3 - آل عمران - Aal-i-Imraan
The Family of Imraan
Medinan
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَن تُغْنِىَ عَنْهُمْ أَمْوَٰلُهُمْ وَلَآ أَوْلَٰدُهُم مِّنَ ٱللَّهِ شَيْـًۭٔا ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۚ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ 116
(116) Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(116)
menceritakan perihal orang-orang yang ingkar dari kalangan kaum musyrik melalui firman-Nya:
لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. (Ali Imran: 116)
Yakni semuanya itu tidak dapat menolak pembalasan Allah maupun azab-Nya dari diri mereka, jika Allah menghendaki hal tersebut terhadap mereka.
وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 116)
Selanjutnya Allah Swt. membuat suatu perumpamaan tentang apa yang dinafkahkan oleh orang-orang kafir dalam kehidupan di dunia ini. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, dan As-Saddi.
مَثَلُ مَا يُنفِقُونَ فِى هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍۢ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍۢ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ ۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ ٱللَّهُ وَلَٰكِنْ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ 117
(117) Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
(117)
Allah Swt. berfirman:
مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ
Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin. (Ali Imran: 117)
Yang dimaksud dengan sirrun ialah dingin yang sangat. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Sedang-kan menurut Ata, sirrun ialah dingin yang disertai dengan es (salju).
Disebut pula dari Ibnu Abbas dan Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mengandung panas yang sangat. (Ali Imran: 117) Yakni api.
Makna ini merujuk kepada makna yang pertama, karena sesungguhnya cuaca yang sangat dingin —terlebih lagi dibarengi dengan salju— dapat mematikan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, sama halnya dengan api membakar sesuatu.
أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ
yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. (Ali Imran: 117)
Yaitu membakarnya. Dengan kata lain, apabila hama menimpa kebun atau sawah yang telah tiba masa petik dan panen, lalu hama tersebut merusak dan menghancurkan semua buah-buahan atau tanaman yang ada padanya, sehingga hasilnya tidak ada, padahal pemiliknya sangat memerlukannya. Demikian pula halnya nasib orang-orang kafir; Allah menghapus pahala semua amal kebaikan mereka ketika di dunia hingga mereka tidak dapat memetik buahnya. Perihalnya sama dengan lenyapnya buah-buahan dari lahan atau kebun tersebut karena dosa-dosa yang dilakukan oleh pemiliknya. Demikianlah nasib yang akan mereka alami, karena mereka membangun amal perbuatannya tanpa fondasi dan tiang penyangga.
وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Ali Imran: 117)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةًۭ مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًۭا وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ 118
(118) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.
(118)
Allah Swt. berfirman seraya melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengambil orang-orang munafik sebagai teman kepercayaan dengan menceritakan kepada mereka semua rahasia kaum mukmin dan semua rencana yang dipersiapkan kaum mukmin terhadap musuh-musuhnya. Orang-orang munafik akan berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan mereka tanpa henti-hentinya untuk menimbulkan mudarat terhadap kaum mukmin. Dengan kata lain, mereka (orang-orang munafik) itu terus berupaya menentang kaum mukmin dan menimpakan mudarat terhadap mereka dengan segala cara yang mereka dapat dan dengan memakai tipu daya serta kepalsuan yang mampu mereka kerjakan. Mereka suka dengan semua hal yang mencelakakan kaum mukmin, gemar pula melukai kaum mukmin serta menyukai hal-hal yang memberatkan kaum mukmin.
*******************
Firman Allah Swt.:
لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ
Janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian. (Ali Imran: 118)
Yakni selain dari kalangan kalian yang tidak seagama. Bitanah artinya teman dekat yang mengetahui semua rahasia pribadi.
Imam Bukhari dan Imam Nasai serta selain keduanya meriwayatkan melalui hadis sejumlah perawi, antara lain ialah Yunus ibnu Yahya ibnu Sa'id, Miisa ibnu Uqbah, dan Ibnu Abu Atiq, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id (Al-Khudri), bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِي وَلا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَة إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْخيرِ وتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالسُّوءِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَم اللهُ "
Tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi dan tidak pula mengangkat seorang khalifah, melainkan didampingi oleh dua teman terdekatnya. Seorang teman menganjurkannya untuk be-buat kebaikan dan memberinya semangat untuk melakukan kebaikan itu. Dan teman lainnya selalu memerintahkan kejahatan kepadanya dan menganjurkan kepadanya untuk melakukan kejahatan, sedangkan orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah.
