutan yang baik, bahwa ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan bahwa Allah Swt. mengangkatnya ke tempat yang tinggi.

Di dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersua dengannya pada malam beliau menjalani isra, sedangkan Nabi Idris berada di langit yang keempat. Hadis ini telah kami kemukakan .dalam Bab "Isra".

Dalam pembahasan ini Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah asar yang garib lagi mengherankan. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazim, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Hilal ibnu Yasaf yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b, sedangkan ia (Hilal ibnu Yasaf) hadir di majelis itu. Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa apakah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. Tentang Idris: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Ka'b menjawab bahwa mengenai Idris, sesungguhnya Allah mewahyukan kepadanya, "Sesungguhnya Aku akan mengangkat bagimu setiap harinya amal perbuatan yang semisal dengan semua amal perbuatan anak-anak Adam (Seluruh manusia)." Maka Idris menginginkan agar amalnya terus bertambah. Kemudian datanglah seorang malaikat yang terdekat dengannya. Idris berkata kepada malaikat itu, "Sesungguhnya Allah telah mewahyukan anu dan anu kepadaku, maka bicaralah kamu kepada malaikat maut agar sudilah ia menangguhkan ajalku supaya amalku makin bertambah." Malaikat itu akhirnya mambawa Idris di antara kedua sayapnya, lalu naik ke langit. Ketika sampai di langit keempat, malaikat maut yang sedang turun bersua dengannya. Maka malaikat yang membawanya mengemuka­kan apa yang dimaksudkan oleh Idris. Malaikat maut bertanya, "Sekarang Idris ada di mana?" Malaikat itu menjawab,"Dia sekarang ada di pundakku." Malaikat maut berkata,"Aku heran, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut roh Idris di langit keempat. Pada mulanya aku bertanya, 'mengapa aku mencabut roh Idris di langit keempat, sedangkan ia berada di bumi?' Akhirnya roh Nabi Idris dicabut di langit yang keempat." Yang demikian itu adalah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57)

Hal ini merupakan salah satu dari cerita Ka'bul Ahbar yang dikutipnya dari kisah-kisah Israiliyat, di dalam sebagiannya terkandung hal yang tidak dapat diterima. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Tetapi Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah bertanya kepada Ka'b, lalu disebutkan hal yang semisal dengan kisah di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Idris berkata kepada malaikat yang terdekat dengannya, "maukah engkau menanyakan hal itu kepada malaikat maut?" Yakni berapa lama lagi masa yang tersisa dari ajalnya, dengan maksud Idris akan manambah amalnya.

Di dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa malaikat yang terdekat dengan Idris ketika menanyakan kepada malaikat maut tentang ajal yang masih tersisa bagi Idris, malaikat maut menjawab.”Saya tidak tahu, nanti saya akan lihat dahulu." Malaikat maut melihat buku catatannya, kemudian berkata, "Sesungguhnya kamu menanyakan kepadaku tentang seorang lelaki yang tiada tersisa bagi ajalnya selain dari sekejap mata." Lalu malaikat maut memandang ke arah bawah kedua sayapnya, tiba-tiba ia melihat Idris telah dicabut nyawanya, sedangkan malaikat maut itu tidak menyadari bahwa dirinya telah mencabutnya.

Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari jalur yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Idris adalah seorang tukang jahit; tidak sekali-kali ia menusukkan jarumnya, melainkan ia membaca Subhdnallah (Mahasuci Allah). Dan Idris setiap harinya tiada seorang pun di muka bumi saat itu yang beramal lebih baik dan lebih utama daripadanya. Ibnu Abu Hatim menuturkan hadis selanjutnya dengan teks yang semakna dengan hadis di atas.

Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan melalui Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Nabi Idris diangkat ke langit dan tidak mati, perihalnya sama dengan pengangkatan Nabi Isa.

Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa tempat yang tinggi itu adalah langit yang keempat.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Idris diangkat ke langit yang keenam dan wafat di tempat itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.

Al-Hasan dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa yang dimaksud dengan martabat yang tinggi ialah surga.


وَرَفَعْنَٰهُ مَكَانًا عَلِيًّا 57

(57) Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.

(57) 

Dalam pembahasan ini Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah asar yang garib lagi mengherankan. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazim, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Hilal ibnu Yasaf yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b, sedangkan ia (Hilal ibnu Yasaf) hadir di majelis itu. Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa apakah yang dimaksud oleh firman Allah Swt. Tentang Idris: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Ka'b menjawab bahwa mengenai Idris, sesungguhnya Allah mewahyukan kepadanya, "Sesungguhnya Aku akan mengangkat bagimu setiap harinya amal perbuatan yang semisal dengan semua amal perbuatan anak-anak Adam (Seluruh manusia)." Maka Idris menginginkan agar amalnya terus bertambah. Kemudian datanglah seorang malaikat yang terdekat dengannya. Idris berkata kepada malaikat itu, "Sesungguhnya Allah telah mewahyukan anu dan anu kepadaku, maka bicaralah kamu kepada malaikat maut agar sudilah ia menangguhkan ajalku supaya amalku makin bertambah." Malaikat itu akhirnya mambawa Idris di antara kedua sayapnya, lalu naik ke langit. Ketika sampai di langit keempat, malaikat maut yang sedang turun bersua dengannya. Maka malaikat yang membawanya mengemuka­kan apa yang dimaksudkan oleh Idris. Malaikat maut bertanya, "Sekarang Idris ada di mana?" Malaikat itu menjawab,"Dia sekarang ada di pundakku." Malaikat maut berkata,"Aku heran, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut roh Idris di langit keempat. Pada mulanya aku bertanya, 'mengapa aku mencabut roh Idris di langit keempat, sedangkan ia berada di bumi?' Akhirnya roh Nabi Idris dicabut di langit yang keempat." Yang demikian itu adalah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57)

Hal ini merupakan salah satu dari cerita Ka'bul Ahbar yang dikutipnya dari kisah-kisah Israiliyat, di dalam sebagiannya terkandung hal yang tidak dapat diterima. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Tetapi Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah bertanya kepada Ka'b, lalu disebutkan hal yang semisal dengan kisah di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Idris berkata kepada malaikat yang terdekat dengannya, "maukah engkau menanyakan hal itu kepada malaikat maut?" Yakni berapa lama lagi masa yang tersisa dari ajalnya, dengan maksud Idris akan manambah amalnya.

