76 - الانسان - Al-Insaan

Juz : 29

Man
Medinan

عَيْنًۭا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ ٱللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًۭا 6

(6) (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya.

(6) 

Dalam firman berikutnya disebutkan:

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا

(yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. (Al-Insan: 6)

Minuman yang dicampur dengan kafur untuk orang-orang yang bertakwa ini diambil dari mata air dalam surga yang airnya dipakai untuk minum oleh kaum muqarrabin dari hamba-hamba Allah tanpa campuran kafur, dan mereka menyegarkan dirinya dengan air itu. Karena itulah lafaz yasyrabu di sini mengandung makna yarwa hingga diperlukan adanya ba untuk ta'diyah, lalu Lafaz 'ainan di-nasab-kan sebagai tamyiz.

Sebagian ulama mengatakan bahwa minuman ini dalam hal keharumannya sama dengan kafur. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa mata air tersebut memang mata air kafur. Dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan bahwa lafaz 'ainan dapat pula di-nasab-kan oleh yasyrabu. Ketiga pendapat ini semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Firman Allah Swt:

يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا

yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. (Al-Insan: 6)

Yakni mereka dapat mengatur alirannya menurut apa yang mereka sukai dan ke arah mana pun yang mereka kehendaki, ke dalam gedung-gedung mereka, rumah-rumah mereka, tempat-tempat duduk mereka atau tempat-tempat pertemuan mereka.

At-Tafjir artinya memancarkan atau mengalirkan. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَقالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعاً

Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami.” (Al-Isra: 9)

Dan firman-Nya:

وَفَجَّرْنا خِلالَهُما نَهَراً

dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu. (Al-Kahfi: 33)

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. (Al-Insan: 6) Mereka dapat mengalirkannya ke mana pun mereka sukai. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ikrimah dan Qatadah. As-Sauri mengatakan bahwa mereka dapat mengatur alirannya ke mana pun mereka sukai.


يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًۭا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًۭا 7

(7) Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.

(7) 

Firman Allah Swt:

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. (Al-Insan: 7)

Yaitu mereka beribadah kepada Allah menurut apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada mereka berupa ketaatan yang diwajibkan berdasarkan hukum asal syariat, dan apa yang mereka wajibkan atas dirinya sendiri melalui nazar mereka.

قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ الْأَيْلِيِّ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعصي اللَّهَ فَلَا يَعصِه"

Imam Malik telah meriwayatkan dari Talhah ibnu Abdul Malik Al-Aili, dari Al-Qasim ibnu Malik, dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia taat kepada-Nya; dan barang siapa yang bernazar akan durhaka kepada Allah, maka janganlah ia durhaka kepada-Nya.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik.

Dan mereka meninggalkan hal-hal yang diharamkan yang mereka dilarang melakukannya terdorong oleh rasa takut akan tertimpa hisab yang buruk di hari kemudian. Yaitu hari yang padanya azab terdapat merata di mana-mana, yakni menyeluruh menimpa manusia semuanya terkecuali orang yang dirahmati oleh Allah Swt.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa mustatiran artinya fasyiyan, yakni merata.

Qatadah mengatakan, "Demi Allah, azab di hari itu benar-benar merata hingga memenuhi langit dan bumi."

Ibnu Jarir mengatakan, bahwa termasuk ke dalam pengertian ini ucapan mereka (orang Arab), "Keretakan itu telah merata mengenai semua permukaan kaca." Juga perkataan seorang penyair, yaitu Al-A'sya:

فَبَانَتْ وَقَد أسْأرت فِي الفُؤا ... دِ صَدْعًا، عَلَى نَأيها مُستَطيرًا

Maka berpisahlah dia (kekasihnya) dengan meninggalkan keretakan dalam hati yang bekasnya merata di mana-mana.

Yakni memanjang dan sangat mendalam kesannya.


وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًۭا وَيَتِيمًۭا وَأَسِيرًا 8

(8) Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.

