20 - طه - Taa-Haa
Taa-Haa
Meccan
وَأَنَا ٱخْتَرْتُكَ فَٱسْتَمِعْ لِمَا يُوحَىٰٓ 13
(13) Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
(13)
Adapun firman Allah Swt.:
وَأَنَا اخْتَرْتُكَ
Dan Aku telah memilih kamu. (Thaha: 13)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي
Sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. (Al-A'raf: 144)
Yaitu melebihkan kamu di atas semua manusia di masanya. Dengan kata lain, dapat pula diartikan bahwa Allah Swt. berfirman kepada Musa a.s., "Hai Musa, tahukah kamu mengapa Aku mengistimewakan kamu hingga kamu dapat berbicara langsung dengan-Ku, bukan orang lain?" Musa menjawab, "Tidak tahu." Allah berfirman, "Karena sesungguhnya Aku menghargai sikapmu yang rendah diri itu."
Firman Allah Swt.:
فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى
Maka dengarkanlah apa yang diwahyukan kepadamu (Thaha: 13)
Artinya sekarang dengarkanlah olehmu apa yang Aku firmankan melalui wahyu-Ku kepadamu ini:
إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدْنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ 14
(14) Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
(14)
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. (Thaha: 14)
Ini merupakan kewajiban pertama bagi orang-orang mukalaf, yaitu hendaknya ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Firman Allah Swt.:
فَاعْبُدْنِي
maka sembahlah Aku. (Thaha: 14)
Maksudnya, Esakanlah Aku dan sembahlah Aku tanpa mempersekutukan Aku.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (Thaha: 14)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah salatlah kamu untuk mengingat-Ku.
Menurut pendapat lain, maksudnya ialah dirikanlah salat bilamana kamu ingat kepada-Ku.
Makna yang kedua ini diperkuat oleh hadis yang dikemukakan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى بْنُ سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "إِذَا رَقَد أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ، أَوْ غَفَلَ عَنْهَا، فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ: وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna ibnu Sa'id, dari Qatadah, dari Anas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian tertidur hingga meninggalkan salatnya atau lupa kepada salatnya, hendaklah ia mengerjakannya saat mengingatnya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, "Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.” (Thaha: 14)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ"
Barang siapa tidur meninggalkan salat (nya) atau lupa kepadanya, maka kifaratnya ialah mengerjakannya (dengan segera) manakala ingat kepadanya, tiada kifarat lain kecuali hanya itu.
*******************
إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا تَسْعَىٰ 15
(15) Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
(15)
Firman Allah Swt.:
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. (Thaha: 15)
Yakni pasti akan datang dan pasti terjadi.
Firman Allah Swt.:
أَكَادُ أُخْفِيهَا
Aku merahasiakan (waktu)nya. (Thaha: 15)
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan maknanya, bahwa Ibnu Abbas membacanya dengan bacaan berikut: "Aku hampir saja merahasiakan waktunya terhadap diri-Ku sendiri." Makna yang dimaksud ialah bahwa waktu hari kiamat itu dirahasiakan oleh Allah Swt. terhadap semua makhluk. Dikatakan demikian karena tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah Swt. selamanya.
Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa bacaannya adalah: Min nafsihi (terhadap diri-Nya sendiri). Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Abu Saleh, dan Yahya ibnu Rafi'.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Aku merahasiakan (waktu(Thaha: 15) Artinya, Aku tidak akan memperlihatkan tentang waktunya kepada seorang pun selain diri-Ku sendiri.
Menurut As-Saddi, tiada seorang pun dari kalangan penduduk langit dan bumi, melainkan Allah merahasiakan terhadapnya tentang waktu hari kiamat.
Ayat ini menurut bacaan Ibnu Mas'ud disebutkan seperti berikut: "Aku hampir menyembunyikan waktunya terhadap diri-Ku sendiri." Dengan kata lain, Aku merahasiakan waktu hari kiamat terhadap semua makhluk; sehingga andaikan Aku dapat menyembunyikannya terhadap diri-Ku sendiri, tentulah Aku akan melakukannya.
Menurut pendapat yang lain bersumber dari Qatadah, disebutkan bahwa firman-Nya: Aku merahasiakan (waktu)nya. (Thaha: 15) Menurut suatu qiraat (bacaan) disebutkan, "Aku menyembunyikan waktunya dengan sengaja." Demi usiaku, sesungguhnya Allah menyembunyikan waktunya terhadap para malaikat yang terdekat, para nabi, dan para rasulNya.
Menurut kami, ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ
Katakanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” (An-Naml: 65)
Dan firman Allah Swt.:
ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً
Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba. (Al-A'raf: 187)
Yakni amatlah berat pengetahuan mengenainya bagi makhluk yang ada di langit dan di bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Abu Namilah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sahl Al-Asadi, dari warga yang mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair telah membacakan kepadanya ayat berikut: Aku merahasiakan (waktu)nya. (Thaha: 15) dengan bacaan akhfiha yang artinya menampakkannya yakni hampir-hampir Allah Swt. menampakkan pengetahuan mengenai waktu hari kiamat. Kemudian ia mengatakan bahwa tidakkah engkau pernah mendengar perkataan seorang penyair yang mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
دَأبَ شَهْرَين، ثُمَّ شَهْرًا دَمِيكًا ... بأريكَين يَخْفيان غَميرًا ...
Telah berlalu masa dua bulan, kemudian ditambah lagi satu bulan penuh tinggal di Arbakin dan tanam-tanaman mulai menguning.
As-Saddi mengatakan bahwa al-gamir ialah tanaman basah yang tumbuh di pematang yang kering, yakni tanamannya sudah mulai masak. Arbakin nama sebuah tempat. Ad-damik satu bulan penuh. Syair ini dikatakan oleh Ka'b ibnu Zuhair.
*******************
Firman Allah Swt.:
لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى
agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (Thaha: 15)
Yakni Aku pasti mengadakan hari kiamat agar Aku melakukan pembalasan kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Az-Zalzalah: 7-8)
Dan firman Allah Swt. yang mengatakan:
إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
sesungguhnya kalian hanya diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ath-Thur: 16)
*******************
فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَن لَّا يُؤْمِنُ بِهَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ فَتَرْدَىٰ 16
(16) Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa".
(16)
Adapun firman Allah Swt.:
فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى
Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya. (Thaha: 16), hingga akhir ayat.
Makna yang dimaksud ialah bahwa khitab dalam ayat ini ditujukan kepada setiap individu orang-orang mukallaf, sekalipun lahiriahnya khitab ditujukan kepada Nabi Saw. Dengan kata lain, janganlah kalian mengikuti jalan orang-orang yang tidak percaya dengan adanya hari kiamat, mereka hanya mengejar kesenangan dan kenikmatan duniawi lagi durhaka kepada Tuhannya serta mengikuti hawa nafsunya. Maka barang siapa yang mengikuti jejak mereka, sesungguhnya dia telah merugi dan kecewa.
فَتَرْدَى
yang menyebabkan kamu binasa. (Thaha: 16)
Yakni kamu akan binasa dan hancur bila mengikuti jejak mereka, Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lain:
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Al-Lail: 11)
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَٰمُوسَىٰ 17
(17) Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?
(17)
Ini merupakan bukti dari Allah Swt. kepada Musa dan merupakan suatu mukjizat yang besar serta peristiwa yang luar biasa, menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mampu melakukan hal itu selain Allah Swt. Dan bahwa peristiwa seperti itu tidak ada seorang pun yang dapat mendatangkannya kecuali seorang nabi yang diutus.
Firman Allah Swt.:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa. (Thaha: 17)
Menurut sebagian ulama tafsir, sesungguhnya Allah berfirman demikian kepada Musa dengan nada mengingatkan. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya Allah Swt. mengatakan demikian kepada Musa dengan nada menetapkan. Dengan kata lain. dapat dikatakan bahwa adapun benda yang ada di tangan kananmu itu yang kamu kenal dengan sebutan tongkat, kelak kamu akan melihat apa yang bakal Kami lakukan terhadapnya sekarang.
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? (Thaha: 17) Kata tanya atau istifham ini mengandung makna taqrir.
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا
Berkata Musa, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya.” (Thaha: 18)
Yaitu tongkat ini kujadikan sebagai pegangan saat aku berjalan.
وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي
"dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku.” (Thaha: 18)
Yakni aku goyangkan dengannya tangkai pohon agar dedaunannya rontok buat makan kambingku.
Abdur Rahman ibnul Qasim telah mengatakan dari Imam Malik, bahwa al-husy artinya bila seseorang mencangkolkan (mengaitkan) bagian yang bengkok dari tongkatnya ke dahan pohon, lalu ia menggerak-gerakkannya hingga dedaunan dan buah-buahannya rontok, tetapi dahan pohon (rantingnya) tidak patah. Itulah makna lafaz al-husy, yakni bukan memukulkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Maimun ibnu Mahran.
Firman Allah Swt.:
وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya. (Thaha: 18)
Yaitu kegunaan lainnya. Sebagian di antara mereka ada yang memaksakan diri dengan menceritakan sebagian dari kegunaan lainnya yang masih misteri. Dikatakan bahwa tongkatnya itu dapat menyala di malam hari, dan dapat menjaga kambingnya bila Musa tertidur. Musa dapat pula menancapkannya, lalu jadilah sebuah pohon rindang yang menjadi naungannya di terik matahari, serta hal lainnya yang bertentangan dengan hukum alam. Jelasnya kisah yang demikian itu pada kenyataannya tidak ada. Seandainya tongkat tersebut mempunyai kegunaan yang didugakan itu, niscaya Musa a.s. tidak merasa aneh manakala tongkat tersebut berubah ujud menjadi ular besar, dan tentulah Musa a.s. tidak akan lari darinya. Semuanya itu tiada lain bersumber dari kisah-kisah israiliyat.
Sebagian dari mereka mengatakan pula bahwa tongkat tersebut adalah milik Adam a.s. Pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa tongkat itu adalah hewan melata yang akan muncul nanti menjelang hari kiamat.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tongkat itu mempunyai nama, yaitu Masya; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَلْقِهَا يَا مُوسَى
Allah berfirman, "Lemparkanlah ia, hai Musa!" (Thaha: 19)
Hai Musa, tongkat yang kamu pegang di tangan kananmu itu lemparkanlah.
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى
Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 2)
Yakni seketika itu juga tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat besar lagi panjang dan dapat merayap dengan gerakan yang sangat cepat. Dan tiba-tiba tongkat itu bergerak dan berubah ujudnya menjadi ular yang sangat cepat gerakannya, tetapi tidaklah sebesar yang disebutkan sebelumnya. Singkatnya dalam ayat ini disebutkan ular itu besar, sedangkan dalam ayat lain disebutkan sangat cepat gerakannya.
Tas'a, artinya merayap dan bergerak.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami', telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 2) Sebelum peristiwa itu tongkat tersebut tidak pernah berubah ujud menjadi ular bila dilemparkan; lalu ular itu melewati pohon, maka ia langsung memakannya; dan melewati batu besar, lalu ia memakannya pula, sehingga Musa mendengar suara batu besar masuk ke dalam perut ular itu, karena itu maka Musa lari ketakutan. Kemudian Musa diseru, "Hai Musa, ambillah ular itu!" Musa tidak mau mengambilnya karena takut. Lalu diseru lagi untuk kedua kalinya seraya mengatakan kepadanya, "Hai Musa, ambillah, janganlah kamu takut." Kemudian dalam seruan yang ketiga kalinya disebutkan, "Engkau termasuk orang-orang yang aman." Maka barulah Musa a.s. mau mengambilnya (dan ular itu berubah ujud seperti semula, yaitu tongkatnya).
Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 2) Maka Musa melemparkannya ke tanah. Ketika pandangan matanya tertuju kepada tongkat itu, tiba-tiba ia menjumpainya telah berubah ujud menjadi ular yang sangat besar yang baru ia lihat. Ular itu merayap seakan-akan sedang mencari sesuatu yang hendak diterkamnya. Ular itu melewati sebuah batu besar yang besarnya sama dengan unta yang paling besar, maka ia menelannya sekali telan. Dan salah satu dari taringnya ia tancapkan ke sebuah pohon yang besar, lalu pohon itu dicabutnya. Kedua mata ular itu menyala bagaikan api, sedangkan cabang yang ada pada ujung tongkatnya itu berubah ujudnya menjadi mulut ular yang menyemburkan api. Besarnya sama dengan sebuah sumur yang sangat lebar, di dalamnya dipenuhi dengan gigi taring dan gigi kunyah, sedangkan dari mulut ular itu terdengar suara desisan yang sangat keras. Ketika Musa menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan itu, ia lari tanpa menoleh ke belakang. Musa pergi jauh hingga ia merasa bahwa ular itu tidak akan mengejarnya. Musa ingat kepada Tuhannya, maka ia berdiri dengan rasa malu kepada-Nya. Kemudian ia diseru, ''Hai Musa, kembalilah kamu ke tempat semula," maka kembalilah Musa dengan hati yang masih dipenuhi oleh rasa takut. Lalu dikatakan kepadanya: dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21) Saat itu Musa memakai baju lapis yang terbuat dari kain wol (bulu). Maka tatkala ia diperintahkan untuk memegang ular itu, ia melilitkan baju wolnya itu ke tangannya, tetapi malaikat berkata kepadanya, "Hai Musa, bagaimanakah menurutmu jika Allah mengizinkan terjadinya hal yang kamu hindari itu, apakah kain bajumu itu dapat memberikan sesuatu manfaat kepadamu?" Musa menjawab, "Tentu tidak, tetapi saya adalah makhluk yang lemah dan diciptakan dari sesuatu yang lemah." Akhirnya Musa melepaskan bajunya dari tangannya dan meletakkan tangannya ke mulut ular itu sehingga ia mendengar desisan yang keluar dari mulut ular dan merasa taring yang dipegangnya. Tiba-tiba dengan serta-merta ular itu menjadi tongkat seperti keadaan semula. Dan tiba-tiba tangannya berada pada posisi semula sewaktu ia memegangkan tangannya pada tongkatnya, yaitu pada kedua cabangnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Peganglah ia. (Thaha: 21) Yakni dengan tangan kananmu.
سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى
Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21)
Yakni kepada keadaan semula yang biasa kamu kenal sebagai tongkat.
قَالَ هِىَ عَصَاىَ أَتَوَكَّؤُا۟ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِى وَلِىَ فِيهَا مَـَٔارِبُ أُخْرَىٰ 18
(18) Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya".
(18)
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا
Berkata Musa, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya.” (Thaha: 18)
Yaitu tongkat ini kujadikan sebagai pegangan saat aku berjalan.
وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي
"dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku.” (Thaha: 18)
Yakni aku goyangkan dengannya tangkai pohon agar dedaunannya rontok buat makan kambingku.
Abdur Rahman ibnul Qasim telah mengatakan dari Imam Malik, bahwa al-husy artinya bila seseorang mencangkolkan (mengaitkan) bagian yang bengkok dari tongkatnya ke dahan pohon, lalu ia menggerak-gerakkannya hingga dedaunan dan buah-buahannya rontok, tetapi dahan pohon (rantingnya) tidak patah. Itulah makna lafaz al-husy, yakni bukan memukulkan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Maimun ibnu Mahran.
Firman Allah Swt.:
وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya. (Thaha: 18)
Yaitu kegunaan lainnya. Sebagian di antara mereka ada yang memaksakan diri dengan menceritakan sebagian dari kegunaan lainnya yang masih misteri. Dikatakan bahwa tongkatnya itu dapat menyala di malam hari, dan dapat menjaga kambingnya bila Musa tertidur. Musa dapat pula menancapkannya, lalu jadilah sebuah pohon rindang yang menjadi naungannya di terik matahari, serta hal lainnya yang bertentangan dengan hukum alam. Jelasnya kisah yang demikian itu pada kenyataannya tidak ada. Seandainya tongkat tersebut mempunyai kegunaan yang didugakan itu, niscaya Musa a.s. tidak merasa aneh manakala tongkat tersebut berubah ujud menjadi ular besar, dan tentulah Musa a.s. tidak akan lari darinya. Semuanya itu tiada lain bersumber dari kisah-kisah israiliyat.
Sebagian dari mereka mengatakan pula bahwa tongkat tersebut adalah milik Adam a.s. Pendapat yang lainnya lagi mengatakan bahwa tongkat itu adalah hewan melata yang akan muncul nanti menjelang hari kiamat.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa tongkat itu mempunyai nama, yaitu Masya; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
قَالَ أَلْقِهَا يَٰمُوسَىٰ 19
(19) Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!"
(19)
Firman Allah Swt.:
أَلْقِهَا يَا مُوسَى
Allah berfirman, "Lemparkanlah ia, hai Musa!" (Thaha: 19)
Hai Musa, tongkat yang kamu pegang di tangan kananmu itu lemparkanlah.
فَأَلْقَىٰهَا فَإِذَا هِىَ حَيَّةٌۭ تَسْعَىٰ 20
(20) Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
(20)
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَى
Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 2)
Yakni seketika itu juga tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat besar lagi panjang dan dapat merayap dengan gerakan yang sangat cepat. Dan tiba-tiba tongkat itu bergerak dan berubah ujudnya menjadi ular yang sangat cepat gerakannya, tetapi tidaklah sebesar yang disebutkan sebelumnya. Singkatnya dalam ayat ini disebutkan ular itu besar, sedangkan dalam ayat lain disebutkan sangat cepat gerakannya.
Tas'a, artinya merayap dan bergerak.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Jami', telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 2) Sebelum peristiwa itu tongkat tersebut tidak pernah berubah ujud menjadi ular bila dilemparkan; lalu ular itu melewati pohon, maka ia langsung memakannya; dan melewati batu besar, lalu ia memakannya pula, sehingga Musa mendengar suara batu besar masuk ke dalam perut ular itu, karena itu maka Musa lari ketakutan. Kemudian Musa diseru, "Hai Musa, ambillah ular itu!" Musa tidak mau mengambilnya karena takut. Lalu diseru lagi untuk kedua kalinya seraya mengatakan kepadanya, "Hai Musa, ambillah, janganlah kamu takut." Kemudian dalam seruan yang ketiga kalinya disebutkan, "Engkau termasuk orang-orang yang aman." Maka barulah Musa a.s. mau mengambilnya (dan ular itu berubah ujud seperti semula, yaitu tongkatnya).
Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. (Thaha: 2) Maka Musa melemparkannya ke tanah. Ketika pandangan matanya tertuju kepada tongkat itu, tiba-tiba ia menjumpainya telah berubah ujud menjadi ular yang sangat besar yang baru ia lihat. Ular itu merayap seakan-akan sedang mencari sesuatu yang hendak diterkamnya. Ular itu melewati sebuah batu besar yang besarnya sama dengan unta yang paling besar, maka ia menelannya sekali telan. Dan salah satu dari taringnya ia tancapkan ke sebuah pohon yang besar, lalu pohon itu dicabutnya. Kedua mata ular itu menyala bagaikan api, sedangkan cabang yang ada pada ujung tongkatnya itu berubah ujudnya menjadi mulut ular yang menyemburkan api. Besarnya sama dengan sebuah sumur yang sangat lebar, di dalamnya dipenuhi dengan gigi taring dan gigi kunyah, sedangkan dari mulut ular itu terdengar suara desisan yang sangat keras. Ketika Musa menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan itu, ia lari tanpa menoleh ke belakang. Musa pergi jauh hingga ia merasa bahwa ular itu tidak akan mengejarnya. Musa ingat kepada Tuhannya, maka ia berdiri dengan rasa malu kepada-Nya. Kemudian ia diseru, ''Hai Musa, kembalilah kamu ke tempat semula," maka kembalilah Musa dengan hati yang masih dipenuhi oleh rasa takut. Lalu dikatakan kepadanya: dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21) Saat itu Musa memakai baju lapis yang terbuat dari kain wol (bulu). Maka tatkala ia diperintahkan untuk memegang ular itu, ia melilitkan baju wolnya itu ke tangannya, tetapi malaikat berkata kepadanya, "Hai Musa, bagaimanakah menurutmu jika Allah mengizinkan terjadinya hal yang kamu hindari itu, apakah kain bajumu itu dapat memberikan sesuatu manfaat kepadamu?" Musa menjawab, "Tentu tidak, tetapi saya adalah makhluk yang lemah dan diciptakan dari sesuatu yang lemah." Akhirnya Musa melepaskan bajunya dari tangannya dan meletakkan tangannya ke mulut ular itu sehingga ia mendengar desisan yang keluar dari mulut ular dan merasa taring yang dipegangnya. Tiba-tiba dengan serta-merta ular itu menjadi tongkat seperti keadaan semula. Dan tiba-tiba tangannya berada pada posisi semula sewaktu ia memegangkan tangannya pada tongkatnya, yaitu pada kedua cabangnya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Peganglah ia. (Thaha: 21) Yakni dengan tangan kananmu.
قَالَ خُذْهَا وَلَا تَخَفْ ۖ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا ٱلْأُولَىٰ 21
(21) Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula,
(21)
سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا الأولَى
Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. (Thaha: 21)
Yakni kepada keadaan semula yang biasa kamu kenal sebagai tongkat.
وَٱضْمُمْ يَدَكَ إِلَىٰ جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَآءَ مِنْ غَيْرِ سُوٓءٍ ءَايَةً أُخْرَىٰ 22
(22) dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula),
(22)
Hal ini merupakan mukjizat lain bagi Musa a.s. Yaitu Allah memerintahkan kepadanya agar memasukkan tangannya ke leher bajunya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, sedangkan hal itu disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya dengan sebutan berikut:
وَاضْمُمْ يَدَكَ إِلَى جَنَاحِكَ
dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu. (Thaha: 22)
Sedangkan dalam ayat lain disebutkan seperti berikut:
وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِنْ رَبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ
dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)ww bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada Fir’aun danpembantu-pembantunya. (Al-Qashash: 32)
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepitkanlah tanganmu keketiakmu. (Thaha: 22) Yakni telapak tanganmu ke bagian dalam lenganmu.
Musa apabila memasukkan tangannya ke leher bajunya, lalu dia mengeluarkannya, maka keluarlah cahaya dari tangannya seakan-akan seperti cahaya rembulan.
Firman Allah Swt.:
تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ
niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat. (Thaha: 22)
Yaitu bukan karena penyakit supak, bukan karena penyakit lainnya, bukan pula karena cacat. Demikianlah menurut yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, bila Musa mengeluarkan tangannya itu, maka kelihatan seperti senter, maka Musa mengetahui bahwa dia saat itu telah bersua dengan Tuhannya." Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى
untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. (Thaha: 23)
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Tuhan berfirman kepada Musa, "Mendekatlah kamu." Tuhan terus-menerus memerintahkan kepada Musa agar lebih mendekat lagi, hingga Musa menempelkan punggungnya ke batang pohon itu. Setelah itu Musa tenang dan tidak merasa takut lagi serta tangannya memegang tongkat dengan kuat, lalu menundukkan kepalanya seraya merendahkan diri.
Firman Allah Swt.:
اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas (Thaha: 24)
Maksudnya, pergilah kamu kepada Fir'aun Raja Mesir, yaitu ke negeri yang kamu pernah melarikan diri darinya (setelah membunuh seorang Mesir yang bertengkar dengan salah seorang Bani Israil). Lalu serulah dia untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Perintahkanlah kepadanya agar memperlakukan bangsa Bani Israil dengan perlakuan yang baik, dan janganlah ia menyiksa dan menindas mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu adalah seorang yang berlaku sewenang-wenang, melampaui batas, lebih memilih kehidupan duniawinya, serta melupakan Tuhannya Yang Mahatinggi.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman kepada Musa, "Berangkatlah kamu dengan membawa risalah-Ku, sesungguhnya engkau sekarang mendengar dengan pendengaran-Ku dan melihat dengan pandangan-Ku. Dan sesungguhnya tangan dan pandangan kekuasaan-Ku selalu menyertaimu, dan sesungguhnya Aku telah memakaikan kepadamu perisai kekuasaan-Ku agar kekuatanmu menjadi sempurna dalam mengemban perintah-Ku."
Allah berfirman, "Engkau adalah pasukan yang besar dari pasukanKu, Aku utus kamu kepada seorang makhluk-Ku yang lemah, tetapi ingkar kepada nikmat-Ku dan merasa aman dari pembalasan-Ku, serta teperdaya oleh duniawi dengan melupakan Aku (sebagai Penciptanya). Karenanya dia mengingkari hak-Ku sebagai Tuhannya, dan ia menduga bahwa dia tidak mengenal-Ku.