Di dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa malaikat yang terdekat dengan Idris ketika menanyakan kepada malaikat maut tentang ajal yang masih tersisa bagi Idris, malaikat maut menjawab.”Saya tidak tahu, nanti saya akan lihat dahulu." Malaikat maut melihat buku catatannya, kemudian berkata, "Sesungguhnya kamu menanyakan kepadaku tentang seorang lelaki yang tiada tersisa bagi ajalnya selain dari sekejap mata." Lalu malaikat maut memandang ke arah bawah kedua sayapnya, tiba-tiba ia melihat Idris telah dicabut nyawanya, sedangkan malaikat maut itu tidak menyadari bahwa dirinya telah mencabutnya.

Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari jalur yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Idris adalah seorang tukang jahit; tidak sekali-kali ia menusukkan jarumnya, melainkan ia membaca Subhdnallah (Mahasuci Allah). Dan Idris setiap harinya tiada seorang pun di muka bumi saat itu yang beramal lebih baik dan lebih utama daripadanya. Ibnu Abu Hatim menuturkan hadis selanjutnya dengan teks yang semakna dengan hadis di atas.

Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan melalui Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Nabi Idris diangkat ke langit dan tidak mati, perihalnya sama dengan pengangkatan Nabi Isa.

Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa tempat yang tinggi itu adalah langit yang keempat.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Idris diangkat ke langit yang keenam dan wafat di tempat itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.

Al-Hasan dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa yang dimaksud dengan martabat yang tinggi ialah surga.


أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍۢ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْرَٰٓءِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَٱجْتَبَيْنَآ ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُ ٱلرَّحْمَٰنِ خَرُّوا۟ سُجَّدًۭا وَبُكِيًّۭا ۩ 58

(58) Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.

(58) 

Allah Swt. menyebutkan bahwa para nabi itu tidak terbatas hanya nabi-nabi yang disebutkan dalam surat ini saja, melainkan semua nabi. Hal ini merupakan kebiasaan dalam bahasa Arab dengan menyebutkan beberapa orang, sedangkan makna yang dimaksud ialah predikatnya. Bahwa mereka itu:

الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ

adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam. (Maryam: 58), hingga akhir ayat.

As-Saddi mengatakan —juga Ibnu Jarir— bahwa yang dimaksud dengan keturunan Adam ialah Nabi Idris. Yang dimaksud dengan keturunan orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh adalah Nabi Ibrahim. Dan yang dimaksud dengan keturunan Ibrahim ialah Ishaq, Ya'qub, dan Ismail. Sedangkan yang dimaksud dengan keturunan Israil (Ya'qub) ialah Musa, Harun, Zakaria, Yahya, dan Isa putra Maryam.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa karena itulah maka nasab mereka dibedakan, sekalipun pada garis besarnya nasab mereka terhimpun pada Adam a.s. Karena di antara mereka terdapat orang-orang yang bukan termasuk dari keturunan orang-orang yang diangkat bersama Nuh dalam bahteranya, yaitu Idris; karena sesungguhnya Idris adalah kakek dari Nabi Nuh.

Menurut kami, pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim ada benarnya dan merupakan pendapat yang terkuat, sebab Nabi Idris merupakan puncak dari nasab Nabi Nuh a.s.

Dapat dikatakan pula bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan keturunan Israil ialah nabi-nabi dari keturunan Bani Israil. Hal ini tersimpul dari hadis isra yang menyebutkan bahwa Musa dalam salamnya kepada Nabi Saw. mengucapkan, "Selamat datang dengan nabi yang saleh, saudara yang saleh." Ia tidak mengatakan anak yang saleh seperti yang dikatakan oleh Adam dan Ibrahim a.s.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Nabi Idris lebih dahulu daripada Nabi Nuh. Allah mengutusnya kepada kaumnya. Maka Idris memerintahkan kepada mereka agar mengucapkan kalimat tauhid, yaitu: "Tidak ada Tuhan selain Allah." Akan tetapi, kaumnya berbuat semau mereka dan tidak mau menuruti perintah Nabi Idris, akhirnya Allah membinasakan mereka.

Di antara dalil yang memperkuat bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ini adalah jenis nabi, ialah bahwa ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. di dalam surat Al-An'am, yaitu:

وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ * وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلا هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ * وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ * وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ * وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan Ismail, Alyasa', Yunus, dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 83-87)

Sampai dengan firman-Nya:

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 9)

Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:

مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. (Al-Mu’min: 78)

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Mujahid, ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah di dalam surat Shad terdapat ayat Sajdah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Ya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 9) Ibnu Abbas selanjutnya mengatakan, "Nabi kalian adalah termasuk orang yang diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka." Ibnu Abbas mengatakan bahwa termasuk di antara mereka ialah Nabi Daud.

Di dalam ayat surat ini Allah Swt. berfirman:

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Maryam: 58)

Yakni apabila mereka mendengar Kalamullah yang mengandung hujah-hujah-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, maka mereka bersujud kepada Tuhannya dengan penuh rendah diri dan ketenangan sebagai ungkapan puji syukur mereka atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan­Nya kepada mereka.

Bukiyyun adalah bentuk jamak dari bakin, yakni menangis. Para ulama sepakat menetapkan dianjurkannya melakukan sujud setelah membaca ayat ini karena mengikuti jejak mereka dan menelusuri pekerti mereka yang disebutkan dalam ayat ini.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membaca surat Maryam, (dan ketika sampai pada ayat ini) lalu ia bersujud, dan ia mengatakan, "Inilah sujud, tetapi susah melakukan tangisannya." Dia bermaksud bahwa sulit melakukan tangisan (barangkali karena tidak adanya munasabah menangis pada ayat).

Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan asar ini, tetapi dalam riwayat Ibnu Jarir tidak disebutkan Abu Ma'mar menurut penglihatan kamr (penulis), hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.


فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَٰتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا 59

(59) Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,

(59) 

Setelah menyebutkan tentang golongan orang-orang yang berbahagia, yaitu para nabi dan para pengikutnya yang mengikuti jejak mereka dan menegakkan batasan-batasan Allah lagi menunaikan perintah-perintah­Nya serta mengerjakan semua yang difardukan-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang oleh-Nya, lalu Allah menyebutkan dalam firman selanjutnya:

خَلَفَ مِنْ بَعْدِهم خَلْفٌ

Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek). (Maryam: 59)

Yakni generasi yang buruk sesudah mereka.

أَضَاعُوا الصَّلاةَ

yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59)

Apabila mereka menyia-nyiakan salat, berarti terhadap kewajiban-kewajiban lainnya lebih menelantarkan lagi; karena salat adalah tiang agama dan pilar penyanggahnya serta amal yang paling baik. Akibatnya mereka menjadi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan memburu kesenangan serta rela dengan kehidupan dunia; mereka merasa tenang dengan kehidupan dunia. Orang-orang yang berperangai demikian kelak akan menemui kesesatan, yakni kerugian di hari kiamat.

Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan pengertian menyia-nyiakan salat dalam ayat ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan salat ialah meninggalkannya sama sekali, yakni tidak pernah mengerjakannya sama sekali.

Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ibnu Zaid ibnu Aslam, serta As-Saddi; dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.

Karena itulah ada sebagian ulama Salaf dan Khalaf serta para Imam Mujtahid seperti yang dikatakan oleh pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad, dan menurut suatu pendapat yang bersumber dari Imam Syafii. Mereka mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat hukumnya kafir. Pendapat mereka berlandaskan kepada sebuah hadis yang mengatakan:

" بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَركُ الصَّلَاةِ"

Di antara seorang hamba dan syirik adalah meninggalkan salat.

Dan hadis lainnya yang mengatakan:

"الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ"

Perjanjian di antara kami dan mereka adalah mengerjakan salat, maka barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah kafir.

Kami tidak akan membahas lebih lanjut masalah ini, karenanya kami cukupkan hingga di sini.

Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Musa ibnu Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59) Makna yang dimaksud ialah sesungguhnya mereka hanya menyia-nyiakan waktu-waktu salat; karena seandainya mereka menyia-nyiakan salat, tentulah perbuatan itu merupakan perbuatan orang kafir.

Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman dan Al-Hasan ibnu Sa'id, dari Ibnu Mas'ud, bahwa pernah dikatakan kepadanya mengapa Allah banyak menyebut masalah salat di dalam Al-Qur'an yang antara lain ialah firman-Nya:

الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ

(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5)

عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ

yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij : 23)

dan firman Allah Swt. lainnya, yaitu:

عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34)

Maka Ibnu Mas'ud menjawab bahwa yang dimaksudkan dengan memelihara ialah memelihara waktu-waktunya, yakni mengerjakannya pada waktunya masing-masing. Mereka yang bertanya mengatakan, "Menurut kami, makna yang dimaksud tiada lain meninggalkan salat." Ibnu Mas'ud menjawab, "Yang demikian itu adalah perbuatan kafir."

Masruq mengatakan bahwa seseorang yang tidak memelihara salat lima waktunya, maka ia dicatat termasuk orang-orang yang lalai. Menelantarkan salat lima waktu menyebabkan kebinasaan, dan menelantarkannya berarti menyia-nyiakan dari waktunya masing-masing.

Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Yazid, bahwa Umar ibnu Abdul Aziz membaca firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakannya bukanlah meninggalkannya, melainkan menyia-nyiakannya dari waktu-waktunya.

Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa hal ini terjadi di saat menjelang hari kiamat dan lenyapnya orang-orang saleh dari umat Nabi Muhammad; maka sebagian dari mereka menerkam sebagian lainnya di jalan-jalan (seperti layaknya hewan liar). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Mujahid.

Jabir Al-Ju'fi telah meriwayatkan dari Mujahid dan Ikrimah serta Ata ibnu Abu Rabaah, bahwa mereka adalah dari kalangan umat ini, tetapi mereka berada di akhir zaman.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Al-Asy-yab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa mereka yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang dari kalangan umat Nabi Muhammad (di akhir zaman). Mereka saling menaiki di antara sesamanya, sebagaimana layaknya hewan ternak dan unta di jalan-jalan, tanpa rasa takut kepada Allah di langit dan tidak malu kepada manusia di bumi.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِئُ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ أَبِي عَمْرٍو الْخَوْلَانِيُّ: أَنَّ الْوَلِيدَ بْنَ قَيْسٍ حَدَّثَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "يَكُونُ خَلْفٌ بَعْدَ سِتِّينَ سَنَةً، أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ، فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا. ثُمَّ يَكُونُ خَلْفٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يَعْدُو تَرَاقِيَهُمْ. وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ ثَلَاثَةٌ: مُؤْمِنٌ، وَمُنَافِقٌ، وَفَاجِرٌ". قَالَ بَشِيرٌ: قُلْتُ لِلْوَلِيدِ: مَا هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةُ؟ قَالَ: الْمُؤْمِنُ مُؤْمِنٌ بِهِ، وَالْمُنَافِقُ كَافِرٌ بِهِ، وَالْفَاجِرُ يَأْكُلُ بِهِ.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Abu Amr Al-Khaulani; Al-Walid ibnu Qais pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kelak akan ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun; mereka menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca Al-Qur’an, tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka. Saat itu yang membaca Al-Qur’an ada tiga macam orang, yaitu orang mukmin, orang munafik, dan orang durhaka. Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang pengertian dari ketiga macam orang tersebut, "Siapa sajakah mereka itu?" Maka Al-Walid menjawab, "Orang mukmin adalah orang yang beriman kepada Al-Qur'an; orang munafik adalah orang yang kafir kepada Al-Qur'an; sedangkan orang yang durhaka ialah orang yang mencari makan (nafkah) dengannya."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri.

