2 - البقرة - Al-Baqara
The Cow
Medinan
وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمُ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ وَتَثْبِيتًۭا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍۭ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌۭ فَـَٔاتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌۭ فَطَلٌّۭ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ 265
(265) Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
(265)
Ayat ini mengandung perumpamaan mengenai orang-orang mukmin yang membelanjakan hartanya demi memperoleh rida Allah, agar Allah rida kepada diri mereka.
وَتَثْبِيتاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ
dan untuk keteguhan jiwa mereka. (Al-Baqarah: 265)
Yakni sedangkan mereka merasa yakin dan pasti bahwa Allah Swt. akan membalas amal perbuatan mereka dengan balasan pahala yang berlimpah (sehingga hati mereka menjadi teguh).
Semakna dengan ayat ini adalah sebuah hadis sahih yang muttafaq 'alaih (disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim predikat sahihnya), disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا»
Barang siapa yang puasa bulan Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala (rida) Allah....
Yakni dengan penuh keimanan bahwa Allah-lah yang mensyariatkan ibadah puasa dan Dia pasti membalas dengan pahala di slsi-Nya.
Menurut Asy-Sya'bi, makna firman-Nya: dan untuk keteguhan jiwa mereka. (Al-Baqarah: 265). Artinya percaya dan yakin, sebagai ungkapan yakin dan percaya dirinya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Abu Saleh, dan Ibnu Zaid. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut Mujahid dan Al-Hasan, mereka meneliti ke manakah mereka mengalokasikan sedekah mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ
seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi. (Al-Baqarah: 265)
Yaitu seperti sebuah kebun yang ada di atas bukit Ar-rabwah, menurut jumhur ulama artinya tempat yang tinggi, yakni dataran tinggi. Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak ditambahkan bahwa di samping itu mengalir padanya sungai-sungai.
Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan lafaz rabwah ini ada tiga dialek, yakni tiga bacaan mengenainya. Ada yang membacanya rubwah dengan huruf ra yang di-dammah-kan, menurut qiraat kebanyakan ulama Madinah, Hijaz, dan Irak. Ada yang membacanya rabwah, menurut qiraat ulama negeri Syam dan Kufah. Menurut suatu pendapat, bacaan ini menurut dialek Bani Tamim. Ada yang membacanya ribwah dengan memakai huruf ra yang di-kasrah-kan, menurut suatu pendapat hal ini merupakan qiraat Ibnu Abbas.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَصابَها وابِلٌ
yang disiram oleh hujan lebat. (Al-Baqarah: 265)
Yang dimaksud dengan wabil adalah hujan yang deras, seperti keterangan yang telah disebutkan sebelumnya.
فَآتَتْ أُكُلَها ضِعْفَيْنِ
maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. (Al-Baqarah: 265)
Yang dimaksud dengan ukul ialah buahnya. Ia mendatangkan buahnya dua kali lipat dibandingkan dengan hasil kebun lainnya.
فَإِنْ لَمْ يُصِبْها وابِلٌ فَطَلٌّ
Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). (Al-Baqarah: 265)
Menurut Ad-Dahhak, yang dimaksud dengan lafaz fatallun ialah rintik-rintik, yakni hujan gerimis. Dengan kata lain, kebun yang ada di tempat yang tinggi ini tidak pernah gersang selamanya. Karena jika tidak disirami oleh hujan yang lebat, maka ada hujan gerimis, dan hujan gerimis pun sudah cukup baginya. Demikian pula amal orang mukmin, tidak pernah sia-sia, melainkan diterima oleh Allah dan diperbanyak pahalanya serta dikembangkan sesuai dengan jerih payah setiap orang yang beramal. Karena itulah pada penghujung ayat ini disebutkan:
وَاللَّهُ بِما تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat. (Al-Baqarah: 265)
Yakni tiada sesuatu pun dari amal perbuatan hamba-hamba-Nya yang samar bagi-Nya.
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَن تَكُونَ لَهُۥ جَنَّةٌۭ مِّن نَّخِيلٍۢ وَأَعْنَابٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ لَهُۥ فِيهَا مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ وَأَصَابَهُ ٱلْكِبَرُ وَلَهُۥ ذُرِّيَّةٌۭ ضُعَفَآءُ فَأَصَابَهَآ إِعْصَارٌۭ فِيهِ نَارٌۭ فَٱحْتَرَقَتْ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ 266
(266) Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.