Al-Auza'i dan Mu'awiyah ibnu Salam meriwayatkannya melalui Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafaz yang semisal. Dengan demikian, barangkali hadis yang ada pada Az-Zuhri berasal dari Abu Salamah, dari keduanya (Abu Sa'id dan Abu Hurairah).
Imam Nasai mengetengahkannya pula dari Az-Zuhri. Imam Bukhari men-ta'liq-nya (mengomentarinya) di dalam kitab sahihnya. Untuk itu ia mengatakan bahwa Ubaidillah ibnu Ja'far meriwayatkan dari Safwan ibnu Salim, dari Abu Salamah, dari Abu Ayyub Al-Ansari secara marfu', lalu ia menyebutkan hadis ini. Dengan demikian, berarti barangkali hadis yang ada pada Abu Salamah bersumber dari tiga orang sahabat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ayyub (yaitu Muhammad ibnul Wazin), telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Abu Hibban At-Taimi, dari Abuz Zamba", dari Ibnu Abud Dihqanah yang menceritakan bahwa pernah dilaporkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a., "Sesungguhnya di sini terdapat seorang pelayan dari kalangan penduduk Al-Hairah yang ahli dalam masalah pembukuan dan surat-menyurat, bagaimanakah jika engkau mengambilnya sebagai juru tulismu?" Maka Khalifah Umar menjawab: Kalau demikian, berarti aku mengambil teman kepercayaan selain dari kalangan orang-orang mukmin.
Di dalam asar serta ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ahluz zimmah (kafir zimmi) tidak boleh dipekerjakan untuk mengurus masalah kesekretarisan yang di dalamnya terkandung rahasia kaum muslim dan semua urusan penting mereka. Karena dikhawatirkan dia akan menyampaikannya kepada musuh kaum muslim dari kalangan kafir harbi. Karena itu, Allah Swt. berfirman:
لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. (Ali Imran: 118)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْرَائِيلَ، حَدَّثَنَا هُشَيم، حَدَّثَنَا العَوَّام، عَنِ الْأَزْهَرِ بْنِ رَاشِدٍ قَالَ: كَانُوا يَأْتُونَ أنَسًا، فَإِذَا حَدَّثهم بِحَدِيثٍ لَا يَدْرُونَ مَا هُوَ، أتَوا الْحَسَنَ -يَعْنِي الْبَصْرِيَّ-فَيُفَسِّرُهُ لَهُمْ. قَالَ: فحدَّث ذَاتَ يَوْمٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قال: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الْمُشْرِكِينَ، وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا فَلَمْ يَدْرُوا مَا هُوَ، فَأَتَوُا الْحَسَنَ فَقَالُوا لَهُ: إِنَّ أَنَسًا حَدّثنا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الشِّركِ وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا فَقَالَ الْحَسَنُ: أَمَّا قَوْلُهُ: "وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا: مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وأما قوله: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الشِّركِ" يَقُولُ: لَا تَسْتَشِيرُوا الْمُشْرِكِينَ فِي أُمُورِكُمْ. ثُمَّ قَالَ الْحَسَنُ: تَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Israil, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, dari Al-Azhar ibnu Rasyid yang menceritakan bahwa mereka datang kepada Anas, ternyata Anas menceritakan sebuah hadis yang maknanya tidak dimengerti oleh mereka. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan (Al-Basri). Maka Al-Hasan menafsirkan makna hadis ini kepada mereka, yang kisahnya seperti berikut. Pada suatu hari Anas menceritakan sebuah hadis dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Janganlah kalian meminta penerangan dari api kaum musyrik dan janganlah kalian mengukir lafaz Arab dalam khatimah (cap) kalian. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud oleh hadis tersebut. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan dan bertanya kepadanya bahwa Anas pernah menceritakan sebuah hadis kepada mereka, yaitu sabda Rasulullah Saw.: Janganlah kalian mengambil penerangan dari api kaum musyrik dan jangan pula kalian mengukir pada cap kalian lafaz Arab. Maka Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Janganlah kalian mengukir lafaz Arab pada cap kalian," ialah lafaz Muhammad Saw. Dan yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Janganlah kalian mengambil penerangan dari api orang-orang musyrik," ialah janganlah kalian meminta saran dari orang-orang musyrik dalam urusan-urusan kalian. Kemudian Al-Hasan mengatakan bahwa hal yang membenarkan pengertian ini berada di dalam Kitabullah, yaitu melalui firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian. (Ali Imran: 118)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la rahimahullah. Hal ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Mujahid ibnu Musa, dari Hasyim. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Hasyim dengan sanad yang semisal, tetapi tanpa disebutkan tafsir Al-Hasan Al-Basri. Tafsir Al-Hasan Al-Basri ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat makna hadis sudah jelas: Janganlah kalian mengukir lafaz Arab pada cap kalian.