Ibnu Abu Hatim telah mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, dari Malik, dari Abur Rijal, bahwa Aisyah mengirimkan sedekah berupa sesuatu makanan kepada ahli suffah (orang-orang miskin yang tinggal di teras masjid). Lalu Siti Aisyah mengatakan, "Janganlah kalian berikan sedekah ini kepada orang Barbar laki-laki dan perempuan, karena sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa merekalah pengganti yang jelek yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: 'Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat' (Maryam: 59)

hadis ini berpredikat garib.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Dahhak, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Jarir, dari seorang syekh (guru) dari kalangan ulama Madinah, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek). (Maryam: 59), hingga akhir ayat. Bahwa mereka adalah orang-orang barat (Magrib) yang menjadi raja. Mereka adalah raja-raja yang jahat.

Ka'bul Ahbar mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar menjumpai sifat orang-orang munafik di dalam Kitabullah, bahwa mereka adalah orang-orang yang suka minum kopi, suka meninggalkan salat lima waktu, suka main dadu, suka tidur meninggalkan salat isya, suka menyia-nyiakan salat subuh, dan suka meninggalkan salat berjamaah." Kemudian ia membacakan firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59)

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka menelantarkan masjid-masjid dan menetapi perbuatan yang sia-sia.

Abul Asyhab Al-Ataridi mengatakan bahwa Allah Swt. mewahyukan kepada Daud a.s., "Hai Daud, berilah peringatan dan larangan kepada teman-temanmu terhadap perbuatan memperturutkan hawa nafsu, karena sesungguhnya hati yang menggandrungi syahwat dunia, akal mereka terhalang dari-Ku. Dan sesungguhnya hal yang paling mudah yang akan Kulakukan terhadap seseorang dari hamba-hamba-Ku bila ia memperturut­kan salah satu dari nafsu syahwatnya, ialah Aku haramkan dia taat kepada­Ku."

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا أَبُو [السَّمْحِ] التَّمِيمِيُّ، عَنْ أَبِي قَبِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي اثْنَتَيْنِ: الْقُرْآنَ وَاللَّبَنَ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid At-Tamimi, dari Abu Qabil; ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku mengkhawatirkan dua perkara atas umatku, yaitu Al-Qur’an dan Al-laban (air susu).

Al-Laban menurut salinan Makkiyyah, sedangkan menurut salinan Al-Amiriyah disebutkan Al-Kuna, bukan Al-Laban. Yang dimaksudkan dengan Al-Laban ialah mereka mengikuti hal yang batil, memperturutkan hawa nafsunya, dan meninggalkan salat. Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an ialah orang-orang munafik mempelajarinya, lalu mereka jadikan sebagai senjata untuk mendebat orang-orang mukmin.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Luhai'ah, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Qabil, dari Uqbah dengan sanad yang sama secara marfu' dan lafaz yang semisal, hanya Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.

*******************

Firman Allah Swt.:

فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59)

Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Bahwa yang dimaksud dengan gayyan ialah kerugian.

Sedangkan menurut Qatadah yang dimaksud gayyan ialah keburukan.

Sufyan As-Sauri, Syu'bah, dan Muhammad ibnu Ishaq telah me­riwayatkan dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahanam, letaknya sangat dalam dan baunya sangat busuk.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ziyad, dari Abu Iyad sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah lembah di neraka Jahanam yang berisikan nanah dan darah.

قَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَبَّاسُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادِ بْنِ زَيَّانَ، حَدَّثَنَا شَرْقِيُّ بْنُ قَطَامِيِّ، عَنْ لُقْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الْخُزَاعِيِّ قَالَ: جِئْتُ أَبَا أُمَامَةَ صُدَيّ بْنَ عَجْلان الْبَاهِلِيَّ فَقُلْتُ: حَدِّثْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَدَعَا بِطَعَامٍ، ثُمَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَوْ أَنَّ صَخْرَةً زِنَةَ عَشْرِ أَوَاقٍ قُذِفَ بِهَا مِنْ شَفِيرِ جَهَنَّمَ، ما بلغت قعرها خمسين خريفًا، ثُمَّ تَنْتَهِي إِلَى غَيٍّ وَآثَامٍ". قَالَ: قُلْتُ: وَمَا غَيٌّ وَآثَامٌ؟ قَالَ: "بِئْرَانِ فِي أَسْفَلِ جَهَنَّمَ، يَسِيلُ فِيهِمَا صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ، وَهُمَا اللَّتَانِ ذَكَرَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا وَقَوْلُهُ فِي الْفُرْقَانِ: وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syarqi ibnu Qutami, dari Luqman ibnu Amir Al-Khuza'i yang mengatakan bahwa ia datang kepada Abu Umamah (yaitu Sada ibnu Ajlan Al-Bahili), lalu ia berkata,"Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw." Maka Abu Umamah memerintahkan kepada pelayannya agar menghidangkan jamuan, setelah itu ia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seandainya sebuah batu seberat sepuluh auqiyah dilemparkan ke dalam neraka Jahanam dari pinggirnya, tentulah batu itu masih belum sampai ke dasarnya selama lima puluh tahun, kemudian batu itu akan sampai di Gay dan Asam. Abu Umamah bertanya, "Apakah yang dinamakan Gay dan Asam itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Dua buah sumur yang berada di dasar neraka Jahanam, mengalir ke dalamnya keringat (nanah) ahli neraka. Kedua sumur itulah yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka akan menemui gay (kesesatan). (Maryam: 59) Dan firman Allah Swt. di dalam surat Al-Furqan, yaitu: dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68) Yang dimaksud dengan pembalasan dosanya ialah Asam, salah satu dari kedua sumur itu.

Hadis ini berpredikat garib dan sehubungan dengan predikat marfu'-nya masih belum dapat diterima.

