24 - النور - An-Noor

Juz : 18

The Light
Medinan

رِجَالٌۭ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَٰرَةٌۭ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًۭا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلْقُلُوبُ وَٱلْأَبْصَٰرُ 37

(37) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

(37) 

Adapun mengenai firman-Nya:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ

Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)

seakan-akan ia menjadi tafsir dari fa'il (pelaku) yang tidak disebutkan, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:

لِيُبْكَ يزيدُ، ضارعٌ لخُصُومة ... ومُخْتَبطٌ مِمَّا تُطيح الطّوَائحُ ...

Kupenuhi seruanmu, hai Yazid, seorang yang ganas dan tak pandang bulu dalam menghadapi persengketaan yang timbul dari keadaan zaman.

Seakan-akan dikatakan, "Siapakah yang membuatnya menangis?" Maka dijawab, "Ini yang membuatnya menangis." Dan seakan-akan dikatakan, "Siapakah yang bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid?" Maka dijawab, "Laki-laki."

Adapun mengenai qiraat ulama yang membacanya yusabbihu, berarti menjadikannya sebagai fi'il dan fa'il-nya adalah rijalun. Karena itu tidak baik melakukan waqaf melainkan hanya pada fa'il-nya, sebab fa'il' merupakan kesempurnaan kalimat yang sebelumnya.

Penyebut rijalun (yang artinya laki-laki) mengandung pengertian yang mengisyaratkan kepada tugas mereka yang luhur dan niat serta tekadnya yang tinggi, yang berkat itu semua mereka menjadi pemakmur masjid-masjid yang merupakan rumah-rumah Allah di bumi-Nya, sebagai tempat untuk beribadah kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, meng­esakan dan menyucikan-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al-Ahzab: 23), hingga akhir ayat

Adapun mengenai kaum wanita, maka salat mereka di dalam rumahnya lebih utama bagi mereka, karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui sahabat Abdullah ibnu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

"صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا"

Salat wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada salatnya di dalam ruangan tamunya, dan salatnya di dalam kamarnya lebih utama daripada salatnya di dalam rumahnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ غَيْلان، حَدَّثَنَا رِشْدِين، حَدَّثَنِي عَمْرٌو، عَنْ أَبِي السَّمْحِ، عَنِ السَّائِبِ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، -عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ [قَعْرُ] بُيُوتِهِنَّ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Amr dari Abu Assamh, dari Assaib mau la Ummu Salamah, dari Ummu Salamah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sebaik-baik masjid kaum wanita ialah bagian dalam rumah mereka.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا هَارُونُ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُوَيد الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ عَمَّتِهِ أُمِّ حُمَيْدٍ -امْرَأَةِ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ -أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحِبُّ الصَّلَاةَ مَعَكَ قَالَ: "قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي، وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتك خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي دَارِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ، وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِي".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Suwaid Al-Ansari, dari bibinya (yaitu Ummu Humaid, istri Abu Humaid As-Sa'idi), bahwa ia datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka mengerjakan salat bersamamu (Yakni berjamaah di masjid Rasulullah Saw.)." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Saya telah mengetahui bahwa engkau menyukai salat bersamaku. Salat kamu di dalam rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam ruangan tamumu, dan salatmu di dalam ruangan tamumu lebih baik daripada salatmu di dalam pekarangan rumahmu, dan salatmu di dalam pekarangan rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam masjid kaummu, dan salatmu di dalam masjid kaummu lebih baik daripada salatmu di dalam masjidku.

Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ummu Humaid memerintahkan agar dibangunkan sebuah surau khusus buatnya di salah satu bagian rumahnya. Maka ia selalu mengerjakan salatnya di dalam surau itu hingga meninggal dunia.

Mereka (para ahli hadis) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.

Perlu diingat bahwa seorang wanita diperbolehkan mengikuti salat jamaah bersama kaum laki-laki, tetapi dengan syarat hendaknya ia tidak mengganggu seseorang pun dari jamaah kaum laki-laki yang ada dengan menampakkan perhiasannya atau menebarkan bau wewangiannya. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih melalui Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ"

Janganlah kalian mencegah hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah.

Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Menurut riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud disebutkan:

"وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ"

dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi (salat) mereka.

Menurut riwayat lain disebutkan:

"وَلِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلات"

dan hendaklah mereka (kaum wanita) keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian.

Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan melalui Zainab (istri Abdullah ibnu Mas'ud) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami (kaum wanita):

"إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلَا تَمَسَّ طِيبًا"

Apabila seseorang di antara kalian mendatangi masjid (untuk salat berjamaah), janganlah ia memakai wewangian.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa dahulu kaum wanita mukmin mengikuti salat subuh bersama Rasulullah Saw., kemudian mereka pulang dengan menutupi kepala mereka dengan kain kerudungnya; mereka tidak dikenal karena cuaca masih gelap.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula dari Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan, "Seandainya Rasulullah Saw. menjumpai masa timbulnya bid'ah yang dilakukan oleh kaum wanita (sekarang), tentulah beliau melarang mereka mendatangi masjid-masjid, sebagaimana kaum wanita Bani Israil dilarang (mendatangi tempat peribadatan mereka di masa lalu)."

Firman Allah Swt.:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ

laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)

Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. (Al-Munafiqun: 9), hingga akhir ayat.

Dan firman Allah Swt.:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. (Al-Jumu'ah: 9), hingga akhir ayat.

Allah Swt. berfirman bahwa tidak dapat menyibukkan mereka dunia dan kegemerlapannya serta perhiasannya, juga kesenangan melakukan jual beli, dari mengingati Tuhan mereka Yang telah menciptakan mereka dan Yang memberi mereka rezeki. Mereka mengetahui bahwa pahala yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka dari­pada harta benda yang ada di tangan mereka; karena harta benda yang ada pada mereka pasti habis, sedangkan pahala yang ada di sisi Allah kekal. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ

yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. (An-Nur: 37)

Yakni mereka lebih mendahulukan ketaatan kepada Allah dan perintah Allah serta apa yang disukai oleh-Nya:

Hasyim telah meriwayatkan dari Syaiban; ia menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia melihat suatu kaum dari kalangan ahli pasar saat dikumandangkan seruan untuk menunaikan salat fardu. Maka mereka meninggalkan jual beli mereka, lalu bangkit menuju tempat salat untuk menunaikan salat. Maka Abdullah ibnu Mas'ud berkata bahwa mereka termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Dinar Al-Qahramani, dari Salim, dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa ketika ia berada di sebuah pasar dan seruan untuk salat dikumandangkan, maka mereka menutup kios-kios mereka, lalu masuk ke dalam masjid (untuk menunaikan salat). Maka Ibnu Umar berkata sehubungan dengan sikap mereka itu, bahwa berkenaan dengan orang-orang seperti merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bukair As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bujair, telah menceritakan kepada kami Abu Abdu Rabbihi, bahwa Abu Darda pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ia mangkal di tangga ini untuk menjajakan barang dagangan, setiap hari ia beroleh keuntungan tiga ratus dinar, dan setiap hari ia dapat melakukan salat berjamaah di masjid. Kemudian ia menegaskan bahwa sesungguhnya ia tidak mengatakan bahwa perbuatannya itu tidak halal, tetapi ia suka bila termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37)

Amr ibnu Dinar Al-A'war mengatakan bahwa pada suatu hari ia bersama Salim ibnu Abdullah menuju ke masjid. Mereka melalui pasar kota Madinah, sedangkan saat itu mereka sedang bangkit menuju ke tempat salat mereka dan barang dagangan mereka telah mereka tutupi dengan kain. Salim melihat ke arah barang dagangan mereka, dan ternyata tiada seorang pun yang menjaganya. Maka Salim membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Kemudian Salim mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang seperti mereka itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Abul Hasan dan Ad-Dahhak, bahwa perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk mengerjakan salat tepat pada waktunya masing-masing.