Dengan kata lain, janganlah kalian mengukir tulisan Arab pada cap kalian, agar tidak serupa dengan ukiran yang ada pada cap milik Nabi Saw., karena sesungguhnya pada cap Nabi Saw. diukirkan kalimat "Muhammadur Rasulullah".
Untuk itu disebutkan di dalam sebuah hadis sahih bahwa Nabi Saw. melarang seseorang membuat ukiran seperti ukiran milik beliau Saw.
Makna mengambil penerangan dari api kaum musyrik ialah 'janganlah kalian (kaum muslim) bertempat tinggal dekat dengan mereka, yang membuat kalian berada bersama di negeri mereka; melainkan menjauhlah kalian dan berhijrahlah dari negeri mereka'. Karena itu, Imam Abu Daud pernah meriwayatkan sebuah hadis yang mengatakan, "Janganlah api keduanya saling kelihatan." Di dalam hadis yang lain disebutkan:
«مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ أَوْ سَكَنَ مَعَهُ فَهُوَ مِثْلُهُ»
Barang siapa yang bergabung dengan orang musyrik atau bertempat tinggal bersamanya, maka dia semisal dengannya.
Dengan demikian, berarti menginterprestasikan makna hadis seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hasan rahimahullah serta mengambil dalil ayat ini untuk memperkuatnya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضاءُ مِنْ أَفْواهِهِمْ وَما تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. (Ali Imran: 118)
Yakni sesungguhnya terbaca pada roman wajah dan lisan mereka ungkapan permusuhan mereka terhadap kaum mukmin, selain dari apa yang tersimpan di dalam hati mereka, yaitu kebencian yang sangat kepada agama Islam dan para pemeluknya. Hal itu mudah dibaca oleh orang yang jeli lagi cerdik. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahaminya. (Ali Imran: 118)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ
Begitulah kalian, kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian. (Ali Imran: 119)
Yakni kalian, hai orang-orang mukmin, menyukai orang-orang munafik karena apa yang mereka lahirkan kepada kalian berupa iman. Oleh sebab itu, kalian menyukai mereka, padahal baik batin maupun lahirnya mereka sama sekali tidak menyukai kalian.
وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتابِ كُلِّهِ
dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119)
Maksudnya, pada kalian tiada rasa bimbang dan ragu terhadap suatu kitab pun; sedangkan diri mereka (orang-orang munafik) diliputi oleh keraguan, kebimbangan, dan kebingungan terhadapnya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119) Yakni iman kepada kitab kalian dan kitab-kitab mereka, serta kitab-kitab lainnya sebelum mereka, sedangkan mereka kafir kepada kitab kalian. Karena itu, sebenarnya kalian lebih berhak membenci mereka daripada mereka membenci kalian. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
وَإِذا لَقُوكُمْ قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)
Al-anamil adalah ujung-ujung jari. Demikianlah menurut Qatadah.
Seorang penyair mengatakan:
أوَدُّ كَمَا مَا بَلّ حَلْقِيَ ريقَتى ... وَمَا حَمَلَتْ كَفَّايَ أنْمُلي العَشْرا
dan apa yang dikandung oleh kedua telapak tanganku, yaitu ujung-ujung jariku yang sepuluh buah.
Ibnu Mas'ud, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa al-anamil artinya jari-jari tangan.