*******************

Firman Allah Swt.:

إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا

kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. (Maryam: 6)

Yakni kecuali orang yang bertobat, tidak meninggalkan salat lagi, dan tidak lagi memperturutkan hawa nafsunya; maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya dan menjadikan baginya akhir yang baik, serta menjadikannya sebagai salah seorang yang berhak menghuni surga yang penuh dengan kenikmatan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا

maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun. (Maryam: 6)

Dikatakan demikian karena tobat itu menghapuskan dosa-dosa yang sebelumnya. Di dalam hadis yang lain disebutkan:

"التَّائِبَ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ"

Orang yang bertobat dari dosa, sama halnya dengan orang yang tidak punya dosa.

Karena itulah mereka yang bertobat tidak dikurangi dari amal kebajikan mereka barang sedikit pun, tidak pula dibandingkan dengan dosa yang sebelumnya yang menyebabkan amal perbuatan sesudahnya dikurangi. Demikian itu karena dosa yang telah dilakukannya dianggap sia-sia dan dilupakan serta dihapuskan sama sekali, sebagai karunia dari Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang bertobat. Pengecualian ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-Furqan melalui firman-Nya:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.(Al-Furqan: 68)

Sampai dengan firman-Nya:

وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 7)


إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْـًۭٔا 60

(60) kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,

(60) 

Firman Allah Swt.:

إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا

kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. (Maryam: 6)

Yakni kecuali orang yang bertobat, tidak meninggalkan salat lagi, dan tidak lagi memperturutkan hawa nafsunya; maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya dan menjadikan baginya akhir yang baik, serta menjadikannya sebagai salah seorang yang berhak menghuni surga yang penuh dengan kenikmatan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا

maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun. (Maryam: 6)

Dikatakan demikian karena tobat itu menghapuskan dosa-dosa yang sebelumnya. Di dalam hadis yang lain disebutkan:

"التَّائِبَ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ"

Orang yang bertobat dari dosa, sama halnya dengan orang yang tidak punya dosa.

Karena itulah mereka yang bertobat tidak dikurangi dari amal kebajikan mereka barang sedikit pun, tidak pula dibandingkan dengan dosa yang sebelumnya yang menyebabkan amal perbuatan sesudahnya dikurangi. Demikian itu karena dosa yang telah dilakukannya dianggap sia-sia dan dilupakan serta dihapuskan sama sekali, sebagai karunia dari Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang bertobat. Pengecualian ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-Furqan melalui firman-Nya:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.(Al-Furqan: 68)

Sampai dengan firman-Nya:

وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 7)


جَنَّٰتِ عَدْنٍ ٱلَّتِى وَعَدَ ٱلرَّحْمَٰنُ عِبَادَهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ وَعْدُهُۥ مَأْتِيًّۭا 61

(61) yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak nampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati.

(61) 

Allah Swt. menyebutkan bahwa surga yang kelak akan dimasuki oleh orang-orang yang bertobat dari dosa-dosanya adalah surga 'Adn, yakni sebagai tempat tinggal mereka yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya secara gaib. Bahwa surga itu termasuk perkara gaib yang diimani oleh mereka keberadaannya, sekalipun mereka tidak melihatnya. Demikian itu karena kuatnya keyakinan dan iman mereka yang telah berakar di dalam kalbu mereka.

Firman Allah Swt.:

إِنَّهُ كَانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا

Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. (Maryam: 61)

Kalimat ayat ini menguatkan pengertian kalimat sebelumnya, bahwa hal itu pasti terjadi dan telah ditetapkan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, tidak akan pula menggantinya. Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya:

كَانَ وَعْدُهُ مَفْعُولا

Adalah janji Allah itu pasti terlaksana. (Al-Muzzammil: 18)

Yakni pasti terjadi

Yang dimaksud dengan makna firman-Nya, "Ma'tiyyan" (pasti akan ditepati) ialah bahwa semua hamba akan kembali kepada-Nya dan pasti menghadap kepada-Nya. Sebagian lainnya mengartikannya sama dengan lafaz atiyan yang artinya datang (sedangkan kalau ma'tiyyan artinya didatangkan). Dikatakan demikian karena sesuatu hal yang menimpamu berarti datang kepadamu. Sama halnya dengan kata-kata orang-orang Arab, "Atat 'alayya khamsima sematan, " dan 'Ataitu 'ala khamsina sanatan, " artinya sama saja, yakni saya telah berusia lima puluh tahun.

*******************

Firman Allah Swt.:

لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا

Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga. (Maryam: 62)

Yakni di dalam surga tidak terdapat kata-kata yang kotor, tak berguna, lagi omong kosong, seperti yang banyak didapat di dunia.

Firman Allah Swt.:

إِلا سَلامًا

kecuali ucapan salam. (Maryam: 62)

Istisna atau pengecualian ini bersifat munqati'. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)

Adapun firman Allah Swt.:

وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةً وَعَشِيًّا

Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)