Matar Al-Waraq mengatakan, dahulu mereka biasa melakukan jual beli, tetapi jika seseorang dari mereka mendengar seruan azan sedang timbangannya berada di tangannya, maka mereka meletakkan timbangannya dan pergi untuk mengerjakan salat.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An-Nur: 37) Yakni dari mengerjakan salat fardu.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan dan Ar-Rabi' ibnu Anas. As-Saddi mengatakan makna yang dimaksud ialah tidak melalaikan untuk mengerjakan salat berjamaah.

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, bahwa kesibukan mereka dalam berbisnis tidak melalaikan mereka untuk menghadiri salat jamaah dan menunaikannya seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt., dan mereka memelihara waktu salat lima waktu berikut semua hal yang diperintahkan oleh Allah Swt. agar dipelihara oleh mereka dalam mengerjakan salat lima waktu tersebut.

Firman Allah Swt.:

يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ

Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37)

Yaitu hari kiamat, yang di hari itu semua hati dan penglihatan guncang karena kedahsyatannya yang sangat dan kengerian-kengerian yang terjadi padanya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الآزِفَةِ

Berilah mereka peringatan dengan hari peristiwa yang dekat (hari kiamat). (Al-Mu’min: 18)

إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ

Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim: 42)

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. (Al-Insan: 8-12)

Dan firman Allah Swt. dalam surat ini:



لِيَجْزِيَهُمُ ٱللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا۟ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍۢ 38

(38) (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.

(38) 

لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

(Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (An-Nur: 38)

وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ

Dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. (An-Nur: 38)
Artinya, Allah menerima dengan baik amal kebaikan mereka dan melipat­gandakan pahalanya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. (An-Nisa: 40), hingga akhir ayat.

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (Al-An'am: 160)

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah). (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat.

وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ

Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)

Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:

وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (An-Nur: 38)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa disuguhkan kepadanya minuman susu laban, lalu ia menawarkannya kepada teman-teman sekedudukannya seorang demi seorang. Ternyata mereka semua tidak mau meminumnya karena mereka sedang berpuasa. Untuk itu maka Ibnu Mas'ud mengambil wadah susu itu dan meminumnya karena dia sedang tidak puasa, kemudian ia membaca firman-Nya: Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An-Nur: 37)
Imam Nasai dan Imam Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud.
قَالَ [ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ] أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُوَيْد بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِر عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَب عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، جَاءَ مُنَادٍ فَنَادَى بِصَوْتٍ يُسمع الْخَلَائِقَ: سَيَعْلَمُ أهلُ الْجَمْعِ مَنْ أَوْلَى بِالْكَرَمِ، لِيَقُمِ الَّذِينَ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ. فَيَقُومُونَ، وَهُمْ قَلِيلٌ، ثُمَّ يُحَاسِبُ سَائِرَ الْخَلَائِقِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila Allah menghimpunkan orang-orang yang pertama dan orang-orang yang kemudian di hari kiamat, maka datanglah juru penyeru yang mengumandangkan seruannya dengan suara yang dapat terdengar oleh semua makhluk, maka semua makhluk yang ada di padang mahsyar itu mengetahui siapakah yang mendapat kehormatan, "Berdirilah orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual belinya dari mengingati Allah!" Maka berdirilah mereka, sedangkan jumlah mereka sedikit. Kemudian semua makhluk menjalani hisab.
Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Baqiyyah, dari Isma'il ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. (Fathir: 30) Bahwa pahala mereka ialah Allah memasukan mereka ke dalam surga, dan Allah memberikan tambahan dari karunia-Nya kepada mereka, yaitu memberikan izin kepada mereka untuk memberi syafaat kepada orang-orang yang berhak mendapat syafaat, yakni kepada orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepada mereka sewaktu di dunia.


وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَعْمَٰلُهُمْ كَسَرَابٍۭ بِقِيعَةٍۢ يَحْسَبُهُ ٱلظَّمْـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًۭٔا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥ ۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ 39

(39) Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.

(39) 

Kedua ayat ini merupakan dua buah tamsil (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan keadaan dua macam orang kafir. Seperti halnya perumpamaan yang telah dibuat-Nya tentang orang-orang munafik dalam permulaan surat Al-Baqarah, dua buah perumpamaan, yaitu api dan air. Allah telah membuat perumpamaan pula sehubungan dengan hidayah dan ilmu yang telah mapan di dalam kalbu, yaitu dalam surat Ar-Ra'd sebanyak dua perumpamaan, air dan api. Kami telah membicarakan keterangan masing-masing di tempatnya sehingga tidak perlu dikemukakan lagi dalam tafsir surat ini. Segala puji bagi Allah dan semua karunia dari-Nya.