Demikianlah sikap orang-orang munafik. Mereka menampakkan kepada orang-orang mukmin iman dan kesukaan mereka kepada orang-orang mukmin, padahal di dalam batin mereka memendam perasaan yang bertentangan dengan semuanya itu dari segala seginya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)
Sikap demikian menunjukkan kebencian dan kemarahan mereka yang sangat, sehingga di dalam firman berikutnya disebutkan:
قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian karena kemarahan kalian itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)
Yakni betapapun kalian dengki terhadap kaum mukmin karena iman kaum mukmin yang hal tersebut membuat kalian memendam rasa amarah terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah pasti menyempurnakan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan Dia pasti menyempumakan agama-Nya, meninggikan kalimah-Nya, dan memenangkan agama-Nya. Maka matilah kalian dengan amarah kalian itu.
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)
Artinya, Dia Maha Mengetahui semua yang tersimpan dan disembunyikan di dalam hati kalian berupa kemarahan, kedengkian, dan rasa jengkel terhadap kaum mukmin. Dia pasti akan membalas kalian di dunia ini, yaitu dengan memperlihatkan kepada kalian apa yang bertentangan dengan hal-hal yang kalian harapkan. Sedangkan di akhirat nanti Allah akan membalas kalian dengan azab yang keras di dalam neraka yang menjadi tempat tinggal abadi kalian; kalian tidak dapat keluar darinya, dan tidak dapat pula menyelamatkan diri darinya.
*******************
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا
Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. (Ali Imran: 12)
Keadaan ini menunjukkan kerasnya permusuhan mereka terhadap kaum mukmin. Yaitu apabila kaum mukmin mendapat kemakmuran, kemenangan, dukungan, dan bertambah banyak bilangannya serta para penolongnya berjaya, maka hal tersebut membuat susah hati orang-orang munafik. Tetapi jika kaum muslim tertimpa paceklik atau dikalahkan oleh musuh-musuhnya, hal ini merupakan hikmah dari Allah. Seperti yang terjadi dalam Perang Uhud, orang-orang munafik merasa gembira akan hal tersebut.
*******************
Selanjutnya Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada orang-orang mukmin:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا
Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepada kalian. (Ali Imran: 12), hingga akhir ayat.
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kaum mukmin jalan keselamatan dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang zalim, yaitu dengan cara bersabar dan bertakwa serta bertawakal kepada Allah Yang Maha Meliputi musuh-musuh mereka. Maka tidak ada daya dan tidak ada upaya bagi kaum mukmin kecuali dengan pertolongan Allah. Karena Allah-Iah semua apa yang dikehendaki-Nya terjadi, sedangkan semua yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan terjadi. Tiada sesuatu pun yang lahir dalam alam wujud ini kecuali berdasarkan takdir dan kehendak Allah Swt. Barang siapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia memberinya kecukupan.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan kisah Perang Uhud dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya sebagai ujian buat hamba-hamba-Nya yang mukmin, sekaligus untuk membedakan antara orang-orang yang mukmin dengan orang-orang munafik, dan keterangan mengenai kepahitan yang dialami oleh orang-orang yang bersabar.
هَٰٓأَنتُمْ أُو۟لَآءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِٱلْكِتَٰبِ كُلِّهِۦ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا۟ عَضُّوا۟ عَلَيْكُمُ ٱلْأَنَامِلَ مِنَ ٱلْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا۟ بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ 119
(119) Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.
(119)
Adapun firman Allah Swt.:
هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ
Begitulah kalian, kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian. (Ali Imran: 119)
Yakni kalian, hai orang-orang mukmin, menyukai orang-orang munafik karena apa yang mereka lahirkan kepada kalian berupa iman. Oleh sebab itu, kalian menyukai mereka, padahal baik batin maupun lahirnya mereka sama sekali tidak menyukai kalian.
وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتابِ كُلِّهِ
dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119)
Maksudnya, pada kalian tiada rasa bimbang dan ragu terhadap suatu kitab pun; sedangkan diri mereka (orang-orang munafik) diliputi oleh keraguan, kebimbangan, dan kebingungan terhadapnya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119) Yakni iman kepada kitab kalian dan kitab-kitab mereka, serta kitab-kitab lainnya sebelum mereka, sedangkan mereka kafir kepada kitab kalian. Karena itu, sebenarnya kalian lebih berhak membenci mereka daripada mereka membenci kalian. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
وَإِذا لَقُوكُمْ قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)
Al-anamil adalah ujung-ujung jari. Demikianlah menurut Qatadah.
