2 - البقرة - Al-Baqara

Juz : 1

The Cow
Medinan

وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ 270

(270) Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.

(270) 

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia mengetahui segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang-orang yang beramal kebaikan dalam bentuk infak dan nazarnya. Pengertian ini mengandung isyarat yang menunjukkan bahwa Allah pasti membalas hal tersebut dengan balasan yang berlimpah kepada mereka yang beramal demi mengharapkan rida-Nya dan apa yang telah dijanjikan-Nya; sekaligus mengandung ancaman bagi orang yang tidak mau beramal taat kepada-Nya, dan bahkan menentang perintah-Nya, mendustakan berita-Nya serta menyembah selain-Nya bersama Dia. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

وَما لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصارٍ

Orang-orang yang berbuat aniaya, tidak ada seorang penolong pun baginya. (Al-Baqarah: 27)

Artinya, kelak di hari kiamat tiada seorang penolong pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah dan pembalasan-Nya.

*******************

Firman Allah Swt.:

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقاتِ فَنِعِمَّا هِيَ

Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. (Al-Baqarah: 271)

Dengan kata lain, jika kalian menampakkan sedekah kalian, maka perbuatan itu baik sekali.

Firman Allah Swt:

وَإِنْ تُخْفُوها وَتُؤْتُوهَا الْفُقَراءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271)

Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa menyembunyikan sedekah (yakni melakukannya dengan secara sembunyi-sembunyi) lebih utama daripada menampakkannya, karena hal itu lebih jauh dari riya (pamer). Terkecuali jika keadaan menuntut seseorang untuk menampakkan sedekahnya karena ada maslahat yang lebih penting, misalnya agar tindakannya diikuti oleh orang lain; bila dipandang dari sudut ini, cara demikian lebih utama.

Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ»

Orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara yang keras sama halnya dengan orang yang bersedekah dengan terang-terangan. Dan orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara perlahan-lahan sama dengan orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi.

Akan tetapi, pada asalnya menyembunyikan sedekah adalah lebih utama berdasarkan makna ayat ini dan sebuah hadis di dalam kitab Sahihain dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجِمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ"

Ada tujuh macam orang yang mendapat naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu seorang imam yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah demi karena Allah; seorang lelaki yang hatinya terpaut di masjid bila ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dengan menyendiri, lalu kedua matanya mengalirkan air mata; seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam"; dan seorang lelaki yang mengeluarkan suatu sedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْأَرْضَ جَعَلَتْ تَمِيدُ، فَخَلَقَ الْجِبَالَ فَأَلْقَاهَا عَلَيْهَا فَاسْتَقَرَّتْ، فَتَعَجَّبَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ خَلْقِ الْجِبَالِ، فَقَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْجِبَالِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْحَدِيدُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْحَدِيدِ؟ قَالَ: نَعَمْ، النَّارُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْمَاءُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْمَاءِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الرِّيحُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الرِّيحِ؟ قَالَ: نَعَمْ، ابنُ آدَمَ يَتَصَدَّقُ بِيَمِينِهِ فَيُخْفِيهَا مِنْ شَمَالِهِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Awam ibnu Hausyab, dari Sulaiman ibnu Abu Sulaiman, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ketika Allah menciptakan bumi, maka bumi berguncang. Lalu Allah menciptakan gunung-gunung, kemudian diletakkan di atas bumi, maka barulah bumi stabil (tidak berguncang). Para malaikat merasa heran dengan penciptaan gunung-gunung itu, lalu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada gunung-gunung?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu besi." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada besi?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu api." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada api?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu air." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada air?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu angin." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada yang lebih kuat daripada angin?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya, lalu ia menyembunyikannya dari tangan kirinya."

Kami telah menyebutkan di dalam keutamaan ayat Kursi sebuah hadis dari Abu zar r.a. yang telah menceritakan:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ «سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ أَوْ جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ»

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang lebih utama?" Beliau Saw. menjawab, "Sedekah dengan sembunyi-sembunyi kepada orang fakir atau jerih payah dari orang yang miskin." (Riwayat Imam Ahmad)

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim melalui jalur Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Abu Zar. Di dalam riwayat ini ditambahkan bahwa setelah itu Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271)

Di dalam sebuah hadis lain disebutkan:

«صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَجَلَّ»

Sedekah dengan sembunyi-sembunyi dapat memadamkan murka Allah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah-ku, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ziyad Al-Muharibi Muaddib Muharib, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Umair, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orangrorang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271) Ia (Amir Asy-Sya'bi) mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar. Umar datang dengan membawa separo harta miliknya, lalu menyerahkannya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bertanya kepadanya: "Apakah yang engkau sisakan di belakangmu buat keluargamu, hai Umar?" Umar menjawab, "Aku sisakan separo dari hartaku buat mereka." Sedangkan Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya, hampir saja ia menyembunyikan sedekahnya itu dari dirinya sendiri, lalu ia menyerahkannya kepada Nabi Saw. Dan Nabi Saw. bertanya kepadanya: "Apakah yang engkau sisakan di belakangmu buat keluargamu, hai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab, "Janji Allah dan janji Rasul-Nya." Maka Umar menangis dan mengatakan, "Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, hai Abu Bakar. Demi Allah, tidak sekali-kali kita berlomba menuju ke pintu kebaikan melainkan engkau selalu menang."

Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur yang lain dari Umar r.a., dan sesungguhnya kami menyebutkannya dalam bab ini karena perkataan Asy-Sya'bi bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Kemudian sesungguhnya makna ayat ini bersifat umum yang menyatakan bahwa melakukan sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama (daripada melakukannya secara terang-terangan), baik dalam sedekah wajib (zakat) ataupun dalam sedekah sunat.

Akan tetapi, Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas di dalam tafsir ayat ini, bahwa Allah menjadikan sedekah sirri (sembunyi-sembunyi) dalam sedekah sunat lebih utama daripada terang-terangan. Menurut suatu pendapat, lebih tujuh puluh kali lipat. Allah menjadikan sedekah fardu yang dilakukan dengan terang-terangan lebih utama daripada yang sembunyi-sembunyi. Menurut pendapat lainnya lebih dua puluh lima kali lipat.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئاتِكُمْ

Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian. (Al-Baqarah: 271)

Yakni sebagai imbalan dari pahala sedekah-sedekah itu. Terlebih lagi jika sedekah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, maka kalian akan memperoleh kebaikan, yaitu derajat kalian ditinggikan dan kesalahan-kesalahan kalian dihapuskan.

