43 - الزخرف - Az-Zukhruf
Ornaments of gold
Meccan
إِنَّ ٱلْمُجْرِمِينَ فِى عَذَابِ جَهَنَّمَ خَٰلِدُونَ 74
(74) Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahannam.
(74)
Setelah Allah Swt. menyebutkan perihal orang-orang yang berbahagia (ahli surga), maka disebutkanlah oleh-Nya keadaan orang-orang yang celaka (ahli neraka). Untuk itu Allah Swt. berfirman:
إِنَّ الْمُجْرِمِينَ فِي عَذَابِ جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa kekal di dalam azab neraka Jahanam. (Az-Zukhruf:74)
لَا يُفَتَّرُ عَنْهُمْ وَهُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ 75
(75) Tidak diringankan azab itu dari mereka dan mereka di dalamnya berputus asa.
(75)
لَا يُفَتَّرُ عَنْهُمْ
Tidak diringankan azab itu dari mereka. (Az-Zukhruf: 75)
barang sesaat pun.
وَهُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ
dan mereka di dalamnya berputus asa. (Az-Zukhruf: 75)
Yakni tidak punya harapan lagi untuk mendapat suatu kebaikan pun.
وَمَا ظَلَمْنَٰهُمْ وَلَٰكِن كَانُوا۟ هُمُ ٱلظَّٰلِمِينَ 76
(76) Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
(76)
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا هُمُ الظَّالِمِينَ
Dan tidaklah Kami menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Az-Zukhruf:76)
Karena amal-amal perbuatan mereka yang buruk sesudah tegaknya hujah atas diri mereka dan setelah rasul-rasul di utus kepada mereka, lalu meraka mendustakan para rasul dan durhaka. Karena itulah maka mereka diberi balasan dengan siksa neraka sebagai balasan yang setimpal. Dan sesungguhnya tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya.
وَنَادَوْا۟ يَٰمَٰلِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ ۖ قَالَ إِنَّكُم مَّٰكِثُونَ 77
(77) Mereka berseru: "Hai Malik biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)".
(77)
وَنَادَوْا يَامَالِكُ
Mereka berseru, Hai Malik.” (Az-Zukhruf:77)
Malik adalah malaikat penjaga neraka.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ يَعْلَى، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ عَلَى الْمِنْبَرِ: وَنَادَوْا يَامَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Ata, dari Safwan ibnu Ya'la, dari ayahnya yang berpredikat sahabat, bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. membaca ayat berikut di atas mimbar, yaitu firman-Nya: Mereka berseru, Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” (Az-Zukhruf:77)
Yakni mencabut nyawa kami agar kami terbebas dari azab yang kami alami ini. Keadaan mereka disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا
Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. (Fathir:36)
Dan firman Allah Swt.:
وَيَتَجَنَّبُهَا الأشْقَى. الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى. ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَى
orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Al-A'la:11-13)
Ketika mereka meminta agar diri mereka dimatikan saja, maka Malaikat Malik menjawab:
قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
Dia menjawab, Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (Az-Zukhruf:77)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka tinggal selama seribu tahun, kemudian Malik menjawab, Sesungguhnya kamu akan tetap tinggal (di neraka ini). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kalian tidak akan keluar dari neraka dan tiada jalan bagimu selamat darinya.
Selanjutnya disebutkan penyebab kecelakaan mereka, yaitu mereka selalu menentang perkara hak dan mengingkarinya. Untuk itu disebutkan dalam firman berikutnya:
لَقَدْ جِئْنَٰكُم بِٱلْحَقِّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَٰرِهُونَ 78
(78) Sesungguhnya Kami benar-benar telah memhawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu.
(78)
لَقَدْ جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ
Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepadamu. (Az-Zukhruf:78)
Yakni Kami telah menjelaskan, menerangkan, dan menafsirkan kebenaran itu kepada kalian.
وَلَكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
tetapi kebanyakan di antara kamu benci kepada kebenaran itu. (Az-Zukhruf:78)
Maksudnya, tetapi watak dan pembawaan kalian tidak mau menerima kebenaran dan tidak mau taat kepadanya, melainkan hanya tunduk pada kebatilan, menjunjung tinggi nilai-nilai kebatilan, mengahalang-halangi perkara yang hak dan menolaknya, serta membenci para penganutnya. Maka celalah diri kalian sendiri dan sesalilah nasib kalian di saat tiada gunanya lagi penyesalan. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
أَمْ أَبْرَمُوٓا۟ أَمْرًۭا فَإِنَّا مُبْرِمُونَ 79
(79) Bahkan mereka telah menetapkan satu tipu daya (jahat), maka sesungguhnya Kami menetapkan pula.
(79)
أَمْ أَبْرَمُوا أَمْرًا فَإِنَّا مُبْرِمُونَ
Bahkan mereka telah menetapkan satu tipu daya (jahat), maka sesungguhnya Kami akan membalas tipu daya mereka. (Az-Zukhruf:79) '
Mujahid mengatakan bahwa mereka bermaksud melancarkan tipu daya jahat, tetapi Kami membalikkannya kepada mereka.
Pendapat yang dikatakan oleh Mujahid ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Dan mereka merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedangkan mereka tidak menyadariya. (An-Naml:5)
Demikian itu karena orang-orang musyrik dalam upayanya menolak kebenaran dengan kebatilan, mereka menggunakan tipu daya makar yang mereka rencanakan. Maka Allah membalas makar mereka dan menimpakan akibat dari makar itu kepada diri mereka sendiri. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَىٰهُم ۚ بَلَىٰ وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ 80
(80) Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.
(80)
أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ
Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? (Az-Zukhruf: 80)
Yaitu rahasia yang tersimpan dalam dada mereka dan sikap lahiriah mereka yang terang-terangan.
بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ
Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. (Az-Zukhruf: 80)
yakni Kami mengetahui apa yang sedang mereka lakukan, dan para malaikat pun terus mencatat amal perbuatan mereka, baik yang besar maupun yang kecil.
قُلْ إِن كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدٌۭ فَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْعَٰبِدِينَ 81
(81) Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).
(81)
Firman Allah Swt.:
قُلْ
يَا مُحَمَّدُ:إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ
Katakanlah, (hai Muhammad), jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan anak itu. (Az-Zukhruf: 81)
Yakni seandainya hal ini dihipotesiskan, tentulah aku akan menyembahnya karena hal tersebut, sebab aku adalah salah seorang dari hamba-Nya yang selalu taat kepada semua yang diperintahkan-Nya kepadaku. Dalam diriku sama sekali tidak ada rasa takabur, tidak ada pula rasa menolak untuk menyembahnya. Hal ini diumpamakan seandainya hal tersebut benar ada, tetapi hal tersebut mustahil bagi hak Allah Swt. Dan kalau yang namanya 'seandainya' bukan berarti merupakan suatu keharusan terjadinya subjek yang dimaksud, bukan pula merupakan suatu hal yang mungkin terjadi. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا لاصْطَفَى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ سُبْحَانَهُ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4)
Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: maka akulah mula-mula orang yang memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81) Yakni orang yang pertama paling menolak.
Di antara mereka yang mengatakan pendapat ini adalah Sufyan As-Sauri. Dan Imam Bukhari telah meriwayatkan hal tersebut. Untuk itu ia mengatakan bahwa Sufyan As-Sauri telah mengatakan, "Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah akulah orang yang mula-mula mengingkarinya, diambil dari kata 'abida ya'badu.
Ibnu Jarir telah menuturkan pendapat ini berikut syawahid yang menguatkannya. Antara lain ialah apa yang telah diriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la, dari Ibnu Wahb, telah mnceritakan kepadaku Ibnu Abu Zi-b, dari Abu Qasit, dari Ba'jah ibnu Badr Al-Juhani, bahwa pernah ada seorang wanita dari kalangan Al-Juhani bercampur dengan suaminya yang juga dari kalangan mereka. Ternyata wanita itu melahirkan anak dalam masa enam bulan.