Seorang penyair mengatakan:
أوَدُّ كَمَا مَا بَلّ حَلْقِيَ ريقَتى ... وَمَا حَمَلَتْ كَفَّايَ أنْمُلي العَشْرا
dan apa yang dikandung oleh kedua telapak tanganku, yaitu ujung-ujung jariku yang sepuluh buah.
Ibnu Mas'ud, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa al-anamil artinya jari-jari tangan.
Demikianlah sikap orang-orang munafik. Mereka menampakkan kepada orang-orang mukmin iman dan kesukaan mereka kepada orang-orang mukmin, padahal di dalam batin mereka memendam perasaan yang bertentangan dengan semuanya itu dari segala seginya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)
Sikap demikian menunjukkan kebencian dan kemarahan mereka yang sangat, sehingga di dalam firman berikutnya disebutkan:
قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian karena kemarahan kalian itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)
Yakni betapapun kalian dengki terhadap kaum mukmin karena iman kaum mukmin yang hal tersebut membuat kalian memendam rasa amarah terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah pasti menyempurnakan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan Dia pasti menyempumakan agama-Nya, meninggikan kalimah-Nya, dan memenangkan agama-Nya. Maka matilah kalian dengan amarah kalian itu.
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)
Artinya, Dia Maha Mengetahui semua yang tersimpan dan disembunyikan di dalam hati kalian berupa kemarahan, kedengkian, dan rasa jengkel terhadap kaum mukmin. Dia pasti akan membalas kalian di dunia ini, yaitu dengan memperlihatkan kepada kalian apa yang bertentangan dengan hal-hal yang kalian harapkan. Sedangkan di akhirat nanti Allah akan membalas kalian dengan azab yang keras di dalam neraka yang menjadi tempat tinggal abadi kalian; kalian tidak dapat keluar darinya, dan tidak dapat pula menyelamatkan diri darinya.
إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌۭ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌۭ يَفْرَحُوا۟ بِهَا ۖ وَإِن تَصْبِرُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْـًٔا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌۭ 120
(120) Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
(120)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا
Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. (Ali Imran: 12)
Keadaan ini menunjukkan kerasnya permusuhan mereka terhadap kaum mukmin. Yaitu apabila kaum mukmin mendapat kemakmuran, kemenangan, dukungan, dan bertambah banyak bilangannya serta para penolongnya berjaya, maka hal tersebut membuat susah hati orang-orang munafik. Tetapi jika kaum muslim tertimpa paceklik atau dikalahkan oleh musuh-musuhnya, hal ini merupakan hikmah dari Allah. Seperti yang terjadi dalam Perang Uhud, orang-orang munafik merasa gembira akan hal tersebut.
*******************
Selanjutnya Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada orang-orang mukmin:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا
Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepada kalian. (Ali Imran: 12), hingga akhir ayat.
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kaum mukmin jalan keselamatan dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang zalim, yaitu dengan cara bersabar dan bertakwa serta bertawakal kepada Allah Yang Maha Meliputi musuh-musuh mereka. Maka tidak ada daya dan tidak ada upaya bagi kaum mukmin kecuali dengan pertolongan Allah. Karena Allah-Iah semua apa yang dikehendaki-Nya terjadi, sedangkan semua yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan terjadi. Tiada sesuatu pun yang lahir dalam alam wujud ini kecuali berdasarkan takdir dan kehendak Allah Swt. Barang siapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia memberinya kecukupan.
Kemudian Allah Swt. menyebutkan kisah Perang Uhud dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya sebagai ujian buat hamba-hamba-Nya yang mukmin, sekaligus untuk membedakan antara orang-orang yang mukmin dengan orang-orang munafik, dan keterangan mengenai kepahitan yang dialami oleh orang-orang yang bersabar.
وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ ٱلْمُؤْمِنِينَ مَقَٰعِدَ لِلْقِتَالِ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ 121
(121) Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,
(121)
Peperangan yang disebutkan di dalam ayat ini menurut pendapat jumhur ulama adalah Perang Uhud. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri bahwa peperangan yang disebut dalam ayat ini adalah Perang Ahzab. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, tetapi pendapat ini garib dan tidak dapat dijadikan sebagai rujukan.
Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu, bulan Syawwal, tahun ketiga Hijriah. Menurut Qatadah, terjadi pada tanggal sebelas bulan Syawwal. Sedangkan menurut Ikrirnah, Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal.