(266)
Imam Bukhari meriwayatkan sehubungan dengan tafsir ayat ini, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yakni Ibnu Yusuf), dari Ibnu Juraij, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abu Mulaikah menceritakan asar berikut dari Ibnu Abbas, dan ia pernah mendengar pula dari saudaranya (yaitu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah) menceritakan asar berikut dari Ubaid ibnu Umair yang menceritakan bahwa pada suatu hari Khalifah Umar ibnul Khattab pernah bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi Saw. mengenai orang yang dimaksud di dalam ayat berikut, yaitu firman-Nya: Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur. (Al-Baqarah: 266) Mereka menjawab bahwa Allah lebih mengetahui tentang maksudnya. Maka Khalifah Umar marah dan mengatakan, "Katakanlah oleh kalian, 'Kami mengetahui atau kami tidak mengetahui'." Maka Ibnu Abbas berkata, "Hai Amirul Mukminin, aku mengetahui sedikit mengenainya." Maka Umar r.a. berkata, "Katakanlah hai anak saudaraku, janganlah kamu merasa rendah diri." Ibnu Abbas berkata, "Makna ayat ini mengandung perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan suatu amal perbuatan." Khalifah Umar bertanya, "Amal apakah yang kamu maksudkan?" Ibnu Abbas menjawab bahwa hal itu ditujukan kepada seorang lelaki yang kaya, lalu ia beramal untuk ketaatan kepada Allah. Kemudian Allah mengirimkan setan kepadanya, akhirnya ia melakukan perbuatan-perbuatan maksiat hingga menghabiskan semua pahala amal kebaikannya.
Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Muhammad Az-Za'farani, dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Ibnu Juraij. Asar ini termasuk salah satu di antara hadis yang hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri. Makna hadis ini sudah cukup sebagai tafsir dari ayat ini, yang kesimpulannya menjelaskan perumpamaan suatu amal yang baik pada permulaannya, kemudian sesudah itu keadaannya berbalik, orang yang bersangkutan mengubah sepak terjangnya hingga amal baik diganti dengan amal buruk. Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti ini. Amalnya yang terakhir menghapuskan semua upaya amal saleh yang telah mendahuluinya, lalu ia memerlukan kembali sesuatu dari amal saleh yang pertama dalam keadaan yang sempit, akhirnya ia tidak dapat menghasilkannya, padahal ia sangat memerlukan amal salehnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
فَأَصابَها إِعْصارٌ فِيهِ نارٌ فَاحْتَرَقَتْ
kemudian datanglah masa tua pada orang itu, sedangkan dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah kebunnya itu. (Al-Baqarah: 266)
Yang dimaksud dengan lafaz i'sar ialah angin yang kuat lagi keras. Angin tersebut mengandung panasnya api hingga terbakarlah semua buah berikut pepohonannya. Maka dapat digambarkan bagaimanakah keadaannya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah membuat suatu perumpamaan dengan cara yang baik, dan memang semua perumpamaan-Nya adalah baik.
*******************
Allah Swt. berfirman:
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ لَهُ فِيها مِنْ كُلِّ الثَّمَراتِ
Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan. (Al-Baqarah: 266).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal tersebut dibuatkan oleh Allah untuknya di saat ia masih berusia muda.
وَأَصابَهُ الْكِبَرُ
kemudian datanglah masa tua pada orang itu. (Al-Baqarah: 266)
sedangkan anak-anak dan keturunannya masih lemah di saat ia berada di penghujung usianya. Lalu datanglah angin topan yang mengandung api hingga terbakarlah semua kebunnya, sedangkan dia tidak lagi memlliki kemampuan dan kekuatan untuk menggarap kembali lahan kebunnya itu; sementara itu di kalangan keturunannya tiada seorang pun yang dapat diandalkan. Maka demikianlah keadaan orang kafir di hari kiamat kelak; jika ia dikembalikan kepada Allah Swt., maka ia tidak mempunyai suatu kebaikan pun yang dapat diandalkannya.
Sebagaimana ia pun tidak memiliki kekuatan yang dengan kekuatan itu ia dapat menggarap kebunnya kembali seperti keadaan semula. Dia tidak menemukan suatu kebaikan pun pada kebunnya itu yang bermanfaat bagi dirinya, seperti halnya keadaan anak-anaknya yang tidak dapat diharapkan lagi di saat dia sangat memerlukan pertolongan mereka. Sedangkan keadaan kebunnya tidak dapat diharapkan lagi di saat usianya telah tua dan keadaan keturunannya masih lemah, belum dapat berbuat banyak yang berarti.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Rasulullah Saw. acapkali bersabda dalam doanya:
«اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَوْسَعَ رِزْقِكَ عَلَيَّ عِنْدَ كِبَرِ سِنِّي وَانْقِضَاءِ عُمُرِي»
Ya Allah, jadikanlah rezekiku yang paling lapang di saat usiaku telah tua dan ketika aku berada di penghujung usiaku.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآياتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian memikirkannya. (Al-Baqarah: 266)
Yakni agar kalian mengambil pelajaran dan memahami perum-pamaan-perumpamaan serta makna-makna yang tersirat di dalamnya dan kalian memahaminya dengan benar sesuai dengan makna yang dimaksud. Perihalnya sama dengan yang diungkapkan oleh ayat lain-nya, yaitu firman-Nya:
وَتِلْكَ الْأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ وَما يَعْقِلُها إِلَّا الْعالِمُونَ
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut 43)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ 267
(267) Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(267)
Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berinfak. Yang dimaksud dengan infak dalam ayat ini ialah bersedekah. Menurut Ibnu Abbas, sedekah harus diberikan dari harta yang baik (yang halal) yang dihasilkan oleh orang yang bersangkutan.