Ada di antara ulama yang membaca yukaffir dengan jazam karena di-’ataf-kan secara mahall kepada jawab syarat, yaitu firman-Nya: maka itu adalah baik sekali. (Al-Baqarah: 271) perihalnya sama dengan firman-Nya:

فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ

maka aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Munafiquh: 1)

Adapun firman Allah Swt.:

وَاللَّهُ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 271)

Maksudnya, tiada sesuatu pun dari hal tersebut yang samar bagi-Nya, dan Dia pasti akan memberikan balasannya kepada kalian.


إِن تُبْدُوا۟ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ 271

(271) Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(271) 

Firman Allah Swt.:

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقاتِ فَنِعِمَّا هِيَ

Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. (Al-Baqarah: 271)

Dengan kata lain, jika kalian menampakkan sedekah kalian, maka perbuatan itu baik sekali.

Firman Allah Swt:

وَإِنْ تُخْفُوها وَتُؤْتُوهَا الْفُقَراءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271)

Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa menyembunyikan sedekah (yakni melakukannya dengan secara sembunyi-sembunyi) lebih utama daripada menampakkannya, karena hal itu lebih jauh dari riya (pamer). Terkecuali jika keadaan menuntut seseorang untuk menampakkan sedekahnya karena ada maslahat yang lebih penting, misalnya agar tindakannya diikuti oleh orang lain; bila dipandang dari sudut ini, cara demikian lebih utama.

Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ»

Orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara yang keras sama halnya dengan orang yang bersedekah dengan terang-terangan. Dan orang yang membaca Al-Qur'an dengan suara perlahan-lahan sama dengan orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi.

Akan tetapi, pada asalnya menyembunyikan sedekah adalah lebih utama berdasarkan makna ayat ini dan sebuah hadis di dalam kitab Sahihain dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجِمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ"

Ada tujuh macam orang yang mendapat naungan dari Allah pada hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu seorang imam yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah demi karena Allah; seorang lelaki yang hatinya terpaut di masjid bila ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dengan menyendiri, lalu kedua matanya mengalirkan air mata; seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam"; dan seorang lelaki yang mengeluarkan suatu sedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْعَوَّامُ بْنُ حَوْشَبٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْأَرْضَ جَعَلَتْ تَمِيدُ، فَخَلَقَ الْجِبَالَ فَأَلْقَاهَا عَلَيْهَا فَاسْتَقَرَّتْ، فَتَعَجَّبَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ خَلْقِ الْجِبَالِ، فَقَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْجِبَالِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْحَدِيدُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْحَدِيدِ؟ قَالَ: نَعَمْ، النَّارُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الْمَاءُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْمَاءِ؟ قَالَ: نَعَمْ، الرِّيحُ. قَالَتْ: يَا رَبِّ، فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَيْءٌ أَشَدُّ مِنَ الرِّيحِ؟ قَالَ: نَعَمْ، ابنُ آدَمَ يَتَصَدَّقُ بِيَمِينِهِ فَيُخْفِيهَا مِنْ شَمَالِهِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Awam ibnu Hausyab, dari Sulaiman ibnu Abu Sulaiman, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Ketika Allah menciptakan bumi, maka bumi berguncang. Lalu Allah menciptakan gunung-gunung, kemudian diletakkan di atas bumi, maka barulah bumi stabil (tidak berguncang). Para malaikat merasa heran dengan penciptaan gunung-gunung itu, lalu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada gunung-gunung?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu besi." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada besi?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu api." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada api?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu air." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada sesuatu yang lebih kuat daripada air?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu angin." Malaikat bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu ada yang lebih kuat daripada angin?" Tuhan menjawab, "Ya, yaitu anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya, lalu ia menyembunyikannya dari tangan kirinya."

Kami telah menyebutkan di dalam keutamaan ayat Kursi sebuah hadis dari Abu zar r.a. yang telah menceritakan:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ «سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ أَوْ جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ»

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang lebih utama?" Beliau Saw. menjawab, "Sedekah dengan sembunyi-sembunyi kepada orang fakir atau jerih payah dari orang yang miskin." (Riwayat Imam Ahmad)

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim melalui jalur Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Abu Zar. Di dalam riwayat ini ditambahkan bahwa setelah itu Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271)

Di dalam sebuah hadis lain disebutkan:

«صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ عَزَّ وَجَلَّ»

Sedekah dengan sembunyi-sembunyi dapat memadamkan murka Allah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah-ku, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ziyad Al-Muharibi Muaddib Muharib, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Umair, dari Amir Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya, lalu kalian berikan kepada orangrorang fakir, maka hal itu lebih baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 271) Ia (Amir Asy-Sya'bi) mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar. Umar datang dengan membawa separo harta miliknya, lalu menyerahkannya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bertanya kepadanya: "Apakah yang engkau sisakan di belakangmu buat keluargamu, hai Umar?" Umar menjawab, "Aku sisakan separo dari hartaku buat mereka." Sedangkan Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya, hampir saja ia menyembunyikan sedekahnya itu dari dirinya sendiri, lalu ia menyerahkannya kepada Nabi Saw. Dan Nabi Saw. bertanya kepadanya: "Apakah yang engkau sisakan di belakangmu buat keluargamu, hai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab, "Janji Allah dan janji Rasul-Nya." Maka Umar menangis dan mengatakan, "Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, hai Abu Bakar. Demi Allah, tidak sekali-kali kita berlomba menuju ke pintu kebaikan melainkan engkau selalu menang."

Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur yang lain dari Umar r.a., dan sesungguhnya kami menyebutkannya dalam bab ini karena perkataan Asy-Sya'bi bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut. Kemudian sesungguhnya makna ayat ini bersifat umum yang menyatakan bahwa melakukan sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama (daripada melakukannya secara terang-terangan), baik dalam sedekah wajib (zakat) ataupun dalam sedekah sunat.