Penyebab utama meletusnya Perang Uhud ialah setelah banyaknya orang-orang terhormat kaum musyrik yang terbunuh dalam Perang Badar, sedangkan kafilah perniagaan mereka yang dipimpin oleh Abu Sufyan selamat dengan membawa keuntungan yang banyak. Maka anak-anak orang-orang yang gugur dalam Perang Badar dan pemimpin-pemimpin lainnya yang masih hidup berkata kepada Abu Sufyan, "Aku menunggu-nunggu hasil perniagaan ini untuk memerangi Muhammad, maka belanjakanlah oleh kalian untuk tujuan tersebut!"
Kemudian mereka menghimpun semua golongan dan orang-orang Habsyah, lalu mereka berangkat dengan pasukan yang terdiri atas tiga ribu personel, hingga mereka turun istirahat di suatu tempat dekat Bukit Uhud yang menghadap ke arah kota Madinah.
Rasulullah Saw. salat pada hari Jumat. Setelah selesai dari salat Jumatnya, maka beliau menyalati seorang lelaki dari kalangan Bani Najjar yang dikenal dengan nama Malik ibnu Amr (yakni menyalati jenazahnya). Lalu Rasulullah Saw. melakukan musyawarah dengan orang-orang untuk mengambil keputusan, apakah beliau berangkat menghadapi mereka ataukah tetap tinggal di Madinah menunggu penyerangan mereka.
Lalu Abdullah ibnu Ubay mengemukakan pendapatnya, bahwa sebaiknya tetap tinggal di Madinah. Jika mereka (pasukan kaum musyrik) menunggu kedatangan pasukan kaum muslim, berarti mereka menunggu yang tak kunjung tiba. Jika mereka memasuki Madinah, mereka akan dihadapi oleh kaum laki-lakinya dan akan dilempari oleh kaum wanita dan anak-anak dengan batu-batuan dari atas mereka. Jika mereka kembali, niscaya mereka kembali dalam keadaan kecewa.
Orang-orang lain dari kalangan sahabat yang tidak ikut dalam Perang Badar mengisyaratkan untuk berangkat menghadapi mereka.
Lalu Rasulullah Saw. masuk dan memakai baju besinya, kemudian keluar menemui mereka; sedangkan sebagian dari kalangan mereka merasa menyesal, dan mengatakan, "Barangkali kami memaksa Rasulullah Saw." Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jika engkau suka untuk tetap tinggal, kami setuju." Maka Rasulullah Saw. menjawab:
«مَا يَنْبَغِي لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ لَأْمَتَهُ أَنْ يَرْجِعَ حَتَّى يَحْكُمَ الله له»
Tidak layak bagi seorang nabi, bila telah memakai baju besinya mundur kembali, sebelum Allah memberikan keputusan baginya.
Lalu Rasulullah Saw. berangkat bersama seribu orang sahabatnya. Ketika mereka berada di Asy-Syaut, maka kembalilah Abdullah ibnu Ubay dengan sepertiga pasukan dalam keadaan marah karena pendapatnya tidak dipakai. Lalu dia dan teman-temannya berkata, "Sekiranya kami mengetahui pada hari ini akan terjadi peperangan, pastilah kami akan mengikuti kalian. Tetapi kami tidak menduga bahwa kalian akan berperang (sehingga kami tidak membuat persiapan)."
Rasulullah Saw. melanjutkan perjalanannya hingga turun istirahat di lereng Bukit Uhud, yaitu pada lembahnya. Dan beliau menjadikan posisi punggungnya —juga pasukannya— membelakangi Bukit Uhud. Lalu beliau bersabda:
«لَا يُقَاتِلَنَّ أَحَدٌ حَتَّى نَأْمُرَهُ بِالْقِتَالِ»
Jangan sekali-kali seseorang memulai berperang sebelum kami memerintahkannya untuk perang.