Allah berfirman,"Sesungguhnya Aku bersumpah dengan nama Keagungan-Ku, seandainya tiada takdir (keputusan) yang telah Kutetapkan antara diri-Ku dan makhluk-Ku, tentulah Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang kejam dan bengis. Ikut murka karena murka-Ku semua langit dan bumi, serta gunung-gunung dan lautan-lautan. Jika Aku perintahkan kepada langit untuk menghukumnya, tentulah langit akan menerbangkannya (melalui angin topan); dan jika Aku perintahkan kepada Bumi untuk menghukumnya, tentulah bumi akan menelannya. Jika Aku perintahkan kepada gunung-gunung, tentulah gunung-gunung itu akan menghancurkannya (menimpanya). Dan jika Aku perintahkan kepada lautan untuk menghukumnya, tentulah lautan itu akan menenggelamkannya. Tetapi ia terlalu hina dan kecil menurut pandangan-Ku dan masih tertoleransi oleh sifat Penyantun-Ku, serta Aku merasa cukup dengan-Ku sendiri. Dan sesungguhnya Aku adalah Yang Mahakaya, tiada yang lebih kaya daripada-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Sampaikanlah kepadanya (Fir'aun) risalahKu, dan serulah dia agar menyembah-Ku dan mengesakan Aku serta mengikhlaskan kepada-Ku, dan ingatkanlah dia akan hari-hari pertemuan dengan-Ku, serta peringatkanlah dia akan pembalasan dan azab-Ku. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat bertahan menghadapi murka-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Sampaikanlah kepadanya risalah-Ku ini di samping ancaman-Ku itu dengan penyampaian yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa maaf dan ampunan-Ku lebih cepat daripada murka dan siksaan-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Dan jangan sekali-kali kamu merasa gentar terhadap pakaian keduniawian yang Kuberikan kepadanya (Fir'aun), karena sesungguhnya ubun-ubunnya (rohnya) berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Tidaklah ia berbicara, tidaklah ia memandang, serta tidaklah pula ia bernafas kecuali dengan seizin-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Dan katakanlah kepadanya bahwa penuhilah seruan Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia Mahaluas ampunan-Nya, Dia telah memberimu masa tangguh selama empat ratus tahun. Dalam masa tersebut kamu terang-terangan memusuhi-Nya, yaitu dengan mencaci dan menyerupakan dirimu sebagai Dia. serta menghalangrhalangi hamba-hamba-Nya dari jalan-Nya. Padahal Dia selalu memberimu hujan dan menyuburkan (menumbuhkan) tanam-tanaman bagimu. Selama itu kamu tidak pernah sakit, tidak menua, tidak miskin, dan tidak terkalahkan. Seandainya Dia hendak menyegerakan siksaan-Nya kepadamu, tentulah Dia mudah melakukannya, tetapi Dia memiliki sifat Penyantun dan sifat Penyabar yang Mahabesar.
Allah Swt. berfirman, "Berjihadlah kamu bersama saudaramu untuk menentangnya, sedangkan kamu berdua mengikhlaskan diri dalam jihadmu untuk mendapat rida Allah. Sesungguhnya Aku seandainya menghendaki, bisa saja mendatangkan bala tentara yang jumlahnya belum pernah dia lihat. Tetapi sengaja Aku menghendaki agar si hamba yang lemah itu, yang merasa besar diri dengan bala tentaranya yang banyak, bahwa sesungguhnya pasukan yang kecil —yang pada hakikatnya bukanlah kecil bila dengan seizin-Ku—dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan seizin-Ku.
Allah Swt. berfirman, ''Jangan sekali-kali kamu silau dengan perhiasan yang dikenakannya, jangan pula silau dengan kemewahan hidupnya. Dan jangan pula kamu berdua menunjukkan pandangan matamu kepada hal itu, karena sesungguhnya semuanya itu adalah bunga kehidupan dunia dan perhiasan orang-orang yang hidup mewah. Seandainya Aku menghendaki, tentu Aku dapat menghiasimu dengan perhiasan dunia, agar Fir'aun mengetahui saat memandang kepadamu, bahwa kemampuannya tidak dapat menandingi apa yang Aku berikan kepadamu berdua. Akan tetapi, Aku sengaja membuat dirimu tidak suka kepada perhiasan dunia dan menjauhkanmu darinya. Demikianlah yang biasa Aku lakukan kepada kekasih-kekasih-Ku, dan hal ini merupakan kebiasaan-Ku sejak dulu. Sesungguhnya Aku akan melindungi mereka dari kenikmatan duniawi dan perhiasannya, sebagaimana seorang penggembala yang penyayang menjauhkan ternak untanya dari tempat-tempat yang berbahaya (pasir bergerak). Sebenarnya hal itu mudah Aku lakukan, tetapi sengaja tidak Kulakukan agar mereka (kekasih-kekasih-Ku) memperoleh bagiannya secara sempurna kelak di rumah kehormatan-Ku dalam keadaan beroleh pahala yang utuh lagi berlimpah tanpa dicampuri oleh kotoran duniawi."
Allah Swt. berfirman, "Perlu kamu ketahui bahwa sesungguhnya tidak ada suatu perhiasan pun yang dikenakan oleh hamba-hamba-Ku lebih terpandang oleh-Ku selain dari sifat Zuhud (menjauhi) keduniawian. Karena sesungguhnya sifat Zuhud itu adalah perhiasan orang-orang yang bertakwa. Mereka mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat dikenal melalui sikapnya yang tenang dan khusyuk serta pada wajah mereka terdapat tanda bekas sujud; mereka adalah kekasih-kekasih-Ku yang sebenar-benarnya. Apabila kamu bersua dengan mereka, maka rendahkanlah dirimu bagi mereka serta lunakkanlah hati dan lisanmu terhadap mereka."
Allah Swt. berfirman, "Perlu diketahui, bahwa barang siapa yang menghina kekasih-Ku atau manakut-nakutinya, maka sesungguhnya dia secara terang-terangan telah menantang-Ku untuk berperang dan memulainya. Dan itu berarti dia sendirilah yang mengajaknya dan mendorong-Ku untuk memeranginya, sedangkan Aku sangat cepat dalam menolong kekasih-kekasih-Ku. Apakah orang yang berani memerangi-Ku menduga bahwa dirinya dapat bertahan melawan-Ku, atau apakah orang yang memusuhi-Ku menduga bahwa dia dapat mengalahkan Aku, ataukah orang yang menantang-Ku dapat mendahului atau melewati-Ku? Mana mungkin hal itu terjadi, karena Aku-lah Yang melakukan pembalasan buat kekasih-kekasih-Ku di dunia dan akhirat, Aku tidak akan menyerahkan kepada selain-Ku dalam menolong mereka."
Asar yang telah disebutkan di atas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
Musa berkata, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku.” (Thaha: 25-26)
Ini adalah permintaan Musa a.s. kepada Tuhannya. Dia memohon agar dadanya dilapangkan dalam menunaikan tugas risalah yang dibebankan kepadanya. Karena sesungguhnya ia telah diperintahkan untuk menyampaikan suatu perkara yang besar dan akan menghadapi tantangan yang berat. Dia diutus untuk menyampaikan risalah Allah kepada seorang raja yang paling besar di muka bumi di masa itu. Sedangkan raja tersebut adalah orang yang paling sewenang-wenang, paling keras kekafirannya, paling banyak bala tentaranya, paling makmur kerajaannya, paling diktator, dan paling ingkar. Keangkaramurkaannya sampai kepada batas dia mengakui bahwa dia tidak mengenal Allah, dan mengajarkan kepada rakyatnya bahwa tidak ada tuhan selain dirinya sendiri.
Pada mulanya Musa pernah tinggal di istana Fir'aun semasa kecilnya, ia menjadi anak angkat Fir'aun yang dipelihara dalam asuhannya. Kemudian setelah dewasa Musa membunuh seseorang dari mereka, karena itu ia merasa takut mereka akan balas membunuhnya, lalu ia melarikan diri selama itu dari pencarian mereka. Setelah itu Allah mengangkatnya menjadi seorang rasul kepada mereka sebagai pemberi peringatan yang menyeru mereka ke jalan Allah Swt. dan menyembah-Nya serta mengesakan-Nya, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena itulah Musa menyadari akan beratnya tugas yang dipikulnya. Ia berdoa kepada Tuhannya:
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha: 25-26)
Yakni jika Engkau tidak menolongku, tidak membantuku, tidak memperkuatku dan tidak mendukungku, tentulah aku tidak mampu mengemban tugas ini.
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha: 27-28)
Demikian itu karena lidah Musa agak kaku sehingga ucapannya kurang begitu fasih. Hal ini dialaminya ketika ia masih kecil dan disuguhkan kepadanya buah kurma yang merah dan bara api, lalu ia mengambil bara api dan mengunyahnya (sehingga lidahnya terbakar); kisahnya akan diterangkan sesudah ini. Dalam hal ini Musa tidak memohon kepada Allah agar melenyapkan kekakuan lidahnya secara tuntas, melainkan dia hanya meminta agar kekurangfasihannya dalam berbicara dapat di atasi dan mereka yang diajak berbicara dengannya dapat memahami apa yang ia maksudkan, sebatas yang diperlukan. Seandainya Musa meminta kepada Allah agar menyembuhkan secara total kekakuan lidahnya, tentulah kekakuan lidahnya disembuhkan. Akan tetapi, para nabi tidaklah meminta kecuali hanya sebatas yang diperlukannya saja. Karena itulah maka kekakuan lidahnya masih ada padanya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. yang menceritakan tanggapan Fir'aun terhadap Musa:
أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلا يَكَادُ يُبِينُ
Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52)
Yaitu kurang fasih bicaranya karena lidahnya yang pelat (kaku).
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lepaskanlah kekakuan lidahku. (Thaha: 27) Yakni satu tahap dari kekakuan lidahnya; seandainya Musa meminta agar seluruh kekakuan lidahnya dilenyapkan, tentulah permintaannya dikabulkan.
Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa Musa mengadu kepada Tuhannya tentang ketakutannya terhadap pendukung-pendukung Fir'aun sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya; juga mengadu kepada-Nya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lidah Musa mengalami kekakuan sehingga ia tidak dapat berbicara banyak. Lalu ia meminta kepada-Nya agar saudaranya (yaitu Harun) diangkat menjadi pembantunya yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap apa yang tidak fasih dari perkataan yang diungkapkannya. Lalu Allah mengabulkan permintaannya dan melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar ibnu Usman bahwa telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Artah ibnul Munzir; telah menceritakan kepadaku salah seorang teman Muhammad ibnu Ka'b, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada suatu hari salah seorang kerabatnya datang kepadanya dan berkata kepadanya, "Tidak menjadi masalah bagimu seandainya kamu tidak kaku dalam bicaramu dan kurang jelas (fasih) bila melakukan bacaan." Maka Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Hai anak saudaraku, bukankah aku dapat memberikan pengertian kepadamu jika aku berbicara kepadamu?" Ia menjawab, "Ya". Ka'b berkata, "Sesungguhnya Musa pun hanya meminta kepada Tuhannya agar melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya agar ia dapat memberikan pengertian dan pemahaman kepada Bani Israil melalui pembicaraannya. Ia tidak meminta lebih dari itu." Demikianlah menurut teks yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي هَارُونَ أَخِي
dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-3)
Ini pun merupakan permintaan Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi.
Ibnu Abu Hatim mengemukakan sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun istirahat di sebuah perkampungan Badui. Lalu ia mendengar seorang lelaki berkata, "Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat yang paling besar kepada saudaranya?" Mereka (yang diajak bicara olehnya) menjawab, "Tidak tahu." Lelaki itu berkata, "Kalau saya, demi Allah, mengetahui siapa dia." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti Aisyah berkata dalam hatinya, "Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya." Lelaki itu berkata, "Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya diangkat menjadi nabi."Siti Aisyah berkata, "Dia benar, demi Allah." Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah Swt. berfirman memuji sikap Musa a.s.:
وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا
Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي
teguhkanlah dengan dia kekuatanku. (Thaha: 31)
Menurut Mujahid, makna azri ialah punggungku, yakni kekuatanku.
وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. (Thaha: 32)
Yakni sebagai temannya dalam bermusyawarah menentukan segala urusan.
كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا
supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha: 33-34)
Mujahid mengatakan bahwa seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring.
Firman Allah Swt.:
إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. (Thaha: 35)
Yakni dalam pilihan-Mu yang Engkau jatuhkan kepada kami, pemberianMu kepada kami akan kenabian, serta Engkau utus kami kepada musuhMu, yaitu Fir'aun. Bagi-Mu segala puji atas semuanya itu.
لِنُرِيَكَ مِنْ ءَايَٰتِنَا ٱلْكُبْرَى 23
(23) untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar,
(23)
لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا الْكُبْرَى
untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. (Thaha: 23)
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Tuhan berfirman kepada Musa, "Mendekatlah kamu." Tuhan terus-menerus memerintahkan kepada Musa agar lebih mendekat lagi, hingga Musa menempelkan punggungnya ke batang pohon itu. Setelah itu Musa tenang dan tidak merasa takut lagi serta tangannya memegang tongkat dengan kuat, lalu menundukkan kepalanya seraya merendahkan diri.
ٱذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ 24
(24) Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas".
(24)
Firman Allah Swt.:
اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى
Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas (Thaha: 24)
Maksudnya, pergilah kamu kepada Fir'aun Raja Mesir, yaitu ke negeri yang kamu pernah melarikan diri darinya (setelah membunuh seorang Mesir yang bertengkar dengan salah seorang Bani Israil). Lalu serulah dia untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Perintahkanlah kepadanya agar memperlakukan bangsa Bani Israil dengan perlakuan yang baik, dan janganlah ia menyiksa dan menindas mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu adalah seorang yang berlaku sewenang-wenang, melampaui batas, lebih memilih kehidupan duniawinya, serta melupakan Tuhannya Yang Mahatinggi.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman kepada Musa, "Berangkatlah kamu dengan membawa risalah-Ku, sesungguhnya engkau sekarang mendengar dengan pendengaran-Ku dan melihat dengan pandangan-Ku. Dan sesungguhnya tangan dan pandangan kekuasaan-Ku selalu menyertaimu, dan sesungguhnya Aku telah memakaikan kepadamu perisai kekuasaan-Ku agar kekuatanmu menjadi sempurna dalam mengemban perintah-Ku."
