30 - الروم - Ar-Room

Juz : 21

The Romans
Meccan

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَن تَقُومَ ٱلسَّمَآءُ وَٱلْأَرْضُ بِأَمْرِهِۦ ۚ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةًۭ مِّنَ ٱلْأَرْضِ إِذَآ أَنتُمْ تَخْرُجُونَ 25

(25) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).

(25) 

Adapun firman Allah Swt.:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya. (Ar-Rum: 25)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الأرْضِ إِلا بِإِذْنِهِ

Dan Dia menahan (benda-benda) langit yang jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya. (Al-Hajj: 65)

Dan firman Allah Swt.:

إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ أَنْ تَزُولا

Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap. (Fatir: 41)

Tersebutlah bahwa Umar ibnul Khattab r.a. apabila menyatakan sumpahnya dengan sungguh-sungguh, maka ia mengucapkan, "Demi Tuhan Yang telah menjadikan langit dan bumi berdiri dengan perintah-Nya," yakni langit dan bumi berdiri tegak dan kokoh dengan perintah dan keperkasaan-Nya yang menundukkannya. Kemudian bila hari kiamat, bumi dan langit ini akan diganti dengan bumi dan langit yang lain. Lalu orang-orang yang telah mati dikeluarkan dari kuburnya masing-masing dalam keadaan hidup dengan perintah Allah dan setelah mereka dipanggil oleh-Nya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya:

ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ

Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Ar-Rum: 25)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا

yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya, dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)

فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ

Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya dengan satu teriakan saja; maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)

Dan firman Allah Swt.:

إِنْ كَانَتْ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ

Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. (Yasin: 53)


وَلَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ كُلٌّۭ لَّهُۥ قَٰنِتُونَ 26

(26) Dan kepunyaan-Nya-lah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.

(26) 

Firman Allah Swt.:

وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ

Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 26)

Yaitu milik-Nya dan hamba-hamba-Nya.

كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ

Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. (Ar-Rum: 26)

Yakni tunduk dan patuh, baik dengan taat maupun terpaksa.

وَفِي حَدِيثِ دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، مَرْفُوعًا: " كُلُّ حَرْف فِي الْقُرْآنِ يُذكَرُ فِيهِ الْقُنُوتُ فَهُوَ الطَّاعَةُ"

Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu' disebutkan: Setiap lafaz qunut yang terdapat di dalam Al-Qur’an artinya tunduk (taat).


وَهُوَ ٱلَّذِى يَبْدَؤُا۟ ٱلْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُۥ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ ۚ وَلَهُ ٱلْمَثَلُ ٱلْأَعْلَىٰ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ 27

(27) Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

(27) 

Firman Allah Swt.:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ

Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkannya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)

Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ah-wani ialah lebih mudah.

Mujahid mengatakan bahwa mengembalikan hidup seperti semula itu lebih mudah daripada menciptakannya pada yang pertama kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan lain-lainnya.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، أَخْبَرَنَا أَبُو الزِّنَاد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ: كَذبَني ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بأهونَ عَلِيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ. وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا، وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ"

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, "Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Anak Adam telah mencaci-Ku, padahal tidak layak baginya berbuat demikian. Adapun kedustaannya kepada-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan, Allah tidak akan mengembalikan aku menjadi hidup sebagaimana Dia menciptakan aku pada yang pertama kali,' padahal penciptaan yang pertama tidaklah lebih mudah bagi-Ku daripada mengembalikannya seperti semula. Adapun mengenai caci makinya terhadap-Ku ialah melalui ucapannya yang mengatakan. 'Allah telah mengambil anak,' padahal Aku Tuhan Yang Maha Esa, bergantung segala sesuatu kepada-Ku, Yang tidak beranak dan tidak diperanak­kan, dan tiada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”

Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini secara tunggal, sebagaimana dia meriwayatkannya secara tunggal melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.

Imam Ahmad telah meriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dengan sanad yang sama melalui Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Lahi'ah, dari Abu Yunus Salim ibnu Jabir, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang sama atau semisal

Ulama lainnya mengatakan bahwa menciptakan makhluk pada yang pertama kali dan mengembalikannya menjadi hidup —bila dikaitkan dengan kekuasaan Allah— sama mudahnya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa semuanya itu mudah bagi Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Khaisam. Ibnu Jarir cenderung memilih pendapat ini, lalu ia mengemukakan banyak syahid dan memperkuat alasannya.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya: dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27) merujuk kepada makhluk, yakni lebih memudahkan makhluk untuk dapat hidup kembali.