Akan tetapi, Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas di dalam tafsir ayat ini, bahwa Allah menjadikan sedekah sirri (sembunyi-sembunyi) dalam sedekah sunat lebih utama daripada terang-terangan. Menurut suatu pendapat, lebih tujuh puluh kali lipat. Allah menjadikan sedekah fardu yang dilakukan dengan terang-terangan lebih utama daripada yang sembunyi-sembunyi. Menurut pendapat lainnya lebih dua puluh lima kali lipat.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئاتِكُمْ

Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian. (Al-Baqarah: 271)

Yakni sebagai imbalan dari pahala sedekah-sedekah itu. Terlebih lagi jika sedekah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, maka kalian akan memperoleh kebaikan, yaitu derajat kalian ditinggikan dan kesalahan-kesalahan kalian dihapuskan.

Ada di antara ulama yang membaca yukaffir dengan jazam karena di-’ataf-kan secara mahall kepada jawab syarat, yaitu firman-Nya: maka itu adalah baik sekali. (Al-Baqarah: 271) perihalnya sama dengan firman-Nya:

فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ

maka aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh. (Al-Munafiquh: 1)

Adapun firman Allah Swt.:

وَاللَّهُ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 271)

Maksudnya, tiada sesuatu pun dari hal tersebut yang samar bagi-Nya, dan Dia pasti akan memberikan balasannya kepada kalian.


لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَىٰهُمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۗ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ فَلِأَنفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ ٱللَّهِ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ 272

(272) Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).

(272) 

Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdus Salam ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka (kaum muslim pada permulaan Islam) tidak suka bila nasab mereka dikaitkan dengan orang-orang musyrik. Lalu mereka meminta, dan diberikan keringanan kepada mereka dalam masalah ini. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kalian sedikit pun tidak akan dianiaya. (Al-Baqarah: 272)

Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Huzaifah, Ibnul Mubarak, Abu Ahmad Az-Zubairi, dan Abu Daud Al-Hadrami, dari Sufyan (yaitu As-Sauri).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdurrahman (yakni Addusytuki) ayahku telah menceritakan kepadaku dari ayahnya; Asy'as ibnu Ishaq telah menceritakan kepada kami dari Ja'far ibnu Abdul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. memerintahkan agar janganlah diberi sedekah kecuali orang-orang yang memeluk Islam, hingga turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 272), hingga akhir ayat. Setelah ayat ini turun, maka Nabi Saw. memerintahkan memberi sedekah kepada setiap orang yang meminta kepadamu dari semua kalangan agama.

Dalam hadis Asma binti As-Siddiq akan dijelaskan masalah ini, yaitu dalam tafsir firman-Nya:

لَا يَنْهاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيارِكُمْ

Allah tidak melarang kalian (untuk berbuat baik dan berlaku adil) terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. (Al-Mumtahanah: 8)

*******************

Firman Allah Swt.:

وَما تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ

Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. (Al-Baqarah: 272)

sama dengan firman-Nya:

مَنْ عَمِلَ صالِحاً فَلِنَفْسِهِ

Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri. (Fussilat: 46)

Dan di dalam Al-Qur'an masih banyak ayat yang semakna.

*******************

Firman Allah Swt:

وَما تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغاءَ وَجْهِ اللَّهِ

Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 272)

Menurut Al-Hasan Al-Basri ialah nafkah seorang mukinin buat dirinya sendiri. Seorang mukmin tidak sekali-kali mengeluarkan nafkah melainkan karena mencari rida Allah.

Menurut Ata Al-Khurrasani, makna yang dimaksud ialah 'apabila kamu mengeluarkan sedekah karena Allah, maka kamu tidak akan dibebani apa yang telah diamalkan olehmu itu'. Makna ini cukup baik, yang artinya dengan kata lain ialah 'apabila seseorang bersedekah karena mengharapkan rida Allah, maka sesungguhnya pahalanya telah ada di sisi Allah'. Ia tidak dikenai beban karena memberikannya kepada orang yang takwa atau orang yang ahli maksiat, atau orang yang berhak atau orang yang tidak berhak. Pada garis besarnya ia mendapat pahala sesuai dengan apa yang diniatkannya. Sebagai dalil yang dijadikan dasar dari makna ini ialah firman selanjutnya, yaitu: Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kalian sedikit pun tidak akan dianiaya. (Al-Baqarah: 272)

Hadis sahih yang diketengahkan di dalam kitab sahihain melalui jalur Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى زَانِيَةٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ غَنِيٍّ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ الليلة على غني، قال: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى غَنِيٍّ، لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بصدقة، فخرج فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى سَارِقٍ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ وَعَلَى سَارِقٍ، فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ: أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ قُبِلَتْ، وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ بِهَا عَنْ زِنَاهَا، وَلَعَلَّ الْغَنِيَّ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ، وَلَعَلَّ السَّارِقَ أَنْ يَسْتَعِفَّ بِهَا عَنْ سَرِقَتِهِ»

Seorang lelaki berkata, "Aku benar-benar akan mengeluarkan sedekah malam ini." Lalu ia keluar dengan membawa sedekahnya, kemudian ia memberikannya kepada wanita tuna susila. Pada pagi harinya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekahnya pada wanita tuna susila. Maka ia berkata, "Ya Allah, segala puji bagi-Mu atas wanita pezina. Aku benar-benar akan mengeluarkan sedekah lagi malam ini." Maka ia memberikan sedekahnya itu kepada orang yang kaya. Pada pagi harinya mereka ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan sedekahnya kepada orang kaya. Ia berkata, "Ya Allah, bagi-Mu segala puji atas orang yang kaya. Aku benar-benar akan mengeluarkan sedekahku lagi malam ini." Lalu ia keluar dan memberikan sedekahnya kepada pencuri, maka pada pagi harinya mereka ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekahnya tadi malam kepada pencuri. Ia berkata, "Ya Allah, bagi-Mu segala puji atas wanita tuna susila, orang kaya, dan pencuri." Kemudian ia didatangi (seseorang) dan dikatakan kepadanya, "Adapun mengenai sedekahmu, sesungguhnya telah diterima darimu. Mengenai wanita tuna susila, barangkali ia memelihara kehormatannya dengan sedekahmu itu dan tidak berzina lagi. Barangkali orang yang kaya itu sadar, lalu ia pun menginfakkan sebagian dari apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Dan barangkali si pencuri memelihara kehormatannya dengan sedekahmu itu dan tidak mencuri lagi."