Perumpamaan pertama menggambarkan tentang keadaan orang-orang kafir militan yang menyeru orang lain kepada kekafirannya. Mereka menduga bahwa dirinya berada dalam jalan dan keyakinan yang benar, padahal kenyataannya mereka sama sekali tidak benar. Perumpamaan mereka dalam hal ini sama dengan fatamorgana yang terlihat di tanah datar yang luas dari kejauhan. Pemandangannya kelihatan seakan-akan seperti lautan yang berombak.

Al-qai'ah bentuk jamaknya adalah qa'un, sama wazan-nya. dengan lafaz jarun yang bentuk jamaknya adalah jarah. Al-qa' juga dapat dikatakan sebagai bentuk tunggal dari al-qai'an; sebagaimana dikatakan jarun, bentuk jamaknya jiran. Artinya tanah datar yang luas dan membentang, fatamorgana akan kelihatan dari tanah seperti itu, dan terjadinya sesudah lewat tengah hari. Sedangkan kalau terjadi pada permulaan siang hari berupa seakan-akan ada air antara langit dan bumi, maka dinamakan al-al (embun).

Apabila fatamorgana terlihat oleh orang yang kehausan, maka ia akan menduganya sebagai air, lalu ia menuju ke arahnya dengan maksud untuk minum air darinya. Tetapi setelah dekat dengan fatamorgana,

لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا

dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. (An-Nur: 39)

Demikian pula keadaan orang kafir, ia menduga bahwa dirinya telah mengerjakan suatu amal kebaikan, dan bahwa dirinya pasti mendapat sesuatu pahala. Tetapi apabila ia menghadap kepada Allah pada hari kiamat nanti dan Allah menghisabnya serta menanyai semua amal perbuatannya, ternyata dia tidak menjumpai sesuatu pun dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Adakalanya karena tidak ikhlas, atau adakalanya karena tidak sesuai dengan tuntunan syariat, seperti yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadi­kan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Al-Furqan: 23)

Dan dalam surat ini Allah Swt. berfirman:

وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (An-Nur: 39)

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b, Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa di hari kiamat kelak dikatakan kepada orang-orang Yahudi, "Apakah yang kalian sembah?" mereka menjawab, "Kami dahulu menyembah Uzair anak Allah." Maka dikatakan, "Kalian dusta, Allah sama sekali tidak beranak. Lalu apakah yang kalian mau?" Mereka menjawab, "Wahai Tuhan, kami haus, berilah kami minum." Dikatakan, "Tidakkah kalian melihat?" Kemudian diperlihatkan kepada mereka neraka yang menurut pandangan mereka kelihatan seperti fatamorgana, sebagian darinya menghantam sebagian yang lainnya bagaikan ombak. Lalu mereka berangkat menuju ke neraka itu, dan akhirnya mereka menjerit-jerit di dalam neraka. Perumpamaan ini merupakan gambaran tentang keadaan orang-orang yang jahil murakkab (bodoh kuadrat). Adapun orang-orang bodoh yang biasa adalah sejumlah besar manusia yang bertaklid kepada para pemimpin kekufuran yang bisu dan tuli, yaitu orang-orang yang tidak berakal. Perumpamaan mereka digambarkan Allah Swt. melalui firman-Nya:

أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ

atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 4)

Menurut Qatadah, lujiyyin artinya dalam.

يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا

Yang diliputi oleh ombak, yang diatasnya ombak (pula), di­atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih, apabila ia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya. (An-Nur: 4)

Yakni hampir saja tidak dapat melihatnya karena keadaan gelap yang sangat. Hal ini merupakan gambaran yang menceritakan keadaan kalbu orang kafir yang sederhana yang bertaklid (mengikut), dia tidak mengetahui keadaan orang yang memimpinnya dan tidak mengetahui ke manakah dirinya dibawa pergi.