Firman Allah Swt.:

وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ

Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 27)

Menurut Ali ibnu AbuTalhah, dari Ibnu Abbas, makna ayat ini sama dengan firman-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan Dia. (Asy-Syura: 11)

Qatadah mengatakan bahwa semisal dengan makna ayat ini ucapan "tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia."

Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ibnu Jarir. Sebagian ulama tafsir saat menyebutkan ayat ini ada yang menyitir kata-kata bersyair dari sebagian ahli tasawwuf yang mengatakan:

إذَا سَكَن الغَديرُ عَلَى صَفَاء ... وَجُنبَ أنْ يُحَرّكَهُ النَّسيمُ ...

تَرَى فِيهِ السَّمَاء بَلا امْترَاء ... كَذَاكَ الشَّمْسُ تَبْدو وَالنّجُومُ ...

كَذاكَ قُلُوبُ أرْبَاب التَّجَلِّي ... يُرَى فِي صَفْوها اللهُ العَظيمُ ...

Apabila kolam itu mulai tenang dengan kejernihannya, dan terhindar dari terpaan angin yang mengusiknya, maka akan terlihatlah padanya pemandangan langit dengan jelas. Begitu pula tampak padanya pemandangan matahari dan juga bintang-bintang. Hal yang sama terjadi pada kalbu ahli Tajalli; pada kejernihan kalbunya terlihat (kebesaran) Allah Yang Mahabesar.

Dia Mahaperkasa, tidak terkalahkan dan tidak tertandingi, bahkan Dia mengalahkan segala sesuatu dan menundukkannya dengan kekuasaan dan pengaruh-Nya Yang Mahabijaksana dalam semua ucapan dan perbuatan­Nya dipandang dari segi mana pun.

Malik dalam tafsirannya sehubungan dengan makna ayat ini melalui riwayat Muhammad ibnul Munkadir yang bersumber darinya menyebutkan bahwa firman-Nya: Dan bagi-Nyalah sifat Yang Mahatinggi. (Ar-Rum: 27) semakna dengan kalimat "Tidak ada Tuhan selain Allah."


ضَرَبَ لَكُم مَّثَلًۭا مِّنْ أَنفُسِكُمْ ۖ هَل لَّكُم مِّن مَّا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُم مِّن شُرَكَآءَ فِى مَا رَزَقْنَٰكُمْ فَأَنتُمْ فِيهِ سَوَآءٌۭ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنفُسَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍۢ يَعْقِلُونَ 28

(28) Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal.

(28) 

Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk kaum musyrik yang menyembah selain Dia bersama-Nya dan yang menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya, padahal mereka mengakui bahwa sekutu-sekutu yang terdiri dari berhala dan tandingan-tandingan itu juga hamba-hamba Allah dan milik-Nya, seperti yang tersirat dari ucapan mereka saat bertalbiyah, "Kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu yang menjadi milik-Mu, sedangkan sekutu itu tidak memiliki." Untuk itu Allah Swt. berfirman:

ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ

Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. (Ar-Rum: 28)

yang kalian saksikan sendiri dan kalian mengerti dari diri kalian sendiri.

هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ

Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu. (Ar-Rum: 28)

Yakni seseorang di antara kalian rela bila mempunyai sekutu bagi hartanya. Dia dan sekutunya sama-sama mempunyai hak mem­pergunakan harta itu.

تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ

kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28)

Artinya, kalian merasa takut bila mereka berbagi harta dengan kalian.

Abu Mijlaz mengatakan bahwa sesungguhnya budakmu tidak merasa takut bila berbagi harta denganmu dalam hartamu, lain halnya dengan dia dalam hartanya. Begitu pula Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya. Makna yang dimaksud ialah seseorang dari kalian pasti tidak mau bila hartanya digunakan sama-sama dengan orang lain, maka mengapa kalian men­jadikan bagi Allah sekutu-sekutu dari kalangan makhluk-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ مَا يَكْرَهُونَ

Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya. (An-Nahl: 62)

Yaitu anak-anak perempuan, karena mereka menganggap malaikat-malaikat yang merupakan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah berjenis perempuan, lalu mereka menganggapnya sebagai anak-anak perempuan Allah. Padahal seseorang dari mereka bila mendapat anak perempuan, wajahnya langsung tampak hitam dan sedih; ia bersembunyi dari pandangan kaumnya karena memperoleh berita yang dianggapnya buruk (mendapat anak perempuan). Kemudian ia berpikir apakah ia harus tetap memeliharanya dengan menanggung kehinaan, ataukah ia harus menguburkan anaknya itu ke dalam tanah. Jelasnya mereka menolak anak perempuan, tetapi mereka menganggap para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah. Mereka menisbatkan kepada Allah apa yang mereka sendiri tidak menyukainya. Ini merupakan tingkatan kekafiran yang paling berat.