(8) 

Firman Allah Swt,:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya. (Al-Insan: 8)

Menurut suatu pendapat, karena cinta kepada Allah Swt. dan mereka menjadikan damir yang ada merujuk kepada lafaz Allah berdasarkan konteks kalimat. Tetapi menurut pendapat yang jelas, Domir ini merujuk kepada makanan, yakni mereka memberi makan orang miskin dengan makanan kesukaan mereka. Demikianlah menurut Mujahid dan Muqatil serta dipilih oleh Ibnu Jarir, semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah Swt. dalam ayat lain:

لَنْ تَنالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. (Ali Imran: 92)

Imam Baihaqi telah meriwayatkan melalui jalur Al-A'masy, dari Nafi' yang mengatakan bahwa Ibnu Umar sakit, lalu ia menginginkan makan buah anggur karena saat itu sedang musim buah anggur. Maka Safiyyah alias istri Ibnu Umar menyuruh kurirnya untuk membeli buah anggur dengan membawa uang satu dirham. Setelah membeli anggur, si kurir dikuntit oleh seorang peminta-minta. Ketika kurir masuk rumah, si pengemis berkata, "Saya seorang pengemis." Maka Ibnu Umar berkata, "Berikanlah buah anggur itu kepadanya," lalu mereka memberikan buah anggur yang baru dibeli itu kepada si pengemis. Kemudian Safiyyah menyuruh pesuruhnya lagi dengan membawa uang satu dirham lainnya guna membeli buah anggur. Uang itu dibelikan setangkai buah anggur oleh si pesuruh. Dan ternyata pengemis itu menguntitnya kembali. Ketika si pesuruh masuk, pengemis itu berkata, "Saya seorang pengemis." Maka Ibnu Umar berkata, '"Berikanlah buah anggur itu kepadanya," Lalu mereka memberikan buah anggur itu kepada si pengemis. Akhirnya Safiyyah menyuruh seseorang untuk memanggil si pengemis itu, dan setelah datang ia berkata kepadanya, "Demi Allah, jika engkau kembali lagi ke sini, engkau tidak akan mendapat suatu kebaikan pun darinya selama-lamanya." Setelah itu barulah Safiyyah menyuruh pesuruhnya lagi untuk membeli buah anggur.

Di dalam hadis sahih disebutkan:

«أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَأْمَلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ»

Sedekah yang paling utama ialah yang engkau keluarkan, sedangkan engkau dalam keadaan sehat lagi kikir, mengharapkan kaya dan takut jatuh miskin.

Yakni dalam keadaan engkau menyukai harta, getol mencarinya, serta sangat kamu perlukan. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. (Al-Insan: 8)

Orang miskin dan anak yatim telah diterangkan definisi dan sifat-sifat keduanya. Adapun yang dimaksud dengan tawanan, maka menurut Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, dan Ad-Dahhak, maksudnya tawanan dari ahli kiblat.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa tawanan mereka pada masa itu adalah orang-orang musyrik. Hal ini diperkuat dengan adanya anjuran Rasulullah yang memerintahkan kepada para sahabatnya untuk memperlakukan para tawanan Perang Badar dengan perlakuan yang baik. Tersebutlah pula bahwa kaum muslim saat itu mendahulukan para tawanan untuk makan daripada diri mereka sendiri.

Ikrimah mengatakan bahwa mereka adalah budak-budak belian, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir, mengingat makna ayat umum menyangkut orang muslim dan juga orang musyrik. Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ata, Al-Hasan, dan Qatadah. Rasulullah Saw. telah menganjurkan agar para budak diperlakukan dengan perlakuan yang baik. Hal ini ditegaskan oleh beliau Saw. bukan hanya melalui satu hadis saja, bahkan di akhir wasiat beliau Saw. disebutkan:

«الصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ»

Peliharalah salat dan (perlakukanlah dengan baik) budak-budak yang dimiliki olehmu.


إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءًۭ وَلَا شُكُورًا 9

(9) Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

(9) 

Mujahid mengatakan bahwa tawanan adalah orang yang dipenjara. Mereka memberi makan orang-orang tersebut dengan makanan kesukaan mereka, seraya berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ

Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah. (Al-Insan: 9)

Tetapi bukan hanya perkataan saja melainkan dimanifestasikan ke dalam sikap dan perbuatan. Yakni kami lakukan hai ini hanyalah karena mengharapkan pahala dan rida Allah Swt. semata.

لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا

kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidakpula (ucapan) terima kasih. (Al-Insan: 9)

Artinya, kami tidak menginginkan dari kamu balasan yang kamu berikan kepada kami sebagai imbalannya, dan tidak pula pujianmu di kalangan orang lain.

Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan, "Demi Allah, mereka tidak mengatakannya dengan lisannya melainkan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati mereka yang ikhlas itu, maka Allah memuji mereka dengan maksud agar jejak mereka dapat dijadikan teladan bagi yang lainnya.


إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًۭا قَمْطَرِيرًۭا 10

(10) Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.

(10) 

إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا

Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (Al-Insan: 10)

Yakni sesungguhnya kami lakukan demikian itu tiada lain hanyalah berharap semoga Allah membelaskasihani kami dan menerima kami dengan kasih sayang-Nya di hari yang sangat kelabu lagi penuh dengan kesulitan (hari kiamat).

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa 'abus artinya penuh dengan kesulitan, dan qamtarir artinya sangat panjang.

Ikrimah dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (Al-Insan: 10) Orang kafir bermuka masam di hari itu hingga mengalir dari kedua matanya keringat seperti aspal hitam yang encer.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, " 'Ablisan," artinya mengernyitkan kedua bibirnya. Dan qamtarir artinya mengernyitkan mukanya dan tampak layu. Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah mengatakan bahwa muka orang-orang bermuram durja karena kengerian dan ketakutan yang melandanya. Qamtarir artinya mengernyitkan dahi dan keningnya karena ketakutan yang sangat.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-'abus artinya keburukan, dan al-qamtarir artinya kesengsaraan. Dan ungkapan yang paling jelas, paling indah, paling tinggi, lagi paling fasih adalah pendapat Ibnu Abbas r.a. yang diungkapkan oleh Ibnu Jarir, bahwa qamtarir artinya kesengsaraan. Dikatakan hari yang menyengsarakan, maksudnya hari yang paling keras, paling panjang musibah dan kesengsaraannya. Termasuk ke dalam pengertian ini ucapan seorang penyair:

بَنِي عَمِّنَا هَلْ تَذْكُرُونَ بَلَاءَنَا؟ ... عَلَيْكُمْ إِذَا مَا كَانَ يَوْمُ قُمَاطِرَ

Hai anak-anak paman kami, apakah kalian teringat petaka yang telah kami timpakan kepadamu, di hari-hari yang panjang kesengsaraannya?


فَوَقَىٰهُمُ ٱللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ ٱلْيَوْمِ وَلَقَّىٰهُمْ نَضْرَةًۭ وَسُرُورًۭا 11

(11) Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.

(11) 

Firman Allah Swt.:

فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا

Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati, (Al-Insan: 11)

Hal ini merupakan lawan kata dari ayat yang sebelumnya.

فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ

Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu. (Al-Insan: 11)

Yakni mengamankan mereka dari semua yang mereka takuti.

وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً

dan memberikan kepada mereka kejernihan. (Al-Insan: 11)

Kejernihan pada wajah mereka.

وَسُرُورًا

dan kegembiraan hati. (Al-Insan: 11)

Yaitu hati mereka dijadikan gembira, menurut Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui Firman-Nya:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ ضاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ

Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa, dan gembira ria. (Abasa: 38-39)

Demikian itu karena apabila hati gembira, maka wajah menjadi cerah ceria.

Ka'b ibnu Malik dalam hadisnya yang panjang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila sedang senang, wajah beliau bersinar seakan-akan seperti sinar rembulan. Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. masuk menemuinya dalam keadaan senang yang terlihat dari sinar wajahnya yang cerah.


وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُوا۟ جَنَّةًۭ وَحَرِيرًۭا 12

(12) Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,

(12) 

Firman Allah Swt.:

وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا

Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya. (Al-Insan: 12)

Yakni dikarenakan kesabaran mereka, maka Allah memberi mereka balasan pahala dan menempatkan mereka di dalam.

جَنَّةً وَحَرِيرًا

surga dan (pakaian) sutra. (Al-Insan: 12)

Yaitu tempat tinggal yang luas, kehidupan yang senang, dan pakaian yang indah-indah.