Bahkan dapat dikatakan pula perumpamaan orang jahil seperti ini bila ditanya, "Hendak ke manakah kamu pergi?" Ia menjawab, "Mengikuti mereka." Dikatakan lagi, "Kemana mereka pergi?" Ia menjawab, "Tidak tahu."

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: yang diliputi oleh ombak. (An-Nur: 4), hingga akhir ayat. Yang dimaksud dengan maujun dalam ayat ini ialah penutup yang meliputi kalbu, pendengaran, dan penglihatan. Dan pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ

Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. (Al-Baqarah: 7), hingga akhir ayat.

Sama juga dengan firman-Nya:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? (Al-Jatsiyah: 23), hingga akhir ayat.

Ubay ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: gelap gulita yang tindih bertindih. (An-Nur: 4) Dia berada dalam lima kegelapan. Perkataannya kegelapan, amalnya kegelapan, tempat masuknya kegelapan, tempat keluarnya kegelapan, dan tempat kembalinya kepada kegelapan kelak di hari kiamat, yaitu di dalam neraka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ

dan barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur: 4)

Yakni barang siapa yang tidak mendapat petunjuk dari Allah, berarti dia binasa, jahil, terhalang, hancur, lagi kafir. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ

Barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. (Al-A'raf: 186)

Hal ini merupakan kebalikan dari apa yang disebutkan oleh Allah Swt. mengenai perumpamaan orang-orang mukmin melalui firman-Nya:

يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ

Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (An-Nur: 35)

Kita memohon kepada Allah, semoga Dia memberikan cahaya dalam kalbu kita semua; juga cahaya di sebelah kanan kita, di sebelah kiri kita, dan hendaknyalah Dia membesarkan cahaya-Nya bagi kita.


أَوْ كَظُلُمَٰتٍۢ فِى بَحْرٍۢ لُّجِّىٍّۢ يَغْشَىٰهُ مَوْجٌۭ مِّن فَوْقِهِۦ مَوْجٌۭ مِّن فَوْقِهِۦ سَحَابٌۭ ۚ ظُلُمَٰتٌۢ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَآ أَخْرَجَ يَدَهُۥ لَمْ يَكَدْ يَرَىٰهَا ۗ وَمَن لَّمْ يَجْعَلِ ٱللَّهُ لَهُۥ نُورًۭا فَمَا لَهُۥ مِن نُّورٍ 40

(40) Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.

(40) 

أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ

atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 4)

Menurut Qatadah, lujiyyin artinya dalam.

يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا

Yang diliputi oleh ombak, yang diatasnya ombak (pula), di­atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih, apabila ia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya. (An-Nur: 4)

Yakni hampir saja tidak dapat melihatnya karena keadaan gelap yang sangat. Hal ini merupakan gambaran yang menceritakan keadaan kalbu orang kafir yang sederhana yang bertaklid (mengikut), dia tidak mengetahui keadaan orang yang memimpinnya dan tidak mengetahui ke manakah dirinya dibawa pergi.

Bahkan dapat dikatakan pula perumpamaan orang jahil seperti ini bila ditanya, "Hendak ke manakah kamu pergi?" Ia menjawab, "Mengikuti mereka." Dikatakan lagi, "Kemana mereka pergi?" Ia menjawab, "Tidak tahu."

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: yang diliputi oleh ombak. (An-Nur: 4), hingga akhir ayat. Yang dimaksud dengan maujun dalam ayat ini ialah penutup yang meliputi kalbu, pendengaran, dan penglihatan. Dan pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ

Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. (Al-Baqarah: 7), hingga akhir ayat.

Sama juga dengan firman-Nya:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? (Al-Jatsiyah: 23), hingga akhir ayat.