Allah berfirman, "Engkau adalah pasukan yang besar dari pasukanKu, Aku utus kamu kepada seorang makhluk-Ku yang lemah, tetapi ingkar kepada nikmat-Ku dan merasa aman dari pembalasan-Ku, serta teperdaya oleh duniawi dengan melupakan Aku (sebagai Penciptanya). Karenanya dia mengingkari hak-Ku sebagai Tuhannya, dan ia menduga bahwa dia tidak mengenal-Ku.
Allah berfirman,"Sesungguhnya Aku bersumpah dengan nama Keagungan-Ku, seandainya tiada takdir (keputusan) yang telah Kutetapkan antara diri-Ku dan makhluk-Ku, tentulah Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang kejam dan bengis. Ikut murka karena murka-Ku semua langit dan bumi, serta gunung-gunung dan lautan-lautan. Jika Aku perintahkan kepada langit untuk menghukumnya, tentulah langit akan menerbangkannya (melalui angin topan); dan jika Aku perintahkan kepada Bumi untuk menghukumnya, tentulah bumi akan menelannya. Jika Aku perintahkan kepada gunung-gunung, tentulah gunung-gunung itu akan menghancurkannya (menimpanya). Dan jika Aku perintahkan kepada lautan untuk menghukumnya, tentulah lautan itu akan menenggelamkannya. Tetapi ia terlalu hina dan kecil menurut pandangan-Ku dan masih tertoleransi oleh sifat Penyantun-Ku, serta Aku merasa cukup dengan-Ku sendiri. Dan sesungguhnya Aku adalah Yang Mahakaya, tiada yang lebih kaya daripada-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Sampaikanlah kepadanya (Fir'aun) risalahKu, dan serulah dia agar menyembah-Ku dan mengesakan Aku serta mengikhlaskan kepada-Ku, dan ingatkanlah dia akan hari-hari pertemuan dengan-Ku, serta peringatkanlah dia akan pembalasan dan azab-Ku. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat bertahan menghadapi murka-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Sampaikanlah kepadanya risalah-Ku ini di samping ancaman-Ku itu dengan penyampaian yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa maaf dan ampunan-Ku lebih cepat daripada murka dan siksaan-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Dan jangan sekali-kali kamu merasa gentar terhadap pakaian keduniawian yang Kuberikan kepadanya (Fir'aun), karena sesungguhnya ubun-ubunnya (rohnya) berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Tidaklah ia berbicara, tidaklah ia memandang, serta tidaklah pula ia bernafas kecuali dengan seizin-Ku."
Allah Swt. berfirman, "Dan katakanlah kepadanya bahwa penuhilah seruan Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia Mahaluas ampunan-Nya, Dia telah memberimu masa tangguh selama empat ratus tahun. Dalam masa tersebut kamu terang-terangan memusuhi-Nya, yaitu dengan mencaci dan menyerupakan dirimu sebagai Dia. serta menghalangrhalangi hamba-hamba-Nya dari jalan-Nya. Padahal Dia selalu memberimu hujan dan menyuburkan (menumbuhkan) tanam-tanaman bagimu. Selama itu kamu tidak pernah sakit, tidak menua, tidak miskin, dan tidak terkalahkan. Seandainya Dia hendak menyegerakan siksaan-Nya kepadamu, tentulah Dia mudah melakukannya, tetapi Dia memiliki sifat Penyantun dan sifat Penyabar yang Mahabesar.
Allah Swt. berfirman, "Berjihadlah kamu bersama saudaramu untuk menentangnya, sedangkan kamu berdua mengikhlaskan diri dalam jihadmu untuk mendapat rida Allah. Sesungguhnya Aku seandainya menghendaki, bisa saja mendatangkan bala tentara yang jumlahnya belum pernah dia lihat. Tetapi sengaja Aku menghendaki agar si hamba yang lemah itu, yang merasa besar diri dengan bala tentaranya yang banyak, bahwa sesungguhnya pasukan yang kecil —yang pada hakikatnya bukanlah kecil bila dengan seizin-Ku—dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan seizin-Ku.
Allah Swt. berfirman, ''Jangan sekali-kali kamu silau dengan perhiasan yang dikenakannya, jangan pula silau dengan kemewahan hidupnya. Dan jangan pula kamu berdua menunjukkan pandangan matamu kepada hal itu, karena sesungguhnya semuanya itu adalah bunga kehidupan dunia dan perhiasan orang-orang yang hidup mewah. Seandainya Aku menghendaki, tentu Aku dapat menghiasimu dengan perhiasan dunia, agar Fir'aun mengetahui saat memandang kepadamu, bahwa kemampuannya tidak dapat menandingi apa yang Aku berikan kepadamu berdua. Akan tetapi, Aku sengaja membuat dirimu tidak suka kepada perhiasan dunia dan menjauhkanmu darinya. Demikianlah yang biasa Aku lakukan kepada kekasih-kekasih-Ku, dan hal ini merupakan kebiasaan-Ku sejak dulu. Sesungguhnya Aku akan melindungi mereka dari kenikmatan duniawi dan perhiasannya, sebagaimana seorang penggembala yang penyayang menjauhkan ternak untanya dari tempat-tempat yang berbahaya (pasir bergerak). Sebenarnya hal itu mudah Aku lakukan, tetapi sengaja tidak Kulakukan agar mereka (kekasih-kekasih-Ku) memperoleh bagiannya secara sempurna kelak di rumah kehormatan-Ku dalam keadaan beroleh pahala yang utuh lagi berlimpah tanpa dicampuri oleh kotoran duniawi."
Allah Swt. berfirman, "Perlu kamu ketahui bahwa sesungguhnya tidak ada suatu perhiasan pun yang dikenakan oleh hamba-hamba-Ku lebih terpandang oleh-Ku selain dari sifat Zuhud (menjauhi) keduniawian. Karena sesungguhnya sifat Zuhud itu adalah perhiasan orang-orang yang bertakwa. Mereka mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat dikenal melalui sikapnya yang tenang dan khusyuk serta pada wajah mereka terdapat tanda bekas sujud; mereka adalah kekasih-kekasih-Ku yang sebenar-benarnya. Apabila kamu bersua dengan mereka, maka rendahkanlah dirimu bagi mereka serta lunakkanlah hati dan lisanmu terhadap mereka."
Allah Swt. berfirman, "Perlu diketahui, bahwa barang siapa yang menghina kekasih-Ku atau manakut-nakutinya, maka sesungguhnya dia secara terang-terangan telah menantang-Ku untuk berperang dan memulainya. Dan itu berarti dia sendirilah yang mengajaknya dan mendorong-Ku untuk memeranginya, sedangkan Aku sangat cepat dalam menolong kekasih-kekasih-Ku. Apakah orang yang berani memerangi-Ku menduga bahwa dirinya dapat bertahan melawan-Ku, atau apakah orang yang memusuhi-Ku menduga bahwa dia dapat mengalahkan Aku, ataukah orang yang menantang-Ku dapat mendahului atau melewati-Ku? Mana mungkin hal itu terjadi, karena Aku-lah Yang melakukan pembalasan buat kekasih-kekasih-Ku di dunia dan akhirat, Aku tidak akan menyerahkan kepada selain-Ku dalam menolong mereka."
Asar yang telah disebutkan di atas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
*******************
قَالَ رَبِّ ٱشْرَحْ لِى صَدْرِى 25
(25) Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
(25)
Firman Allah Swt.:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
Musa berkata, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku.” (Thaha: 25-26)
Ini adalah permintaan Musa a.s. kepada Tuhannya. Dia memohon agar dadanya dilapangkan dalam menunaikan tugas risalah yang dibebankan kepadanya. Karena sesungguhnya ia telah diperintahkan untuk menyampaikan suatu perkara yang besar dan akan menghadapi tantangan yang berat. Dia diutus untuk menyampaikan risalah Allah kepada seorang raja yang paling besar di muka bumi di masa itu. Sedangkan raja tersebut adalah orang yang paling sewenang-wenang, paling keras kekafirannya, paling banyak bala tentaranya, paling makmur kerajaannya, paling diktator, dan paling ingkar. Keangkaramurkaannya sampai kepada batas dia mengakui bahwa dia tidak mengenal Allah, dan mengajarkan kepada rakyatnya bahwa tidak ada tuhan selain dirinya sendiri.
Pada mulanya Musa pernah tinggal di istana Fir'aun semasa kecilnya, ia menjadi anak angkat Fir'aun yang dipelihara dalam asuhannya. Kemudian setelah dewasa Musa membunuh seseorang dari mereka, karena itu ia merasa takut mereka akan balas membunuhnya, lalu ia melarikan diri selama itu dari pencarian mereka. Setelah itu Allah mengangkatnya menjadi seorang rasul kepada mereka sebagai pemberi peringatan yang menyeru mereka ke jalan Allah Swt. dan menyembah-Nya serta mengesakan-Nya, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena itulah Musa menyadari akan beratnya tugas yang dipikulnya. Ia berdoa kepada Tuhannya:
وَيَسِّرْ لِىٓ أَمْرِى 26
(26) dan mudahkanlah untukku urusanku,
(26)
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha: 25-26)
Yakni jika Engkau tidak menolongku, tidak membantuku, tidak memperkuatku dan tidak mendukungku, tentulah aku tidak mampu mengemban tugas ini.
وَٱحْلُلْ عُقْدَةًۭ مِّن لِّسَانِى 27
(27) dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
(27)
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha: 27-28)
Demikian itu karena lidah Musa agak kaku sehingga ucapannya kurang begitu fasih. Hal ini dialaminya ketika ia masih kecil dan disuguhkan kepadanya buah kurma yang merah dan bara api, lalu ia mengambil bara api dan mengunyahnya (sehingga lidahnya terbakar); kisahnya akan diterangkan sesudah ini. Dalam hal ini Musa tidak memohon kepada Allah agar melenyapkan kekakuan lidahnya secara tuntas, melainkan dia hanya meminta agar kekurangfasihannya dalam berbicara dapat di atasi dan mereka yang diajak berbicara dengannya dapat memahami apa yang ia maksudkan, sebatas yang diperlukan. Seandainya Musa meminta kepada Allah agar menyembuhkan secara total kekakuan lidahnya, tentulah kekakuan lidahnya disembuhkan. Akan tetapi, para nabi tidaklah meminta kecuali hanya sebatas yang diperlukannya saja. Karena itulah maka kekakuan lidahnya masih ada padanya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. yang menceritakan tanggapan Fir'aun terhadap Musa:
أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلا يَكَادُ يُبِينُ
Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52)
Yaitu kurang fasih bicaranya karena lidahnya yang pelat (kaku).
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lepaskanlah kekakuan lidahku. (Thaha: 27) Yakni satu tahap dari kekakuan lidahnya; seandainya Musa meminta agar seluruh kekakuan lidahnya dilenyapkan, tentulah permintaannya dikabulkan.
Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa Musa mengadu kepada Tuhannya tentang ketakutannya terhadap pendukung-pendukung Fir'aun sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya; juga mengadu kepada-Nya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lidah Musa mengalami kekakuan sehingga ia tidak dapat berbicara banyak. Lalu ia meminta kepada-Nya agar saudaranya (yaitu Harun) diangkat menjadi pembantunya yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap apa yang tidak fasih dari perkataan yang diungkapkannya. Lalu Allah mengabulkan permintaannya dan melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar ibnu Usman bahwa telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Artah ibnul Munzir; telah menceritakan kepadaku salah seorang teman Muhammad ibnu Ka'b, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada suatu hari salah seorang kerabatnya datang kepadanya dan berkata kepadanya, "Tidak menjadi masalah bagimu seandainya kamu tidak kaku dalam bicaramu dan kurang jelas (fasih) bila melakukan bacaan." Maka Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Hai anak saudaraku, bukankah aku dapat memberikan pengertian kepadamu jika aku berbicara kepadamu?" Ia menjawab, "Ya". Ka'b berkata, "Sesungguhnya Musa pun hanya meminta kepada Tuhannya agar melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya agar ia dapat memberikan pengertian dan pemahaman kepada Bani Israil melalui pembicaraannya. Ia tidak meminta lebih dari itu." Demikianlah menurut teks yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
يَفْقَهُوا۟ قَوْلِى 28
(28) supaya mereka mengerti perkataanku,
(28)
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha: 27-28)
Demikian itu karena lidah Musa agak kaku sehingga ucapannya kurang begitu fasih. Hal ini dialaminya ketika ia masih kecil dan disuguhkan kepadanya buah kurma yang merah dan bara api, lalu ia mengambil bara api dan mengunyahnya (sehingga lidahnya terbakar); kisahnya akan diterangkan sesudah ini. Dalam hal ini Musa tidak memohon kepada Allah agar melenyapkan kekakuan lidahnya secara tuntas, melainkan dia hanya meminta agar kekurangfasihannya dalam berbicara dapat di atasi dan mereka yang diajak berbicara dengannya dapat memahami apa yang ia maksudkan, sebatas yang diperlukan. Seandainya Musa meminta kepada Allah agar menyembuhkan secara total kekakuan lidahnya, tentulah kekakuan lidahnya disembuhkan. Akan tetapi, para nabi tidaklah meminta kecuali hanya sebatas yang diperlukannya saja. Karena itulah maka kekakuan lidahnya masih ada padanya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. yang menceritakan tanggapan Fir'aun terhadap Musa:
أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلا يَكَادُ يُبِينُ
Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52)
Yaitu kurang fasih bicaranya karena lidahnya yang pelat (kaku).