Al-HaFiz ibnu Asakir di dalam biografi Hisyam ibnu Sulaiman Ad-Darani mengatakan bahwa dibacakan kepada Abu Sulaiman Ad-Darani surat Hal Ata 'Alal Insani, yakni surat Al-Insan. Ketika pembaca sampai pada firman Allah Swt.: Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutra. (Al-Insan: 12) Maka Abu Sulaiman mengatakan bahwa mereka mendapat balasan tersebut berkat kesabaran mereka dalam meninggalkan keinginan hawa nafsu. Kemudian Abu Sulaiman membaca perkataan seorang penyair:

كَمْ قَتِيلٌ بِشَهْوَةٍ وَأَسِيرٌ ... أُفٍّ مِنْ مُشْتَهِي خِلَافَ الْجَمِيلِ

شَهَوَاتُ الْإِنْسَانِ تُوْرِثُهُ الذُّلَّ ... وَتُلْقِيهِ في البلاء الطويل

Sudah berapa banyak orang yang terbunuh dan terbelenggu oleh nafsu syahwatnya, celakalah bagi orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya yang bertindak melawan norma-norma kebaikan. Hawa nafsu manusia itu menjerumuskannya ke dalam kehinaan dan mencampakkannya ke dalam musibah yang panjang.


مُّتَّكِـِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلْأَرَآئِكِ ۖ لَا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًۭا وَلَا زَمْهَرِيرًۭا 13

(13) di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.

(13) 

Allah Swt. menceritakan perihal ahli surga dan kenikmatan abadi yang diperoleh mereka serta keutamaan yang besar yang dilimpahkan Allah bagi mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ

Di dalamnya mereka duduk bertelekan di atas dipan. (Al-Insan: 13)

Pembahasan mengenai hal ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Ash-Shaffat dan juga perbedaan pendapat sehubungan dengan cara mereka bersandar, apakah bersandar atau berbaring atau bersila atau duduk dengan mantap. Dan bahwa yang dimaksud dengan dipan-dipan ialah pelaminan-pelaminan yang berkelambu.

Firman Allah Swt.:

لَا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًا وَلا زَمْهَرِيرًا

mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang menggigit. (Al-Insan: 13)

Artinya, di tempat mereka tidak ada panas yang terik dan tidak pula dingin yang menusuk tulang, melainkan cuacanya sedang dan selamanya demikian; mereka tidak man berpindah tempat darinya untuk selama-lamanya.


وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلَٰلُهَا وَذُلِّلَتْ قُطُوفُهَا تَذْلِيلًۭا 14

(14) Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.

(14) 

وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلالُهَا

Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka. (Al-Insan: 14)

Yakni ranting-rantingnya dekat dengan mereka.

وَذُلِّلَتْ قُطُوفُهَا تَذْلِيلا

dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. (Al-Insan: 14)

Manakala seseorang dari mereka ingin memetik buahnya, maka buahnya itu mendekat kepadanya dari rantingnya yang tinggi seakan-akan buah itu tunduk patuh kepadanya. Seperti yang digambarkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَجَنَى الْجَنَّتَيْنِ دانٍ

Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. (Ar-Rahman: 54)

Dan firman Allah Swt.:

قُطُوفُها دانِيَةٌ

Buah-buahannya dekat. (Al-Haqqah: 23)

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. (Al-Insan: 14) Yakni jika ia berdiri, maka buah itu naik dengan kadar tertentu; apabila ia duduk, maka buah itu turun hingga ia dapat memetiknya, dan apabila ia berbaring, maka buah itu turun lebih rendah lagi agar ia dapat memetiknya. Yang demikian itulah maksud dari firman-Nya: semudah-mudahnya (Al-Insan: 14)

Qatadah mengatakan bahwa tiada duri dan tiada jarak yang menghambat tangan mereka dari memetiknya. Mujahid mengatakan bahwa tanah surga itu dari perak dan pasirnya minyak kesturi, dan batang pepohonannya dari emas dan perak, dahan-dahan serta ranting-rantingnya dari mutiara basah, zabarjad, yaqut, dan perak; sedangkan buah-buahannya beraneka ragam. Maka barang siapa yang makan dari buahnya dengan duduk, tidak terganggu; barang siapa yang memakannya sambil berdiri, tidak terganggu; dan barang siapa yang memakan darinya sambil berbaring, tidak terganggu (dari memetiknya).