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan hasil usaha ialah berdagang; Allah telah memudahkan cara berdagang bagi mereka. Menurut Ali dan As-Saddi, makna firman-Nya: dari hasil usaha kalian yang baik. (Al-Baqarah: 267), Yakni emas dan perak, juga buah-buahan serta hasil panen yang telah ditumbuhkan oleh Allah di bumi untuk mereka.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada mereka untuk berinfak dari sebagian harta mereka yang baik, yang paling disukai dan paling disayang. Allah melarang mereka mengeluarkan sedekah dari harta mereka yang buruk dan jelek serta berkualitas rendah; karena sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ
Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya. (Al-Baqarah: 267)
Yakni janganlah kalian sengaja memilih yang buruk-buruk. Seandainya kalian diberi yang buruk-buruk itu, niscaya kalian sendiri tidak mau menerimanya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Allah Mahakaya terhadap hal seperti itu dari kalian, maka janganlah kalian menjadikan untuk Allah apa-apa yang tidak kalian sukai.
Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267), Yakni janganlah kalian menyimpang dari barang yang halal, lalu dengan sengaja mengambil barang yang haram, kemudian barang yang haram itu kalian jadikan sebagai nafkah kalian.
Sehubungan dengan ayat ini ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُرّة الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "إن اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّينَ إِلَّا لِمَنْ أحبَّ، فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُسْلِمُ عَبْدٌّ حَتَّى يُسلِمَ قلبُه وَلِسَانُهُ، وَلَا يُؤْمِنُ حَتَّى يَأْمَنَ جارُه بَوَائِقَهُ". قَالُوا: وَمَا بَوَائِقُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟. قَالَ: "غَشَمُه وَظُلْمُهُ، وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ فينفقَ مِنْهُ فيباركَ لَهُ فِيهِ، وَلَا يتصدقُ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ، وَلَا يَتْرُكُهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ، إِنَّ اللَّهَ لَا يَمْحُو السَّيِّئَ بِالسَّيِّئِ، وَلَكِنْ يَمْحُو السَّيِّئَ بِالْحَسَنِ، إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يَمْحُو الْخَبِيثَ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Ishaq, dari As-Sabbah ibnu Muhammad, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah membagikan di antara kalian akhlak-akhlak kalian, sebagaimana Dia telah membagi-bagi di antara kalian rezeki-rezeki kalian. Dan sesungguhnya Allah memberikan dunia ini kepada semua orang, baik yang disukai-Nya ataupun yang tidak disukai-Nya. Tetapi Allah tidak memberikan agama kecuali kepada orang yang disukai-Nya. Maka barang siapa yang dianugerahi agama oleh Allah, berarti Allah mencintainya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seorang hamba masih belum Islam sebelum kalbu dan lisannya Islam, dan masih belum beriman sebelum tetangga-tetangganya merasa aman dari ulahnya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Nabi Allah, apakah yang dimaksud dengan bawa'iqahu?" Nabi Saw. menjawab, "Tipuan dan perbuatan aniayanya. Dan tidak sekali-kali seorang hamba mencari usaha dari cara yang diharamkan, lalu ia menginfakkannya dan mendapat berkah dari infaknya itu. Dan tidak sekali-kali ia menyedekahkannya, lalu sedekahnya diterima darinya. Dan tidak sekali-kali ia meninggalkannya di belakang punggungnya (yakni menyimpannya), melainkan hartanya itu kelak menjadi bekal baginya di neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapus yang buruk dengan yang buruk lagi, melainkan Dia menghapus yang buruk dengan yang baik. Sesungguhnya hal yang buruk itu tidak dapat menghapuskan keburukan lainnya."
Akan tetapi, pendapat yang sahih adalah pendapat yang pertama tadi.
Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Umar Al-Abqari, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Asbat, dari As-Saddi, dari Addi ibnu Sabit, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan ja-nganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267), hingga akhir ayat. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Ansar. Dahulu orang-orang Ansar apabila tiba masa panen buah kurma, mereka mengeluarkan buah kurma yang belum masak benar (yang disebut busr) dari kebun kurmanya. Lalu mereka menggantungkannya di antara kedua tiang masjid dengan tali, yaitu di masjid Rasul. Maka orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin makan buah kurma itu. Lalu ada seorang lelaki dari kalangan mereka (kaum Ansar) dengan sengaja mencampur kurma yang buruk dengan busr (agar tidak kelihatan), ia menduga bahwa hal itu diperbolehkan. Maka turunlah firman Allah berkenaan dengan orang yang berbuat demikian, yaitu: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267)
Kemudian Ibnu Jarir, Ibnu Majah, dan Ibnu Murdawaih serta Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui As-Saddi, dari Addi ibnu Sabit, dari Al-Barra meriwayatkan hal yang semisal. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini berpredikat sahih dengan syarat Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkan hadis ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari As-Saddi, dari Abu Malik, dari Al-Barra r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Al-Barra r.a. mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami (kalangan Ansar); di antara kami ada orang-orang yang memiliki kebun kurma. Seseorang dari kami biasa mendatangkan sebagian dari hasil buah kurmanya sesuai dengan kadar yang dimilikinya; ada yang banyak, dan ada yang sedikit. Kemudian ada seorang lelaki (dari kalangan Ansar) datang dengan membawa buah kurma yang buruk, lalu menggantungkannya di masjid. Sedangkan golongan suffah (fakir miskin) tidak mempunyai makanan; seseorang di antara mereka apabila lapar datang, lalu memukulkan tongkatnya pada gantungan buah kurma yang ada di masjid, maka berjatuhanlah darinya buah kurma yang belum masak dan yang berkualitas rendah, lalu memakannya. Di antara orang-orang yang tidak menginginkan kebaikan memberikan sedekahnya berupa buah kurma yang buruk dan yang telah kering dan belum masak, untuk itu ia datang dengan membawa buah kurmanya yang buruk dan menggantungkannya di masjid. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: 'Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya' (Al-Baqarah: 267)." Al-Barra ibnu Azib r.a. mengatakan, "Seandainya seseorang di antara kalian diberi hadiah buah kurma seperti apa yang biasa ia berikan, niscaya dia tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya dengan perasaan malu. Maka sesudah itu seseorang di antara kami selalu datang dengan membawa hasil yang paling baik yang ada padanya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Ad-Darimi, dari Ubaidillah (yaitu Ibnu Musa Al-Absi), dari Israil, dari As-Saddi (yaitu Ismail ibnu Abdur Rahman), dari Abu Malik Al-Gifari yang namanya adalah Gazwan, dari Al-Barra, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal. Selanjutnya Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Kasir, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah ibnu Sahl ibnu Hanif, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. melarang menyedekahkan dua jenis kurma, yaitu ju'rur dan habiq (kurma yang buruk dan kurma yang sudah kering). Tersebutlah bahwa pada mulanya orang-orang menyeleksi yang buruk-buruk dari hasil buah kurma mereka, lalu mereka menyedekahkannya sebagai zakat mereka. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267)
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini disandarkan oleh Abul Walid dari Sulaiman ibnu KaSir, dari Az-Zuhri yang lafaznya berbunyi seperti berikut:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الجُعْرُور وَلَوْنِ الحُبيق أَنْ يُؤْخَذَا فِي الصَّدَقَةِ
Rasulullah Saw. melarang memungut kurma ju'rur (yang buruk) dan kurma yang telah kering sebagai sedekah (zakat).
Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Abdul Jalil ibnu Humaid Al-Yahsubi, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah, tetapi ia tidak menyebutkan dari ayahnya, lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Wahb, dari Abdul Jalil.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata ibnus Saib, dari Abdullah ibnu Mugaffal sehubungan dengan ayat ini: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267) Ia mengatakan bahwa usaha yang dihasilkan oleh seorang muslim tidak ada yang buruk, tetapi janganlah ia menyedekahkan kurma yang berkualitas rendah dan uang dirham palsu serta sesuatu yang tidak ada kebaikan padanya (barang yang tak terpakai).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ حَمَّادٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ -عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أُتِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضَبٍّ فَلَمْ يَأْكُلْهُ وَلَمْ يَنْهَ عَنْهُ. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نُطْعِمُهُ الْمَسَاكِينَ؟ قَالَ: "لَا تُطْعِمُوهُمْ مِمَّا لَا تَأْكُلُونَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Hammad (yakni Ibnu Sulaiman), dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Siti Aisyah yang telah menceritakan: Pernah Rasulullah Saw. mendapat kiriman daging dab (semacam biawak), maka beliau tidak mau memakannya dan tidak pula melarangnya. Aku (Siti Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami memberikannya kepada orang-orang miskin agar dimakan oleh mereka?" Beliau Saw. menjawab, "Janganlah kalian memberi makan mereka dengan makanan yang tidak pernah kalian makan."