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lepaskanlah kekakuan lidahku. (Thaha: 27) Yakni satu tahap dari kekakuan lidahnya; seandainya Musa meminta agar seluruh kekakuan lidahnya dilenyapkan, tentulah permintaannya dikabulkan.
Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa Musa mengadu kepada Tuhannya tentang ketakutannya terhadap pendukung-pendukung Fir'aun sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya; juga mengadu kepada-Nya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lidah Musa mengalami kekakuan sehingga ia tidak dapat berbicara banyak. Lalu ia meminta kepada-Nya agar saudaranya (yaitu Harun) diangkat menjadi pembantunya yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap apa yang tidak fasih dari perkataan yang diungkapkannya. Lalu Allah mengabulkan permintaannya dan melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar ibnu Usman bahwa telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Artah ibnul Munzir; telah menceritakan kepadaku salah seorang teman Muhammad ibnu Ka'b, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada suatu hari salah seorang kerabatnya datang kepadanya dan berkata kepadanya, "Tidak menjadi masalah bagimu seandainya kamu tidak kaku dalam bicaramu dan kurang jelas (fasih) bila melakukan bacaan." Maka Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Hai anak saudaraku, bukankah aku dapat memberikan pengertian kepadamu jika aku berbicara kepadamu?" Ia menjawab, "Ya". Ka'b berkata, "Sesungguhnya Musa pun hanya meminta kepada Tuhannya agar melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya agar ia dapat memberikan pengertian dan pemahaman kepada Bani Israil melalui pembicaraannya. Ia tidak meminta lebih dari itu." Demikianlah menurut teks yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
وَٱجْعَل لِّى وَزِيرًۭا مِّنْ أَهْلِى 29
(29) dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,
(29)
Firman Allah Swt.:
وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي هَارُونَ أَخِي
dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-3)
Ini pun merupakan permintaan Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi.
Ibnu Abu Hatim mengemukakan sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun istirahat di sebuah perkampungan Badui. Lalu ia mendengar seorang lelaki berkata, "Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat yang paling besar kepada saudaranya?" Mereka (yang diajak bicara olehnya) menjawab, "Tidak tahu." Lelaki itu berkata, "Kalau saya, demi Allah, mengetahui siapa dia." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti Aisyah berkata dalam hatinya, "Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya." Lelaki itu berkata, "Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya diangkat menjadi nabi."Siti Aisyah berkata, "Dia benar, demi Allah." Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah Swt. berfirman memuji sikap Musa a.s.:
وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا
Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69)
*******************
هَٰرُونَ أَخِى 30
(30) (yaitu) Harun, saudaraku,
(30)
Firman Allah Swt.:
وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي هَارُونَ أَخِي
dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-3)
Ini pun merupakan permintaan Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi.
Ibnu Abu Hatim mengemukakan sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun istirahat di sebuah perkampungan Badui. Lalu ia mendengar seorang lelaki berkata, "Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat yang paling besar kepada saudaranya?" Mereka (yang diajak bicara olehnya) menjawab, "Tidak tahu." Lelaki itu berkata, "Kalau saya, demi Allah, mengetahui siapa dia." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti Aisyah berkata dalam hatinya, "Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya." Lelaki itu berkata, "Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya diangkat menjadi nabi."Siti Aisyah berkata, "Dia benar, demi Allah." Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah Swt. berfirman memuji sikap Musa a.s.:
وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا
Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69)
*******************
ٱشْدُدْ بِهِۦٓ أَزْرِى 31
(31) teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
(31)
Adapun firman Allah Swt.:
اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي
teguhkanlah dengan dia kekuatanku. (Thaha: 31)
Menurut Mujahid, makna azri ialah punggungku, yakni kekuatanku.
وَأَشْرِكْهُ فِىٓ أَمْرِى 32
(32) dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku,
(32)
وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. (Thaha: 32)
Yakni sebagai temannya dalam bermusyawarah menentukan segala urusan.
كَىْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًۭا 33
(33) supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau,
(33)
كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا
supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha: 33-34)
Mujahid mengatakan bahwa seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring.
وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا 34
(34) dan banyak mengingat Engkau.
(34)
كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا
supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha: 33-34)
Mujahid mengatakan bahwa seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring.
إِنَّكَ كُنتَ بِنَا بَصِيرًۭا 35
(35) Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami".
(35)
Firman Allah Swt.:
إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. (Thaha: 35)
Yakni dalam pilihan-Mu yang Engkau jatuhkan kepada kami, pemberianMu kepada kami akan kenabian, serta Engkau utus kami kepada musuhMu, yaitu Fir'aun. Bagi-Mu segala puji atas semuanya itu.
قَالَ قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَٰمُوسَىٰ 36
(36) Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa".
(36)
Ini merupakan perkenan dari Allah Swt. kepada rasul-Nya (Musa a.s.) yang telah mengabulkan semua permintaannya, sekaligus mengingatkan
Musa akan semua nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di masa silam berkaitan dengan apa yang dialami oleh ibunya saat ibunya masih menyusukannya dan bersikap mawas diri terhadap Fir'aun dan bala tentaranya agar mereka jangan membunuhnya. Musa dilahirkan di masa Fir'aun dan bala tentaranya membunuh semua bayi yang lahir tahun itu. Maka ibu Musa membuat sebuah peti untuk Musa yang masih disusukannya, lalu meletakkan Musa di dalam peti itu dan menghanyutkannya ke Sungai Nil, tetapi dalam keadaan diikat dengan tali yang dihubungkan ke rumahnya.
Dan pada suatu hari ibu Musa pergi untuk memperbaharui ikatan talinya, tetapi ternyata peti yang berisikan Musa terlepas dan terbawa hanyut oleh arus Sungai Nil. Karena itu, hati ibu Musa dirundung rasa duka cita yang sangat mendalam dan kesedihan yang tak terperi kan. Hal ini di ungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا
Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. (Al-Qashash: 1)
Arus Sungai Nil membawa peti yang berisikan Musa itu ke istana Fir'aun yang terletak di pinggir Sungai Nil.
فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا
Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8)
Yakni sebagai suatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Dalam saat yang sama mereka membunuh bayi-bayi kaum Bani Israil karena mereka takut akan kelahiran Musa. Maka Allah memutuskan hal yang lain, karena Dialah yang memi liki kekuasaan Yang Mahabesar dan takdir yang sempurna, bahwa tidaklah Musa dipelihara kecuali di dalam asuhan Fir'aun dan makan serta minum dari makanan dan minumannya setelah Allah menanamkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam hati Fir'aun dan istrinya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي
supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhmu. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39)
Maksudnya, kasih sayang itu tertanam di dalam hati musuhmu sehingga ia mencintaimu.
Salamah ibnu Kahil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39) Yakni Aku jadikan engkau disukai oleh hamba-hamba-Ku.
وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku (Thaha: 39)
Menurut Abu Imran Al-Juni, makna ayat ialah agar Musa dipelihara di bawah pengawasan Allah Swt.
Qatadah mengatakan agar Musa diberi makan di bawah pengawasan Allah Swt.
Ma'mar ibnul Musanna mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Thaha: 39) Artinya, selalu berada di bawah penglihatan dan pengawasan Allah Swt.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah menjadikan Musa berada di dalam istana raja, hidup mewah dan senang, serta makanannya sama dengan makanan raja. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian lafaz sun'ah dalam ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا
(yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepada kalian orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya. (Thaha: 4)
Demikian itu terjadi setelah Musa berada di dalam asuhan keluarga Fir'aun. Maka mereka mencari wanita yang akan menyusuinya, tetapi Musa menolak mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ
dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. (Al-Qashash: 12)
Maka datanglah saudara perempuannya dan mengatakan kepada keluarga Fir'aun, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ
Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (Al-Qashash: 12)
Yakni maukah kalian aku tunjukkan seseorang yang mau menyusuinya buat kalian dengan imbalan upah. Lalu saudara perempuan Musa membawa Musa diiringi oleh keluarga Fir'aun ke tempat ibunya. Ibunya menyusuinya dan Musa mau menerima air susu ibunya, sehingga keluarga Fir'aun merasa senang tak terperikan menyaksikan hal tersebut, dan mereka memberi upah imbalannya kepada ibu Musa. Dengan kisah yang berliku-liku ini akhirnya ibu Musa memperoleh kebahagiaan dan ketenangan serta kedudukan yang tinggi di dunia, juga mendapat pahala yang lebih besar dan lebih berlimpah di akhirat. Karena itu, di dalam sebuah hadis disebutkan:
"مَثَلُ الصَّانِعِ الَّذِي يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ، كَمَثَلِ أَمِّ مُوسَى، تُرْضِعُ وَلَدَهَا وَتَأْخُذُ أَجْرَهَا"
Perumpamaan pekerja yang mengharapkan kebaikan dari kerjanya adalah seperti yang dilakukan oleh ibu Musa. Dia menyusui anaknya dan menerima upahnya.
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ
Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. (Thaha: 4)
karena kehilanganmu.
وَقَتَلْتَ نَفْسًا
Dan kamu pernah membunuh seorang manusia. (Thaha: 4)
Yaitu salah seorang bangsa Qibti (Egypt) penduduk negeri Mesir.
فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ
lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan. (Thaha: 4)
Kesusahan itu timbul karena dikejar oleh keluarga Fir'aun yang telah bertekad bulat untuk membunuhnya bila menjumpainya. Maka Musa melarikan diri dari kejaran mereka hingga sampailah ia di sebuah mata air Madyan. Lalu berkata kepada Musa seorang lelaki yang saleh, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:
لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim (Al-Qashash: 25)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا
dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 4)
Imam Abu Abdur Rahman Ahmad ibnu Syu'aib An-Nasai rahimahullah telah mengatakan di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunnahnya, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 4) Bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Asbag ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman Allah Swt. kepada Musa a.s. yang disebutkan dalam ayat berikut: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 4) Saya menanyakan kepadanya apa yang dimaksud dengan 'beberapa cobaan' dalam ayat tersebut? Maka Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya jawabannya mengandung kisah yang panjang."
Pada keesokan harinya saya berangkat pagi-pagi kepada Ibnu Abbas untuk menagih apa yang telah dijanjikannya kepada saya mengenai kisah beberapa fitnah tersebut. Ibnu Abbas menjawab, bahwa Fir'aun dan orang-orang yang berada dalam majelis musyawarahnya memperbincangkan tentang janji Nabi Ibrahim a.s. yang telah menjanjikan bahwa di kalangan keturunannya kelak akan ada yang menjadi raja diraja.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Bani Israil sedang menunggu-nunggu berita itu yang tidak mereka ragukan lagi. Pada mulanya mereka menduga bahwa Yusuf ibnu Ya'qublah orang yang dijanjikannya itu. Tetapi setelah Yusuf mati, mereka mengatakan, "Bukan orang ini yang telah dijanjikan oleh Ibrahim a.s."
Fir'aun berkata, "Kalau demikian, bagaimanakah menurut pendapat kalian?" Maka mereka sepakat untuk membuat makar, yaitu mereka mengutus beberapa orang lelaki yang membawa golok untuk menyembelih. Para lelaki itu ditugaskan untuk berkeliling memeriksa kaum Bani Israil. Maka tidak sekali-kali mereka menjumpai bayi yang baru dilahirkan, melainkan bayi itu mereka sembelih jika laki-laki. Demikianlah bunyi instruksi hasil musyawarah mereka, dan para lelaki yang bertugas untuk itu harus mengerjakannya
Setelah hal itu berjalan dan mereka melihat bahwa orang-orang dewasa Bani Israil banyak yang mati karena ajalnya telah tiba, sedangkan bayi-bayi mereka disembelih, maka mereka berkata, "Kaum Bani Israil, hampir saja kalian tumpas habis sehingga akibatnya kalian sendirilah yang menangani pekerjaan yang biasa mereka tangani sebagai pelayan kalian. Maka sebaiknya bunuhlah bayi-bayi lelaki mereka selama satu tahun dan biarkanlah anak-anak perempuan mereka hidup, kemudian biarkanlah bayi-bayi lelaki mereka hidup pada tahun berikutnya. Janganlah seseorang dari mereka kalian bunuh, karena mereka kelak akan menjadi pengganti dari orang-orang dewasa mereka yang telah mati bila mereka telah tumbuh dewasa. Dengan cara ini jumlah populasi mereka dapat ditekan dan tidak terlalu banyak, dan keberadaan mereka masih tetap dapat dipertahankan, walaupun banyak dari kalangan mereka yang kalian bunuh; kalian memerlukan mereka di masa mendatang."