وَيُطَافُ عَلَيْهِم بِـَٔانِيَةٍۢ مِّن فِضَّةٍۢ وَأَكْوَابٍۢ كَانَتْ قَوَارِيرَا۠ 15

(15) Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca,

(15) 

Firman Allah Swt.:

وَيُطَافُ عَلَيْهِمْ بِآنِيَةٍ مِنْ فِضَّةٍ وَأَكْوَابٍ

Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala. (Al-Insan: 15)

Yaitu berkeliling mengitari mereka pelayan-pelayan surga dengan membawa bejana-bejana yang berisikan makanan terbuat dari perak, juga piala-piala atau gelas-gelas minuman.

Firman Allah Swt.:

كَانَتْ قَوَارِيرَ

yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak. (Al-Insan: 15)

Lafaz yang pertama di-nasab-kan karena menjadi khabar kana, yakni kanat qawarira. Sedangkan yang kedua di-nasab-kan adakalanya karena menjadi badal atau tamyiz, karena dijelaskan oleh firman-Nya:



قَوَارِيرَا۟ مِن فِضَّةٍۢ قَدَّرُوهَا تَقْدِيرًۭا 16

(16) (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya.

(16) 

Firman Allah Swt.:

قَوَارِيرَ مِنْ فِضَّةٍ

(yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak. (Al-Insan: 16)

Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan selain mereka yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa seputih perak dan sebening kaca, dan memang qawarir itu tiada lain terbuat dari kaca. Gelas-gelas di surga terbuat dari perak, sekalipun demikian tampak transparan; bagian dalamnya dapat terlihat dari bagian luarnya, dan hal seperti ini tiada persamaannya di dunia.

Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ismail, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di dalam surga tiada sesuatu pun melainkan hal yang serupa pernah diberikan kepadamu di dunia, kecuali botol-botol (gelas-gelas) dari perak. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Firman Allah Swt.:

قَدَّرُوهَا تَقْدِيرًا

yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. (Al-Insan: 16)

Yakni sesuai dengan ukuran pemiliknya, tidak lebih dan tidak kurang, bahkan memang disediakan untuknya dan diukur sesuai dengan selera pemiliknya. Demikianlah makna pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Qatadah, Ibnu Abza, Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, Qatadah, Asy-Sya'bi, dan Ibnu Zaid, juga dikatakan oleh Ibnu Jarir dan selainnya yang bukan hanya seorang. Hal ini menunjukkan perhatian yang sangat dan penghormatan yang tiada taranya bagi pemiliknya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. (Al-Insan: 16) Yaitu diukur sebesar telapak tangan; hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas. Ad-Dahhak mengatakan bahwa sesuai dengan ukuran telapak tangan pelayan. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat yang pertama, karena sesungguhnya gelas-gelas itu besar dan kadarnya telah diukur dengan pas untuk kepuasan pemiliknya.


وَيُسْقَوْنَ فِيهَا كَأْسًۭا كَانَ مِزَاجُهَا زَنجَبِيلًا 17

(17) Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe.

(17) 

Firman Allah Swt.:

وَيُسْقَوْنَ فِيهَا كَأْسًا كَانَ مِزَاجُهَا زَنْجَبِيلا

Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Al-Insan: 17)

Yakni mereka diberi minuman. Yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Di dalam gelas-gelas itu terdapat minuman khamr surga.

كَانَ مِزَاجُهَا زَنْجَبِيلا

yang campurannya adalah jahe. (Al-Insan: 17)

Terkadang minuman mereka diberi campuran kafur yang rasanya sejuk, dan terkadang diberi campuran dengan jahe yang rasanya hangat, sehingga rasanya beragam. Orang-orang yang bertakwa dari kalangan ahli surga diberi minuman yang adakalanya dicampur dengan kafur, adakalanya pula dicampur dengan jahe. Adapun bagi kaum Muqarrabun dari kalangan penduduk surga, maka minuman mereka murni tanpa campuran, seperti yang telah dikatakan oleh Qatadah dan selainnya yang bukan hanya seorang.

Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan firman-Nya:

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ

(yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum. (Al-Insan: 6)


عَيْنًۭا فِيهَا تُسَمَّىٰ سَلْسَبِيلًۭا 18

(18) (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.

(18) 

Dan dalam ayat ini disebutkan:

عَيْنًا فِيهَا تُسَمَّى سَلْسَبِيلا

(Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabila. (Al-Insan: 18)

Yakni zanzabil itu adalah sebuah mata air di dalam surga diberi nama salsabila- Ikrimah mengatakan, bahwa salsabila nama sebuah mata air di dalam surga. Mujahid mengatakan, bahwa mata air ini dinamakan salsabila karena arus airnya yang lancar dan deras.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabila. (Al-Insan: 18) Yaitu mata air yang airnya enak diminum. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian ulama, bahwa dinamakan demikian karena airnya terasa enak di tenggorokan lagi mudah. Tetapi Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mencakup kesemuanya itu.


وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَٰنٌۭ مُّخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًۭا مَّنثُورًۭا 19

(19) Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.

(19) 

Firman Allah Swt:

وَيَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَنْثُورًا

Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan. (Al-Insan: 19)

Maksudnya, para pelayan surga berkeliling mengitari para penghuni surga untuk melayani mereka.

مُخَلَّدُونَ

yang tetap muda. (Al-Insan: 19)

Yakni dalam suatu keadaan yang kekal, mereka tidak berubah dari keadaan itu dan usia mereka tidak bertambah dari usia mudanya. Mengenai pendapat ulama yang menakwilkan bahwa mereka (para pelayan surga) itu memakai gelang dan pada telinga mereka terdapat anting-anting, sesungguhnya hal ini tiada lain hanyalah berdasarkan terjemahan bebasnya. Mengingat mereka adalah anak-anak kecil dan keadaan yang seperti itulah yang pantas bagi mereka.

Firman Allah Swt.:

إِذَا رَأَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَنْثُورًا

Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan. (Al-Insan: 19)

Artinya, jika engkau lihat mereka menyebar dalam menunaikan tugasnya melayani majikan-majikan mereka penghuni surga, jumlah mereka yang banyak serta penampilan mereka yang cerah ceria, warna mereka dan juga pakaian dan perhiasan mereka yang indah-indah, tentulah kamu mengira mereka adalah mutiara yang bertaburan. Untuk menggambarkan keadaan mereka, tiada perumpamaan yang lebih indah selain dari mutiara yang bertaburan di tempat yang indah.

Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Ayyub, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa tiada seorang penduduk surga pun melainkan dilayani oleh seribu pelayan, masing-masing pelayan mempunyai tugas tersendiri dalam melayani tuannya.


وَإِذَا رَأَيْتَ ثَمَّ رَأَيْتَ نَعِيمًۭا وَمُلْكًۭا كَبِيرًا 20

(20) Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.

(20) 

Firman Allah Swt.:

وَإِذَا رَأَيْتَ

Dan apabila kamu melihat di sana. (Al-Insan: 20)

Hai Muhammad, jika engkau lihat keadaan di surga yang penuh dengan kenikmatan, tempat yang sangat luas dan ketinggiannya serta segala sesuatu yang mewarnai kehidupannya yang penuh dengan kemewahan dan kegembiraan.

رَأَيْتَ نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا

niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. (Al-Insan: 20)

Yakni kerajaan milik Allah di sana yang sangat luas dan kekuasaan yang memukaukan. Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa Allah berfirman kepada orang yang paling akhir dikeluarkan dari neraka, yang berarti dia adalah orang yang paling akhir masuk surga, "Sesungguhnya bagimu di dalam surga semisal dengan dunia dan sepuluh kali lipatnya."

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan melalui hadis yang diriwayatkan melalui Suwayyir ibnu Abu Fakhitah, dari Ibnu Uma ryang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً لَمَنْ يَنْظُرُ فِي مُلْكِهِ مَسِيرَةَ أَلْفِ سَنَةٍ يَنْظُرُ إِلَى أَقْصَاهُ كَمَا يَنْظُرُ إِلَى أَدْنَاهُ»

Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya bagi orang yang melihat di dalam kerajaannya diperlukan waktu dua ribu tahun; dia memandang ke bagian yang jauhnya sama dengan memandang ke bagian yang terdekatnya.

Apabila pemberian Allah kepada ahli surga yang paling rendah kedudukannya sudah seperti ini, maka tidak terbayangkan pahala yang diberikan Allah kepada ahli surga yang lebih tinggi kedudukannya.