Yaitu semisal dengan waktu pagi dan waktu petang. Hal ini bukan berarti bahwa di surga ada siang dan ada malam, tetapi mereka berada dalam waktu-waktu yang silih berganti, mereka mengetahuinya melalui sinar dan cahaya yang beraneka ragam, (yakni mereka berada dalam alam yang selalu bercahaya dan terang-benderang oleh nur).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا معْمَر، عَنْ هَمَّام، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَوَّلُ زُمْرَة تَلِجُ الْجَنَّةَ صُورهم عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لَا يبصُقون فِيهَا، وَلَا يَتَمَخَّطُونَ فِيهَا، وَلَا يَتَغَوّطون، آنِيَتُهُمْ وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ، وَمُجَامِرُهُمُ الألْوّة، ورَشْحُهم الْمِسْكُ، وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، يَرَى مُخّ سَاقَيْهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ؛ مِنَ الْحُسْنِ، لَا اخْتِلَافَ بَيْنِهِمْ وَلَا تَبَاغُضَ، قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبٍ وَاحِدٍ، يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Gelombang pertama yang masuk surga, rupa mereka bagaikan rembulan di malam purnama; mereka tidak pernah meludah di dalamnya dan tidak pernah ingusan serta tidak pernah buang air di dalamnya. Perabotan mereka dan sisir mereka terbuat dari emas dan perak, dan tempat dupa mereka penuh dengan kemenyan, keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap orang dari mereka mempunyai dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya dapat terlihat dari balik dagingnya karena keindahannya. Tidak ada perselisihan dan tidak ada pertengkaran di antara mereka. Hati mereka sama dengan hati seorang lelaki; mereka bertasbih menyucikan Allah setiap pagi dan petangnya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Ma'mar dengan sanad yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي الْحَارِثُ بْنُ فُضَيْلٍ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشُّهَدَاءُ عَلَى بَارِقِ نَهْرٍ بِبَابِ الْجَنَّةِ، فِي قُبَّةٍ خَضْرَاءَ، يَخْرُجُ عَلَيْهِمْ رِزْقُهُمْ مِنَ الْجَنَّةِ بُكْرَةً وَعَشِيًّا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari Mahmud ibnu Labid Al-Ansari, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Para syuhada berada di pinggir sungai di dekat pintu surga di dalam sebuah kemah hijau; dikirimkan kepada mereka rezeki mereka dari dalam surga setiap pagi dan petangnya.

Imam Ahmad dari jalur ini telah meriwayatkannya secara munfarid.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Bahwa yang dimaksud dengan pagi dan petang adalah perkiraan malam dan siang hari.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Zuhair ibnu Muhammad tentang makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Maka ia menjawab, "Di surga tidak ada malam hari, para penghuninya selalu berada dalam cahaya selama-lamanya, tetapi mereka mempunyai perkiraan malam dan siang hari. Hal tersebut diketahui melalui tertutupnya tirai-tirai dan pintu-pintu rumah-rumah mereka. Pertanda siang hari diketahui dengan diangkatnya semua tirai dan dibukanya semua pintu rumah mereka."

Masih dalam sanad yang sama telah disebutkan dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Khulayyid, dari Al-Hasan Al-Basri yang menceritakan tentang pintu-pintu surga. Ia mengatakan bahwa pintu-pintu surga bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya. Bila diajak bicara, maka pintu-pintu itu dapat menjawab dan mengerti; bila dikatakan kepadanya, "Terbukalah atau tertutuplah," maka pintu-pintu itu membuka dan menutup dengan sendirinya.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Di dalam surga ada dua saat, yaitu saat pagi dan saat sore; tetapi bukan seperti siang dan malam hari di dunia ini, sebab sesungguhnya yang ada di dalam surga hanyalah sinar dan cahaya, tidak ada kegelapan.

Mujahid mengatakan, yang dimaksud bukan pagi dan petang, melain­kan mereka diberi hidangan sesuai dengan kesukaan mereka ketika di dunia.

Al-Hasan dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Arab yang hidup serba mewah, biasa makan pagi dan makan malam. Maka turunlah Al-Qur'an sesuai dengan kemewahan yang dialami oleh mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)

Ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: .62) Yaitu setiap pagi sampai sore dan setiap sore sampai pagi, tetapi tidak ada malam harinya di dalam surga.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَاضِي أَهْلِ شَمْشَاط عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ غَدَاةٍ مِنْ غَدَوَاتِ الْجَنَّةِ، وَكُلُّ الْجَنَّةِ غَدَوَاتٌ، إِلَّا أَنَّهُ يُزَفُّ إِلَى وَلِيِّ اللَّهِ فِيهَا زَوْجَةٌ مِنَ الْحَوَرِ الْعَيْنِ، أَدْنَاهُنَّ الَّتِي خُلِقَتْ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Mansur ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ziyad (kadi penduduk Syammat), dari Abdullah ibnu Hadir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada suatu pagi hari pun dari hari-hari surga yang semuanya adalah bagaikan pagi hari (keindahannya), melainkan disuguhkan kepada seorang kekasih Allah di dalam surga pengantin wanita berupa bidadari yang bermata jeli, yang paling rendahnya di antara para bidadari itu terciptakan dari za'faran (minyak wangi yang semerbak baunya).

Abu Muhammad mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib lagi munkar.

*******************

Firman Allah Swt.:

تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا

Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63)

Artinya, surga yang telah Kami sebutkan gambarannya dengan gambaran yang agung itu akan Kami anugerahkan kepada hamba-hamba Kami yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah Swt. dalam suka dan duka, lagi mampu meredam amarahnya serta suka memaafkan orang lain. Dan seperti apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam surat Al-Mu’minun, melalui firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)

Sampai dengan firman-Nya:

أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi (yaitu) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 1-11)


لَّا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا إِلَّا سَلَٰمًۭا ۖ وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةًۭ وَعَشِيًّۭا 62

(62) Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga, kecuali ucapan salam. Bagi mereka rezekinya di surga itu tiap-tiap pagi dan petang.

(62) 

Firman Allah Swt.:

لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا

Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga. (Maryam: 62)

Yakni di dalam surga tidak terdapat kata-kata yang kotor, tak berguna, lagi omong kosong, seperti yang banyak didapat di dunia.