Maka suaminya menceritakan hal itu kepada Usman ibnu Affan r.a. Kemudian Usman memerintahkan agar wanita itu di hukum rajam. Tetapi sebelum hukuman rajam dilaksanakan, sahabat Ali ibnu AbuTalib r.a. masuk menemui Klalifah Usman r.a, lalu mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya: Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15) Dan Allah Swt. telah berfirman: dan menyapihnya dalam dua tahun. (Luqman: 14)
Ba'jah ibnu Badr Al-Juhani mengatakan, "Demi Allah, tidaklah Khalifah Usman r.a. menolak untuk mengirimkan utusan agar wanita itu dipulangkan ke rumahnya."
Yunus mengatakan, Ibnu Wahb telah mengatakan bahwa 'abida artinya menolak. Dan seorang penyair telah mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
مَتَى مَا يَشَأ ذُو الوُدِّ يصْرِمْ خَليله ... ويَعْبَدُ عَلَيه لَا مِحَالَة ظَالمًا
Manakala seorang kekasih berkeinginan untuk memutuskan kekasihnya dan menolak berhubungan lagi dengannya, berarti dia adalah orang yang berbuat aniaya.
Tetapi pendapat ini masih diragukan, karena maknanya tidak selaras dengan syarat, sehingga pengertian lengkapnya adalah seperti berikut, bahwa jika hal itu benar, maka akulah orang yang menolaknya. Dan hal ini jelas tidak dapat diterima, harap direnungkan! Kecuali jika dikatakan bahwa huruf in di sini bukan in syartiyyah, melainkan in nafiyah. Seperti yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, tiadalah Tuhan Yang Maha Pemurah beranak. (Az-Zukhruf: 81) Yaitu bahwa tiadalah Tuhan Yang Maha Pemurah itu beranak, dan aku adalah orang yang mula-mula menyaksikannya.
Qatadah mengatakan bahwa ungkapan ini biasa dipakai oleh orang-orang arab, yaitu: Jika Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakannya. (Az-Zukhruf: 81) Yakni hal itu tidak mungkin terjadi, dan tidak layak bagi-Nya beranak.
Abu Sakhr mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya). (Az-Zukhruf: 81) Yaitu akulah orang yang mula-mula menyembah Allah dengan keyakinan bahwa Dia tidak beranak, dan akulah orang yang mula-mula mengesakan-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya). (Az-Zukhruf: 81) Yakni orang yang mula-mula menyembah-Nya, mengesakan-Nya, serta mendustakan kalian.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka akulah orang yang mula-mula menyembahnya. (Az-Zukhruf: 81) Yakni orang yang mula-mula menolaknya, lafaz 'abidin mempunyai dua makna. Yang pertama bermakna menyembah, sedangkan yang kedua bermakna menolak. Makna yang pertamalah yang lebih dekat kepada kebenaran, yakni yang menganggapnya sebagai syarat dan jawab, tetapi pengertian ini tidak mungkin terjadi.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempuyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81) Seandainya Allah beranak, tentulah aku menjadi orang yang mula-mula meyakini bahwa Dia mempunyai anak, tetapi kenyataanya Dia tidak beranak. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan Ibnu Jarir menjawab pendapat orang yang menduga bahwa huruf in di sini bermakna nafi.
Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
سُبْحَٰنَ رَبِّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبِّ ٱلْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ 82
(82) Maha Suci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu.
(82)
سُبْحَانَ رَبِّ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Mahasuci Tuhan yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya 'Arasy dari apa yang mereka sifatkan. (Az-Zukhruf: 82)
Yakni Mahasuci, Mahatinggi, lagi Mahabersih Allah Pencipta segala sesuatu dari sifat beranak. Karena sesungguhnya Dia Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada tandingan dan tiada saingan bagi-Nya, maka tiada anak bagi-Nya.
فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا۟ وَيَلْعَبُوا۟ حَتَّىٰ يُلَٰقُوا۟ يَوْمَهُمُ ٱلَّذِى يُوعَدُونَ 83
(83) Maka biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka.
(83)
Firman Allah Swt.:
فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا
Maka biarlah mereka tenggelam. (Az-Zukhruf: 83)
Yaitu dalam kebodohan dan kesesatan mereka.
وَيَلْعَبُوا
dan bermain-main. (Az-Zukhruf: 83)
dalam dunia mereka.
حَتَّى يُلاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ
sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka. (Az-Zukhruf: 83)
Yaitu hari kiamat, kelak mereka akan mengetahui ke manakah tempat kembali mereka dan nasib yang akan mereka alami pada hari itu.
وَهُوَ ٱلَّذِى فِى ٱلسَّمَآءِ إِلَٰهٌۭ وَفِى ٱلْأَرْضِ إِلَٰهٌۭ ۚ وَهُوَ ٱلْحَكِيمُ ٱلْعَلِيمُ 84
(84) Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(84)
Firman Allah Swt.
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الأرْضِ إِلَهٌ
Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi. (Az-Zukhruf: 84)
Dia adalah Tuhan yang disembah oleh makhluk di langit, dan Tuhan yang disembah oleh makhluk yang di bumi, semuanya tunduk dan merendahkan diri di hadapan-Nya.
وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Az-Zukhruf: 84)
Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt.:
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَوَاتِ وَفِي الأرْضِ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ
Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (Al-An'am: 3)
Yakni Dialah Tuhan yang disembah di langit dan di bumi.
وَتَبَارَكَ ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَعِندَهُۥ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ 85
(85) Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nya-lah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
(85)
وَتَبَارَكَ الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
Dan Mahasuci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa saja yang ada di antara keduanya. (Az-Zukhruf: 85)
Dialah Yang menciptakan, yang memiliki dan Yang mengatur keduanya tanpa ada yang menyaingi dan menentangnya. Maka Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari beranak. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sudah merupakan suatu ketetapan bagi-Nya bersih dari semua cela dan sifat kekurangan, karena Dia adalah Tuhan Yang Mahatinggi, Mahabesar, Yang memiliki segala sesuatu, Yang di tangan kekuasaan-Nyalah kendali semua urusan dipegang, terlaksana atau tidaknya.
وَعِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ
dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 85)
Yakni tiada yang mengetahui waktunya kecuali hanya Dia.
وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Az-Zukhruf: 85)
Maka Dia akan memberikan pembalasan kepada setiap orang sesuai., dengan amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik; dan jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
وَلَا يَمْلِكُ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ ٱلشَّفَٰعَةَ إِلَّا مَن شَهِدَ بِٱلْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ 86
(86) Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).
(86)
وَلا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ
أَيْ: مِنَ الْأَصْنَامِ وَالْأَوْثَانِالشَّفَاعَةَ
Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat. (Az-Zukhruf: 86)
Artinya, berhala-berhala dan sekutu-sekutu itu tidak mampu memberikan syafaat kepada mereka yang menyembahnya,
إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). (Az-Zukhruf: 86)
Istisna atau pengecualian dalam ayat ini bersifat munqati' yang artinya 'tetapi orang yang meyakini perkara yang hak dengan penuh kesadaran dan pengetahuan, maka syafaat yang diberikannya itu dapat memberi manfaat dengan seizin dari Allah Swt.'.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ 87
(87) Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?,
(87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, 'Allah.' Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (Az-Zukhruf: 87)
Yakni seandainya kamu tanyakan kepada mereka yang mempersekutukan Allah, yang menyembah selain-Nya di samping Dia.
مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, 'Allah.' (Az-Zukhruf: 87)
Mereka mengakui bahwa Dialah Allah Yang menciptakan segala sesuatu keseluruhannya, hanya Dia semata tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ini. Tetapi sekalipun dengan pengakuan ini, mereka masih tetap menyembah selain-Nya di samping Dia, yaitu menyembah makhluk yang tidak memiliki sesuatu pun dan tidak mampu berbuat sesuatu pun. Dengan demikian, berarti mereka dengan perbuatannya itu adalah orang-orang yang sangat bodoh, pandir dan sangat lemah akalnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (Az-Zukhruf: 87)
وَقِيلِهِۦ يَٰرَبِّ إِنَّ هَٰٓؤُلَآءِ قَوْمٌۭ لَّا يُؤْمِنُونَ 88
(88) dan (Allah mengetabui) ucapan Muhammad: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman".
(88)
Adapun firman Allah Swt.:
وَقِيلِهِ يَا رَبِّ إِنَّ هَؤُلاءِ قَوْمٌ لَا يُؤْمِنُونَ
dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman.” (Az-Zukhruf: 88)
Yakni Nabi Muhammad Saw. mengadu kepada Tuhannya tentang perbuatan kaumnya yang mendustakannya. Untuk itu dia mengatakan: Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman. (Az-Zukhruf: 88)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman'-Nya:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan.” (Al-Furqan: 3)
Apa yang telah kami kemukakan merupakan pendapat Ibnu Mas'ud r.a. Mujahid, serta Qatadah, dan berdasarkan pendapat inilah Ibnu Jarir menafsirkannya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Abdullah (yakni Ibnu Mas'ud r.a.) membaca ayat ini dengan bacaan:
"وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ"
waqalar rasulu, ya Rabbi (dan rasul berkata, "Ya Tuhanku").
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman.” Bahwa Allah mendengar ucapan Muhammad Saw. itu.
Qatadah mengatakan bahwa dia adalah nabi kalian yang mengadu kepada Tuhannya tentang kaumnya yang tidak mau beriman.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: dan (Allah mengetahui) ucapan Muhammad, "Ya Tuhanku (Az-Zukhruf: 88) Bahwa ada dua qiraat mengenainya; salah satunya membacanya dengan bacaan nasab, yakni waqilahu. Bacaan ini mempunyai dua alasan yang salah satunya ialah di- ataf-kan kepada firman Allah Swt.: bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka. (Az-Zukhruf: 80)
Alasan kedua ialah diperkirakan adanya fi'il (kata kerja) yang ada sebelumnya. Bentuk lengkapnya ialah Waqala qilahu (dan Muhammad mengucapkan pengaduannya). Bacaan yang kedua ialah membacanya dengan kasrah, yakni qilihi, yang menurut suatu pendapat karena di-ataf-kan kepada firman-Nya: dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat. (Az-Zukhruf: 85)
Bentuk lengkapnya ialah 'dan pengetahuan tentang ucapannya.'
فَٱصْفَحْ عَنْهُمْ وَقُلْ سَلَٰمٌۭ ۚ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ 89
(89) Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan katakanlah: "Salam (selamat tinggal)". Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk).
(89)
Firman Allah Swt.:
فَاصْفَحْ عَنْهُمْ
Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka. (Az-Zukhruf: 89)
Maksudnya, dari orang-orang musyrik itu.
وَقُلْ سَلامٌ
dan katakanlah, "Salam (selamat tinggal)." (Az-Zukhruf: 89)
Yakni janganlah engkau menjawab perkataan mereka yang ditujukan kepadamu, berupa ucapan yang buruk. Tetapi bujuklah mereka dan maafkanlah mereka melalui sikap dan ucapan.
فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk). (Az-Zukhruf: 89)
Ini merupakan ancaman dari Allah Swt. ditujukan kepada orang-orang musyrik itu. Karena itu, maka mereka ditimpa oleh azab-Nya yang tidak dapat ditolak lagi. Dan Allah meninggikan agama dan kalimah-Nya, juga memerintahkan sesudah itu (kepada Nabi-Nya) untuk berjihad dan berperang melawan mereka, hingga akhirnya manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah, dan Islam tersebar dibelahan timur dan belahan barat. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.