Imam Tabrani dalam bab ini telah mengetengahkan sebuah hadis yang garib sekali, untuk itu dia mengatakan bahwa:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن عَمَّارٍ الْمَوْصِلِيُّ، حَدَّثَنَا عُفَيْفُ بْنُ سَالِمٍ، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْحَبَشَةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ: "سَلْ وَاسْتَفْهِمْ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُضّلْتُم عَلَيْنَا بِالصُّوَرِ وَالْأَلْوَانِ وَالنُّبُوَّةِ، أفرأيتَ إِنْ آمنتُ بِمَا آمنتَ بِهِ وعملتُ بِمِثْلِ مَا عملتَ بِهِ، إِنِّي لَكَائِنٌ معكَ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ لَيُرَى بَيَاضُ الْأَسْوَدِ فِي الْجَنَّةِ مِنْ مَسِيرَةِ أَلْفِ عَامٍّ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَانَ لَهُ بِهَا عَهدٌ عِنْدَ اللَّهِ، وَمَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، كُتِبَ لَهُ مِائَةُ أَلْفِ حَسَنَةٍ، وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفَ حَسَنَةٍ". فَقَالَ رَجُلٌ: كَيْفَ نَهْلَكُ بَعْدَ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالْعَمَلِ لَوْ وُضِعَ عَلَى جَبَلٍ لَأَثْقَلَهُ، فَتَقُومُ النِّعْمَةُ -أَوْ: نعَم اللَّهِ-فَتَكَادُ تَسْتَنْفِذُ ذَلِكَ كُلَّهُ، إِلَّا أَنْ يَتَغَمّده اللَّهُ بِرَحْمَتِهِ". وَنَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ: هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ إِلَى قَوْلِهِ: وَمُلْكًا كَبِيرًا فَقَالَ الْحَبَشِيُّ: وَإِنَّ عَيْنِي لَتَرَى مَا تَرَى عَيْنَاكَ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ: "نَعَمْ". فَاسْتَبْكَى حَتَّى فَاضَتْ نَفْسُهُ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدليه فِي حُفرَته بِيَدِهِ

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Salim, dari Ayyub ibnu Atabah, dari Ata, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari Habsyah datang kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda kepadanya, "Apa ada yang bisa saya bantu?" Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, kamu mempunyai kelebihan di atas kami berkat rupa, warna kulit, dan kenabian. Maka bagaimanakah pendapatmu jika aku beriman kepada apa yang engkau imani dan aku beramal seperti apa yang engkau amalkan, bahwa sesungguhnya aku benar-benar akan ada bersamamu di dalam surga?" Maka Rasulullah Saw. menjawab: Benar, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya benar-benar cahaya kulit hitamnya dapat terlihat di dalam surga dari jarak perjalanan seribu tahun. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, " maka baginya berkat kalimah tersebut ada suatu jaminan dari Allah. Dan barang siapa yang mengucapkan, "Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya, "maka dicatatkan baginya seratus ribu kebaikan dan duapuluh empat ribu kebaikan lainnya. Lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika kami meninggal sesudah ini?" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar datang di hari kiamat dengan membawa amal yang sekiranya diletakkan di atas sebuah gunung, niscaya gunung itu akan merasa keberatan. Lalu diletakkanlah nikmat-nikmat Allah (yang telah diberikan kepadanya sewaktu di dunia), maka hampir saja nikmat-nikmat itu menghabiskan semua (amal)nya, terkecuali bila Allah menyelimutinya dengan rahmat-Nya. Dan turunlah firman-Nya: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa. (Al-Insan: 1) Sampai dengan firman-Nya: dan kerajaan yang besar. (Al-Insan: 2) Maka orang Habsyi itu berkata, "Sesungguhnya kedua mataku ini benar-benar dapat melihat seperti apa yang dilihat oleh kedua matamu di dalam surga." Rasulullah Saw. menjawab, "Benar," lalu orang Habsyi itu menangis dan jatuh pingsan, kemudian meninggal dunia. Ibnu Umar mengatakan bahwa sesungguhnya dia melihat Rasulullah Saw. Meletakkan jenazahnya ke liang kuburnya.


عَٰلِيَهُمْ ثِيَابُ سُندُسٍ خُضْرٌۭ وَإِسْتَبْرَقٌۭ ۖ وَحُلُّوٓا۟ أَسَاوِرَ مِن فِضَّةٍۢ وَسَقَىٰهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًۭا طَهُورًا 21

(21) Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.