Begitu pula dalam kedudukan ini, mereka menganggap Allah mempunyai sekutu-sekutu dari kalangan hamba-hamba-Nya juga merupakan makhluk-Nya. Padahal seseorang dari mereka menolak dengan tolakan yang keras bila hal seperti itu terjadi pada diri mereka, yaitu bila budak miliknya ikut bersekutu dengannya secara sama rata dalam menggunakan hartanya. Seandainya dia suka, tentulah dia berbagi harta dengan budaknya itu. dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43)

ImamTabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnul Farj Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Amr Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Syu'aib, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik mengucapkan talbiyah mereka sebagai berikut, 'Ya Allah, kupenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu, sedangkan dia tidak memiliki." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? (Ar-Rum: 28)

Mengingat peringatan melalui perumpamaan ini sudah jelas membuktikan kebersihan dan kesucian Allah Swt. dari hal tersebut, maka terlebih lagi bila hal seperti itu dinisbatkan kepada-Nya.

Firman Allah Swt.:

كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. (Ar-Rum: 28)

Kemudian Allah Swt. menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu menyembah selain-Nya hanyalah karena kebodohan dan kurangnya akal mereka.


بَلِ ٱتَّبَعَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ أَهْوَآءَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍۢ ۖ فَمَن يَهْدِى مَنْ أَضَلَّ ٱللَّهُ ۖ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ 29

(29) Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.

(29) 

بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا

Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti. (Ar-Rum: 29)

Maksudnya, orang-orang musyrik itu.

أَهْوَاءَهُمْ

hawa nafsunya.

(Ar-Rum: 29) dalam penyembahan mereka kepada sekutu-sekutu itu tanpa pengetahuan.

فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ

maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? (Ar-Rum: 29)

Yakni tiada seorang pun yang dapat menunjuki mereka bila Allah telah memastikan mereka menjadi orang-orang yang sesat.

وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun. (Ar-Rum: 29)

Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka, tiada pula yang dapat melindungi mereka dari kekuasaan Allah. Mereka pasti akan tertimpa kepastian Allah, karena sesungguhnya apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.


فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًۭا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ 30

(30) Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

(30) 

Allah Swt. berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir firman-Nya:

وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى

dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)" (Al-A'raf: 172)

Di dalam sebuah hadis disebutkan:

"إني خلقت عِبَادِي حُنَفاء، فَاجْتَالَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ عَنْ دِينِهِمْ"

Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari agamanya.

Dalam pembahasan berikutnya yang menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan bahwa Allah Swt. membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani, serta Majusi.

Firman Allah Swt.:

لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah kalian mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.' Dengan demikian, berarti kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا

barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97)

Ini merupakan pendapat yang baik dan sahih.

Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya, yang berarti bahwa Allah Swt. memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar yang sama dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini.

Karena itulah Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 3) Yakni agama Allah.

Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 3) Yaitu agama Allah; fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ يُولَدُ إِلَّا عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانه أَوْ يُنَصِّرانه أَوْ يُمَجسانه، كَمَا تَنْتِج الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعاء، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ"؟ ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

Telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi. Sama halnya dengan hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi Saw. membacakan firman Allah Swt.: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (Ar-Rum: 3)

Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.

Semakna dengan hadis ini ada hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad ibnu Sari' At-Tamimi.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الْحَسَنِ عَنِ الْأُسُودِ بْنِ سَرِيع [التَّمِيمِيِّ] قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَزَوْتُ مَعَهُ، فَأَصَبْتُ ظَهْرًا ، فَقُتِلَ النَّاسُ يَوْمَئِذٍ، حَتَّى قَتَلُوا الْوِلْدَانَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ جَاوَزَهُمُ الْقَتْلُ الْيَوْمَ حَتَّى قَتَلُوا الذُّرِّيَّةَ؟ ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمَا هُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ؟ فَقَالَ: "أَلَا إِنَّمَا خِيَارُكُمْ أَبْنَاءُ الْمُشْرِكِينَ". ثُمَّ قَالَ: "لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً، لَا تَقْتُلُوا ذُرِّيَّةً". وَقَالَ: "كُلُّ نَسَمَةٍ تُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهَا لِسَانُهَا، فَأَبَوَاهَا يُهَوِّدَانِهَا أو ينصرانها".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari' yang menceritakan bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berperang bersama-sama beliau; dalam perang itu ia memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., beliau bersabda, "Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka membunuhi anak-anak kecil?" Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus dihindari oleh kalian." Beliau melanjutkan sabdanya, "Jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh anak-anak." Pada akhirnya beliau Saw. bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani.