Fir'aun dan ahli musyawarah telah sepakat dengan keputusan itu. Dan di tahun mereka tidak melakukan Penyembelihan terhadap bayi-bayi lelaki Bani Israil, bertepatan dengan itu Harun dikandung oleh ibunya dan lahir di tahun itu secara terang-terangan dalam keadaan aman.
Akan tetapi, pada tahun berikutnya ibu Harun mengandung Musa. Maka hati ibu Musa dilanda oleh kesusahan dan kesedihan disebabkan adanya cobaan (fitnah) tersebut terhadap kandungannya. Hai Ibnu Jubair, itulah yang dimaksud dengan cobaan itu, yakni di saat ibu Musa sedang mengandung Musa.
Maka Allah menurunkan wahyu kepada ibu Musa, "Janganlah kamu takut, janganlah pula bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikan Musa kepadamu dan akan menjadikannya salah seorang dari para utusan."
Dan Allah memerintahkan kepada ibu Musa bahwa bila ia melahirkan Musa, hendaklah Musa dimasukkan ke dalam peti, lalu dihanyutkan di Sungai Nil. Setelah ibu Musa melahirkannya, ia melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. kepadanya (yaitu memasukkan Musa ke dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke Sungai Nil).
Setelah anaknya lenyap dari pandangan matanya, setan datang dan membisikkan ke dalam hatinya godaan sehingga ibu Musaherkata kepada dirinya sendiri (menyesali perbuatannya), "Apa yang telah kulakukan terhadap anakku? Seandainya ia disembelih di hadapanku, lalu aku mengafani dan menguburkannya, tentulah hal itu lebih baik daripada melemparkannya ke Sungai Nil untuk makanan ikan-ikannya."
Arus Sungai Nil membawa peti itu ke pinggiran sungai tempat pelayan (dayang-dayang) istri Fir'aun mengambil air minum. Ketika para dayang melihat peti itu, maka mereka memungutnya; dan ketika mereka hendak membuka peti itu, sebagian di antara mereka berkata, "Sesungguhnya di dalam peti ini pasti terdapat harta karun, dan sesungguhnya jika kita membukanya, niscaya istri Fir'aun tidak akan percaya dengan apa yang kita temukan di dalamnya."
Maka mereka membawa peti itu dalam keadaan seperti apa adanya sewaktu mereka menemukannya tanpa mengeluarkan sesuatu pun dari dalamnya, lalu mereka menyerahkan peti itu kepada istri Fir'aun. Ketika istri Fir'aun membukanya, ia terkejut karena di dalamnya terdapat seorang bayi lelaki yang mungil. Maka Allah melimpahkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam hati istri Fir'aun yang belum pernah dialaminya sebelum itu.
Lain halnya dengan ibunya Musa, saat itu hatinya kosong dan lupa segala-gala kecuali hanya mengingat Musa. Ketika orang-orang Fir'aun yang ditugaskan untuk menyembelih setiap bayi lelaki Bani Israil mendengar berita penemuan bayi tersebut, maka mereka datang dengan membawa pisau penyembelihannya kepada istri Fir'aun untuk menyembelih bayi itu.
Hai Ibnu Jubair, itulah yang dinamakan fitnah (cobaan) dalam ayat ini. Kemudian istri Fir'aun berkata kepada mereka, "Biarkanlah dia, karena sesungguhnya bayi yang satu ini tidak dapat memberikan nilai tambah apa pun terhadap kaum Bani Israil. Aku akan datang menghadap kepada Fir'aun, lalu.aku akan meminta grasi kepadanya. Jika dia memberikan grasi kepada bayi ini demi aku, lebih baik bagi kalian dan kalian telah menunaikan tugas dengan baik. Dan jika dia memerintahkan agar bayi ini disembelih, saya tidak mencela kalian."
Istri Fir'aun datang menghadap kepada Fir'aun dan berkata kepadanya, "Bayi ini adalah penyejuk hatiku dan juga hatimu." Fir'aun berkata, "Silakan bayi itu untukmu, tetapi aku tidak memerlukannya."
Rasulullah Saw. bersabda:
"وَالَّذِي يُحْلَف بِهِ لَوْ أَقَرَّ فِرْعَوْنُ أَنْ يَكُونَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَهُ كَمَا أَقَرَّتِ امْرَأَتُهُ، لَهَدَاهُ اللَّهُ كَمَا هَدَاهَا، وَلَكِنْ حَرَمَهُ ذَلِكَ"
Demi Tuhan yang disebut nama-Nya dalam sumpah, seandainya Fir’aun mengakui bahwa Musa adalah buah hatinya juga, sama dengan apa yang diakui oleh istrinya, tentulah Allah akan memberinya hidayah sebagaimana hidayah yang diterima oleh istrinya, tetapi Fir’aun diharamkan untuk menerimanya.
Kemudian istri Fir'aun mengundang semua wanita yang terdekat dengannya dengan maksud mencari wanita yang cocok untuk menyusui Musa. Tetapi setiap Musa diambil oleh seseorang dari mereka untuk disusuinya, Musa menolak air susunya. Hal ini membuat istri Fir'aun merasa khawatir bila Musa sama sekali tidak mau minum air susu yang berakhir dengan kematiannya. Istri Fir'aun merasa sedih karenanya, lalu ia keluar dengan membawa Musa ke pasar dan tempat orang-orang ramai dengan tujuan untuk mencari wanita yang mau menyusuinya dan Musa mau kepada air susunya, tetapi Musa tetap tidak mau juga.
Dalam waktu yang sama ibu Musa dicekam oleh rasa sedih dan kekhawatiran, lalu ia berkata kepada saudara perempuan Musa (Maryam), "Telusurilah jejaknya dan carilah berita tentangnya, apakah ia masih hidup ataukah telah dimakan oleh binatang buas?" Saat itu ibu Musa lupa akan janji Allah kepadanya tentang Musa.
Saudara perempuan Musa melihat Musa dari kejauhan, sedangkan mereka yang membawa Musa tidak menyadarinya. Ia menelitinya dari kejauhan dan ternyata bayi tersebut adalah saudaranya (Musa), maka ia sangat gembira dapat menemukannya kembali bertepatan dengan kesulitan mereka dalam mencari ibu persusuan buat Musa. Lalu ia berkata, "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu ahli bait yang dapat memelihara bayi ini bagi kalian, dan ahli bait itu sangat sayang kepadanya?"
Maka mereka menangkap saudara perempuan Musa dan berkata kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu tahu bahwa ahli bait itu sayang kepadanya, apakah kamu mengenalnya?" Mereka merasa ragu dengan pernyataan saudara perempuan Musa itu. Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu Jubair, kejadian ini termasuk dari cobaan tersebut."
Saudara perempuan Musa berkata, "Ahli bait itu pasti sayang kepada bayi ini karena mereka mengharapkan agar dapat menjadi orang yang terdekat dengan raja dan berharap mendapat imbalannya dari raja." Mendengar alasannya yang tepat itu, maka mereka melepaskannya. Lalu saudara perempuan Musa pulang menemui ibunya dan menceritakan berita itu kepadanya. Kemudian ibunya datang; dan ketika Musa diletakkan dipangkuannya, maka Musa langsung menetek padanya dan menyedot air susunya sehingga perutnya penuh dan kenyang.
Kemudian pergilah seorang pembawa berita gembira, melapor kepada istri Fir'aun bahwa telah diketemukan ibu yang mau menyusui Musa, anak angkatnya itu. Kemudian istri Fir'aun mengirimkan utusan agar menjemput wanita itu dan Musa. Setelah ia melihat apa yang dilakukan oleh Musa kepada ibu yang menyusuinya, yakni Musa mau menerimanya sebagai ibu persusuannya, maka istri Fir'aun berkata kepada wanita itu (yang sebenarnya adalah ibu Musa sendiri), "Tinggallah kamu di istanaku untuk menyusui anakku ini, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang lebih aku cintai selain dari anakku ini."
Ibu Musa menjawab, "Saya tidak dapat meninggalkan rumah saya lama-lama karena saya masih mempunyai anak kecil. Saya merasa khawatir bila anak saya merasa kehilangan ibunya. Makajika Tuan suka menyerahkan bayi ini kepada saya untuk saya bawa ke rumah, saya sangat berterima kasih sekali dan saya akan berusaha sekuat tenaga untuk memperlakukannya dengan perlakuan yang terbaik. Sesungguhnya saya tidak dapat meninggalkan rumah dan anak-anak saya."
Ibu Musa teringat akan janji Allah kepadanya tentang Musa, saat itu istri Fir'aun tidak mempunyai pilihan lagi kecuali menuruti kehendaknya. Ibu Musa merasa yakin bahwa Allah pasti akan memenuhi janji-Nya. Akhirnya pada hari itu juga ia pulang ke rumahnya dengan membawa Musa. Kemudian Allah membuat Musa tumbuh dengan pertumbuhan yang baik, dan Allah memeliharanya karena keputusan yang telah ditetapkannya tentang Musa.
Di masa itu kaum Bani Israil masih tetap hidup dalam penindasan dan kekejaman orang-orang Fir'aun.
Setelah Musa tumbuh besar, istri Fir'aun berkata kepada ibu Musa, "Bawalah anakku kepadaku." Maka ibu Musa menjanjikan kepadanya suatu hari di mana ia akan berkunjung ke istana dengan membawa Musa menghadap kepada istri Fir'aun.
Istri Fir'aun berkata kepada kasir istana, istri Fir'aun yang lainnya, dan semua hulubalang istana, "Jangan ada seorang pun di antara kalian kecuali ia harus menyambut anakku dengan membawa hadiah sebagai penghormatan kepadanya pada hari ini. Untuk mengecek kebenarannya aku akan mengutus mata-mata untuk meneliti apakah tiap orang dari kalian benar-benar melakukan perintahku ini."
Akhirnya hadiah dan bingkisan-bingkisan terus mengalir menyambut kedatangan Musa sejak Musa keluar dari rumah ibunya sampai masuk ke istana istri Fir'aun.
Setelah Musa masuk ke dalam istana istri Fir'aun, istri Fir'aun menghormati dan memuliakannya serta menyambutnya dengan gembira dan memberikan hadiah yang berlimpah kepada ibu Musa sebagai imbalan dari jasanya yang telah merawat dan memelihara Musa dengan baik. Kemudian istri Fir'aun berkata, "Sesungguhnya aku benar-benar akan membawa Musa menghadap kepada Fir'aun, agar dia memberinya hadiah dan penghormatan (kedudukan)."
Setelah Musa dibawa ke istana Fir'aun, Fir'aun mendudukkan Musa di pangkuannya, tetapi Musa menarik jenggot Fir'aun dan menjulurkannya sampai ke tanah. Maka tukang tenung Fir'aun dari kalangan musuh-musuh Allah berkata kepada Fir'aun, "Tidakkah engkau melihat apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim, bahwa sesungguhnya dari keturunannya kelak akan lahir seseorang yang bakal mewarisi kerajaanmu dan mengalahkanmu serta menjatuhkanmu?"
Maka Fir'aun mengundang orang-orang yang ditugaskan untuk menyembelih anak-anak (Bani Israil). Ibnu Abbas mengatakan, "Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan kepada Musa."
Tetapi istri Fir'aun datang dan mencegah seraya berkata, "Apakah yang akan engkau lakukan terhadap anak kecil yang telah engkau berikan kepadaku ini?" Fir'aun menjawab, "Tidakkah kamu melihat bahwa dia mengira dirinya dapat menjatuhkanku dan mengalahkanku?" Istri Fir'aun berkata, "Sekarang adakanlah ujian agar duduk perkaranya menjadi jelas dan terang antara aku dan engkau sehubungan dengan anak ini. Datangkanlah dua butir bara api dan dua butir mutiara, lalu sajikanlah di hadapan anak ini. Jika anak ini ternyata mengambil dua buah mutiara dan tidak mengambil dua butir bara api, berarti anak ini telah mengerti. Dan jika anak ini mengambil dua butir bara api dan tidak mengambil dua butir mutiara, maka ketahuilah bahwa tiada seorang pun yang berakal (mengerti) akan memilih dua butir bara api dan mengesampingkan dua butir mutiara."
Kemudian disajikan di hadapan Musa —yang saat itu masih anak-anak—dua butir bara api dan dua butir mutiara. Ternyata Musa mengambil dua butir bara api. Maka Fir'aun menarik tangan Musa dari bara api itu karena khawatir tangan Musa akan terbakar, dan pada saat itu juga istri Fir'aun berkata, "Tidakkah kamu saksikan sendiri?"