Rasulullah Saw. mengatur barisannya untuk menghadapi peperangan, jumlah pasukan beliau terdiri atas tujuh ratus orang sahabatnya. Beliau Saw. mengangkat Abdullah ibnu Jubair (saudara lelaki Bani Amr ibnu Auf) untuk memimpin pasukan pemanah. Saat itu pasukan pemanah terdiri atas lima puluh personel, lalu beliau Saw. bersabda kepada mereka:
«انْضَحُوا الْخَيْلَ عَنَّا وَلَا نُؤْتَيَنَّ مِنْ قِبَلِكُمْ وَالْزَمُوا مَكَانَكُمْ إِنْ كَانَتِ النَّوْبَةُ لَنَا أَوْ عَلَيْنَا، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخَطَّفُنَا الطَّيْرُ فَلَا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ»
Bendunglah pasukan berkuda (musuh) dari kami (dengan anak panah kalian), dan jangan sekali-kali kalian biarkan kami diserang dari belakang. Dan tetaplah kalian pada posisi kalian, baik kami mengalami kemenangan alau kami terpukul mundur; dan sekalipun kalian melihat kami disambar oleh burung-burung, maka janganlah kalian meninggalkan posisi kalian.
Rasulullah Saw. muncul dengan memakai dua lapis baju besi, dan memberikan panji kepada Mus'ab ibnu Umair (saudara lelaki Bani Abdud Dar). Pada hari itu Rasulullah Saw. memperbolehkan ikut berperang sebagian anak remaja dan menangguhkan sebagian yang lainnya, hingga beliau memperbolehkan mereka ikut semua dalam Perang Khandaq sesudah kejadian tersebut, yakni kurang lebih dua tahun kemudian.
Pasukan Quraisy yang terdiri atas tiga ribu personel yang antara lain terdiri atas seratus orang pasukan berkuda yang posisinya agak dijauhkan dari medan perang. Mereka menjadikan pasukan sayap kanan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid, sedangkan pada sayap kirinya di bawah pimpinan Ikrimah ibnu Abu Jahal, lalu mereka menyerahkan panjinya kepada Bani Abdud Dar.
Kemudian mengenai hal yang terjadi di antara kedua belah pihak, Insya Allah akan diterangkan pada tempatnya.
*******************
Allah Swt. berfirman:
وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ
Dan (ingatlah) ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. (Ali Imran: 121)
Yakni kamu atur mereka pada posisinya masing-masing, ada yang di sayap kanan dan ada pula yang di sayap kiri, serta posisi yang lainnya menurut perintahmu.
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ali Imran: 121)
Yaitu Maha mendengar semua apa yang kalian katakan, dan Maha Mengetahui semua isi hati kalian.
Ibnu Jarir sehubungan dengan pembahasan ini mengajukan sebuah pertanyaan yang kesimpulannya mengatakan: Mengapa kamu mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. berangkat ke medan Perang Uhud pada hari Jumat, yaitu sesudah menunaikan salat Jumat. Padahal Allah Swt. telah berfirman: Dan (ingatlah) ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. (Ali Imran: 121), hingga akhir ayat. Kemudian jawaban yang dikemukakan darinya menyatakan bahwa keberangkatan Nabi Saw. pada pagi harinya untuk menempatkan mereka pada posisinya masing-masing, tiada lain hal tersebul terjadi pada hari Sabtu pada permulaan siang hari.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِذْ هَمَّتْ طائِفَتانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلا
ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut. (Ali Imran: 122)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan yang mengatakan, Umar pernah bercerita bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan sehubungan firman-Nya: ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut. (Ali Imran: 122), hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami. Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Kamilah yang dimaksud dengan dua golongan tersebut, yaitu Bani Harisah dan Bani Salamah. Kami sama sekali tidak senang —terkadang Sufyan mengatakan— dan kami sama sekali tidak gembira bila ayat ini tidak diturunkan, karena pada firman selanjutnya disebutkan: 'padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu (Ali Imran: 122)."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz yang sama. Demikian pula apa yang dikatakan oleh yang lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa mereka yang dua golongan itu adalah Bani Harisah dan Bani Samalah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ
Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar. (Ali Imran: 123)
Perang Badar terjadi pada hari Jumat, tanggal tujuh belas, bulan Ramadan, tahun kedua Hijriah. Hari itu merupakan hari pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Pada hari itulah Allah memenangkan Islam dan para pemeluknya, membungkam kemusyrikan dan menghancurkan semua sarana dan golongannya. Padahal saat itu bilangan pasukan kaum muslim sedikit, mereka hanya terdiri atas tiga ratus tiga belas personel; dua orang di antara mereka berkuda dan tujuh puluh orang berunta, sedangkan yang lainnya adalah pasukan jalan kaki. Mereka tidak memiliki semua senjata dan perlengkapan yang diperlukan.
Pasukan musuh pada hari itu terdiri atas kurang lebih antara sembilan ratus sampai seribu personel. Semuanya memakai baju besi, bertopi baja disertai dengan senjata lengkap dan kuda-kuda yang terlatih dengan semua perhiasan yang berlebih-lebihan.
Kemudian Allah memenangkan Rasul-Nya dan menampakkan wahyu serta bala tentara yang diturunkan-Nya, dan membuat wajah Nabi serta bala tentaranya putih berseri. Allah membuat setan serta bala tentaranya terhina. Karena itulah Allah Swt. berfirman seraya menyebutkan anugerah-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dan bala tentara-Nya yang bertakwa:
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ
Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. (Ali Imran: 123)
Yang dimaksud dengan adzillah ialah jumlah pasukan kaum muslim sedikit. Allah sengaja berbuat demikian kepada kalian agar kalian mengetahui bahwa kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah, bukan karena banyaknya pasukan dan persenjataan. Karena itu, dalam ayat yang lain disebut melalui firman-Nya:
وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً- إلى- غَفُورٌ رَحِيمٌ
dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun. (At-Taubah: 25) sampai dengan firman-Nya: Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 27)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Iyad Al-Asy'ari menceritakan asar berikut: Bahwa ia ikut dalam Perang Yarmuk yang saat itu kami dipimpin oleh lima orang panglima, yaitu Abu Ubaidah, Yazid ibnu Abu Sufyan, Ibnu Hasanah, dan Khalid ibnul Walid serta Iyad. Iyad yang menjadi panglima ini bukan Iyad yang menceritakan asar dari Sammak. Umar r.a. berpesan, "Apabila perang terjadi, kalian harus mengangkat Abu Ubaidah menjadi panglima (kalian)." Maka kami menulis surat kepada Abu Ubaidah yang isinya menyatakan bahwa maut sedang menggerogoti kami, dan kami minta bantuan kepadanya. Lalu Abu Ubaidah menulis surat kepada kami yang isinya menyatakan, "Sesungguhnya surat kalian telah kuterima yang isinya meminta bantuan kepadaku, dan sesungguhnya sekarang aku tunjukkan kalian kepada yang lebih kuat bantuan dan pertolongannya. Dia adalah Allah Swt., maka minta tolonglah kalian kepada-Nya. Karena sesungguhnya Muhammad Saw. pernah ditolong-Nya dalam Perang Badar, padahal bilangan pasukan beliau lebih sedikit daripada jumlah kalian sekarang. Karena itu, apabila suratku ini datang kepada kalian, maka perangilah mereka dan janganlah kalian meminta pendapat dariku lagi." Akhirnya kami berperang menghadapi orang-orang kafir, dan kami dapat memukul mereka mundur sejauh empat farsakh. Dalam perang tersebut kami memperoleh banyak harta ganimah. Kami bermusyawarah untuk pembagiannya, maka Iyad mengisyaratkan kepada kami agar kami memberi sebanyak sepuluh kepada tiap yang berkepala. Abu Ubaidah berkata, "Siapakah yang mau bertaruh denganku (dalam balapan kuda)?" Ada seorang pemuda berkata, "Aku, jika engkau tidak marah." Ternyata pemuda itu dapat menyusulnya. Aku melihat kedua kepangan rambut Abu Ubaidah awut-awutan, sedangkan Abu Ubaidah berada di belakang pemuda itu dengan mengendarai kuda Arab.
Sanad asar ini sahih. Ibnu Hibban mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Bandar, dari Gundar dengan lafaz yang semisal. Asar ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya.
Badar adalah nama sebuah tempat yang terletak di antara Mekah dan Madinah, terkenal dengan sumurnya. Nama tempat (kampung) ini dikaitkan dengan nama seorang lelaki yang mula-mula menggali sumur tersebut, nama lelaki yang dimaksud adalah Badar ibnun Narain.
Asy-Sya'bi mengatakan bahwa Badar adalah nama sebuah sumur milik seorang lelaki yang dikenal dengan sebutan 'Badar'
*******************
Firman Allah Swt.:
فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Karena itu, bertakwalah kepada Allah, supaya kalian men-syukuri-Nya. (Ali Imran: 123)
Yakni agar kalian dapat mengerjakan ketaatan kepada-Nya.