Imam Nasai di dalam Kitabus Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama.

Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمٌ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ جَابِرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعرب عَنْهُ لِسَانُهُ، فَإِذَا عَبَّرَ عَنْهُ لِسَانُهُ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang pengingkar (kafir).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة، حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئل عَنِ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ، فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ إِذْ خَلَقَهُمْ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu' dengan teks yang sama.

قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ -يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ -أَنْبَأَنَا عَمَّارُ بْنُ أَبِي عَمَّارٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَتَى عليَّ زَمَانٌ وَأَنَا أَقُولُ: أَوْلَادُ الْمُسْلِمِينَ مَعَ أَوْلَادِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ مَعَ الْمُشْرِكِينَ. حَتَّى حَدَّثَنِي فُلَانٌ عَنْ فُلَانٍ: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْهُمْ فَقَالَ: "اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ".

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau Saw. menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka.

Yakni apakah mereka masuk Islam ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia menemui langsung lelaki yang menceritakan hadis ini, lalu lelaki itu memberitahukan kepadanya hadis ini. Maka sejak saat itu ia tidak lagi memakai pendapatnya.

Di antara mereka adalah Iyad ibnu Himar Al-Mujasyi'i.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ مُطَرّف، عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ فِي خُطْبَتِهِ: "إِنَّ رَبِّي، عَزَّ وَجَلَّ، أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي فِي يَوْمِي هَذَا، كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عِبَادِي حَلَالٌ، وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَأَضَلَّتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا، ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ، عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ، إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَقَالَ: إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ، وَأَنْزَلْتُ عَلَيْكَ كِتَابًا لَا يَغْسِلُهُ الْمَاءُ، تَقْرَؤُهُ نَائِمًا وَيَقْظَانَ. ثُمَّ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أُحَرِّقَ قُرَيْشًا، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ إِذًا يَثْلَغُوا رَأْسِي فَيَدْعُوهُ خبُزَةً. قَالَ: اسْتَخْرِجْهُمْ كَمَا اسْتَخْرَجُوكَ، وَاغْزُهُمْ نَغْزُك، وَأَنْفِقْ عَلَيْهِمْ فَسَنُنْفِقُ عَلَيْكَ. وَابْعَثْ جَيْشًا نَبْعَثُ خَمْسَةً مِثْلَهُ، وَقَاتِلْ بِمَنْ أَطَاعَكَ مَنْ عَصَاكَ". قَالَ: "وَأَهْلُ الْجَنَّةِ: ثَلَاثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقسط مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ بِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ، وَرَجُلٌ عَفِيفٌ فَقِيرٌ مُتَصَدِّقٌ. وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ: الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ، الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا، لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا. وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ. وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ" وَذَكَرَ الْبَخِيلَ، أَوِ الْكَذَّابَ، وَالشَّنْظِيرُ: الْفَحَّاشُ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Mutarrif, dari Iyad ibnu Himar, bahwa Rasulullah Saw. di suatu hari berkhotbah. Isi khotbahnya antara lain: Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk memberitahukan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui dari apa yang telah diberitahukan oleh-Nya kepadaku hari ini. (Dia telah berfirman), "Semua yang telah Kuberikan kepada hamba-hamba-Ku halal; dan sesungguhnya Aku telah men­ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada perkara yang hak dan benci kepada perkara yang batil) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya, dan setan meng­haramkan atas mereka apa yang telah Kuhalalkan bagi mereka, dan setan memerintahkan kepada mereka untuk mempersekutu­kan Aku (dengan sesuatu) yang Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya. Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, bahwa sesungguhnya Allah Swt. memandang kepada penduduk bumi, maka Dia murka terhadap mereka semua —yang Arab maupun non Arab— kecuali sisa-sisa dari kaum Ahli Kitab. Dan Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengutusmu hanya untuk mengujimu dan menjadikanmu sebagai batu ujian (bagi yang lain), dan Aku turunkan kepadamu sebuah Al-Kitab yang tidak terhapuskan oleh air (karena kandungannya dihafal di dalam dada, bukan berupa tulisan), kamu dapat membacanya sambil tiduran dan sambil bangun." Kemudian sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku untuk membakar orang-orang Quraisy, maka aku berkata, "Wahai Tuhanku, kalau begitu tentu mereka akan menguliti kepalaku dan membiarkannya menjadi seperti roti." Allah Swt. berfirman, "Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu; dan perangilah mereka, Kami akan membantumu; dan berinfaklah, maka Kami akan menggantimu; dan kirimkanlah pasukan, maka Kami akan membantumu dengan pasukan yang jumlahnya lima kali lipat dari pasukanmu, dan berperanglah bersama orang yang taat kepadamu untuk menghadapi orang-orang yang durhaka kepadamu." Ahli surga itu ada tiga macam orang, yaitu: Penguasa yang berlaku adil, pemberi sedekah yang sukses dan seorang lelaki yang penyayang dan berhati lembut terhadap kaum kerabatnya dan setiap orang muslim, dan seorang lelaki yang memelihara kehormatan dirinya lagi tidak mau meminta-minta lagi banyak mempunyai anak. Ahli neraka itu ada lima macam orang, yaitu: Orang lemah yang tidak punya prinsip, yakni mereka yang menjadi pengikut di kalangan kalian; mereka tidak pernah menginginkan punya keluarga dan tidak pula harta; pengkhianat yang tiada suatu keinginan sekecil apa pun melainkan dia pasti berkhianat kepadanya, dan seorang lelaki yang tidak pernah melewati waktu pagi dan tidak pula waktu sore melainkan dia selalu menipumu terhadap keluarga dan harta bendamu. Nabi Saw. menyebutkan pula pendusta, buruk perangai, dan orang yang bermulut kotor.

Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara tunggal, dan dia meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qatadah dengan sanad yang sama.

Firman Allah Swt.:

ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

(Itulah) agama yang lurus. (Ar-Rum: 30)

Yakni berpegang kepada syariat dan fitrah yang utuh merupakan agama yang tegak dan lurus.

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Rum: 30)

Karena itulah maka kebanyakan orang tidak mengetahuinya, dan mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ

Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf: 13)

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

الْآيَةَ

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al-An'am: 116), hingga akhir ayat.


مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ 31

(31) dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,

(31) 

Adapun firman Allah Swt.:

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ

dengan kembali bertobat kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)

Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.

وَاتَّقُوهُ

dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar-Rum: 31)

Artinya, takutlah kepada-Nya dan selalulah kalian merasa diawasi oleh­Nya.

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ

serta dirikanlah salat. (Ar-Rum: 31)

Salat merupakan ketaatan yang paling besar.

وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mem­persekutukan Allah. (Ar-Rum: 31)

Tetapi jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki dalam ibadah itu selain hanya karena-Nya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a. bersua dengan Mu'az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, "Apakah yang menjaga keutuhan tegaknya umat ini?" Mu'az menjawab, "Ada tiga perkara yang semuanya dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu; salat yang merupakan agama; dan taat yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan)." Maka Umar berkata, "Engkau benar."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Mu'az, "Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?" Lalu disebutkan hal yang semisal.


مِنَ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمْ وَكَانُوا۟ شِيَعًۭا ۖ كُلُّ حِزْبٍۭ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ 32

(32) yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

(32) 

Firman Allah Swt.:

مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 32)

Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang musyrik yang telah memecah belah agama mereka, yakni mengganti dan mengubahnya, serta beriman kepada sebagiannya dan ingkar kepada sebagian yang lainnya.

Sebagian ulama membacanya "فَارَقُوا دِينَهُمْ" yang artinya menjadi seperti berikut, bahwa mereka meninggalkan agamanya di belakang punggung mereka. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Majusi, para penyembah berhala serta para pemeluk agama yang batil lainnya, selain agama Islam. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah. (Al-An'am: 159), hingga akhir ayat.

Agama-agama lain sebelum agama kita berselisih pendapat di antara sesamanya menjadi beberapa golongan yang masing-masing berpegang kepada pendapat-pendapat dan prinsip-prinsip yang batil. Setiap golongan mengira bahwa dirinyalah yang benar. Umat kita berselisih pendapat pula di antara sesama mereka menjadi beberapa golongan. Semuanya sesat kecuali satu golongan, mereka adalah ahli sunnah wal jama'ah yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, serta berpegang kepada apa yang biasa diamalkan di abad pertama Islam, yaitu di masa para sahabat, para tabi'in, dan para Imam kaum muslim, sejak zaman dahulu hingga masa sekarang.

Imam Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Nabi Saw. pernah ditanya tentang golongan yang selamat di antara golongan-golongan itu. Maka beliau bersabda:

«مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي»

Yaitu orang-orang yang berpegang kepada apa yang biasa diamalkan olehku sekarang dan juga (yang biasa diamalkan) oleh para sahabatku.