Kemudian ia meriwayatkan pula hal yang semisal dari Affan, dari Hammad ibnu Salamah; aku (Siti Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku memberikannya kepada orang-orang miskin (agar dimakan mereka)?" Beliau menjawab, "Janganlah kalian memberi makan mereka dengan makanan yang tidak pernah kalian makan."
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abu Malik, dari Al-Barra sehubungan dengan firman-Nya: Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Ia mengatakan, "Seandainya seorang lelaki mempunyai suatu hak atas lelaki yang lain, lalu si lelaki yang berutang membayar utangnya itu kepada lelaki yang memiliki piutang, lalu ia tidak mau menerimanya, mengingat apa yang dibayarkan kepadanya itu berkualitas lebih ren-dah daripada miliknya yang dipinjamkan." Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya kalian mempunyai hak atas seseorang, lalu orang itu datang dengan membawa hak kalian yang kualitasnya lebih rendah daripada hak kalian, niscaya kalian tidak mau menerimanya karena kurang dari kualitas yang sebenarnya." Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa demikian pula makna yang terkandung di dalam firman-Nya: melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Maka bagaimana kalian rela memberikan kepadaku apa-apa yang kalian sendiri tidak rela bila buat diri kalian, hakku atas kalian harus dibayar dengan harta yang paling baik dan paling berharga pada kalian.
Asar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, dan ditambahkan dalam riwayat ini firman Allah Swt lainnya, yaitu: Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. (Ali Imran: 92)
Kemudian diriwayatkan pula hal yang semisal dari jalur Al-Aufi dan lain-lainnya dari Ibnu Abbas. Hal yang sama diriwayatkan pula bukan hanya oleh seorang imam saja.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)
Dengan kata lain, sekalipun Dia memerintahkan kepada kalian untuk bersedekah dengan harta kalian yang paling baik, pada kenyataannya Dia tidak memerlukannya. Dia Mahakaya dari itu. Tidak sekali-kali Dia memerintahkan demikian melainkan hanya untuk berbagi rasa antara orang yang kaya dan orang yang miskin. Pengertian ayat ini sama dengan firman-Nya:
لَنْ يَنالَ اللَّهَ لُحُومُها وَلا دِماؤُها وَلكِنْ يَنالُهُ التَّقْوى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37)
Allah Mahakaya dari semua makhluk-Nya, sedangkan semua makhluk-Nya berhajat kepada-Nya. Dia Mahaluas karunia-Nya, semua yang ada padanya tidak akan pernah habis. Maka barang siapa yang mengeluarkan suatu sedekah dari usaha yang baik (halal), perlu diketahui bahwa Allah Mahakaya, Mahaluas pemberian-Nya, lagi Maha Mulia dan Maha Pemberi; maka Dia pasti akan membalasnya karena sedekahnya itu, dan Dia pasti akan melipatgandakan pahalanya dengan penggandaan yang banyak. Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Tuhan Yang Mahakaya lagi tidak pernah aniaya? Dia Maha Terpuji dalam semua perbuatan, ucapan, syariat,dan takdirnya. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
*******************
Firman Allah Swt.:
الشَّيْطانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 268)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا هَنَّاد بْنُ السِّرِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ مُرَّةَ الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنْ لِلشَّيْطَانِ لَلَمّة بِابْنِ آدَمَ، وللمَلك لَمة، فَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ وَتَكْذِيبٌ بِالْحَقِّ، وَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ بِالْخَيْرِ وَتَصْدِيقٌ بِالْحَقِّ. فَمَنْ وَجَدَ ذَلِكَ فليعلَمْ أَنَّهُ مِنَ اللَّهِ، فَلْيحمَد اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ الْأُخْرَى فَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطَانِ". ثُمَّ قَرَأَ: الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا الْآيَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Ata ibnus Saib, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya setan mempunyai dorongan dalam diri anak Adam dan malaikat pun mempunyai dorongan pula (dalam dirinya). Adapun dorongan dari setan ialah dorongan yang menganjurkan kepada kejahatan dan mendustakan perkara yang hak. Dan adapun dorongan dari malaikat ialah dorongan yang menganjurkan kepada kebaikan dan percaya kepada perkara yang hak. Maka barang siapa yang merasakan dalam dirinya hal ini, hendaklah ia mengetahui bahwa yang demikian itu dari Allah, hendaklah ia memuji kepada Allah; dan barang siapa yang merasakan selain dari itu, maka hendaklah ia meminta perlin-dungan (kepada Allah) dari godaan setan. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. (Al-Baqarah: 268), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab sunnah masing-masing, dari Hannad ibnus Sirri. Ibnu Hibban mengetengahkannya pula di dalam kitab sahihnya dari Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Hannad dengan lafaz yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Hadis ini bersumber dari Abul Ahwas (yakni Salam ibnu Salim). Kami tidak mengenal hadis ini berpredikat marfu' kecuali dari hadisnya.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya dari Muhammad ibnu Ahmad, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Mas'ud secara marfu' dengan lafaz yang semisal. Akan tetapi, diriwayatkan oleh Mis'ar dari Ata ibnus Saib, dari Abul Ahwas (yaitu Auf ibnu Malik ibnu Nadlah), dari Ibnu Mas'ud, lalu ia menjadikannya sebagai perkataan Ibnu Mas'ud sendiri.