Ubay ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: gelap gulita yang tindih bertindih. (An-Nur: 4) Dia berada dalam lima kegelapan. Perkataannya kegelapan, amalnya kegelapan, tempat masuknya kegelapan, tempat keluarnya kegelapan, dan tempat kembalinya kepada kegelapan kelak di hari kiamat, yaitu di dalam neraka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi dan Ar-Rabi' ibnu Anas.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ

dan barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur: 4)

Yakni barang siapa yang tidak mendapat petunjuk dari Allah, berarti dia binasa, jahil, terhalang, hancur, lagi kafir. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلا هَادِيَ لَهُ

Barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. (Al-A'raf: 186)

Hal ini merupakan kebalikan dari apa yang disebutkan oleh Allah Swt. mengenai perumpamaan orang-orang mukmin melalui firman-Nya:

يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ

Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (An-Nur: 35)

Kita memohon kepada Allah, semoga Dia memberikan cahaya dalam kalbu kita semua; juga cahaya di sebelah kanan kita, di sebelah kiri kita, dan hendaknyalah Dia membesarkan cahaya-Nya bagi kita.


أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلطَّيْرُ صَٰٓفَّٰتٍۢ ۖ كُلٌّۭ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُۥ وَتَسْبِيحَهُۥ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِمَا يَفْعَلُونَ 41

(41) Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

(41) 

Allah Swt. memberitahukan bahwa bertasbih kepada-Nya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, dari kalangan para malaikat, manusia, jin, dan semua hewan serta semua benda mati. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. (Al-Isra: 44), hingga akhir ayat

Adapun firman Allah Swt.:

وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ

dan (juga) burung-burung dengan mengembangkan sayapnya. (An-Nur: 41)

Yakni di saat sedang terbang, burung-burung bertasbih kepada Tuhannya dan menyembah-Nya dengan tasbihnya sendiri yang telah di ilhamkan dan dibimbingkan oleh Allah kepadanya, dan Allah mengetahui apa yang sedang dilakukannya. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:

كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ

Masing-masing telah mengetahui (cara) salat dan tasbihnya. (An-Nur: 41)

Yaitu masing-masing dari makhluk itu telah mendapat bimbingan dari Allah tentang cara menempuh jalan dan sepak terjangnya untuk beribadah kepada Allah Swt. Kemudian Allah memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia Mengetahui semuanya itu, tiada yang tersembunyi bagi-Nya sesuatupun dari hal tersebut. Karena itu Allah Swt. ber­firman:

وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (An-Nur: 41)

Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia adalah Yang Mempunyai langit dan bumi, maka Dialah Yang berkuasa, Yang mengatur, sebagai Tuhan yang wajib disembah. Penyembahan tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada-Nya, tiada yang mempertanyakan apa yang telah diputuskan-Nya.

وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). (An-Nur: 42)

Yakni kelak di hari kiamat, maka Dia akan memutuskan di hari itu menurut apa yang Dia kehendaki.

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا

supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (An-Najm: 31), hingga akhir ayat.

Dia adalah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Menguasai, Tuhan dan Hakim di dunia dan di akhirat, bagi-Nya segala puji di dunia dan di akhirat.


وَلِلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلْمَصِيرُ 42

(42) Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).

(42) 

Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia adalah Yang Mempunyai langit dan bumi, maka Dialah Yang berkuasa, Yang mengatur, sebagai Tuhan yang wajib disembah. Penyembahan tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada-Nya, tiada yang mempertanyakan apa yang telah diputuskan-Nya.

وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). (An-Nur: 42)

Yakni kelak di hari kiamat, maka Dia akan memutuskan di hari itu menurut apa yang Dia kehendaki.

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا

supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (An-Najm: 31), hingga akhir ayat.

Dia adalah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Menguasai, Tuhan dan Hakim di dunia dan di akhirat, bagi-Nya segala puji di dunia dan di akhirat.


أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُزْجِى سَحَابًۭا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُۥ ثُمَّ يَجْعَلُهُۥ رُكَامًۭا فَتَرَى ٱلْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَٰلِهِۦ وَيُنَزِّلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن جِبَالٍۢ فِيهَا مِنۢ بَرَدٍۢ فَيُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ وَيَصْرِفُهُۥ عَن مَّن يَشَآءُ ۖ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِۦ يَذْهَبُ بِٱلْأَبْصَٰرِ 43

(43) Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.