Firman Allah Swt.:

إِلا سَلامًا

kecuali ucapan salam. (Maryam: 62)

Istisna atau pengecualian ini bersifat munqati'. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26)

Adapun firman Allah Swt.:

وَلَهُمْ رِزْقُهُمْ فِيهَا بُكْرَةً وَعَشِيًّا

Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)

Yaitu semisal dengan waktu pagi dan waktu petang. Hal ini bukan berarti bahwa di surga ada siang dan ada malam, tetapi mereka berada dalam waktu-waktu yang silih berganti, mereka mengetahuinya melalui sinar dan cahaya yang beraneka ragam, (yakni mereka berada dalam alam yang selalu bercahaya dan terang-benderang oleh nur).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا معْمَر، عَنْ هَمَّام، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَوَّلُ زُمْرَة تَلِجُ الْجَنَّةَ صُورهم عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لَا يبصُقون فِيهَا، وَلَا يَتَمَخَّطُونَ فِيهَا، وَلَا يَتَغَوّطون، آنِيَتُهُمْ وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ، وَمُجَامِرُهُمُ الألْوّة، ورَشْحُهم الْمِسْكُ، وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، يَرَى مُخّ سَاقَيْهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ؛ مِنَ الْحُسْنِ، لَا اخْتِلَافَ بَيْنِهِمْ وَلَا تَبَاغُضَ، قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبٍ وَاحِدٍ، يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Gelombang pertama yang masuk surga, rupa mereka bagaikan rembulan di malam purnama; mereka tidak pernah meludah di dalamnya dan tidak pernah ingusan serta tidak pernah buang air di dalamnya. Perabotan mereka dan sisir mereka terbuat dari emas dan perak, dan tempat dupa mereka penuh dengan kemenyan, keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap orang dari mereka mempunyai dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya dapat terlihat dari balik dagingnya karena keindahannya. Tidak ada perselisihan dan tidak ada pertengkaran di antara mereka. Hati mereka sama dengan hati seorang lelaki; mereka bertasbih menyucikan Allah setiap pagi dan petangnya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Ma'mar dengan sanad yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي الْحَارِثُ بْنُ فُضَيْلٍ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الشُّهَدَاءُ عَلَى بَارِقِ نَهْرٍ بِبَابِ الْجَنَّةِ، فِي قُبَّةٍ خَضْرَاءَ، يَخْرُجُ عَلَيْهِمْ رِزْقُهُمْ مِنَ الْجَنَّةِ بُكْرَةً وَعَشِيًّا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari Mahmud ibnu Labid Al-Ansari, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Para syuhada berada di pinggir sungai di dekat pintu surga di dalam sebuah kemah hijau; dikirimkan kepada mereka rezeki mereka dari dalam surga setiap pagi dan petangnya.

Imam Ahmad dari jalur ini telah meriwayatkannya secara munfarid.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Bahwa yang dimaksud dengan pagi dan petang adalah perkiraan malam dan siang hari.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Zuhair ibnu Muhammad tentang makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Maka ia menjawab, "Di surga tidak ada malam hari, para penghuninya selalu berada dalam cahaya selama-lamanya, tetapi mereka mempunyai perkiraan malam dan siang hari. Hal tersebut diketahui melalui tertutupnya tirai-tirai dan pintu-pintu rumah-rumah mereka. Pertanda siang hari diketahui dengan diangkatnya semua tirai dan dibukanya semua pintu rumah mereka."

Masih dalam sanad yang sama telah disebutkan dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Khulayyid, dari Al-Hasan Al-Basri yang menceritakan tentang pintu-pintu surga. Ia mengatakan bahwa pintu-pintu surga bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya. Bila diajak bicara, maka pintu-pintu itu dapat menjawab dan mengerti; bila dikatakan kepadanya, "Terbukalah atau tertutuplah," maka pintu-pintu itu membuka dan menutup dengan sendirinya.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Di dalam surga ada dua saat, yaitu saat pagi dan saat sore; tetapi bukan seperti siang dan malam hari di dunia ini, sebab sesungguhnya yang ada di dalam surga hanyalah sinar dan cahaya, tidak ada kegelapan.

Mujahid mengatakan, yang dimaksud bukan pagi dan petang, melain­kan mereka diberi hidangan sesuai dengan kesukaan mereka ketika di dunia.

Al-Hasan dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Arab yang hidup serba mewah, biasa makan pagi dan makan malam. Maka turunlah Al-Qur'an sesuai dengan kemewahan yang dialami oleh mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62)

Ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: .62) Yaitu setiap pagi sampai sore dan setiap sore sampai pagi, tetapi tidak ada malam harinya di dalam surga.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا سَلِيمُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَاضِي أَهْلِ شَمْشَاط عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ غَدَاةٍ مِنْ غَدَوَاتِ الْجَنَّةِ، وَكُلُّ الْجَنَّةِ غَدَوَاتٌ، إِلَّا أَنَّهُ يُزَفُّ إِلَى وَلِيِّ اللَّهِ فِيهَا زَوْجَةٌ مِنَ الْحَوَرِ الْعَيْنِ، أَدْنَاهُنَّ الَّتِي خُلِقَتْ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Mansur ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ziyad (kadi penduduk Syammat), dari Abdullah ibnu Hadir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada suatu pagi hari pun dari hari-hari surga yang semuanya adalah bagaikan pagi hari (keindahannya), melainkan disuguhkan kepada seorang kekasih Allah di dalam surga pengantin wanita berupa bidadari yang bermata jeli, yang paling rendahnya di antara para bidadari itu terciptakan dari za'faran (minyak wangi yang semerbak baunya).

Abu Muhammad mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib lagi munkar.

*******************



تِلْكَ ٱلْجَنَّةُ ٱلَّتِى نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَن كَانَ تَقِيًّۭا 63

(63) Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.

(63) 

Firman Allah Swt.:

تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا

Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63)

Artinya, surga yang telah Kami sebutkan gambarannya dengan gambaran yang agung itu akan Kami anugerahkan kepada hamba-hamba Kami yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah Swt. dalam suka dan duka, lagi mampu meredam amarahnya serta suka memaafkan orang lain. Dan seperti apa yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam surat Al-Mu’minun, melalui firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)

Sampai dengan firman-Nya:

أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi (yaitu) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 1-11)


وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ ۖ لَهُۥ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّۭا 64

(64) Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.

(64) 

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la dan waki'. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Zar, dari ayahnya, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Malaikat Jibril, "Apakah gerangan yang mencegahmu untuk tidak mengunjungiku lebih banyak lagi dari biasanya?" Maka turunlah firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Imam Bukhari mengetengahkannya secara munfarid. Di dalam kitab tafsirnya ia meriwayatkan sehubungan dengan makna ayat ini melalui Abu Na'im, dari Umar ibnu Zar dengan sanad yang sama.

Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Umar ibnu Zar dengan sanad yang sama, tetapi menurut riwayat keduanya di akhir hadis terdapat tambahan, yaitu bahwa jawaban tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Malaikat Jibril tidak turun kepada Rasulullah Saw. dalam waktu yang cukup lama. Maka Rasulullah Saw. dirundung rasa sedih dan duka karenanya. Kemudian Malaikat Jibril datang dan mengatakan, "Hai Muhammad: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu.. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Mujahid mengatakan bahwa Jibril tidak turun kepada Muhammad Saw. selama dua belas malam atau kurang dari itu. Ketika Jibril turun, Nabi Saw. berkata kepadanya, "Hai Jibril, sesungguhnya kamu membuat saya sedih, sehingga kaum musyrik mempunyai dugaan yang tidak-tidak kepada saya." Maka turunlah firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Mujahid mengatakan bahwa ayat ini sama maknanya dengan ayat yang terdapat di dalam surat Adh-Dhuha. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan tertahannya Malaikat Jibril.

Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Jibril lama tidak turun kepada Nabi Saw. dalam waktu empat puluh hari. Kemudian Jibril turun di suatu hari. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Mengapa kamu lama tidak furun kepadaku, sehingga aku rindu kepadamu." Jibril menjawab, "Bahkan aku selalu rindu kepadamu, tetapi aku menunggu perintah, lalu Allah mewahyukan kepadaku agar aku menyampaikan kepadamu firman Allah Swt. sebagai berikut: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, hadis ini berpredikat garib.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Mujahid yang mengatakan bahwa utusan Allah datang lambat kepada Nabi Saw. Kemudian Jibril datang, maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah gerangan yang menahanmu, hai Jibril?" Maka Jibril berkata, "Bagaimana saya datang kepada kalian, sedangkan kalian tidak memotong kuku kalian, tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian, tidak mencukur kumis kalian, serta tidak bersiwak lagi?" Kemudian Jibril membacakan firman-Nya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam: 64), hingga akhir ayat.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim As-Suri, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Sa'labah ibnu Muslim, dari Ubay ibnu Ka'b maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda bahwa Malaikat Jibril lama tidak turun kepadanya. Ketika Nabi Saw. mengatakan hal tersebut kepada Jibril, maka Jibril menjawab: Bagaimana saya turun, sedangkan kalian tidak lagi bersiwak, tidak memotong kuku, tidak mencukur kumis, dan tidak membersihkan sela-sela jari-jemari tangan dan kaki kalian?

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abul Yaman, dari Ismail ibnu Ayyasy, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَيَّار، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ حَبِيبٍ -[خَتَنُ] مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ-حَدَّثَنِي شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَصْلِحِي لَنَا الْمَجْلِسَ، فَإِنَّهُ يَنْزِلُ مَلَكٌ إِلَى الْأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ إِلَيْهَا قَطُّ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman Al-Mugirah ibnu Habib, dari Malik ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku seorang syekh dari kalangan ulama Madinah, dari Ummu Salamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Benahilah majelis ini untuk kami, karena sesungguhnya akan turun ke bumi seorang malaikat yang belum pernah turun sama sekali ke bumi ini.

*******************

لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا

Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan dan apa-apa yang ada di belakang kita. (Maryam: 64)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksudkan dengan apa-apa yang ada di hadapan kita ialah perkara dunia; sedangkan apa-apa yang ada di belakang kita ialah perkara akhirat.

وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ

dan apa-apa yang ada di antara keduanya. (Maryam: 64)

Yakni apa-apa yang ada di antara dua tiupan sangkakala. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah menurut suatu riwayat yang bersumber dari keduanya, juga menurut As-Saddi serta Ar-Rabi' ibnu Anas.

Menurut pendapat yang lain, makna mabaina aidina ialah apa-apa yang bakal terjadi menyangkut urusan akhirat, sedangkan wama khalfana artinya apa-apa yang telah lalu menyangkut urusan dunia. Dan makna wama baina zalika artinya apa yang ada di antara dunia dan akhirat. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Sauri. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir; hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

Firman Allah Swt.:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)

Mujahid dan As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah Tuhanmu tidak akan melupakanmu. Dalam keterangan yang terdahulu telah disebutkan bahwa makna ayat ini sama dengan firman-Nya:

وَالضُّحَى وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى

Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الصَّمَدِ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ -يَعْنِي أَبَا الْجُمَاهِرِ -حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ يَرْفَعُهُ قَالَ: "مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ حَلَالٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ [عَنْهُ] فَهُوَ عَافِيَةٌ، فَاقْبَلُوا مِنَ اللَّهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا" ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Muhammad ibnu AbdusSamad Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman (yakni Abul Jamahir), telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Raja ibnu Haiwah, dari ayahnya, dari Abu Darda yang me-rafa'-kan hadis ini: Apa saja yang dihalalkan Allah di dalam Kitab-Nya, maka hal itu halal; dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, maka hal itu haram; dan apa saja yang Allah diam terhadapnya, maka hal itu dimaafkan. Maka terimalah kemurahan dari-Nya, karena sesungguhnya Allah tidak pernah melupakan sesuatu pun. Kemudian Abu Darda membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)

Adapun firman Allah Swt.:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا

Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi. (Maryam: 65)

Yakni Yang Menciptakannya, Yang Mengaturnya, Yang Menguasainya, dan Yang Mengurusnya, tiada yang mempertanyakan apa yang di-putuskan-Nya.

فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah). (Maryam: 65)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ialah,'apakah kamu mengetahui misal atau yang serupa dengan Tuhan (mu)?'. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya.

Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tiada seorang pun yang bernama Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) selain Allah Swt. sendiri Yang Mahasuci lagi Mahatinggi serta Maha suci nama-Nya.