Allah Swt. memalingkan Musa dari bahaya dan menyelamatkannya dari ujian tersebut, padahal Fir'aun telah berniat jahat terhadapnya; dan Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya terhadap Musa.
Setelah Musa tumbuh dewasa dan menjadi seorang lelaki, maka tidak ada seorang pun dari kalangan keluarga Fir'aun bila bersamanya berani melakukan perbuatan aniaya atau menghina seseorang dari kalangan kaum Bani Israil, mereka sangat segan dan tidak berani berbuat sembarangan dengan keberadaan Musa.
Ketika Musa a.s. sedang berjalan sendirian di salah satu bagian kota Mesir, tiba-tiba ia bersua dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar dengan serunya; salah seorangnya adalah orangnya Fir'aun (yakni bangsa Qibti), sedangkan yang lainnya adalah seorang dari Bani Israil.
Kemudian orang Bani Israil itu meminta tolong kepada Musa dalam menghadapi orang Qibti, Musa menjadi marah ketika orang Qibti itu memaki-maki dirinya karena orang Qibti itu mengetahui bahwa Musa dihormati oleh Bani Israil dan selalu berpihak kepada mereka. Tiada seorang pun dari bangsa Qibti yang mengetahui hakikat Musa —mereka hanya mengetahui bahwa kaitan Musa dengan Bani Israil hanyalah kaitan persusuan— kecuali ibu Musa yang mengetahui hakikat sesungguhnya, bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Juga terkecuali Musa sendiri, karena Allah telah memberitahukan hal itu kepadanya yang tidak diketahui oleh orang lain. Maka Musa langsung memukul orang Qibti itu dan pukulan itu mematikannya. Kejadian itu tidak ada seorang pun yang melihatnya selain Allah Swt. dan orang Bani Israil itu.
Setelah membunuh orang Qibti itu Musa menyesali perbuatannya dan berkata, "Ini adalah perbuatan setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang jelas-jelas menyesatkan (manusia)." Kemudian Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Qashash: 16)
Karena itu, Musa dirundung oleh rasa takut di kota itu seraya melihat perkembangannya dengan penuh rasa khawatir (akibat perbuatan yang telah dilakukannya kemarin). Lalu Musa datang menghadap kepada Fir'aun, saat itu dilaporkan kepada Fir'aun bahwa sesungguhnya orang Bani Israil telah membunuh seorang lelaki dari kalangan pengikut Fir'aun. Si pelapor mengatakan, "Kami menuntut keadilan, belalah hak kami, janganlah engkau memberikan ampunan kepada mereka." Fir'aun berkata, "Carilah pembunuhnya dan hadapkanlah kepadaku berikut dengan saksi yang melihat kejadian itu." Karena sesungguhnya seorang raja itu tidaklah adil bila menghukum seseorang tanpa bukti dan tanpa saksi, sekalipun orang yang teraniaya adalah dari kalangan orang yang terdekat dengan raja. Selanjutnya Fir'aun mengatakan, "Selidikilah dahulu kejadiannya. Bila telah jelas, maka aku akan membalas pelakunya dengan hukuman yang setimpal demi kalian'
Ketika mereka sedang berkeliling melakukan penyelidikan kasus tersebut dan masih belum menemukan suatu bukti pun, tiba-tiba keesokan harinya Musa melihat orang Bani Israil yang kemarin sedang berkelahi pula dengan seseorang dari kalangan pendukung Fir'aun. Kemudian orang Bani Israil itu kembali meminta tolong kepada Musa agar membantunya untuk melawan orang Qibti tersebut.
Musa yang saat itu masih menyesali perbuatannya kemarin merasa benci melihat kejadian tersebut. Orang Bani Israil itu menjadi marah ketika ia melihat Musa diam saja, saat itu ia hendak memukul orang Qibti yang menjadi lawannya. Musa mengingatkan orang Bani Israil itu akan kejadian kemarin dan berkata kepadanya, ''Sesungguhnya kamu ini adalah orang yang benar-benar sesat."
Setelah mendengar Musa berkata demikian, orang Bani Israil itu memandangnya, dan ia melihat Musa merah padam mukanya seperti kemarahannya kemarin yang mengakibatkan terbunuhnya pengikut Fir'aun. Maka orang Bani Israil itu menjadi takut, ia merasa khawatir bahwa kemarahan Musa yang sekarang ini ditujukan kepada dirinya, bukan kepada pengikut Fir'aun yang menjadi lawannya sekarang. Maka ia berkata kepada Musa, "Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku, sebagaimana kamu telah membunuh seseorang kemarin?"
Orang Bani Israil itu tidak sekali-kali mengatakan demikian kepada Musa, melainkan karena ia merasa takut bahwa kemarahan Musa kali ini ditujukan kepada dirinya dan Musa hendak membunuhnya. Akhirnya orang Bani Israil itu mengalah dan tidak melanjutkan pertengkarannya dengan orang Qibti, pengikut Fir'aun tersebut?"
Pengikut Fir'aun itu pergi, lalu ia menceritakan kepada kaumnya apa yang telah dikatakan oleh bekas lawannya yang dari kalangan Bani Israil itu. Yaitu perkataannya yang berbunyi, "Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku seperti kamu membunuh seseorang kemarin?"
Maka Fir'aun mengirimkan para algojonya untuk membunuh Musa, lalu utusan Fir'aun ini mulai melakukan pencarian terhadap Musa dengan langkah-langkah yang tenang karena mereka merasa yakin bahwa Musa tidak akan dapat melarikan diri dari kejarannya. Mereka melakukan pengejaran dengan mengambil jalan-jalan besar.
Seorang lelaki dari golongan Musa datang dengan langkah yang tergesa-gesa dari ujung kota menemui Musa dengan memakai jalan pintas yang lebih dekat, sehingga ia dapat mendahului orang-orang Fir'aun yang sedang melakukan pengejaran terhadap Musa. Lalu lelaki itu menceritakan hal tersebut kepada Musa. Ibnu Abbas berkata kepada Sa'id ibnu Jubair, "Hai ibnu Jubair, peristiwa ini termasuk di antara cobaan tersebut."
Musa segera melarikan diri menuju ke arah negeri Madyan, padahal sebelum itu Musa tidak mengenal jalan menuju ke arah tersebut; ia hanya berbekal baik prasangkanya kepada Allah Swt. dan tekadnya yang bulat. Ia mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya.
عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَان
Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar. Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternaknya. (Al-Qashash: 22-23)
Kedua wanita ku sedang menahan ternak kambingnya. Maka Musa bertanya kepada mereka, "Mengapa kamu berdua memisahkan diri, tidak meminumkan ternakmu bersama orang-orang itu?" Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak mempunyai kekuatan untuk ikut berdesakan dengan kaum yang banyak. Sesungguhnya kami hanya meminumkan ternak kami dari sisa air mereka."
Maka Musa menguak kerumunan orang dan memenuhi timbanya dengan air yang banyak, sehingga ia adalah orang pertama yang mengambil air itu di antara para penggembala yang ikut berdesakan. Akhirnya kedua wanita itu pulang dengan membawa ternak kambingnya menuju ke rumah mereka, menemui ayah mereka.
Musa a.s. pergi dan bernaung di bawah sebuah pohon, lalu berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.(Al-Qashash: 24)
Ayah kedua wanita itu merasa heran karena kedua putrinya begitu cepat pulang dengan membawa ternaknya, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kalian berdua hari ini benar-benar mengalami kejadian yang penting." Kemudian keduanya menceritakan kepada ayahnya tentang apa yang telah dilakukan oleh Musa. Maka si ayah memerintahkan kepada salah seorang putrinya untuk memanggil Musa. Ia mendatangi Musa dan mengundangnya agar menemui ayahnya.
Setelah Musa menceritakan kepada ayah kedua orang wanita itu segala sesuatu yang telah dialaminya, si orang tua berkata kepadanya, "Janganlah kamu takut, sekarang engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim. Baik Fir'aun atau kaumnya sama sekali tidak mempunyai kekuasaan terhadap kami karena kami berada di luar kerajaannya."
Salah seorang putrinya berkata, seperti yang dikisahkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ
Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash: 26)
Maka rasa girah ayah kedua wanita itu tergugah sehingga ia berkata kepadanya, "Tahukah kamu sampai di manakah kekuatannya dan sampai di mana kepercayaannya?" Ia menjawab, bahwa kekuatan Musa yang dilihatnya sendiri ialah saat Musa mengambil timba besar dan memenuhinya dengan air untuk minum ternak kambingnya. Ia belum pernah menyaksikan seorang lelaki yang lebih kuat daripada Musa dalam mengambil air minum dari telaga itu. (Selanjutnya wanita itu berkata), "Adapun mengenai kepercayaannya (agamanya), sesungguhnya Musa pada mulanya memandang saya saat saya menuju kepadanya dan sampai di hadapannya. Setelah Musa mengetahui bahwa saya adalah seorang wanita, maka ia menundukkan pandangan matanya dan tidak berani mengangkatnya hingga saya menyampaikan undanganmu kepadanya. Lalu Musa berkata kepadaku, 'Berjalanlah kamu di belakangku, dan beritahukanlah jalan menuju rumahmu kepadaku (dari belakang).' Tidak sekali-kali ia melakukan demikian melainkan dia adalah orang yang dapat dipercaya."
Maka hati si ayah menjadi tenang kembali dan mempercayai apa yang diucapkan oleh putrinya itu tentang Musa. Kemudian (si ayah) berkata kepada Musa, "'Maukah kamu bila kukawinkan dengan salah seorang dari anak perempuanku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik."
Musa menyetujuinya, dan kewajiban Musa ialah bekerja selama delapan tahun. Hal ini diselesaikannya dengan baik, kemudian Musa menambahnya dua tahun hingga genap sepuluh tahun; yang dua tahun itu sebagai hadiah dari Musa.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ia pernah dijumpai oleh seorang ulama Nasrani, dan orang itu berkata kepadanya, "Tahukah kamu, manakah di antara kedua tempo yang diselesaikan oleh Musa? Saya menjawab, "Tidak tahu." Dan memang saat itu saya tidak mengetahui kisah tersebut, lalu saya bersua dengan Ibnu Abbas dan menceritakan kepadanya tentang pertanyaan orang Nasrani itu. Ibnu Abbas menjawab, "Tidakkah kamu tahu bahwa masa delapan tahun merupakan suatu kewajiban bagi Nabi Musa untuk menunaikannya? Ia tidak mengurangi sedikit pun dari delapan tahun. Dan Musa mengetahui bahwa Allah telah menakdirkan baginya akan menyelesaikan masa yang telah dijanjikan itu, dan akhirnya Musa menyelesaikan masa sepuluh tahun tersebut."
Kemudian aku bersua kembali dengan orang Nasrani tersebut, maka kuceritakan kepadanya hal tersebut. Lalu orang Nasrani itu berkata, "Orang yang engkau tanyai dan menceritakan kepada engkau akan hal itu adalah orang yang lebih alim (mengetahui) tentang hal tersebut daripada engkau." Saya berkata, "Bahkan lebih mulia dan lebih utama."
Setelah Musa berjalan membawa keluarganya dan terjadilah peristiwa api dan tongkat serta tangannya, seperti apa yang telah disebutkan kisahnya oleh Allah Swt. kepadamu di dalam Al-Qur'an, maka Musa mengadu kepada Tuhannya tentang apa yang ia takuti dari Fir'aun dan bala tentaranya menyangkut peristiwa pembunuhan yang dilakukannya. Musa pun mengadu kepada Tuhannya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lisan (lidah) Musa mengalami kekakuan yang membuatnya tidak dapat berbicara terlalu banyak. Dan Musa meminta kepada Tuhannya agar ia dibantu oleh saudaranya (yaitu Harun) yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap banyak perkataan yang ia tidak dapat mengungkapkannya secara fasih.
Maka Allah mengabulkan permintaannya dan melepaskan kekakuan lidahnya, lalu Allah menurunkan wahyu kepada Harun dan memerintahkan kepada Musa agar menemui Harun. Maka Musa berangkat dengan membawa tongkatnya sampai bersua dengan Harun a.s., setelah itu keduanya berangkat menuju negeri tempat Fir'aun berada.
Keduanya sampai di depan pintu istana Fir'aun dan berdiam selama beberapa lama karena tidak di beri izin untuk masuk, kemudian keduanya diberi izin sesudah mendapat rintangan yang sangat keras. Lalu keduanya berkata, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:
إِنَّا رَسُولا رَبِّكَ
Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu. (Thaha: 47)
Fir'aun bertanya, "Siapakah Tuhan kamu berdua?" Keduanya menjawab Fir'aun denganjawaban seperti yang dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an kepada kita.
Fir'aun bertanya, "Lalu apakah yang kamu berdua inginkan?" Fir'aun teringat akan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan oleh Musa, tetapi ia tidak dapat mengatakannya karena pembicaraan telah mengarah ke topik lain. Musa menjawab, "Saya menginginkan agar engkau beriman kepada Allah dan melepaskan kaum Bani Israil untuk pergi bersama kami."