*******************
Makna firman-Nya:
الشَّيْطانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan. (Al-Baqarah: 268)
Maksudnya, menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan agar kalian kikir dengan harta yang ada di tangan kalian sehingga kalian tidak menginfakkannya ke jalan yang diridai oleh Allah Swt.
وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ
dan menyuruh kalian berbuat fahsya (kekejian). (Al-Baqarah: 268)
Selain setan mencegah kalian untuk berinfak dengan mengelabui kalian akan jatuh miskin karenanya, dia pun memerintahkan kalian untuk melakukan perbuatan maksiat, dosa-dosa, serta hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak yang mulia.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ
sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari apa yang dianjurkan oleh setan kepada kalian yang mendorong kepada perbuatan-perbuatan yang keji.
وَفَضْلًا
dan karunia. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari kemiskinan yang ditakut-takutkan oleh setan kepada kalian.
وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 268)
*******************
Firman Allah Swt.:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشاءُ
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 269)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan hikmah ialah pengetahuan mengenai Al-Qur'an, menyangkut nasikh dan mansukh-nya, muhkam dan mutasyabih-nya, muqaddam dan muakhkhar-nya, halal dan haramnya serta perumpamaan-perumpamaannya.
Juwaibir meriwayatkan dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas secara marfu', bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah ialah Al-Qur'an, yakni tafsirnya. Diartikan demikian oleh Ibnu Abbas mengingat Al-Qur'an itu dibaca oleh orang yang bertakwa dan juga oleh orang yang fajir (berdosa). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid, yang dimaksud dengan al-hikmah ialah benar dan tepat dalam perkataan.
Lais ibnu Abu Salim meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 269) Yang dimaksud dengan hikmah bukanlah kenabian, melainkan ilmu, fiqih, dan Al-Qur'an.
Abul Aliyah mengatakan, yang dimaksud dengan hikmah ialah takut kepada Allah, karena takut kepada Allah merupakan puncak dari hikmah.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah, dari Usman ibnu Zufar Al-Juhani, dari Abu Ammar Al-Asadi, dari Ibnu Mas'ud secara marfu':
"رَأْسُ الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللَّهِ"
Puncak hikmah adalah takut kepada Allah.
Abul Aliyah, menurut salah satu riwayat yang bersumber darinya, mengatakan bahwa hikmah adalah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan pemahaman mengenainya.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa hikmah ialah pemahaman. Sedangkan menurut Abu Malik, hikmah adalah sunnah Rasul Saw.
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik, bahwa Zaid ibnu Aslam pernah mengatakan bahwa hikmah ialah akal.
Malik mengatakan, "Sesungguhnya terdetik di dalam hatiku bahwa hikmah itu adalah pengetahuan mengenai agama Allah dan merupakan perkara yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hati manusia sebagai rahmat dan karunia-Nya. Sebagai penjelasannya dapat dikatakan bahwa engkau menjumpai seorang lelaki pandai dalam urusan duniawinya jika ia memperhatikannya, sedangkan engkau jumpai yang lainnya lemah dalam perkara duniawinya, tetapi berpengetahuan dalam masalah agama dan mendalaminya. Allah memberikan yang ini kepada lelaki yang pertama dan memberikan yang itu kepada lelaki yang kedua. Pada garis besarnya hikmah adalah pengetahuan mengenai agama Allah."
As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah dalam ayat ini ialah kenabian.
Pendapat yang sahih sehubungan dengan arti hikmah ini ialah apa yang dikatakan oleh jumhur ulama, yaitu bahwa hikmah itu tidak khusus menyangkut kenabian saja, melainkan pengertian hikmah lebih umum dari itu, dan memang paling tinggi adalah kenabian. Kerasulan lebih khusus lagi, tetapi pengikut para nabi memperoleh bagian dari kebaikan ini berkat mengikutinya. Seperti halnya yang disebut di dalam sebuah hadis yang isinya mengatakan:
«مَنْ حَفِظَ الْقُرْآنَ فَقَدْ أُدْرِجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يُوحَى إِلَيْهِ»
Barang siapa yang hafal Al-Qur'an, berarti derajat kenabian telah berada di antara kedua pundaknya, hanya dia tidak diberi wahyu.
Hadis ini diriwayatkan oleh Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsir-nya melalui Ismail ibnu Rafi’, dari seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya, dari Abdullah ibnu Umar yang dianggap sebagai ucapannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَزِيدُ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي خَالِدٍ -عَنْ قَيْسٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَازِمٍ -عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فسلَّطه عَلَى هَلَكته فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Yazid. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Abu Khalid), dari Qais (yaitu Ibnu Abu Hazim), dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak boleh ada iri hati kecuali dalam dua perkara, yaitu seorang lelaki yang dianugerahi harta oleh Allah, lalu ia menggunakannya untuk membiayai perkara yang hak; dan seorang lelaki yang dianugerahi hikmah oleh Allah, lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya (kepada orang lain).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur periwayatan dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُوا الْأَلْبابِ
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 269)
Yakni tiada yang dapat memanfaatkan pelajaran dan peringatan kecuali hanya orang yang mempunyai pemahaman dan akal, dengan melaluinya ia dapat memahami khitab (perintah) Allah Swt.
ٱلشَّيْطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِٱلْفَحْشَآءِ ۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةًۭ مِّنْهُ وَفَضْلًۭا ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌۭ 268
(268) Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.
(268)
Firman Allah Swt.:
الشَّيْطانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 268)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا هَنَّاد بْنُ السِّرِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ مُرَّةَ الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنْ لِلشَّيْطَانِ لَلَمّة بِابْنِ آدَمَ، وللمَلك لَمة، فَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ وَتَكْذِيبٌ بِالْحَقِّ، وَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ بِالْخَيْرِ وَتَصْدِيقٌ بِالْحَقِّ. فَمَنْ وَجَدَ ذَلِكَ فليعلَمْ أَنَّهُ مِنَ اللَّهِ، فَلْيحمَد اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ الْأُخْرَى فَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطَانِ". ثُمَّ قَرَأَ: الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا الْآيَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Ata ibnus Saib, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya setan mempunyai dorongan dalam diri anak Adam dan malaikat pun mempunyai dorongan pula (dalam dirinya). Adapun dorongan dari setan ialah dorongan yang menganjurkan kepada kejahatan dan mendustakan perkara yang hak. Dan adapun dorongan dari malaikat ialah dorongan yang menganjurkan kepada kebaikan dan percaya kepada perkara yang hak. Maka barang siapa yang merasakan dalam dirinya hal ini, hendaklah ia mengetahui bahwa yang demikian itu dari Allah, hendaklah ia memuji kepada Allah; dan barang siapa yang merasakan selain dari itu, maka hendaklah ia meminta perlin-dungan (kepada Allah) dari godaan setan. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. (Al-Baqarah: 268), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab sunnah masing-masing, dari Hannad ibnus Sirri. Ibnu Hibban mengetengahkannya pula di dalam kitab sahihnya dari Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Hannad dengan lafaz yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Hadis ini bersumber dari Abul Ahwas (yakni Salam ibnu Salim). Kami tidak mengenal hadis ini berpredikat marfu' kecuali dari hadisnya.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya dari Muhammad ibnu Ahmad, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Mas'ud secara marfu' dengan lafaz yang semisal. Akan tetapi, diriwayatkan oleh Mis'ar dari Ata ibnus Saib, dari Abul Ahwas (yaitu Auf ibnu Malik ibnu Nadlah), dari Ibnu Mas'ud, lalu ia menjadikannya sebagai perkataan Ibnu Mas'ud sendiri.
*******************
Makna firman-Nya:
الشَّيْطانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan. (Al-Baqarah: 268)
Maksudnya, menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan agar kalian kikir dengan harta yang ada di tangan kalian sehingga kalian tidak menginfakkannya ke jalan yang diridai oleh Allah Swt.
وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ
dan menyuruh kalian berbuat fahsya (kekejian). (Al-Baqarah: 268)
Selain setan mencegah kalian untuk berinfak dengan mengelabui kalian akan jatuh miskin karenanya, dia pun memerintahkan kalian untuk melakukan perbuatan maksiat, dosa-dosa, serta hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak yang mulia.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ
sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari apa yang dianjurkan oleh setan kepada kalian yang mendorong kepada perbuatan-perbuatan yang keji.
وَفَضْلًا
dan karunia. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari kemiskinan yang ditakut-takutkan oleh setan kepada kalian.
وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 268)
يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ 269
(269) Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
(269)
Firman Allah Swt.:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشاءُ
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 269)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan hikmah ialah pengetahuan mengenai Al-Qur'an, menyangkut nasikh dan mansukh-nya, muhkam dan mutasyabih-nya, muqaddam dan muakhkhar-nya, halal dan haramnya serta perumpamaan-perumpamaannya.
Juwaibir meriwayatkan dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas secara marfu', bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah ialah Al-Qur'an, yakni tafsirnya. Diartikan demikian oleh Ibnu Abbas mengingat Al-Qur'an itu dibaca oleh orang yang bertakwa dan juga oleh orang yang fajir (berdosa). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid, yang dimaksud dengan al-hikmah ialah benar dan tepat dalam perkataan.
Lais ibnu Abu Salim meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 269) Yang dimaksud dengan hikmah bukanlah kenabian, melainkan ilmu, fiqih, dan Al-Qur'an.
Abul Aliyah mengatakan, yang dimaksud dengan hikmah ialah takut kepada Allah, karena takut kepada Allah merupakan puncak dari hikmah.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah, dari Usman ibnu Zufar Al-Juhani, dari Abu Ammar Al-Asadi, dari Ibnu Mas'ud secara marfu':
"رَأْسُ الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللَّهِ"
Puncak hikmah adalah takut kepada Allah.
Abul Aliyah, menurut salah satu riwayat yang bersumber darinya, mengatakan bahwa hikmah adalah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan pemahaman mengenainya.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa hikmah ialah pemahaman. Sedangkan menurut Abu Malik, hikmah adalah sunnah Rasul Saw.
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik, bahwa Zaid ibnu Aslam pernah mengatakan bahwa hikmah ialah akal.
Malik mengatakan, "Sesungguhnya terdetik di dalam hatiku bahwa hikmah itu adalah pengetahuan mengenai agama Allah dan merupakan perkara yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hati manusia sebagai rahmat dan karunia-Nya. Sebagai penjelasannya dapat dikatakan bahwa engkau menjumpai seorang lelaki pandai dalam urusan duniawinya jika ia memperhatikannya, sedangkan engkau jumpai yang lainnya lemah dalam perkara duniawinya, tetapi berpengetahuan dalam masalah agama dan mendalaminya. Allah memberikan yang ini kepada lelaki yang pertama dan memberikan yang itu kepada lelaki yang kedua. Pada garis besarnya hikmah adalah pengetahuan mengenai agama Allah."
As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah dalam ayat ini ialah kenabian.
Pendapat yang sahih sehubungan dengan arti hikmah ini ialah apa yang dikatakan oleh jumhur ulama, yaitu bahwa hikmah itu tidak khusus menyangkut kenabian saja, melainkan pengertian hikmah lebih umum dari itu, dan memang paling tinggi adalah kenabian. Kerasulan lebih khusus lagi, tetapi pengikut para nabi memperoleh bagian dari kebaikan ini berkat mengikutinya. Seperti halnya yang disebut di dalam sebuah hadis yang isinya mengatakan:
«مَنْ حَفِظَ الْقُرْآنَ فَقَدْ أُدْرِجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يُوحَى إِلَيْهِ»
Barang siapa yang hafal Al-Qur'an, berarti derajat kenabian telah berada di antara kedua pundaknya, hanya dia tidak diberi wahyu.
Hadis ini diriwayatkan oleh Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsir-nya melalui Ismail ibnu Rafi’, dari seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya, dari Abdullah ibnu Umar yang dianggap sebagai ucapannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَزِيدُ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي خَالِدٍ -عَنْ قَيْسٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَازِمٍ -عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فسلَّطه عَلَى هَلَكته فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Yazid. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Abu Khalid), dari Qais (yaitu Ibnu Abu Hazim), dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak boleh ada iri hati kecuali dalam dua perkara, yaitu seorang lelaki yang dianugerahi harta oleh Allah, lalu ia menggunakannya untuk membiayai perkara yang hak; dan seorang lelaki yang dianugerahi hikmah oleh Allah, lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya (kepada orang lain).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur periwayatan dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُوا الْأَلْبابِ
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 269)
Yakni tiada yang dapat memanfaatkan pelajaran dan peringatan kecuali hanya orang yang mempunyai pemahaman dan akal, dengan melaluinya ia dapat memahami khitab (perintah) Allah Swt.