*******************

Firman Allah Swt.:

لِلْفُقَراءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. (Al-Baqarah: 273)

Yakni kaum Muhajirin yang menyibukkan diri mereka untuk membela Allah dan Rasul-Nya serta tinggal di Madinah, sedangkan mereka tidak mempunyai usaha yang dijadikan pegangan untuk mencukupi diri mereka sendiri.

لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْباً فِي الْأَرْضِ

mereka tidak dapat berusaha di bumi. (Al-Baqarah: 273)

Maksudnya, mereka tidak dapat bepergian untuk usaha mencari penghidupan. Istilah ad-darbu fil ardi adalah bepergian, seperti pengertian yang ada di dalam firman Lainnya, yaitu:

وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ

Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqasar salat (kalian). (An-Nisa: 11)

عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. (Al-Muzzammil: 2), hingga akhir ayat.

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

يَحْسَبُهُمُ الْجاهِلُ أَغْنِياءَ مِنَ التَّعَفُّفِ

orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. (Al-Baqarah: 273)

Artinya, orang yang tidak mengetahui perihal dan keadaan mereka pasti menduga bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara dirinya melalui pakaian, keadaan, dan ucapan mereka.

Semakna dengan ayat ini sebuah hadis yang kesahihannya telah disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالْأُكْلَةُ وَالْأُكْلَتَانِ، وَلَكِنَّ الْمِسْكِينَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا»

Orang yang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) yang pergi setelah diberi sebiji atau dua biji buah kurma, sesuap atau dua suap makanan, dan sepiring atau dua piring makanan; tetapi orang miskin yang sesungguhnya ialah orang yang tidak mempunyai kecukupan yang mencukupi dirinya, dan keadaannya tidak diketahui sehingga mudah diberi sedekah, serta tidak pernah meminta sesuatu pun kepada orang lain.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Mas'ud r.a.

*******************

Firman Allah Swt.:

تَعْرِفُهُمْ بِسِيماهُمْ

Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya. (Al-Baqarah: 273)

Yakni melalui penampilan mereka bagi orang-orang yang memahami sifat-sifat mereka. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:

سِيماهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ

tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al-Fath: 29)

وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ

Dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 3)

Di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan seperti berikut:

"اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ، فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ"، ثُمَّ قَرَأَ: إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ

Takutlah kalian kepada firasat orang mukmin, karena sesungguhnya dia memandang dengan nur Allah. Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya, "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (Al-Hijr 75)

*******************

Firman Allah Swt.:

لا يَسْئَلُونَ النَّاسَ إِلْحافاً

mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. (Al-Baqarah: 273)

Maksudnya, dalam meminta mereka tidak pernah mendesak dan tidak pernah membebankan kepada orang lain apa yang tidak mereka perlukan. Karena sesungguhnya orang yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai kecukupan yang dapat menjaminnya untuk tidak meminta, berarti ia melakukan permintaan dengan cara mendesak.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكُ بْنُ أَبِي نَمِرٍ: أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَسَار وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي عَمْرَة الْأَنْصَارِيَّ قَالَا سَمِعْنَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيْسَ المسكينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَلَا اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الَّذِي يتعفَّفُ؛ اقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ -يَعْنِي قَوْلَهُ-: لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abu Namir, bahwa Ata ibnu Yasar dan Abdur Rahman ibnu Abu Amrah Al-Ansari pernah menceritakan bahwa mereka pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji buah kurma, dan sesuap atau dua suap makanan; melainkan orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yakni firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273)

Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madini, dari Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Ata ibnu Yasar sendiri, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama.

قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا شَرَّيْكٌ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي نَمِرٍ -عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ؛ اقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ: لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا "

Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hujr, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik (yakni Ibnu Abu Namir), dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang yang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji kurma, dan sesuap atau dua suap makanan; melainkan orang yang miskin adalah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yaitu firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273).

Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ziyad, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. hal yang semisal.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وهب، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ أَبِي الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِالطَّوَّافِ عَلَيْكُمْ، فَتُطْعِمُونَهُ لُقْمَةً لُقْمَةً، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ الَّذِي لَا يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi-b, dari Abul Walid, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) kepada kalian, lalu kalian memberinya makan sesuap demi sesuap. Sesungguhnya orang yang miskin hanyalah orang yang memelihara dirinya dari meminta-minta kepada orang lain secara mendesak.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Mu'tamir, dari Al-Hasan ibnu Malik, dari Saleh ibnu Suwaib, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta), yang pergi setelah diberi sepiring atau dua piring makanan; tetapi orang miskin ialah orang yang memelihara dirinya, tinggal di dalam rumahnya, tidak pernah meminta kepada orang lain sesuatu hajat yang diperlukannya. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. jika kalian suka, yaitu: "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ الْحَنَفِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ مُزَيْنَةَ، أَنَّهُ قَالَتْ لَهُ أُمُّهُ: أَلَا تَنْطَلِقَ فَتَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ سَلَّمَ كَمَا يَسْأَلُهُ النَّاسُ؟ فَانْطَلَقْتُ أَسْأَلُهُ، فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يَخْطُبُ، وَهُوَ يَقُولُ: "وَمَنِ اسْتَعَفَّ أَعَفَّهُ اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَغْنَى أَغْنَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْأَلِ النَّاسَ وَلَهُ عَدْلُ خَمْسِ أَوَاقٍ فَقَدْ سَأَلَ النَّاسَ إِلْحَافًا". فَقُلْتُ بَيْنِي وَبَيْنَ نَفْسِي: لَنَاقَةٌ لِي خَيْرٌ مِنْ خَمْسِ أَوَاقٍ، وَلِغُلَامِهِ نَاقَةٌ أُخْرَى فَهِيَ خَيْرٌ مِنْ خَمْسِ أَوَاقٍ فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَسْأَلْ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari ayahnya, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah, bahwa ibu si lelaki tersebut pernah berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak berangkat untuk meminta-minta kepada Rasulullah Saw. sebagaimana orang-orang lain meminta kepadanya?" Maka aku (lelaki tersebut) berangkat untuk meminta-minta kepadanya, tetapi kujumpai beliau sedang berdiri berkhotbah seraya bersabda dalam khotbahnya itu: Barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan memelihara kehormatannya; dan barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah membuatnya berkecukupan. Dan barang siapa yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai makanan sejumlah kurang lebih lima auqiyah, berarti dia meminta kepada orang lain secara mendesak. Maka aku berkata kepada diriku sendiri bahwa seekor unta milikku jauh lebih baik daripada lima auqiyah makanan, dan budakku memiliki unta lainnya yang jelas lebih baik daripada lima auqiyah. Maka aku kembali, tidak jadi meminta.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَرَّحَتْنِي أُمِّي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَسْأَلُهُ، فَأَتَيْتُهُ فَقَعَدْتُ، قَالَ: فَاسْتَقْبَلَنِي فَقَالَ: "مَنِ اسْتَغْنَى أَغْنَاهُ اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَعَفَّ أعفَّه اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَكَفَّ كَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ أُوقِيَّةٍ فَقَدْ أَلْحَفَ". قَالَ: فَقُلْتُ: نَاقَتِي الْيَاقُوتَةُ خَيْرٌ مِنْ أُوقِيَّةٍ. فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَسْأَلْهُ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ibunya menyuruhnya datang kepada Rasulullah Saw. untuk meminta sesuatu kepada beliau Saw. Lalu ia datang menghadap kepada Rasulullah dan duduk. Rasulullah Saw. menyambutku, lalu bersabda: Barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah akan membuatnya berkecukupan; dan barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memelihara kehormatannya. Dan barang siapa yang menahan dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memberinya kecukupan. Dan barang siapa yang meminta, sedangkan dia mempunyai makanan satu auqiyah, berarti dia telah berbuat ilhaf (meminta dengan cara mendesak). Perawi melanjutkan kisahnya, lalu aku berkata bahwa untaku yang bernama Yaqutah lebih baik daripada satu auqiyah makanan. Maka aku kembali, tidak jadi meminta-minta kepadanya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai yang keduanya bersumber dari Qutaibah. Imam Abu Daud menambahkan, juga dari Hisyam ibnu Ammar; keduanya dari Abdur Rahman ibnu Abur Rijal berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْجَمَاهِيرِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ وُقِيَّةٍ فَهُوَ مُلْحِفٌ" وَالْوُقِيَّةُ: أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Abu Sa'id Al-Khudri telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah, berarti dia orang yang mulhif (meminta dengan cara mendesak). Yang dimaksud dengan satu auqiyah ialah sama harganya dengan empat puluh dirham.

قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي أَسَدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ أُوقِيَّةٌ -أَوْ عَدْلُهَا -فَقَدْ سَأَلَ إِلْحَافًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',. telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Asad yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah atau yang sebanding dengannya, berarti dia telah meminta dengan cara mendesak.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ مَا يُغْنِيهِ، جَاءَتْ مَسْأَلَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُدُوشًا -أَوْ كُدُوحًا -فِي وَجْهِهِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا غِنَاهُ؟ قَالَ: "خَمْسُونَ دِرْهَمًا، أَوْ حِسَابُهَا مِنَ الذَّهَبِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hakim ibnu Jubair, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Yazid, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai sesuatu yang mencukupinya, maka kelak perbuatan minta-mintanya itu datang di hari kiamat dalam bentuk gurat-gurat atau luka-luka goresan pada wajahnya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah yang mencukupi itu?" Nabi Saw. menjawab, "Lima puluh dirham atau yang seharga dengannya dalam bentuk emas."

Para pemilik kitab sunnah yang empat (Arba'ah) mengetengahkan hadis ini melalui Hakim ibnu Jubair Al-Asadi Al-Kufi, yang dinilai matruk (tak terpakai hadisnya) oleh Syu'bah ibnul Hajjaj dan dinilai daif bukan hanya oleh seorang Imam ahli hadis sebagai akibat dari hadis ini.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ يُونُسَ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ: بَلَغَ الْحَارِثُ-رَجُلًا كَانَ بِالشَّامِ مِنْ قُرَيْشٍ -أَنَّ أَبَا ذَرٍّ كَانَ بِهِ عَوَزٌ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ ثَلَاثَمِائَةِ دِينَارٍ، فَقَالَ: مَا وَجَدَ عَبْدُ اللَّهِ رَجُلًا هُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ مِنِّي، سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يقول: "من سَأَلَ وَلَهُ أَرْبَعُونَ فَقَدْ أَلْحَفَ" وَلِآلِ أَبِي ذَرٍّ أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا وَأَرْبَعُونَ شَاةً وَمَاهِنَانِ.

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu Husain Abdullah ibnu Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, "Telah sampai kepada Al-Haris —seorang lelaki yang tinggal di negeri Syam dari kalangan Quraisy— bahwa Abu zar r.a. dalam keadaan miskin. Maka Al-Haris mengirimkan kepadanya tiga ratus dinar. Lalu Abu zar berkata, 'Abdullah (hamba Allah) tidak akan menemukan seorang lelaki pun yang lebih memerlukannya selain dari diriku. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, (yaitu): Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh (dirham), berarti ia telah berbuat ilhaf (meminta secara mendesak). Saat itu keluarga Abu Zar mempunyai empat puluh dirham, empat puluh ekor kambing, dan dua orang pelayan (budak)."

قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ الْجَبَّارِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ سَابُورَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا فَهُوَ مُلْحِف، وَهُوَ مِثْلُ سَفِّ الْمَلَّةِ" يَعْنِي: الرَّمْلُ.

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Daud ibnu Sabur, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh dirham, berarti dia orang yang mulhif dan perumpamaannya sama dengan pasir.

Imam Nasai meriwayatkan dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Ahmad ibnu Adam, dari Sufyan (yakni Ibnu Uyaynah) berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَما تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 273)

Yakni tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah. Karena itu, Dia akan memberikan balasan pahalanya dengan lengkap dan sem-purna di hari kiamat kelak, yaitu di saat orang yang bersangkutan sangat memerlukannya.