Fir'aun menolak permintaan Musa dan berkata, "Datangkanlah suatu tanda (mukjizat jika engkau termasuk orang-orang yang benar." Maka Musa melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkatnya berubah ujud menjadi ular yang besar seraya mengangakan mulutnya merayap dengan cepat menuju ke arah Fir'aun.
Ketika Fir'aun melihat ular besar itu menuju ke arahnya, ia takut dan lari dari singgasananya, lalu meminta tolong kepada Musa agar menahan ular itu supaya tidak menyerangnya. Musa melakukan apa yang diminta oleh Fir'aun, kemudian Musa mengeluarkan tangannya dari kantongnya; maka tangan Musa kelihatan putih bersinar bukan karena penyakit. Lalu Musa mengembalikan tangannya ke dalam kantongnya, maka warna tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun bermusyawarah dengan para pejabat yang ada di sekitarnya, menanggapi apa yang telah dilihatnya. Maka mereka berkata kepada Fir'aun, seperti yang diceritakan oleh Firman-Nya:
يُرِيدَانِ أَنْ يُخْرِجَاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى
Dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama. (Thaha: 63)
Yakni bertujuan hendak melenyapkan kerajaan mereka yang menjadi tempat hidup mereka. Fir'aun dan orang-orang terdekatnya menolak, tidak mau memberikan kepada Musa sesuatu pun yang dimintanya. Bahkan mereka berkata kepada Fir'aun, "Kumpulkanlah semua ahli sihir yang banyak didapat di negerimu untuk menghadapi dua orang ini, sampai sihirmu menang atas sihir keduanya."
Maka Fir'aun mengirimkan utusannya ke berbagai kota besar, dan terhimpunlah semua ahli sihir yang benar-benar pakar, mereka menghadap kepada Fir'aun. Setelah para ahli sihir itu datang di hadapan Fir'aun, maka mereka bertanya,"Perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh ahli sihir ini (Musa)?" Fir'aun menjawab, "Dia dapat membuat ular." Para ahli sihir berkata, "Tidak, demi Tuhan, tiada seorang pun di muka bumi ini yang dapat menyihir tali dan tongkat menjadi ular seperti yang biasa kami lakukan. Maka imbalan apakah yang akan engkau berikan kepada kami jika kami menang?" Fir'aun berkata kepada mereka, "Kalian akan menjadi orang-orang terdekatku dan kuanggap kalian sebagai kerabatku, dan aku akan memenuhi segala sesuatu yang kalian sukai." Maka Musa dan para ahli sihir itu mengadakan suatu janji pertemuan pada hari raya, dan hendaknya pertandingan mereka disaksikan oleh semua orang di waktu duha.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan, Ibnu Abbas mengatakan kepadanya bahwa yang dimaksud dengan hari raya itu adalah hari Asyura; pada hari itu Allah Swt. memenangkan Musa atas Fir'aun dan para ahli sihirnya.
Setelah mereka bertemu di suatu lapangan yang luas, maka orang-orang yang menyaksikan sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Marilah kita berangkat untuk menyaksikan pertandingan ini."
لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ السَّحَرَةَ إِنْ كَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ
semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang. (Asy-Syu'ara: 4)
Yang mereka maksudkan dengan ahli sihir ialah Musa dan Harun. Mereka katakan kalimat ini dengan nada memperolok-olokkan keduanya.
إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ نَحْنُ الْمُلْقِينَ. قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ
Ahli-ahli sihir berkata, "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” Musa menjawab, "Lemparkanlah (lebih dahulu)" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). (Al-A'raf: 115-116)
Musa menyaksikan hasil dari sihir mereka, dan dalam hatinya ia merasa takut, lalu Allah mewahyukan kepadanya, "Lemparkanlah tongkatmu!" Setelah Musa melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkatnya berubah menjadi ular yang sangat besar sedang mengangakan mulutnya.
Maka tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir itu menjadi satu membentuk suatu untaian dan menuju ke arah ular besar, lalu masuk ke dalam mulutnya, sehingga tiada suatu tongkat pun dan tiada seutas tali pun dari rekayasa tukang-tukang sihir Fir'aun melainkan ditelan oleh ular besar Nabi Musa. Melihat pemandangan tersebut para ahli sihir berkata, "Seandainya apa yang dibuat oleh Musa ini adalah sihir, tentulah ia tidak akan sampai melakukan demikian terhadap sihir kami. Tetapi hal ini tiada lain dari Allah Swt. belaka, maka kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang disampaikan oleh Musa dari sisi Allah, dan kami bertobat kepada Allah dari segala perbuatan kami terhadap Musa."
Allah mematahkan tulang punggung Fir'aun di tempat tersebut, demikian pula para pendukungnya. Perkara hak telah menang, dan batallah semua upaya yang telah mereka lakukan.
فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ
Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. (Al-A'raf: 119)
Saat itu istri Fir'aun tampak dengan pakaian yang merendahkan diri, berdoa kepada Allah untuk kemenangan Musa atas Fir'aun dan para pembantunya. Tetapi orang dari kalangan keluarga Fir'aun yang melihatnya pasti menduga bahwa istri Fir'aun sedang berdoa untuk kemenangan Fir'aun serta para pembantunya, dan sesungguhnya kesedihan dan kesusahan yang dialaminya hanyalah semata-mata karena kasihan kepada Musa.
Sudah cukup lama Musa menanti-nanti janji Fir'aun yang selalu dusta. Manakala Musa mendatangkan suatu mukjizat atas permintaan Fir'aun yang menjanjikan kepadanya bahwa jika mukjizat itu diperlihatkan, maka ia bersedia melepaskan kepergian Bani Israil bersamanya; tetapi bila mukjizat itu telah ditampakkan, Fir'aun mengingkari janjinya.
Fir'aun berkata kepada Musa, "Apakah Tuhanmu mampu mem-perbuat hal selain ini?" Maka Allah mengirimkan pada kaum Fir'aun banjir, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas. Setiap kali datang suatu mukjizat, Fir'aun mengadu kepada Musa agar melenyapkan mukjizat tersebut dan berjanji kepadanya akan melepaskan kepergian Bani Israil bersamanya. Tetapi bila telah dilenyapkan, Fir'aun kembali mengingkari janjinya. Hingga akhirnya Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa pergi kaum Bani Israil bersamanya. Maka Musa berangkat membawa mereka di malam hari.
Pada keesokan harinya Fir'aun melihat bahwa kaum Bani Israil telah pergi. Maka ia mengumpulkan semua prajuritnya dari kota-kota besar, lalu ia mengejar Musa dan kaumnya dengan membawa pasukan yang besar. Allah mewahyukan kepada laut, 'Apabila hamba-Ku Musa memukulmu dengan tongkatnya, membelahlah kamu menjadi dua belas belahan, agar Musa dan orang-orang yang bersamanya dapat melaluimu. Setelah itu menyatulah kamu dengan menenggelamkan orang-orang yang datang sesudah mereka, yaitu Fir'aun dan pasukannya."
Musa lupa memukul laut itu dengan tongkatnya. Ketika ia sampai di tepi laut itu, saat itu laut bergelombang besar karena ketakutan akan dipukul oleh Musa dengan tongkatnya, padahal Musa lupa. Dengan demikian, berarti Musa melanggar perintah Allah.
Ketika kedua golongan saling melihat dan keduanya makin mendekat, teman-teman Musa berkata, "Sesungguhnya kita sekarang hampir terkejar, maka lakukanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu, sesungguhnya Dia tidak berdusta dan kamu pun bukan pendusta."
Musa berkata, "Tuhanku telah menjanjikan kepadaku bahwa jika aku sampai di tepi laut, maka laut akan membelah menjadi dua belas jalan agar aku dapat melewatinya." Saat itulah Musa ingat akan tongkatnya, lalu ia pukulkan ke laut itu di saat bagian depan pasukan Fir'aun telah berada di dekat bagian belakang kaum Musa. Maka laut itu terbelah seperti apa yang telah diperintahkan oleh Tuhannya dan seperti yang telah dijanjikan oleh Musa.
Setelah Musa dan orang-orang yang bersamanya telah melalui laut itu, dan Fir'aun bersama pasukannya telah masuk ke dalam laut, maka laut menyatu kembali, menenggelamkan mereka sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Setelah Musa melewati laut itu, teman-temannya berkata, "Sesungguhnya kami merasa khawatir bila Fir'aun masih belum ditenggelamkan dan kami masih belum percaya bahwa ia telah ditenggelamkan."
Maka Musa berdoa kepada Tuhannya, dan Allah mengeluarkan tubuh Fir'aun yang telah mati dari laut itu sehingga mereka percaya akan kematiannya. Sesudah mereka selamat dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya, mereka melewati suatu kaum. Kaum itu sedang melakukan penyembahan kepada berhala mereka.
قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Bani Israil berkata, "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” Musa menjawab.”Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya. (Al-A'raf: 138-139), hingga akhir ayat.
Kalian telah melihat dan mendengar pelajaran-pelajaran yang cukup untuk dijadikan pegangan bagi kalian.
Musa melanjutkan perjalanannya membawa kaumnya, lalu Musa menempatkan mereka di suatu tempat dan ia berkata kepada mereka, "Taatlah kalian kepada Harun, karena sesungguhnya aku telah mengangkatnya sebagai pengganti diriku untuk mengatur kalian. Sesungguhnya aku akan pergi menemui Tuhanku." Musa memberinya tempo tiga puluh hari, bahwa setelah itu ia akan kembali kepada mereka.
Setelah Musa sampai ke tempat yang telah dijanj ikan oleh Tuhannya, maka sebelum Musa berbicara dengan Tuhannya, ia melakukan puasa terlebih dahulu selama tiga puluh hari secara terus-menerus siang dan malam. Musa tidak suka berbicara kepada Tuhannya ketika mulutnya sedang bau karena puasa yang dilakukannya. Maka Musa mengambil sesuatu dari tetumbuhan yang ada di situ dan mengunyahnya. Lalu Tuhannya befirman kepadanya —padahal Dia Maha Mengetahui tentang apa yang dilakukannya—, "Mengapa kamu berbuka?" Musa menjawab, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya saya tidak suka berbicara dengan-Mu melainkan bila mulut saya enak baunya."
Allah Swt. berfirman, "Tidakkah engkau ketahui, hai Musa, sesungguhnya bau mulut orang yang sedang puasa itu harum menurutKu daripada bau minyak misk (kesturi). Sekarang ulangilah puasamu sebanyak sepuluh hari, kemudian kembalilah kamu kepada-Ku."
Musa melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhannya. Setelah kaumnya melihat bahwa Musa tidak kembali kepada mereka dalam waktu yang tepat seperti yang dijanjikannya, maka mereka merasa gelisah dan kecewa. Harun sebelum itu telah berkhotbah kepada mereka seraya mengatakan, "Sesungguhnya kalian telah diselamatkan dari negeri Mesir, sedangkan di tangan kalian masih ada barang pinjaman dan barang titipan milik kaum Fir'aun. Begitu pula sebaliknya, milik kalian masih ada yang tertinggal di tangan mereka. Menurutku, sebaiknya kalian merelakan barang kalian yang ada pada mereka. Tetapi aku tidak menghalalkan kepada kalian barang titipan atau barang pinjaman mereka yang ada di tangan kalian. Kita juga tidak akan mengembalikannya kepada mereka barang sedikit pun serta tidak pula memilikinya buat diri kita sendiri."
Lalu Harun membuat suatu galian dan memerintahkan kepada setiap orang yang mempunyai barang atau perhiasan titipan atau pinjaman dari kaumnya Fir'aun untuk melemparkannya ke dalam galian itu. Lalu semua barang itu dibakar dengan api dalam galian tersebut. Harun berkata, "Biarkanlah barang-barang ini tidak menjadi milik kita dan tidak pula milik mereka."
Saat itu Samiri yang berasal dari kaum penyembah sapi yang hidup bertetangga dengan kaum Bani Israil —tetapi ia bukan berasal dari kaum Bani Israil— ikut bersama mereka. Samiri yang menggabungkan diri bersama Musa dan Bani Israil saat mereka berangkat, telah ditakdirkan baginya dapat melihat suatu jejak. Lalu ia memungut segenggam tanah dari bekas jejak itu dan membawanya pergi. Ketika ia bersua dengan Harun, Harun berkata kepadanya, "Hai Samiri, mengapa engkau tidak melemparkan apa yang ada di tanganmu itu?" Samiri menggenggam erat tanah tersebut tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya selama itu, hanya Harunlah yang melihatnya.
Samiri menjawab, "Ini adalah segenggam tanah bekas jejak rasul (Jibril) yang membimbing kalian melewati laut itu. Aku tidak akan melemparkannya walau bag
وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَىٰٓ 37
(37) Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain,
(37)
وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَىٰ Arab-Latin: Wa laqad manannā 'alaika marratan ukhrā Terjemah Arti: Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain,
Referensi: https://tafsirweb.com/5279-surat-thaha-ayat-37.html