(21) 

Firman Allah Swt.:

عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُنْدُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ

Mereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal. (Al-Insan: 21)

Yakni pakaian penghuni surga di dalam surga adalah kain sutra, yang antara lain ialah kain sutra yang tipis seperti baju gamis dan pakaian lainnya yang dikenakan langsung ke badan; kemudian kain sutra tebal yang berkilauan karena mengkilat, yang ini dipakai di bagian luar sebagaimana biasa pakaian bagian luar.

وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِنْ فِضَّةٍ

dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak. (Al-Insan: 21)

Ini merupakan gambaran orang-orang Abrar, sedangkan yang dialami oleh orang-orang Muqarrabun adalah seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

يُحَلَّوْنَ فِيها مِنْ أَساوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤاً وَلِباسُهُمْ فِيها حَرِيرٌ

Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutra. (Al-Hajj: 23)

Setelah Allah menyebutkan gambaran lahiriah mereka yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian dan perhiasan, lalu dalam firman berikutnya disebutkan:

وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا

dan Tuhan mereka memberikan kepada mereka minuman yang bersih. (Al-Insan: 21)

Maksudnya, Allah membersihkan batin mereka dari hasud, dengki, iri hati, penyakit, dan semua akhlak yang hina, seperti yang telah diriwayatkan kepada kita dari Amirul Mu’minin Ali ibnu Abu Talib r.a. Ia pernah mengatakan, "Apabila ahli surga sampai di depan pintu surga, maka di sana mereka menjumpai dua buah mata air, lalu seakan-akan mereka diberi ilham untuk pergi kepada kedua mata air itu. Lalu mereka minum dari salah satu mata air itu, maka Allah melenyapkan semua penyakit yang ada di dalam perut (rongga tubuh) mereka, kemudian mereka mandi dari mata air yang satunya lagi, maka sesudahnya terpancarlah dari tubuh mereka pandangan kehidupan yang penuh dengan kenikmatan."

Dengan demikian, maka Allah telah menggambarkan keadaan lahiriah dan batin mereka yang semuanya indah.


إِنَّ هَٰذَا كَانَ لَكُمْ جَزَآءًۭ وَكَانَ سَعْيُكُم مَّشْكُورًا 22

(22) Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).

(22) 

Firman Allah Swt. selanjutnya:

إِنَّ هَذَا كَانَ لَكُمْ جَزَاءً وَكَانَ سَعْيُكُمْ مَشْكُورًا

Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). (Al-Insan: 22)

Dikatakan demikian kepada mereka sebagai penghormatan dan perlakuan yang baik terhadap mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئاً بِما أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخالِيَةِ

(Kepada mereka dikatakan), "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (Al-Haqqah: 24)

Dan firman Allah Swt.:

وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوها بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan diserukan kepada mereka, "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (Al-A'raf:43)

Adapun firman Allah Swt.:

وَكَانَ سَعْيُكُمْ مَشْكُورًا

dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan). (Al-Insan: 22)

Yakni Allah Swt. memberi balasan kepadamu dari amalmu yang sedikit dengan balasan pahala yang banyak.


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ تَنزِيلًۭا 23

(23) Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.

(23) 

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلًا

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. (Al-Insan: 23)


فَٱصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ ءَاثِمًا أَوْ كَفُورًۭا 24

(24) Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.

(24) 

Allah Swt. menyebutkan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada Rasul-Nya melalui Al-Qur'an yang telah Dia turunkan kepadanya:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ

Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu. (Al-Insan: 24)

Sebagaimana Aku telah muliakan kamu melalui Al-Qur'an yang Kuturunkan kepadamu, maka bersabarlah dalam menghadapi ketetapan dan takdir-Nya, dan ketahuilah bahwa Dia akan mengaturmu dengan pengaturan yang terbaik.

وَلا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا

dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (Al-Insan: 24)

Yakni janganlah kamu menaati orang-orang kafir dan orang-orang munafik, karena mereka pasti menghalang-halangi penyampaian apa yang diturunkan kepadamu. Tetapi sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan bertawakallah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah akan memelihara dirimu dari gangguan manusia. Asim artinya orang yang durhaka dalam perbuatannya, yakni pendosa; dan al-kafur artinya orang yang kafir (ingkar kepada kebenaran).



وَٱذْكُرِ ٱسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةًۭ وَأَصِيلًۭا 25

(25) Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.

(25) 

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلا

Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. (Al-Insan: 25)

Yaitu di permulaan siang hari dan di penghujungnya.