*******************

Firman Allah Swt.:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهارِ سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)

Hal ini merupakan pujian dari Allah Swt. kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan untuk mencari keridaan-Nya di segala waktu —baik siang maupun malam hari— dan dengan berbagai cara —baik yang sembunyi-sembunyi ataupun yang terang-terangan— sehingga nafkah buat keluarga pun termasuk ke dalam pengertian ini pula. Seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas, ketika beliau menjenguknya yang sedang sakit pada tahun kemenangan atas kota Mekah, menurut pendapat yang lain pada tahun haji wada', yaitu:

«وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا ازْدَدْتَ بِهَا دَرَجَةً وَرِفْعَةً حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ»

Dan sesungguhnya kamu tidak sekali-kali mengeluarkan suatu nafkah dengan mengharapkan rida Allah, melainkan engkau makin bertambah derajat dan ketinggianmu karenanya, sehingga berupa makanan yang kamu suapkan ke dalam mulut istrimu.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وبَهْز قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيَّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Bahz; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Addi ibnu Sabit yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Yazid Al-Ansari menceritakan hadis berikut dari Abu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang muslim itu apabila mengeluarkan suatu nafkah kepada istrinya dengan mengharapkan pahala dari Allah, maka hal itu merupakan sedekah baginya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Syu'bah dengan lafaz yang sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Yasar menceritakan hadis berikut dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Uraib Al-Mulaiki, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw., bahwa firman-Nya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (Al-Baqarah: 274), diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang memiliki kuda (untuk berjihad di jalan Allah).

Habsy As-San'ani meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang memelihara kuda untuk berjihad di jalan Allah.

Asar yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, kemudian ia mengatakan bahwa hal yang sama diriwayatkan pula dari Abu Umamah, Sa'id ibnul Musayyab, dan Makhul.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, dari Abdul Wahhab ibnu Mujahid, dari Ibnu Jubair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Ali r.a. mempunyai uang empat dirham, lalu ia menafkahkan satu dirham darinya di malam hari, satu dirham lainnya pada siang harinya, dan satu dirham lagi dengan sembunyi-sembunyi, sedangkan dirham terakhir ia nafkahkan secara terang-terangan. Maka turunlah Firman-Nya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam hari dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan. (Al-Baqarah: 274)

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Abdul Wahhab ibnu Mujahid, sedangkan dia orang yang daif. Akari tetapi, Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui jalur yang lain dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali r.a. ibnu Abu Talib.

*******************

Firman Allah Swt.:

فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ

maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (Al-Baqarah: 274)

Yakni di hari kiamat nanti sebagai balasan dari nafkah yang telah mereka keluarkan di jalan ketaatan.

وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)

Tafsir ayat ini telah diterangkan sebelumnya.


لِلْفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحْصِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًۭا فِى ٱلْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ ٱلْجَاهِلُ أَغْنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَٰهُمْ لَا يَسْـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلْحَافًۭا ۗ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ 273

(273) (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.

(273) 

Firman Allah Swt.:

لِلْفُقَراءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. (Al-Baqarah: 273)

Yakni kaum Muhajirin yang menyibukkan diri mereka untuk membela Allah dan Rasul-Nya serta tinggal di Madinah, sedangkan mereka tidak mempunyai usaha yang dijadikan pegangan untuk mencukupi diri mereka sendiri.

لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْباً فِي الْأَرْضِ

mereka tidak dapat berusaha di bumi. (Al-Baqarah: 273)

Maksudnya, mereka tidak dapat bepergian untuk usaha mencari penghidupan. Istilah ad-darbu fil ardi adalah bepergian, seperti pengertian yang ada di dalam firman Lainnya, yaitu:

وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ

Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian mengqasar salat (kalian). (An-Nisa: 11)

عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. (Al-Muzzammil: 2), hingga akhir ayat.

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

يَحْسَبُهُمُ الْجاهِلُ أَغْنِياءَ مِنَ التَّعَفُّفِ

orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. (Al-Baqarah: 273)

Artinya, orang yang tidak mengetahui perihal dan keadaan mereka pasti menduga bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara dirinya melalui pakaian, keadaan, dan ucapan mereka.

Semakna dengan ayat ini sebuah hadis yang kesahihannya telah disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، وَالْأُكْلَةُ وَالْأُكْلَتَانِ، وَلَكِنَّ الْمِسْكِينَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ، وَلَا يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا»

Orang yang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) yang pergi setelah diberi sebiji atau dua biji buah kurma, sesuap atau dua suap makanan, dan sepiring atau dua piring makanan; tetapi orang miskin yang sesungguhnya ialah orang yang tidak mempunyai kecukupan yang mencukupi dirinya, dan keadaannya tidak diketahui sehingga mudah diberi sedekah, serta tidak pernah meminta sesuatu pun kepada orang lain.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Mas'ud r.a.

*******************

Firman Allah Swt.:

تَعْرِفُهُمْ بِسِيماهُمْ

Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya. (Al-Baqarah: 273)

Yakni melalui penampilan mereka bagi orang-orang yang memahami sifat-sifat mereka. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:

سِيماهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ

tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al-Fath: 29)

وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ

Dan kalian benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka. (Muhammad: 3)

Di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan seperti berikut:

"اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ، فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ"، ثُمَّ قَرَأَ: إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ

Takutlah kalian kepada firasat orang mukmin, karena sesungguhnya dia memandang dengan nur Allah. Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya, "Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (Al-Hijr 75)

*******************

Firman Allah Swt.:

لا يَسْئَلُونَ النَّاسَ إِلْحافاً

mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. (Al-Baqarah: 273)

Maksudnya, dalam meminta mereka tidak pernah mendesak dan tidak pernah membebankan kepada orang lain apa yang tidak mereka perlukan. Karena sesungguhnya orang yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai kecukupan yang dapat menjaminnya untuk tidak meminta, berarti ia melakukan permintaan dengan cara mendesak.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكُ بْنُ أَبِي نَمِرٍ: أَنَّ عَطَاءَ بْنَ يَسَار وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي عَمْرَة الْأَنْصَارِيَّ قَالَا سَمِعْنَا أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيْسَ المسكينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَلَا اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الَّذِي يتعفَّفُ؛ اقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ -يَعْنِي قَوْلَهُ-: لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abu Namir, bahwa Ata ibnu Yasar dan Abdur Rahman ibnu Abu Amrah Al-Ansari pernah menceritakan bahwa mereka pernah mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji buah kurma, dan sesuap atau dua suap makanan; melainkan orang miskin yang sebenarnya ialah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yakni firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273)

Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Ismail ibnu Ja'far Al-Madini, dari Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Ata ibnu Yasar sendiri, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama.

قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ النَّسَائِيُّ: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، أَخْبَرَنَا شَرَّيْكٌ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي نَمِرٍ -عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ التَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ، وَاللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ؛ اقْرَؤُوا إِنْ شِئْتُمْ: لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا "

Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hujr, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik (yakni Ibnu Abu Namir), dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Orang yang miskin itu bukanlah orang yang pergi (setelah diberi) sebiji atau dua biji kurma, dan sesuap atau dua suap makanan; melainkan orang yang miskin adalah orang yang memelihara dirinya (dari meminta-minta). Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yaitu firman-Nya, "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273).

Imam Bukhari meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ziyad, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. hal yang semisal.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وهب، أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ أَبِي الْوَلِيدِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِالطَّوَّافِ عَلَيْكُمْ، فَتُطْعِمُونَهُ لُقْمَةً لُقْمَةً، إِنَّمَا الْمِسْكِينُ الْمُتَعَفِّفُ الَّذِي لَا يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi-b, dari Abul Walid, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta) kepada kalian, lalu kalian memberinya makan sesuap demi sesuap. Sesungguhnya orang yang miskin hanyalah orang yang memelihara dirinya dari meminta-minta kepada orang lain secara mendesak.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Mu'tamir, dari Al-Hasan ibnu Malik, dari Saleh ibnu Suwaib, dari Abu Hurairah yang telah mengatakan: Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling (meminta-minta), yang pergi setelah diberi sepiring atau dua piring makanan; tetapi orang miskin ialah orang yang memelihara dirinya, tinggal di dalam rumahnya, tidak pernah meminta kepada orang lain sesuatu hajat yang diperlukannya. Bacalah oleh kalian firman Allah Swt. jika kalian suka, yaitu: "Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak" (Al-Baqarah: 273).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ الْحَنَفِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ مُزَيْنَةَ، أَنَّهُ قَالَتْ لَهُ أُمُّهُ: أَلَا تَنْطَلِقَ فَتَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ سَلَّمَ كَمَا يَسْأَلُهُ النَّاسُ؟ فَانْطَلَقْتُ أَسْأَلُهُ، فَوَجَدْتُهُ قَائِمًا يَخْطُبُ، وَهُوَ يَقُولُ: "وَمَنِ اسْتَعَفَّ أَعَفَّهُ اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَغْنَى أَغْنَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْأَلِ النَّاسَ وَلَهُ عَدْلُ خَمْسِ أَوَاقٍ فَقَدْ سَأَلَ النَّاسَ إِلْحَافًا". فَقُلْتُ بَيْنِي وَبَيْنَ نَفْسِي: لَنَاقَةٌ لِي خَيْرٌ مِنْ خَمْسِ أَوَاقٍ، وَلِغُلَامِهِ نَاقَةٌ أُخْرَى فَهِيَ خَيْرٌ مِنْ خَمْسِ أَوَاقٍ فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَسْأَلْ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari ayahnya, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah, bahwa ibu si lelaki tersebut pernah berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak berangkat untuk meminta-minta kepada Rasulullah Saw. sebagaimana orang-orang lain meminta kepadanya?" Maka aku (lelaki tersebut) berangkat untuk meminta-minta kepadanya, tetapi kujumpai beliau sedang berdiri berkhotbah seraya bersabda dalam khotbahnya itu: Barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan memelihara kehormatannya; dan barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah membuatnya berkecukupan. Dan barang siapa yang meminta kepada orang lain, sedangkan ia mempunyai makanan sejumlah kurang lebih lima auqiyah, berarti dia meminta kepada orang lain secara mendesak. Maka aku berkata kepada diriku sendiri bahwa seekor unta milikku jauh lebih baik daripada lima auqiyah makanan, dan budakku memiliki unta lainnya yang jelas lebih baik daripada lima auqiyah. Maka aku kembali, tidak jadi meminta.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَرَّحَتْنِي أُمِّي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَسْأَلُهُ، فَأَتَيْتُهُ فَقَعَدْتُ، قَالَ: فَاسْتَقْبَلَنِي فَقَالَ: "مَنِ اسْتَغْنَى أَغْنَاهُ اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَعَفَّ أعفَّه اللَّهُ، وَمَنِ اسْتَكَفَّ كَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ أُوقِيَّةٍ فَقَدْ أَلْحَفَ". قَالَ: فَقُلْتُ: نَاقَتِي الْيَاقُوتَةُ خَيْرٌ مِنْ أُوقِيَّةٍ. فَرَجَعْتُ وَلَمْ أَسْأَلْهُ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ibunya menyuruhnya datang kepada Rasulullah Saw. untuk meminta sesuatu kepada beliau Saw. Lalu ia datang menghadap kepada Rasulullah dan duduk. Rasulullah Saw. menyambutku, lalu bersabda: Barang siapa yang merasa berkecukupan, maka Allah akan membuatnya berkecukupan; dan barang siapa yang memelihara dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memelihara kehormatannya. Dan barang siapa yang menahan dirinya (dari meminta-minta), maka Allah memberinya kecukupan. Dan barang siapa yang meminta, sedangkan dia mempunyai makanan satu auqiyah, berarti dia telah berbuat ilhaf (meminta dengan cara mendesak). Perawi melanjutkan kisahnya, lalu aku berkata bahwa untaku yang bernama Yaqutah lebih baik daripada satu auqiyah makanan. Maka aku kembali, tidak jadi meminta-minta kepadanya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai yang keduanya bersumber dari Qutaibah. Imam Abu Daud menambahkan, juga dari Hisyam ibnu Ammar; keduanya dari Abdur Rahman ibnu Abur Rijal berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْجَمَاهِيرِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ وُقِيَّةٍ فَهُوَ مُلْحِفٌ" وَالْوُقِيَّةُ: أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Jamahir, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abur Rijal, dari Imarah ibnu Arafah, dari Abdur Rahman ibnu Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Abu Sa'id Al-Khudri telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah, berarti dia orang yang mulhif (meminta dengan cara mendesak). Yang dimaksud dengan satu auqiyah ialah sama harganya dengan empat puluh dirham.

قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي أَسَدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ أُوقِيَّةٌ -أَوْ عَدْلُهَا -فَقَدْ سَأَلَ إِلْحَافًا"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki',. telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Asad yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai barang sebanyak satu auqiyah atau yang sebanding dengannya, berarti dia telah meminta dengan cara mendesak.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ مَا يُغْنِيهِ، جَاءَتْ مَسْأَلَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُدُوشًا -أَوْ كُدُوحًا -فِي وَجْهِهِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا غِنَاهُ؟ قَالَ: "خَمْسُونَ دِرْهَمًا، أَوْ حِسَابُهَا مِنَ الذَّهَبِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Hakim ibnu Jubair, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Yazid, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai sesuatu yang mencukupinya, maka kelak perbuatan minta-mintanya itu datang di hari kiamat dalam bentuk gurat-gurat atau luka-luka goresan pada wajahnya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah yang mencukupi itu?" Nabi Saw. menjawab, "Lima puluh dirham atau yang seharga dengannya dalam bentuk emas."

Para pemilik kitab sunnah yang empat (Arba'ah) mengetengahkan hadis ini melalui Hakim ibnu Jubair Al-Asadi Al-Kufi, yang dinilai matruk (tak terpakai hadisnya) oleh Syu'bah ibnul Hajjaj dan dinilai daif bukan hanya oleh seorang Imam ahli hadis sebagai akibat dari hadis ini.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ يُونُسَ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ: بَلَغَ الْحَارِثُ-رَجُلًا كَانَ بِالشَّامِ مِنْ قُرَيْشٍ -أَنَّ أَبَا ذَرٍّ كَانَ بِهِ عَوَزٌ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ ثَلَاثَمِائَةِ دِينَارٍ، فَقَالَ: مَا وَجَدَ عَبْدُ اللَّهِ رَجُلًا هُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ مِنِّي، سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يقول: "من سَأَلَ وَلَهُ أَرْبَعُونَ فَقَدْ أَلْحَفَ" وَلِآلِ أَبِي ذَرٍّ أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا وَأَرْبَعُونَ شَاةً وَمَاهِنَانِ.

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Abu Husain Abdullah ibnu Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, "Telah sampai kepada Al-Haris —seorang lelaki yang tinggal di negeri Syam dari kalangan Quraisy— bahwa Abu zar r.a. dalam keadaan miskin. Maka Al-Haris mengirimkan kepadanya tiga ratus dinar. Lalu Abu zar berkata, 'Abdullah (hamba Allah) tidak akan menemukan seorang lelaki pun yang lebih memerlukannya selain dari diriku. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, (yaitu): Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh (dirham), berarti ia telah berbuat ilhaf (meminta secara mendesak). Saat itu keluarga Abu Zar mempunyai empat puluh dirham, empat puluh ekor kambing, dan dua orang pelayan (budak)."

قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَنْبَأَنَا عَبْدُ الْجَبَّارِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ سَابُورَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ سَأَلَ وَلَهُ أَرْبَعُونَ دِرْهَمًا فَهُوَ مُلْحِف، وَهُوَ مِثْلُ سَفِّ الْمَلَّةِ" يَعْنِي: الرَّمْلُ.

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Daud ibnu Sabur, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang meminta-minta, sedangkan dia mempunyai empat puluh dirham, berarti dia orang yang mulhif dan perumpamaannya sama dengan pasir.

Imam Nasai meriwayatkan dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Ahmad ibnu Adam, dari Sufyan (yakni Ibnu Uyaynah) berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَما تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 273)

Yakni tiada sesuatu pun darinya yang samar bagi Allah. Karena itu, Dia akan memberikan balasan pahalanya dengan lengkap dan sem-purna di hari kiamat kelak, yaitu di saat orang yang bersangkutan sangat memerlukannya.


ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ 274

(274) Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

(274) 

Firman Allah Swt.:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهارِ سِرًّا وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)

Hal ini merupakan pujian dari Allah Swt. kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dan untuk mencari keridaan-Nya di segala waktu —baik siang maupun malam hari— dan dengan berbagai cara —baik yang sembunyi-sembunyi ataupun yang terang-terangan— sehingga nafkah buat keluarga pun termasuk ke dalam pengertian ini pula. Seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas, ketika beliau menjenguknya yang sedang sakit pada tahun kemenangan atas kota Mekah, menurut pendapat yang lain pada tahun haji wada', yaitu:

«وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا ازْدَدْتَ بِهَا دَرَجَةً وَرِفْعَةً حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ»

Dan sesungguhnya kamu tidak sekali-kali mengeluarkan suatu nafkah dengan mengharapkan rida Allah, melainkan engkau makin bertambah derajat dan ketinggianmu karenanya, sehingga berupa makanan yang kamu suapkan ke dalam mulut istrimu.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وبَهْز قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ الْأَنْصَارِيَّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Bahz; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Addi ibnu Sabit yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Yazid Al-Ansari menceritakan hadis berikut dari Abu Mas'ud r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang muslim itu apabila mengeluarkan suatu nafkah kepada istrinya dengan mengharapkan pahala dari Allah, maka hal itu merupakan sedekah baginya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Syu'bah dengan lafaz yang sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Yasar menceritakan hadis berikut dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Uraib Al-Mulaiki, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw., bahwa firman-Nya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (Al-Baqarah: 274), diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang memiliki kuda (untuk berjihad di jalan Allah).

Habsy As-San'ani meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah orang-orang yang memelihara kuda untuk berjihad di jalan Allah.

Asar yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, kemudian ia mengatakan bahwa hal yang sama diriwayatkan pula dari Abu Umamah, Sa'id ibnul Musayyab, dan Makhul.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yaman, dari Abdul Wahhab ibnu Mujahid, dari Ibnu Jubair, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Ali r.a. mempunyai uang empat dirham, lalu ia menafkahkan satu dirham darinya di malam hari, satu dirham lainnya pada siang harinya, dan satu dirham lagi dengan sembunyi-sembunyi, sedangkan dirham terakhir ia nafkahkan secara terang-terangan. Maka turunlah Firman-Nya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam hari dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan. (Al-Baqarah: 274)

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Abdul Wahhab ibnu Mujahid, sedangkan dia orang yang daif. Akari tetapi, Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui jalur yang lain dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ali r.a. ibnu Abu Talib.

*******************

Firman Allah Swt.:

فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ

maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (Al-Baqarah: 274)

Yakni di hari kiamat nanti sebagai balasan dari nafkah yang telah mereka keluarkan di jalan ketaatan.

وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)

Tafsir ayat ini telah diterangkan sebelumnya.