(43) 

Allah menyebutkan bahwa Dialah yang menggiring awan dengan kekuasaan-Nya sejak permulaan pembentukannya yang masih tipis,

ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ

Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya. (An-Nur: 43)

Yakni menghimpunkannya sesudah terpisah-pisah.

ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا

kemudian menjadikannya bertindih-tindih. (An-Nur: 43)

Yaitu bertumpang tindih, sebagian darinya menindihi sebagian yang lain.

فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ

maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya. (An-Nur: 43)

Al-wadaq artinya hujan.

Hal yang sama telah didapati di dalam qiraat Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak.

Ubaid ibnu Umair Al-Laisi mengatakan bahwa Allah mengirimkan angin musirah, maka angin ini menerpa permukaan bumi. Kemudian Allah mengirimkan angin nasyi'ah, maka angin ini menimbulkan awan. Kemudian Allah mengirimkan angin mu'allifah, maka angin ini menghimpunkan antara bagian-bagian dari awan tersebut. Kemudian Allah mengirimkan angin lawaqih yang membuahi awan dengan air. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.

Firman Allah Swt:

وَيُنزلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ

dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. (An-Nur: 43)

Sebagian ahli Nahwu mengatakan bahwa huruf min pertama mengandung makna permulaan tujuan, sedangkan huruf min yang kedua mengandung makna tab'id (sebagian), dan huruf min yang ketiga mengandung makna penjelasan jenis. Pengertian ini berdasarkan takwil yang mengatakan bahwa firman Allah Swt.:

مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ

(butiran-butiran) es, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. (An-Nur: 43)

Maknanya ialah bahwa sesungguhnya di langit itu terdapat gunung-gunung es, lalu Allah menurunkan sebagian darinya ke bumi.

Adapun orang yang menjadikan lafaz Al-Jibal di sini sebagai ungkapan kinayah dari as-sahab atau awan, maka sesungguhnya min yang kedua menurut takwil ini berkedudukan sebagai ibtida-ul gayah juga, akan tetapi dia ber­kedudukan sebagai badal dari min yang pertama hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

*******************

Firman Allah Swt.:

فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ

maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang di­kehendaki-Nya. (An-Nur: 43)

Dapat ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya:

فَيُصِيبُ بِهِ

maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu. (An-Nur: 43)

Yakni apa yang diturunkan-Nya dari langit berupa air hujan dan butiran-butiran es. Sehingga makna firman-Nya:

فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ

maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 43)

Artinya, kedua jenis hujan itu (hujan air dan butiran es) sebagai rahmat buat mereka yang dikenainya.

وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ

dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 43)

Yakni Allah menangguhkan hujan dari mereka. Dapat pula ditakwilkan bahwa firman-Nya:

فَيُصِيبُ بِهِ

maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu. (An-Nur: 43)

Yaitu butiran-butiran es itu sebagai siksaan atas siapa yang dikehendaki-Nya, sebab butiran-butiran es dapat memporakporandakan buah-buahan mereka dan merusak tanam-tanaman serta pohon-pohon mereka. Dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya sebagai rahmat untuk mereka.

*******************

Firman Allah Swt.:

يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالأبْصَارِ

Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (An-Nur: 43)

Maksudnya, hampir saja kilauan cahaya kilat menghilangkan penglihatan bilamana mata terus memandanginya.

Firman Allah Swt.:

يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Allah mempergantikan malam dan siang. (An-Nur: 44)

Yakni mengatur siang dan malam; maka Dia mengambil sebagian dari kepanjangan waktu salah satunya, lalu diberikan kepada yang lainnya yang pendek, sehingga keduanya sama panjangnya. Kemudian mengambil sebagian dari waktu yang lainnya untuk ditambahkan kepada yang lain­nya, sehingga yang tadinya berwaktu pendek menjadi lebih panjang, sedangkan yang tadinya berwaktu panjang menjadi pendek. Allah-lah yang mengatur hal ini melalui perintah, kekuasaan, keagungan, dan ilmu-Nya.

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لأولِي الأبْصَارِ

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (An-Nur: 44)

yang menunjukkan kebesaran Allah Swt., seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 19)

Juga beberapa ayat berikutnya dalam surat ini, yaitu: