35 - فاطر - Faatir
The Originator
Meccan
وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ هُوَ ٱلْحَقُّ مُصَدِّقًۭا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِعِبَادِهِۦ لَخَبِيرٌۢ بَصِيرٌۭ 31
(31) Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
(31)
Firman Allah Swt.:
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ
Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu. (Fathir:31)
hai Muhammad, yaitu Al-Qur'an.
هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ
itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.(Fathir:31)
Yakni kitab-kitab terdahulu yang dibenarkan olehnya, sebagaimana Al-Qur'an pun menyaksikan bahwa kitab-kitab terdahulu itu telah terjadi perubahan dan pemalsuan dalam isinya, dan kitab-kitab terdahulu itu benar diturunkan dari Tuhan semesta alam.
إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (Fathir:31)
Allah Mahawaspada terhadap mereka, lagi Maha Mengetahui siapa di antara mereka yang berhak mendapat keutamaan yang lebih daripada yang lainnya. Karena itulah Allah melebihkan para nabi dan para rasul di atas semua manusia; sebagian dari para nabi pun mempunyai kelebihan di atas sebagian yang lain, dan Allah meninggikan sebagian dari mereka beberapa derajat. Dan Allah menjadikan kedudukan Nabi Muhammad Saw. di atas mereka semuanya.
ثُمَّ أَوْرَثْنَا ٱلْكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌۭ لِّنَفْسِهِۦ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌۭ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِٱلْخَيْرَٰتِ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَضْلُ ٱلْكَبِيرُ 32
(32) Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
(32)
Allah Swt. berfirman, "Kemudian Kami jadikan orang-orang yang mengamalkan Kitab yang Besar yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya adalah orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami," Mereka adalah umat Nabi Muhammad Saw. Kemudian mereka terbagi menjadi tiga golongan, untuk itu Allah Swt. berfirman:
فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32)
Dia adalah orang yang melalaikan sebagian dari pekerjaan yang diwajibkan atasnya dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan.
وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ
dan di antara mereka ada yang pertengahan. (Fathir: 32)
Dia adalah orang yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan atas dirinya dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, tetapi adakalanya dia meninggalkan sebagian dari hal-hal yang disunatkan dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang dimakruhkan.
وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ
dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32)
Dia adalah orang yang mengerjakan semua kewajiban dan hal-hal yang disunatkan, juga meninggalkan semua hal yang diharamkan, yang dimakruhkan, dan sebagian hal yang diperbolehkan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32) Bahwa mereka adalah umat Nabi Muhammad Saw. Allah telah mewariskan kepada mereka semua Kitab yang telah Dia turunkan, maka orang yang aniaya dari kalangan mereka diampuni, dan orang-orang yang pertengahan dari mereka dihisab dengan hisab yang ringan, sedangkan orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan dari mereka dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab.
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ بْنِ صَالِحٍ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُعَاوِيَةَ العُتْبِيّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ بْنُ السَّرْحِ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الصَّنْعَانِيُّ، حَدَّثَنِي ابْنِ جُرَيْج، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ ذات يوم: "شفاعتي لأهل الكبائر من أُمَّتِي".
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Usman ibnu Saleh dan Abdur Rahman ibnu Mu'awiyah Al-Atabi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abut Tahir ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abdur Rahman As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang bersabda di suatu hari: Syafaatku bagi orang-orang yang mempunyai dosa besar dari kalangan umatku.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang lebih cepat berbuat kebaikan akan masuk surga, tanpa hisab, dan orang yang pertengahan masuk surga berkat rahmat Allah, sedangkan orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri serta orang-orang yang berada di perbatasan antara surga dan neraka dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat Nabi Muhammad Saw.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri dari kalangan umat ini termasuk orang-orang yang dipilih oleh Allah, sekalipun dalam dirinya terdapat penyimpangan dan kealpaan.
Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri bukanlah termasuk umat ini, bukan pula termasuk orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk mewarisi Al-Kitab.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan pengertian 'di antara mereka ada yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri,' bahwa dia adalah orang kafir.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan dikatakan pula oleh Ikrimah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, sehubungan dengan firman-Nya: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Bahwa mereka adalah orang-orang yang menerima catatan amal perbuatannya dari arah kirinya.
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam dan Al-Hasan serta Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri adalah orang munafik.
Barangkali Ibnu Abbas, Al-Hasan, dan Qatadah menganggap bahwa ketiga golongan orang ini sama dengan ketiga golongan yang disebutkan di dalam permulaan surat Al-Waqi'ah dan akhirnya.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri dalam ayat ini adalah sebagian dari umat ini. Inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, sebagaimana yang terbaca dari lahiriah ayat. Dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis-hadis dari Rasulullah Saw. yang diriwayatkan melalui berbagai jalur; yang sebagian jalurnya memperkuat sebagian yang lain. Berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya.
Hadis pertama,
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ الْعَيْزَارِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفَ يُحَدِّث عَنْ رَجُلٍ مِنْ كِنَانَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي هذه الآية: ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ,قَالَ: "هَؤُلَاءِ كُلُّهُمْ بِمَنْزِلَةٍ وَاحِدَةٍ وَكُلُّهُمْ فِي الْجَنَّةِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Walid ibnul Aizar, bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari Saqif menceritakan hadis berikut dari seorang lelaki dari kalangan Kinanah, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32) Sabda Nabi Saw. mengatakan: Mereka semuanya berada di tempat yang sama, dan semuanya berada di dalam surga.
Bila ditinjau dari segi jalurnya hadis berpredikat garib karena di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak disebutkan namanya. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Makna sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Dan mereka berada di tempat yang sama," ialah bahwa mereka berasal dari umat ini dan bahwa mereka termasuk ahli surga, sekalipun di antara mereka terdapat perbedaan dalam hal kedudukannya di dalam surga.
Hadis kedua,
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ اللَّيْثِيُّ أَبُو ضَمْرة، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ [عَلِيِّ] بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَزْدِيِّ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "قَالَ اللَّهُ: ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ، فَأَمَّا الَّذِينَ سَبَقُوا فَأُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ، وَأَمَّا الَّذِينَ اقْتَصَدُوا فَأُولَئِكَ يُحَاسِبُونَ حِسَابًا يسيرا، وأما الَّذِينَ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ يُحْبَسُونَ فِي طُولِ الْمَحْشَرِ، ثُمَّ هُمُ الَّذِينَ تَلَافَاهُمْ بِرَحْمَتِهِ، فَهُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad Al-Laisi Abu Hamzah, dari Musa ibnu Uqbah, dari Ali ibnu Abdullah Al-Azdi, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan makna ayat berikut: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32) Bahwa adapun orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab; dan orang-orang yang pertengahan ialah mereka yang mengalami hisab, tetapi hisab yang ringan. Adapun orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang ditahan di sepanjang Padang Mahsyar menunggu syafaat dariku, kemudian Allah memaafkan mereka dengan rahmat-Nya; mereka adalah orang-orang yang mengatakan seperti yang disitir oleh firman Allah Swt.: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.” (Fathir: 34-35)
Jalur lain,
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أُسَيْدُ بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ: "فَأَمَّا الظَّالِمُ لِنَفْسِهِ فَيُحْبَسُ حَتَّى يُصِيبَهُ الْهَمُّ وَالْحُزْنُ، ثُمَّ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari seorang lelaki, dari Abu Sabit, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Lalu Beliau Saw. bersabda: Adapun orang yang menganiaya dirinya sendiri, maka ia ditahan sehingga mengalami kesusahan dan kesedihan, kemudian dimasukkan ke dalam surga.
وَرَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنِ الْأَعْمَشِ قَالَ: ذَكَرَ أَبُو ثَابِتٍ أَنَّهُ دَخَلَ الْمَسْجِدَ، فَجَلَسَ إِلَى جَنْبِ أَبِي الدَّرْدَاءِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ، آنِسْ وَحْشَتِي، وَارْحَمْ غُرْبَتِي، وَيَسِّرْ لِي جَلِيسًا صَالِحًا. قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: لَئِنْ كُنْتَ صَادِقًا لَأَنَا أَسْعَدُ بِكَ مِنْكَ، سَأُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أُحَدِّثْ بِهِ مُنْذُ سَمِعْتُهُ مِنْهُ، ذَكَرَ هَذِهِ الْآيَةَ: ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ فَأَمَّا السَّابِقُ بِالْخَيْرَاتِ فَيَدْخُلُهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ وَأَمَّا الْمُقْتَصِدُ فَيُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا، وَأَمَّا الظَّالِمُ لِنَفْسِهِ فَيُصِيبُهُ فِي ذَلِكَ الْمَكَانِ مِنَ الْغَمِّ وَالْحُزْنِ، وَذَلِكَ قَوْلُهُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy yang telah mengatakan bahwa Abu Sabit masuk ke dalam masjid, lalu duduk di sebelah Abu Darda r.a. Maka Abu Sabit berdoa, "Ya Allah, hiburlah diriku dalam kesendirianku dan belas kasihanilah aku dalam keterasinganku, dan mudahkanlah bagiku mendapat teman duduk yang saleh." Maka Abu Darda berkata, "Jika engkau benar, berarti aku lebih berbahagia daripada kamu. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang kudengar dari Rasulullah Saw. dan aku belum pernah menceritakannya sejak aku mendengarnya. Aku mendengar beliau Saw. membaca ayat berikut: 'Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan ' (Fathir: 32) Bahwa adapun orang yang lebih cepat berbuat kebaikan-kebaikan, maka ia memasuki surga tanpa hisab. Orang yang pertengahan, maka ia hanya mendapat hisab yang ringan. Dan orang yang aniaya kepada dirinya sendiri, maka ia mengalami kesedihan dan kesusahan di tempat pemberhentiannya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dan mereka berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.” (Fathir: 34)
Hadis ketiga.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا ابْنُ مَسْعُودٍ، أَخْبَرَنَا سَهْلُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ الرَّازِّيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي قَيْسٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَخِيهِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ: فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ الْآيَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّهُمْ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ".
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Abdu Rabbih Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Abu Laila, dari saudaranya, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Usamah ibnu zaid r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. (Fathir: 32), hingga akhir ayat. Usamah ibnu Zaid melanjutkan, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda sehubungan dengan makna ayat ini: Mereka semuanya berasal dari umat (ku) ini.
Hadis keempat,
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَزيز، حَدَّثَنَا سَلَامَةُ، عَنْ عَقِيل، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَوْف بْنُ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "أُمَّتِي ثَلَاثَةُ أَثْلَاتٍ: فَثُلُثٌ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ، وَثُلُثٌ يُحَاسَبُونَ حِسَابًا يَسِيرًا ثُمَّ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، وَثُلُثٌ يُمَحَّصون وَيُكْشَفُونَ، ثُمَّ تَأْتِي الْمَلَائِكَةُ فَيَقُولُونَ: وَجَدْنَاهُمْ يَقُولُونَ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ". يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: صَدَقُوا، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا، أَدْخِلُوهُمُ الْجَنَّةَ بِقَوْلِهِمْ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ" وَاحْمِلُوا خَطَايَاهُمْ عَلَى أَهْلِ النَّارِ، وَهِيَ الَّتِي قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ[الْعَنْكَبُوتِ: 13] ،وَتَصْدِيقُهَا فِي الَّتِي فِيهَا ذِكْرُ الْمَلَائِكَةِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَافَجَعَلَهُمْ ثَلَاثَةَ أَنْوَاعٍ ، وَهُمْ أَصْنَافٌ كُلُّهُمْ، فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ، فَهَذَا الَّذِي يُكْشَفُ وَيُمَحَّصُ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aziz, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Auf ibnu Malik r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Umatku terbagi menjadi tiga golongan (kelak di hari kiamat), sebagian dari mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab; sebagian yang lainnya lagi mendapat hisab yang ringan, kemudian masuk ke dalam surga, dan sebagian yang terakhir dicuci dan dibersihkan (dari dosa-dosanya di dalam neraka). Kemudian para malaikat datang, lalu berkata, "Kami menjumpai mereka mengatakan, "Tidak ada Tuhan selain Allah semata.” Lalu Allah Swt. berfirman, "Mereka benar, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku. Akulah yang akan memasukkan mereka ke dalam surga berkat ucapan mereka, 'Tidak ada Tuhan selain Allah semata, ' dan bebankanlah dosa-dosa mereka kepada ahli neraka.” Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka,dan beban-beban mereka sendiri. (Al-Ankabut: 13) Dibenarkan pula hadis ini oleh ayat yang di dalamnya disebutkan para malaikat. Firman Allah Swt. Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32) Maka Allah menjadikan mereka tiga gelombang, yang semuanya terdiri dari beberapa golongan; di antara mereka ada yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri, maka golongan inilah yang dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu.
Predikat riwayat ini garib.
Sebuah asar bersumber dari sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Basyir, dari Amr ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Isa r.a., dari Yazid ibnul Haris, dari Syaqiq Abu Wa'il, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya umat ini kelak pada hari kiamat terbagi menjadi tiga golongan. Sebagian dari mereka masuk surga tanpa hisab, sebagian lagi mendapat hisab yang ringan, dan sebagian lainnya datang dengan membawa dosa-dosa yang besar-besar, hingga Allah Swt. berfirman, "Siapakah mereka?" (padahal Allah Maha Mengetahui segalanya). Maka para malaikat menjawab, "Mereka datang dengan membawa dosa-dosa besar, hanya saja mereka tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatu pun." Maka Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mulia berfirman, "Masukkanlah mereka ke dalam rahmat-Ku yang luas." Lalu Abdullah ibnu Mas'ud r.a. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32), hingga akhir ayat.
Asar lainnya,
Abu Daud At-Tayalisi r.a. telah meriwayatkan dari As-Silt ibnu Dinar ibnul Asy'as, dari Uqbah ibnu Sahban Al-Hanai' yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah r.a. tentang makna firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32), hingga akhir ayat. Maka Siti Aisyah menjawab, "Hai Anakku, mereka berada di dalam surga. Adapun orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, maka mereka terdiri dari orang-orang yang mengalami masa Rasulullah Saw. dan beliau menjadi saksi baginya, bahwa dia telah diberi kehidupan dan rezeki. Adapun orang yang pertengahan, maka mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak beliau dari kalangan sahabat-sahabatnya (sesudah beliau tiada) hingga menyusul beliau Saw. Adapun orang yang menganiaya dirinya sendiri, maka dia adalah orang yang semisal denganku dan kalian ini."
Uqbah melanjutkan, bahwa Siti Aisyah dalam jawabannya itu memasukkan dirinya ke dalam golongan kami (para tabi'in), dan hal ini termasuk ungkapan kerendahan hati dan sifat tawadu Siti Aisyah r.a. Karena sesungguhnya pada hakikatnya Siti Aisyah termasuk salah seorang pembesar dari orang-orang yang lebih cepat mengerjakan kebaikan, mengingat keutamaannya di atas kaum wanita sama dengan keutamaan makanan sarid di atas semua jenis makanan lainnya.
Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah mengatakan bahwa Amirul Mu-minin Usman ibnu Affan r.a. pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri. (Fathir: 32) Bahwa golongan ini menggambarkan tentang para penduduk pedalaman di antara kami (orang-orang Badui), dan orang yang pertengahan adalah menggambarkan tentang penduduk perkotaan kami, sedangkan orang yang lebih cepat berbuat kebaikan menggambarkan tentang ahli jihad. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Auf Al-A'rabi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ka'bul Ahbar yang mengatakan, bahwa sesungguhnya orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri dari kalangan umat ini dan orang "yang pertengahan serta orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, semuanya dimasukkan ke dalam surga. Tidakkah engkau melihat bahwa Allah Swt. telah berfirman: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya. (Fathir: 32-33) sampai dengan firman-Nya: Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. (Fathir: 36)
Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa mereka (yakni orang-orang kafir) itulah ahli neraka.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Auf dengan sanad yang sama.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnul Haris, dari ayahnya yang mengatakan bahwa sesungguhnya Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b tentang makna firman Allah Swt.: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32) sampai dengan firman-Nya: dengan izin Allah: (Fathir: 32) Maka Ka'b menjawab, Demi Tuhannya Ka'b, pundak-pundak mereka saling berdempetan (sama dan sejajar), kemudian mereka diberi keutamaan berkat amal perbuatan masing-masing.”
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari Abu Ishaq As-Subai'i sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32), hingga akhir ayat. Abu Ishaq mengatakan, "Tidakkah engkau pernah mendengar tentang orang yang berusia enam puluh tahun, maka mereka semuanya selamat."
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam, telah menceritakan kepada kami Amr, dari Muhammad ibnul Hanafiyyah r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini menerangkan tentang umat yang dirahmati (yakni umat Nabi Muhammad Saw.); orang yang zalim diampuni, orang yang pertengahan dimasukkan di dalam surga di sisi Allah, dan orang yang lebih cepat berbuat kebaikan berada di dalam kedudukan-kedudukan yang tinggi di sisi Allah (surga yang tertinggi)
As-Sauri meriwayatkannya dari Ismail ibnu Sami, dari seorang lelaki, dari Muhammad ibnul Hanafiyyah r.a. dengan lafaz yang semisal.
Abul Jarud mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Muhammad ibnu Ali (yakni Al-Baqir) tentang makna firman Allah Swt.: dan di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri. (Fathir: 32) Maka ia mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang yang mencampuri amal salehnya dengan amal buruk.
Hanya sampai di sinilah hadis-hadis dan asar-asar yang dapat kami kemukakan dalam bab ini. Dan apabila hal ini telah ditetapkan, maka sesungguhnya ayat ini mengandung makna yang umum mencakup ketiga golongan dari umat ini. Para ulama dari kalangan umat ini merupakan orang-orang yang paling diprioritaskan mendapat nikmat ini, dan mereka adalah orang-orang yang lebih utama untuk mendapat rahmat ini.
Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَة ، عَنْ قَيْسِ بْنِ كَثِيرٍ قَالَ: قَدِمَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ إِلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ -وَهُوَ بِدِمَشْقَ-فَقَالَ: مَا أَقْدَمَكَ أيْ أَخِي؟ قَالَ: حَدِيثٌ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ أَمَا قَدِمْتَ لِتِجَارَةٍ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: أَمَا قَدِمْتَ لِحَاجَةٍ؟ قَالَ: لَا؟ قَالَ: أَمَا قَدِمْتَ إِلَّا فِي طَلَبِ هَذَا الْحَدِيثِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا، سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالَمِ مَنْ فِي السموات وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ، وَفَضْلُ الْعَالَمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمِنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Asim, ibnu Raja' ibnu Haiwah, dari Qais ibnu Kasir, yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk Madinah datang kepada Abu Darda r.a. yang saat itu berada di Dimasyq, maka Abu Darda bertanya, "Apakah yang mendorongmu datang ke mari, hai saudaraku?" Lelaki itu menjawab, "Suatu hadis yang ada berita sampai kepadaku bahwa engkau telah menceritakannya dari Rasulullah Saw." Abu Darda r.a. bertanya, "Bukankah engkau datang untuk berdagang?" Lelaki itu menjawab, "Bukan." Abu Darda bertanya, "Benarkah engkau datang hanya untuk mencari hadis tersebut?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, Allah akan membawanya menempuh suatu jalan menuju ke surga. Dan sesungguhnya para malaikat benar-benar menaungkan sayap-sayapnya karena rela kepada penuntut ilmu, dan sesungguhnya semua makhluk —baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi— benar-benar memohonkan ampunan bagi orang yang alim, sehingga ikan-ikan yang ada di air (memohonkan ampun pula buatnya). Dan keutamaan orang alim atas seorang ahli ibadah (yang tidak alim), seperti keutamaan rembulan di atas semua bintang lainnya. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi itu tidak meninggalkan dinar dan tidak pula dirham, melainkan yang ditinggalkan mereka hanyalah ilmu; maka barang siapa yang mengambilnya, berarti ia telah mengambil bagian yang berlimpah.
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah mengetengahkannya melalui hadis Kasir ibnu Qais; dan di antara mereka ada yang menyebutkannya Qais ibnu Kasir, dari Abu Darda r.a. Dan kami telah menyebutkan jalur-jalur hadis ini berikut perawinya di dalam Syarah Kitabul Ilmu, bagian dari kitab Sahih Bukhari, alhamdulillah.
Dalam pembahasan terdahulu, tepatnya dalam tafsir permulaan surat Taha, telah disebutkan hadis Sa'labah ibnul Hakam r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِلْعُلَمَاءِ: إِنِّي لَمْ أَضَعْ عِلْمِي وَحُكْمِي فِيكُمْ إِلَّا وَأَنَا أُرِيدُ [أَنْ] أَغْفِرَ لَكُمْ، عَلَى مَا كَانَ مِنْكُمْ، وَلَا أبالي".
Allah Swt. berfirman di hari kiamat kepada para ulama, "Sesungguhnya Aku tidak sekali-kali menaruh ilmu dan hikmah-Ku pada kalian melainkan Aku bermaksud akan memberikan ampunan bagi kalian dengan segala dosa yang ada pada kalian, tanpa Kupedulikan lagi.”
جَنَّٰتُ عَدْنٍۢ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍۢ وَلُؤْلُؤًۭا ۖ وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌۭ 33
(33) (Bagi mereka) surga 'Adn mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera.
(33)
Allah Swt. menceritakan bahwa mereka yang dipilih oleh-Nya dari kalangan hamba-hamba-Nya dan yang menerima Al-Kitab yang diturunkan dari sisi Tuhan semesta alam, pada hari kiamat kelak tempat tinggal mereka adalah surga 'Adn. Yakni surga itu menjadi tempat tinggal mereka, mereka akan memasukinya di hari mereka dibangkitkan dan pada hari mereka tiba di hadapan Allah Swt.
يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا
di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara. (Fathir: 33)
Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah Saw. bahwa beliau pernah bersabda:
"تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوُضُوءُ"
Perhiasan yang dikenakan orang mukmin (di dalam surga) mencapai batas yang dikenai oleh air wudunya.
Firman Allah Swt.:
وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ
dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutra. (Fathir: 33)
Karena itulah kain sutra diharamkan bagi mereka (kaum laki-laki) di dunia sedangkan di akhirat nanti Allah Swt. menghalalkannya bagi mereka. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ لَبِسَ الْحَرِيرَ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ"
Barang siapa yang mengenakan kain sutra di dunia, maka dia tidak akan memakainya di akhirat nanti.
Dan sabda Rasulullah Saw.:
هِيَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ"
Kain sutra itu bagi mereka (orang-orang kafir) di dunia, dan bagi kalian (orang-orang mukmin) kelak di akhirat (di surga).
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سَوَادٍ السَّرْحي، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنِ ابْنِ لَهِيعَة، عَنْ عُقَيْلِ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ أَبَا أُمَامَةَ حَدَّثَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَهُمْ، وَذَكَرَ حُلِيَّ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَقَالَ: "مُسَوَّرُونَ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، مُكَلَّلة بِالدُّرِّ، وَعَلَيْهِمْ أَكَالِيلُ مِنْ دُرّ وَيَاقُوتٍ مُتَوَاصِلَةٌ، وَعَلَيْهِمْ تَاجٌ كَتَاجِ الْمُلُوكِ، شَبَابٌ جُرْدٌ مُردٌ مكحَّلُون".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sawad As-Sarhi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dan Ibnu Lahi'ah, dari Aqil ibnu Khalid, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan, bahwa Abu Umamah r.a. pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada mereka yang antara lain menyebutkan masalah perhiasan (pakaian) yang dikenakan oleh ahli surga. Beliau Saw. bersabda: Mereka mengenakan gelang-gelang yang terbuat dari emas dan perak yang dihiasi dengan intan berlian, dan mereka memakai kalung yang terbuat dari intan mutiara dan yaqut yang diuntai menjadi satu, dan mereka mengenakan mahkota seperti mahkota para raja; mereka semuanya masih muda-muda, berusia sebaya, tampan-tampan lagi bercelak.
**********
Firman Allah Swt.:
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ
Dan mereka berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.” (Fathir: 34)
Yakni hal-hal yang menakutkan. Allah telah melenyapkannya dari kami dan menyelamatkan kami dari apa yang kami takutkan dan kami hindari, yaitu kesusahan-kesusahan di dunia dan di akhirat.
قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لَيْسَ عَلَى أَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَحْشَةٌ فِي قُبُورِهِمْ وَلَا فِي مَنْشَرِهِمْ، وَكَأَنِّي بِأَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا الله" ينفضون التراب عن رؤوسهم، وَيَقُولُونَ:الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada rasa ngeri bagi ahli la ilaha illalldh di dalam kubur mereka dan tidak pula pada hari berbangkit. Seakan-akan aku melihat saat mereka dibangunkan dari kuburnya sedang menepiskan debu dari kepala mereka dan mereka mengucapkan, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.”
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Umar.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَهْبٍ الْكُوفِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "لَيْسَ عَلَى أَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَحْشَةٌ فِي الْمَوْتِ وَلَا فِي قُبُورِهِمْ وَلَا فِي النُّشُورِ. وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِمْ عِنْدَ الصَّيْحَةِ ينفضون رؤوسهم مِنَ التُّرَابِ، يَقُولُونَ:الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Yahya Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdullah ibnu Wahb Al-Kufi, dari Abdul Aziz ibnu Hakim, dari Ibnu umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada rasa takut dan ngeri bagi ahli la ilaha illallah saat menghadapi kematiannya, dan tidak pula dalam kuburnya, tidak pula ketika dibangkitkan. Dan seakan-akan aku melihat mereka saat dibangkitkan sedang menepiskan debu dari kepala mereka, seraya mengucapkan, "Segala puji bagi Allah yang telah melenyapkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
Ibnu Abbas r.a. dan lain-lainnya mengatakan bahwa Allah memberikan ampunan bagi mereka terhadap kebanyakan dari dosa-dosa mereka dan menerima dengan baik betapa pun kecilnya amal-amal kebaikan mereka.
**********
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya. (Fathir: 35)
Mereka mengatakan bahwa Dialah yang telah menempatkan kami kedudukan dan tempat tinggal di surga ini sebagai karunia dan rahmat dari-Nya, sekalipun amal-amal kami tidak sebanding dengan karunia ini. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ". قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ".
Tidaklah amal perbuatan seseorang dari kalian dapat memasukkannya ke dalam surga.” Mereka bertanya, "Dan tidak juga Engkau, Wahai Rasulullah ?” Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak juga diriku terkecuali bila Allah Swt. mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku."
***********
Firman Allah Swt.:
لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tidak pula merasa lesu. (Fathir: 35)
Yakni di dalam surga kami tidak mengalami lagi kelelahan, kelesuan, dan kepayahan, seakan-akan makna yang dimaksud menunjukkan bahwa hal tersebut ditiadakan dari mereka; tiada kelelahan pada tubuh mereka, tiada pula pada arwah mereka; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Yang antara lain ialah dahulu mereka terbiasa mengerjakan ibadah ketika di dunia secara rutin, dan setelah mereka masuk surga kewajiban itu digugurkan dari mereka, kemudian mereka berada di dalam kesenangan yang abadi dan terus-menerus. Allah Swt. berfirman kepada mereka (ahli surga):
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ
Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (Al-Haqah: 24)
وَقَالُوا۟ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَذْهَبَ عَنَّا ٱلْحَزَنَ ۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌۭ شَكُورٌ 34
(34) Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampum lagi Maha Mensyukuri.
(34)
Firman Allah Swt.:
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ
Dan mereka berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.” (Fathir: 34)
Yakni hal-hal yang menakutkan. Allah telah melenyapkannya dari kami dan menyelamatkan kami dari apa yang kami takutkan dan kami hindari, yaitu kesusahan-kesusahan di dunia dan di akhirat.
قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لَيْسَ عَلَى أَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَحْشَةٌ فِي قُبُورِهِمْ وَلَا فِي مَنْشَرِهِمْ، وَكَأَنِّي بِأَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا الله" ينفضون التراب عن رؤوسهم، وَيَقُولُونَ:الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada rasa ngeri bagi ahli la ilaha illalldh di dalam kubur mereka dan tidak pula pada hari berbangkit. Seakan-akan aku melihat saat mereka dibangunkan dari kuburnya sedang menepiskan debu dari kepala mereka dan mereka mengucapkan, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.”
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Umar.
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ وَهْبٍ الْكُوفِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "لَيْسَ عَلَى أَهْلِ "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ" وَحْشَةٌ فِي الْمَوْتِ وَلَا فِي قُبُورِهِمْ وَلَا فِي النُّشُورِ. وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِمْ عِنْدَ الصَّيْحَةِ ينفضون رؤوسهم مِنَ التُّرَابِ، يَقُولُونَ:الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Yahya Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdullah ibnu Wahb Al-Kufi, dari Abdul Aziz ibnu Hakim, dari Ibnu umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak ada rasa takut dan ngeri bagi ahli la ilaha illallah saat menghadapi kematiannya, dan tidak pula dalam kuburnya, tidak pula ketika dibangkitkan. Dan seakan-akan aku melihat mereka saat dibangkitkan sedang menepiskan debu dari kepala mereka, seraya mengucapkan, "Segala puji bagi Allah yang telah melenyapkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
Ibnu Abbas r.a. dan lain-lainnya mengatakan bahwa Allah memberikan ampunan bagi mereka terhadap kebanyakan dari dosa-dosa mereka dan menerima dengan baik betapa pun kecilnya amal-amal kebaikan mereka.
**********
ٱلَّذِىٓ أَحَلَّنَا دَارَ ٱلْمُقَامَةِ مِن فَضْلِهِۦ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌۭ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌۭ 35
(35) Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu".
(35)
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya. (Fathir: 35)
Mereka mengatakan bahwa Dialah yang telah menempatkan kami kedudukan dan tempat tinggal di surga ini sebagai karunia dan rahmat dari-Nya, sekalipun amal-amal kami tidak sebanding dengan karunia ini. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ". قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ".
Tidaklah amal perbuatan seseorang dari kalian dapat memasukkannya ke dalam surga.” Mereka bertanya, "Dan tidak juga Engkau, Wahai Rasulullah ?” Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak juga diriku terkecuali bila Allah Swt. mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku."
***********
Firman Allah Swt.:
لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tidak pula merasa lesu. (Fathir: 35)
Yakni di dalam surga kami tidak mengalami lagi kelelahan, kelesuan, dan kepayahan, seakan-akan makna yang dimaksud menunjukkan bahwa hal tersebut ditiadakan dari mereka; tiada kelelahan pada tubuh mereka, tiada pula pada arwah mereka; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Yang antara lain ialah dahulu mereka terbiasa mengerjakan ibadah ketika di dunia secara rutin, dan setelah mereka masuk surga kewajiban itu digugurkan dari mereka, kemudian mereka berada di dalam kesenangan yang abadi dan terus-menerus. Allah Swt. berfirman kepada mereka (ahli surga):
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الأيَّامِ الْخَالِيَةِ
Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (Al-Haqah: 24)
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لَا يُقْضَىٰ عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا۟ وَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُم مِّنْ عَذَابِهَا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِى كُلَّ كَفُورٍۢ 36
(36) Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir.
(36)
Setelah menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia di dalam surga, maka Allah menceritakan perihal orang-orang yang celaka. Untuk itu Dia berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا
Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati. (Fathir: 36)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَى
dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Al-A'la: 13, Thaha: 74)
Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَمَّا أَهْلُ النَّارِ الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهَا، فَلَا يَمُوتُونَ فِيهَا وَلَا يحيون"
Adapun ahli neraka yang merupakan penghuni tetapnya, maka mereka tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
Dan Allah Swt. berfirman menceritakan keadaan mereka:
وَنَادَوْا يَامَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
Mereka berseru, "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” Dia menjawab, "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)." (Az-Zukhruf: 77)
Keadaan mereka yang demikian itu membuat mereka berpandangan bahwa mati lebih menyenangkan bagi mereka, tetapi tidak ada jalan bagi mereka untuk mati. Allah Swt. telah berfirman:
لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا
Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. (Fathir: 36)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
إِنَّ الْمُجْرِمِينَ فِي عَذَابِ جَهَنَّمَ خَالِدُونَ لَا يُفَتَّرُ عَنْهُمْ وَهُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahannam. Tidak diringankan azab itu dari mereka dan mereka di dalamnya berputus asa. (Az-Zukhruf: 74-75)
كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا
Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya. (Al-Isra: 97)
Dan firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
فَذُوقُوا فَلَنْ نزيدَكُمْ إِلا عَذَابًا
Karena itu, rasakanlah. Dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain azab. (An-Naba: 3)
***********
Kemudian Allah Swt. berfirman:
كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ
Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir. (Fathir: 36)
Maksudnya, inilah pembalasan bagi orang yang kafir kepada Tuhannya dan medustakan perkara yang hak.
Firman Allah Swt.:
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu. (Fathir: 37)
Yakni berseru dan berteriak dengan suara yang keras, memohon kepada Tuhan mereka:
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” (Fathir: 37)
Mereka meminta agar dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal perbuatan yang berlainan dengan yang telah mereka kerjakan di masa lalu. Allah Swt. telah mengetahui bahwa seandainya mereka dikembalikan ke dunia lagi, pastilah mereka akan kembali mengerjakan apa yang dilarang bagi mereka melakukannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar dusta dalam pengakuannya itu. Karena itu, Allah Swt. tidak memperkenankan permintaan mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain yang menceritakan perkataan mereka:
فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا
Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untukkeluar (dari neraka)? Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. (Al-Mu-min: 11-12)
Yaitu Allah tidak akan memperkenankan kalian untuk dikembalikan ke dunia, karena sikap kalian yang demikian. Dan seandainya kalian dikembalikan ke dunia, niscaya kalian akan kembali mengerjakan apa yang dilarang bagi kalian mengerjakannya. Karena itulah disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ
Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? (Fathir: 37)
Artinya, bukankah kamu hidup di dunia dalam masa yang cukup panjang, sehingga andaikata kamu termasuk orang yang mau mengambil manfaat dari perkara yang hak, tentulah kamu dapat memperolehnya dalam usia kalian yang cukup panjang itu ?
Para ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan kadar usia yang dimaksud dalam ayat ini, maka telah diriwayatkan dari Ali ibnul Husain alias Zainul Abidin r.a. Ia pernah mengatakan bahwa kadar usia tersebut adalah tujuh belas tahun.
Qatadah telah mengatakan, "Ketahuilah oleh kalian bahwa panjang usia itu merupakan hujah, maka kami berlindung kepada Allah bila dicela karena usia yang panjang. Allah Swt. telah berfirman: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) Dan sesungguhnya di antara mereka ada yang diberi usia delapan belas tahun.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Galib Asy-Syaibani.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari seorang lelaki, dari Wahb ibnu Munabbih sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) Bahwa usia yang dimaksud adalah dua puluh tahun.
Hasyim telah meriwayatkan dari Mansur, dari Zazan, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir. 37) Yakni empat puluh tahun.
Hasyim telah meriwayatkan pula dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, bahwa ia pernah mengatakan, "Apabila usia seseorang di antara kalian mencapai empat puluh tahun, maka hendaklah ia bersikap lebih hati-hati terhadap Allah Swt."
Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khais'am, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah Swt. terhadap anak Adam, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) adalah empat puluh tahun.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur ini, dari Ibnu Abbas r.a. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Kemudian ia meriwayatkan lagi melalui jalur As-Sauri dan Abdullah ibnu Idris yang keduanya dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah terhadap anak Adam, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir. (Fathir: 37) adalah enam puluh tahun.
Riwayat ini merupakan riwayat yang paling sahih bersumber dari Ibnu Abbas r.a., maknanya pun adalah yang paling sahih; karena ada hadis yang menguatkannya menurut penilaian kami, bukan menurut penilaian Ibnu Jarir yang menduga bahwa hadis tersebut tidak sahih, mengingat di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang harus diselidiki terlebih dahulu predikat sahihnya.
Asbag ibnu Nabatah telah meriwayatkan dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah untuk mencela mereka sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) adalah enam puluh tahun.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي: حَدَّثَنَا دُحَيْم، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْك، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْفَضْلِ الْمَخْزُومِيُّ، عَنِ ابْنِ أَبِي حُسَين الْمَكِّيِّ؛ أَنَّهُ حَدَّثَهُ عَنْ عَطاء -هُوَ ابْنِ أَبِي رَبَاحٍ-عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ قِيلَ: أَيْنَ أَبْنَاءِ السِّتِّينَ؟ وَهُوَ الْعُمُرُ الَّذِي قَالَ اللَّهُ فِيهِ: أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِير
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Dahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Ibrahin ibnul Fadl Al-Makhzumi, dari Ibnu Abu Husain Al-Makki yang menceritakan kepadanya dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat tiba, maka dikatakan, "Di manakah orang-orang yang berusia enam puluh tahun?” Yaitu usia yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya, "Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ali ibnu Syu'aib, dari Ismail ibnu Abu Fudaik dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Tabrani melalui jalur Ibnu Abu Fudaik dengan sanad yang sama. Hadis ini masih perlu penyelidikan yang lebih lanjut untuk menilai kesahihannya, mengingat keadaan Ibrahim ibnul Fadl; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis lain,
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عن رَجُل مِنْ بَنِي غفَار، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى عَبْدٍ أَحْيَاهُ حَتَّى بَلَغَ سِتِّينَ أَوْ سَبْعِينَ سَنَةً، لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَيْهِ، لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَيْهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seorang laki-laki dari Bani Gifar, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah beralasan terhadap seorang hamba yang telah diberi-Nya usia hingga mencapai enam puluh atau tujuh puluh tahun. Sesungguhnya Allah Swt. telah beralasan terhadapnya, sesungguhnya Dia telah beralasan terhadapnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabur Raqaiq, bagian dari kitab sahihnya, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّر، عَنْ عُمَر بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ مَعْن بْنِ مُحَمَّدٍ الغفَاري، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعْذَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى امْرِئٍ أخَّر عُمْرَهُ حَتَّى بَلَّغَه سِتِّينَ سَنَةً".
telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Mutahhir, dari Umar ibnu Ali, dari Ma'an ibnu Muhammad Al-Gifari, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. telah mengemukakan alasan-Nya terhadap seorang hamba yang Dia panjangkan usianya hingga mencapai enam puluh tahun.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa riwayat yang sama diikuti oleh Abu Hazim dan Ibnu Ajian, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.
Adapun yang melalui Abu Hazim disebutkan bahwa Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ الفَزَاريّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَوَّار، أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيُّ الْإِسْكَنْدَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " [مَنْ عَمَّرَه] اللَّهُ سِتِّينَ سَنَةً، فَقَدْ أَعْذَرَ إِلَيْهِ فِي الْعُمْرِ".
telah menceritakan kepada kami Abu Saleh Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdur Rahman ibnu Abdul Qadir Al-Iskandari, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diberi usia enam puluh tahun oleh Allah, maka sesungguhnya Allah telah beralasan terhadapnya karena telah memberinya masa tangguh.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya —juga Imam Nasai— di dalam Kitabur Raqaiq-nya, dari Qutaibah, dari Ya'qub ibnu Abdur Rahman dengan sanad yang sama.
Al-Bazzar telah meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدٍ الْمُقْبِرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْعُمُرُ الَّذِي أَعْذَرَ اللَّهُ فِيهِ إِلَى ابْنِ آدَمَ سِتُّونَ سَنَةً". يَعْنِي: أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Hazim, dari ayahnya, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia yang dijadikan oleh Allah sebagai alasan terhadap anak Adam adalah usia enam puluh tahun. Yang dimaksudkan adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37)
Adapun riwayat mutaba'ah yang dilakukan oleh Ibnu Ajlan diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
فَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو السَّفَرِ يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ قَرْعَةَ بِسَامِرَّاءَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِيِّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بن عَجْلَانَ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَتَتْ عَلَيْهِ سِتُّونَ سَنَةً فَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَيْهِ فِي الْعُمْرِ".
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Safar Yahya ibnu Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Qur'ah di Samara, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajian, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mencapai usia enam puluh tahun, maka sesungguhnya Allah Swt. telah beralasan terhadapnya dalam memberikan masa tangguh.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Khalaf, dari Abu Ma'syar, dari Abu Sa'id Al-Maqbari.
Jalur lain dari Abu Hurairah r.a. diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْفَرَجِ أَبُو عُتْبَة الحِمْصِي، حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا الْمُطَرِّفُ بْنُ مَازِنٍ الْكِنَانِيُّ، حَدَّثَنِي مَعْمَر بْنُ رَاشِدٍ قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الغفَاري يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى صَاحِبِ السِّتِّينَ سَنَةً وَالسَّبْعِينَ".
Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Farj alias Abu Atabah Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Wallid, telah menceritakan kepada kami Al-Mutarrif ibnu Mazin Al-Kannani, telah menceritakan kepadaku Ma'mar ibnu Rasyid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Gifari mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah beralasan terhadap seorang lelaki dalam memberikan masa tangguh terhadapnya melalui usia yang diberikan kepadanya sampai enam puluh atau tujuh puluh tahun.
Hadis ini dinilai sahih melalui jalur-jalur tersebut. Seandainya tidak ada jalur lain kecuali jalur yang dipilih oleh Abu Abdullah alias Imam Bukhari (pakarnya ilmu hadis ini), tentulah hal ini sudah cukup.
Adapun mengenai pendapat Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut mengenai predikatnya, hal ini tidak usah diindahkan karena ada keterangan dari Imam Bukhari yang menilainya sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Sebagian ulama mengatakan bahwa usia yang wajar menurut kalangan para tabib adalah seratus dua puluh tahun. Dengan kata lain, seorang manusia sejak lahirnya terus-menerus bertambah dalam segala hal sampai mencapai usia genap enam puluh tahun, setelah itu barulah menurun dan berkurang serta mencapai usia pikun. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
إذَا بَلَغَ الفتَى ستينَ عَاما ... فَقَدْ ذَهَبَ المَسَرَّةُ والفَتَاءُ
Apabila seorang pemuda mencapai usia enam puluh tahun, maka lenyaplah kesenangan dan usia mudanya (kekuatannya secara berangsur-angsur)
Mengingat masa enam puluh tahun merupakan usia yang dijadikan alasan oleh Allah Swt. terhadap hamba-hamba-Nya dan dijadikan oleh-Nya sebagai hujah terhadap mereka. Maka batas itulah yang dijadikan patokan bagi kebanyakan usia umat ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis.
قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَن يَجُوزُ ذَلِكَ".
Al-Hasan ibnu Arafah rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia (rata-rata) umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sedikit dari mereka yang melampaui usia tersebut.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah di dalam Kitab Zuhud, dari Al-Hasan ibnu Arafah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan melalui jalur ini.
Ini merupakan hal yang aneh dari sikap Imam Turmuzi, karena sesungguhnya Abu Bakar ibnu Abud Dunia telah meriwayatkannya melalui jalur lain dan sanad yang lebih bermuara sampai kepada Abu Hurairah.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ كَامِلٍ أَبِي الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Amr, dari Muhammad ibnu Rabi'ah, dari Kamil Abul Ala, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan sedikit di antara mereka yang melampaui usia tersebut.
Imam Turmuzi pun telah meriwayatkannya pula di dalam Kitab Zuhud melalui Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, dari Muhammad ibnu Rabi'ah dengan lafaz yang sama, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila melalui riwayat Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah dengan teks yang sama dalam dua tempat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْك، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْفَضْلِ -مَوْلَى بَنِي مَخْزُومٍ-عَنِ المَقْبُريّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مُعْتَرك الْمَنَايَا مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ".
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Musa Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnul Fadl maula Bani Makhzum, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kematian menyerang di antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun.
Dalam sanad yang sama disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَقَلُّ أُمَّتِي أَبْنَاءُ سَبْعِينَ".
Sedikit dari kalangan umatku yang berusia tujuh puluh tahun.
Sanad hadis berpredikat daif.
Hadis lain yang semakna diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya.
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هَانِئٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَطَرٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ رِبْعِي عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْبِئْنَا بِأَعْمَارِ أُمَّتِكَ. قَالَ: "مَا بَيْنَ الْخَمْسِينَ إِلَى السِّتِّينَ" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَبْنَاءُ السَّبْعِينَ؟ قَالَ: "قَلّ مَنْ يَبْلُغُهَا مِنْ أُمَّتِي، رَحِمَ اللَّهُ أَبْنَاءَ السَّبْعِينَ، وَرَحِمَ اللَّهُ أَبْنَاءَ الثَّمَانِينَ".
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, dari Usman ibnu Matar, dari Abu Malik, dari Rab'i, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami batas maksimal usia umatmu?" Rasulullah Saw. menjawab: "Antara lima puluh sampai enam puluh.” Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang-orang yang berusia tujuh puluh tahun?” Beliau Saw. menjawab, "Sedikit dari kalangan umatku yang mencapai usia tujuh puluh tahun; semoga Allah merahmati orang-orang yang berusia tujuh puluh tahun, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang berusia delapan puluh tahun.”Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkan dengan lafaz ini selain dari sanad ini, dan Usman ibnu Matar adalah seorang ulama dari Basrah, predikatnya kurang kuat.
Di dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. hidup dalam usia enam puluh tiga tahun, pendapat yang lainnya mengatakan enam puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi enam puluh lima tahun. Akan tetapi, pendapat yang terkenal adalah pendapat yang pertama, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*************
Firman Allah Swt.:
وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ
dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan ? (Fathir: 37)
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., Ikrimah, Abu Ja'far Al-Baqir, Qatadah, Sufyan ibnu Uyaynah, bahwa mereka mengatakan yang dimaksud dengan nazir dalam ayat ini ialah uban (usia tua).
As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nazir ialah Rasulullah Saw. Dan Ibnu Zaid sesudah mengatakan pendapatnya membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:
هَذَا نَذِيرٌ مِنَ النُّذُرِ الأولَى
Ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan di antara pemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. (An-Najm: 56)
Pendapat inilah yang.sahih dari Qatadah menurut apa yang diriwayat oleh Syaiban darinya, bahwa Qatadah telah mengatakan, "Allah mengemukakan alasan dan hujah-Nya terhadap mereka dengan usia dan para rasul."
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan pendapat inilah yang kuat, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَنَادَوْا يَامَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ لَقَدْ جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
Mereka berseru, "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” Dia menjawab, "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu, tetapi kebanyakan di antara kamu benci kepada kebenaran itu. (Az-Zukhruf: 77-78)
Yakni sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada kalian kebenaran itu melalui lisan para rasul, ternyata kalian menolak dan menentangnya. Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نزلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلا فِي ضَلالٍ كَبِيرٍ
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?”Mereka menjawab, "Benar ada, "sesungguhnya telah dalang kepada kami seorang pemberi peringatan, namun kami mendustakannya dan kami katakan, "Allah tidak menurunkan sesuatu pun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” (Al-Mulk: 8-9)
***********
Adapun firman Allah Swt.:
فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Fathir: 37)
Yakni rasakanlah oleh kalian azab neraka ini sebagai pembalasan dari perbuatan kalian yang menentang para nabi selama kalian hidup di dunia, maka pada hari ini kalian tidak akan dapat seorang penolong pun yang menyelamatkan kalian dari azab, siksaan, dan belenggu-belenggu yang mengungkung kalian sekarang.
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا غَيْرَ ٱلَّذِى كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ ٱلنَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا۟ فَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٍ 37
(37) Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.
(37)
Firman Allah Swt.:
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu. (Fathir: 37)
Yakni berseru dan berteriak dengan suara yang keras, memohon kepada Tuhan mereka:
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” (Fathir: 37)
Mereka meminta agar dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal perbuatan yang berlainan dengan yang telah mereka kerjakan di masa lalu. Allah Swt. telah mengetahui bahwa seandainya mereka dikembalikan ke dunia lagi, pastilah mereka akan kembali mengerjakan apa yang dilarang bagi mereka melakukannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar dusta dalam pengakuannya itu. Karena itu, Allah Swt. tidak memperkenankan permintaan mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain yang menceritakan perkataan mereka:
فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا
Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untukkeluar (dari neraka)? Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. (Al-Mu-min: 11-12)
Yaitu Allah tidak akan memperkenankan kalian untuk dikembalikan ke dunia, karena sikap kalian yang demikian. Dan seandainya kalian dikembalikan ke dunia, niscaya kalian akan kembali mengerjakan apa yang dilarang bagi kalian mengerjakannya. Karena itulah disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ
Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? (Fathir: 37)
Artinya, bukankah kamu hidup di dunia dalam masa yang cukup panjang, sehingga andaikata kamu termasuk orang yang mau mengambil manfaat dari perkara yang hak, tentulah kamu dapat memperolehnya dalam usia kalian yang cukup panjang itu ?
Para ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan kadar usia yang dimaksud dalam ayat ini, maka telah diriwayatkan dari Ali ibnul Husain alias Zainul Abidin r.a. Ia pernah mengatakan bahwa kadar usia tersebut adalah tujuh belas tahun.
Qatadah telah mengatakan, "Ketahuilah oleh kalian bahwa panjang usia itu merupakan hujah, maka kami berlindung kepada Allah bila dicela karena usia yang panjang. Allah Swt. telah berfirman: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) Dan sesungguhnya di antara mereka ada yang diberi usia delapan belas tahun.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Galib Asy-Syaibani.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari seorang lelaki, dari Wahb ibnu Munabbih sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) Bahwa usia yang dimaksud adalah dua puluh tahun.
Hasyim telah meriwayatkan dari Mansur, dari Zazan, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir. 37) Yakni empat puluh tahun.
Hasyim telah meriwayatkan pula dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, bahwa ia pernah mengatakan, "Apabila usia seseorang di antara kalian mencapai empat puluh tahun, maka hendaklah ia bersikap lebih hati-hati terhadap Allah Swt."
Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khais'am, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah Swt. terhadap anak Adam, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) adalah empat puluh tahun.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur ini, dari Ibnu Abbas r.a. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Kemudian ia meriwayatkan lagi melalui jalur As-Sauri dan Abdullah ibnu Idris yang keduanya dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah terhadap anak Adam, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir. (Fathir: 37) adalah enam puluh tahun.
Riwayat ini merupakan riwayat yang paling sahih bersumber dari Ibnu Abbas r.a., maknanya pun adalah yang paling sahih; karena ada hadis yang menguatkannya menurut penilaian kami, bukan menurut penilaian Ibnu Jarir yang menduga bahwa hadis tersebut tidak sahih, mengingat di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang harus diselidiki terlebih dahulu predikat sahihnya.
Asbag ibnu Nabatah telah meriwayatkan dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah untuk mencela mereka sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37) adalah enam puluh tahun.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي: حَدَّثَنَا دُحَيْم، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْك، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْفَضْلِ الْمَخْزُومِيُّ، عَنِ ابْنِ أَبِي حُسَين الْمَكِّيِّ؛ أَنَّهُ حَدَّثَهُ عَنْ عَطاء -هُوَ ابْنِ أَبِي رَبَاحٍ-عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ قِيلَ: أَيْنَ أَبْنَاءِ السِّتِّينَ؟ وَهُوَ الْعُمُرُ الَّذِي قَالَ اللَّهُ فِيهِ: أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِير
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Dahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Ibrahin ibnul Fadl Al-Makhzumi, dari Ibnu Abu Husain Al-Makki yang menceritakan kepadanya dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Apabila hari kiamat tiba, maka dikatakan, "Di manakah orang-orang yang berusia enam puluh tahun?” Yaitu usia yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya, "Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ali ibnu Syu'aib, dari Ismail ibnu Abu Fudaik dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Tabrani melalui jalur Ibnu Abu Fudaik dengan sanad yang sama. Hadis ini masih perlu penyelidikan yang lebih lanjut untuk menilai kesahihannya, mengingat keadaan Ibrahim ibnul Fadl; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis lain,
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عن رَجُل مِنْ بَنِي غفَار، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى عَبْدٍ أَحْيَاهُ حَتَّى بَلَغَ سِتِّينَ أَوْ سَبْعِينَ سَنَةً، لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَيْهِ، لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَيْهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seorang laki-laki dari Bani Gifar, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah beralasan terhadap seorang hamba yang telah diberi-Nya usia hingga mencapai enam puluh atau tujuh puluh tahun. Sesungguhnya Allah Swt. telah beralasan terhadapnya, sesungguhnya Dia telah beralasan terhadapnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabur Raqaiq, bagian dari kitab sahihnya, disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّر، عَنْ عُمَر بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ مَعْن بْنِ مُحَمَّدٍ الغفَاري، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعْذَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى امْرِئٍ أخَّر عُمْرَهُ حَتَّى بَلَّغَه سِتِّينَ سَنَةً".
telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Mutahhir, dari Umar ibnu Ali, dari Ma'an ibnu Muhammad Al-Gifari, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. telah mengemukakan alasan-Nya terhadap seorang hamba yang Dia panjangkan usianya hingga mencapai enam puluh tahun.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa riwayat yang sama diikuti oleh Abu Hazim dan Ibnu Ajian, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw.
Adapun yang melalui Abu Hazim disebutkan bahwa Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ الفَزَاريّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَوَّار، أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيُّ الْإِسْكَنْدَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " [مَنْ عَمَّرَه] اللَّهُ سِتِّينَ سَنَةً، فَقَدْ أَعْذَرَ إِلَيْهِ فِي الْعُمْرِ".
telah menceritakan kepada kami Abu Saleh Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdur Rahman ibnu Abdul Qadir Al-Iskandari, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diberi usia enam puluh tahun oleh Allah, maka sesungguhnya Allah telah beralasan terhadapnya karena telah memberinya masa tangguh.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya —juga Imam Nasai— di dalam Kitabur Raqaiq-nya, dari Qutaibah, dari Ya'qub ibnu Abdur Rahman dengan sanad yang sama.
Al-Bazzar telah meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدٍ الْمُقْبِرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْعُمُرُ الَّذِي أَعْذَرَ اللَّهُ فِيهِ إِلَى ابْنِ آدَمَ سِتُّونَ سَنَةً". يَعْنِي: أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Hazim, dari ayahnya, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia yang dijadikan oleh Allah sebagai alasan terhadap anak Adam adalah usia enam puluh tahun. Yang dimaksudkan adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir: 37)
Adapun riwayat mutaba'ah yang dilakukan oleh Ibnu Ajlan diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
فَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو السَّفَرِ يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ قَرْعَةَ بِسَامِرَّاءَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِيِّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بن عَجْلَانَ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَتَتْ عَلَيْهِ سِتُّونَ سَنَةً فَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَيْهِ فِي الْعُمْرِ".
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Safar Yahya ibnu Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Qur'ah di Samara, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajian, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mencapai usia enam puluh tahun, maka sesungguhnya Allah Swt. telah beralasan terhadapnya dalam memberikan masa tangguh.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Khalaf, dari Abu Ma'syar, dari Abu Sa'id Al-Maqbari.
Jalur lain dari Abu Hurairah r.a. diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْفَرَجِ أَبُو عُتْبَة الحِمْصِي، حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا الْمُطَرِّفُ بْنُ مَازِنٍ الْكِنَانِيُّ، حَدَّثَنِي مَعْمَر بْنُ رَاشِدٍ قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الغفَاري يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى صَاحِبِ السِّتِّينَ سَنَةً وَالسَّبْعِينَ".
Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Farj alias Abu Atabah Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Wallid, telah menceritakan kepada kami Al-Mutarrif ibnu Mazin Al-Kannani, telah menceritakan kepadaku Ma'mar ibnu Rasyid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Gifari mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah beralasan terhadap seorang lelaki dalam memberikan masa tangguh terhadapnya melalui usia yang diberikan kepadanya sampai enam puluh atau tujuh puluh tahun.
Hadis ini dinilai sahih melalui jalur-jalur tersebut. Seandainya tidak ada jalur lain kecuali jalur yang dipilih oleh Abu Abdullah alias Imam Bukhari (pakarnya ilmu hadis ini), tentulah hal ini sudah cukup.
Adapun mengenai pendapat Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut mengenai predikatnya, hal ini tidak usah diindahkan karena ada keterangan dari Imam Bukhari yang menilainya sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Sebagian ulama mengatakan bahwa usia yang wajar menurut kalangan para tabib adalah seratus dua puluh tahun. Dengan kata lain, seorang manusia sejak lahirnya terus-menerus bertambah dalam segala hal sampai mencapai usia genap enam puluh tahun, setelah itu barulah menurun dan berkurang serta mencapai usia pikun. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
إذَا بَلَغَ الفتَى ستينَ عَاما ... فَقَدْ ذَهَبَ المَسَرَّةُ والفَتَاءُ
Apabila seorang pemuda mencapai usia enam puluh tahun, maka lenyaplah kesenangan dan usia mudanya (kekuatannya secara berangsur-angsur)
Mengingat masa enam puluh tahun merupakan usia yang dijadikan alasan oleh Allah Swt. terhadap hamba-hamba-Nya dan dijadikan oleh-Nya sebagai hujah terhadap mereka. Maka batas itulah yang dijadikan patokan bagi kebanyakan usia umat ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis.
قَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَن يَجُوزُ ذَلِكَ".
Al-Hasan ibnu Arafah rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia (rata-rata) umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sedikit dari mereka yang melampaui usia tersebut.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah di dalam Kitab Zuhud, dari Al-Hasan ibnu Arafah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan melalui jalur ini.
Ini merupakan hal yang aneh dari sikap Imam Turmuzi, karena sesungguhnya Abu Bakar ibnu Abud Dunia telah meriwayatkannya melalui jalur lain dan sanad yang lebih bermuara sampai kepada Abu Hurairah.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ كَامِلٍ أَبِي الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Amr, dari Muhammad ibnu Rabi'ah, dari Kamil Abul Ala, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Usia umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan sedikit di antara mereka yang melampaui usia tersebut.
Imam Turmuzi pun telah meriwayatkannya pula di dalam Kitab Zuhud melalui Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, dari Muhammad ibnu Rabi'ah dengan lafaz yang sama, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila melalui riwayat Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah dengan teks yang sama dalam dua tempat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْك، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْفَضْلِ -مَوْلَى بَنِي مَخْزُومٍ-عَنِ المَقْبُريّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مُعْتَرك الْمَنَايَا مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ".
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Musa Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnul Fadl maula Bani Makhzum, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kematian menyerang di antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun.
Dalam sanad yang sama disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَقَلُّ أُمَّتِي أَبْنَاءُ سَبْعِينَ".
Sedikit dari kalangan umatku yang berusia tujuh puluh tahun.
Sanad hadis berpredikat daif.
Hadis lain yang semakna diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya.
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هَانِئٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَطَرٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ رِبْعِي عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْبِئْنَا بِأَعْمَارِ أُمَّتِكَ. قَالَ: "مَا بَيْنَ الْخَمْسِينَ إِلَى السِّتِّينَ" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَبْنَاءُ السَّبْعِينَ؟ قَالَ: "قَلّ مَنْ يَبْلُغُهَا مِنْ أُمَّتِي، رَحِمَ اللَّهُ أَبْنَاءَ السَّبْعِينَ، وَرَحِمَ اللَّهُ أَبْنَاءَ الثَّمَانِينَ".
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, dari Usman ibnu Matar, dari Abu Malik, dari Rab'i, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami batas maksimal usia umatmu?" Rasulullah Saw. menjawab: "Antara lima puluh sampai enam puluh.” Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang-orang yang berusia tujuh puluh tahun?” Beliau Saw. menjawab, "Sedikit dari kalangan umatku yang mencapai usia tujuh puluh tahun; semoga Allah merahmati orang-orang yang berusia tujuh puluh tahun, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang berusia delapan puluh tahun.”Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkan dengan lafaz ini selain dari sanad ini, dan Usman ibnu Matar adalah seorang ulama dari Basrah, predikatnya kurang kuat.
Di dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. hidup dalam usia enam puluh tiga tahun, pendapat yang lainnya mengatakan enam puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi enam puluh lima tahun. Akan tetapi, pendapat yang terkenal adalah pendapat yang pertama, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*************
Firman Allah Swt.:
وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ
dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan ? (Fathir: 37)
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., Ikrimah, Abu Ja'far Al-Baqir, Qatadah, Sufyan ibnu Uyaynah, bahwa mereka mengatakan yang dimaksud dengan nazir dalam ayat ini ialah uban (usia tua).
As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nazir ialah Rasulullah Saw. Dan Ibnu Zaid sesudah mengatakan pendapatnya membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:
هَذَا نَذِيرٌ مِنَ النُّذُرِ الأولَى
Ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan di antara pemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. (An-Najm: 56)
Pendapat inilah yang.sahih dari Qatadah menurut apa yang diriwayat oleh Syaiban darinya, bahwa Qatadah telah mengatakan, "Allah mengemukakan alasan dan hujah-Nya terhadap mereka dengan usia dan para rasul."
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan pendapat inilah yang kuat, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَنَادَوْا يَامَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ لَقَدْ جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
Mereka berseru, "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” Dia menjawab, "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu, tetapi kebanyakan di antara kamu benci kepada kebenaran itu. (Az-Zukhruf: 77-78)
Yakni sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada kalian kebenaran itu melalui lisan para rasul, ternyata kalian menolak dan menentangnya. Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نزلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلا فِي ضَلالٍ كَبِيرٍ
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?”Mereka menjawab, "Benar ada, "sesungguhnya telah dalang kepada kami seorang pemberi peringatan, namun kami mendustakannya dan kami katakan, "Allah tidak menurunkan sesuatu pun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” (Al-Mulk: 8-9)
***********
Adapun firman Allah Swt.:
فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Fathir: 37)
Yakni rasakanlah oleh kalian azab neraka ini sebagai pembalasan dari perbuatan kalian yang menentang para nabi selama kalian hidup di dunia, maka pada hari ini kalian tidak akan dapat seorang penolong pun yang menyelamatkan kalian dari azab, siksaan, dan belenggu-belenggu yang mengungkung kalian sekarang.
إِنَّ ٱللَّهَ عَٰلِمُ غَيْبِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ 38
(38) Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.
(38)
Allah Swt. menyebutkan tentang pengetahuan-Nya yang meliputi semua yang gaib di langit dan yang di bumi, dan bahwa Dia mengetahui semua yang tersembunyi di balik rahasia-rahasia dan apa yang disembunyikan di dalam hati, dan kelak Dia akan membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ فِي الأرْضِ
Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. (Fathir: 39)
Yakni suatu kaum menggantikan kaum yang lain sebelum mereka dan suatu generasi datang menggantikan generasi yang sebelumnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ
dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi (An-Naml: 62)
Adapun firman Allah Swt.:
فَمَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ
Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. (Fathir: 39)
Yakni sesungguhnya akibat dari perbuatan kafirnya itu akan memudaratkan dirinya sendiri, bukan orang lain.
وَلا يَزِيدُ الْكَافِرِينَ كُفْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِلا مَقْتًا
Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya. (Fathir: 39)
Yakni selama mereka berada dalam kekufurannya, maka Allah terus-menerus murka terhadap mereka, dan selama mereka masih tetapi kafir, mereka merugikan dirinya sendiri dan keluarganya kelak di hari kiamat. Berbeda keadaannya dengan orang-orang mukmin, karena sesungguhnya manakala seseorang dari mereka diberi usia panjang dan beramal baik, maka derajatnya makin tinggi, begitu pula kedudukannya di dalam surga' Pahala yang diterimanya bertambah dan Tuhan yang menciptakannya makin mencintai dan menyukainya.