19 - مريم - Maryam
Mary
Meccan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
كٓهيعٓصٓ 1
(1) Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad.
(1)
Pembahasan mengenai huruf hijaiyah yang terdapat di permulaan surat-surat Al-Qur'an telah diketengahkan dalam tafsir permulaan surat Al-Baqarah.
Mengenai firman Allah Swt.:
ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu. (Maryam: 2)
Maksudnya, kisah ini menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang hamba-Nya, yaitu Zakaria.
Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"ذَكَّرَ رَحْمَةَ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَريَّا".
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria. (Maryam: 2)
Lafaz Zakaria, huruf ya-nya dibaca panjang dan dibaca pendek; hal ini merupakan dua qiraat yang terkenal mengenainya. Zakaria adalah seorang nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi kaum Bani Israil. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu; dia makan dari hasil kerja tangannya sendiri menjadi tukang kayu.
Firman Allah Swt.:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Sebagian kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa agar dalam permohonannya ini dia tidak dituduh sebagai orang yang lemah karena usianya telah lanjut, sebab ia meminta agar dikaruniai seorang putra. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi.
Ulama lainnya mengatakan, sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa karena kecintaannya kepada Allah Swt. seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sesungguhnya Allah mengetahui kalbu orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang perlahan.
Sebagian ulama Salaf mengatakan, Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan semua muridnya telah tidur; lalu dia berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa dengan suara yang lembut. Maka Tuhannya berfirman kepadanya, "Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu."
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah.” (Maryam: 4)
Yakni lemah dan rapuh, tidak mempunyai kekuatan lagi
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا
dan kepalaku telah ditumbuhi uban. (Maryam: 4)
Artinya, warna putih ubannya menutupi sisa rambutnya yang masih hitam. Seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Duraid dalam bait syair gubahannya:
إمَّا تَرَى رأسِي حَاكى لونُهُ ... طُرَّةَ صُبحٍ تَحتَ أذْيَال الدُّجى ...واشْتَعَل المُبْيَض فِي مُسْوَدّه ... مِثْلَ اشتِعَال النَّارِ في جَمْرِ الغَضَا ...
Tidakkah engkau lihat rambut kepalaku yang kini warnanya seakan-akan seperti/ajar subuh yang muncul di sisa-sisa kegelapan malam.
Warna putih ubannya menyala menutupi warna hitamnya, seperti warna api yang menyala dalam bara api.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menceritakan tentang kelemahan dan ketuaan serta tanda-tandanya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Firman Allah Swt.:
وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Maryam: 4)
Yakni saya belum pernah berdoa kepada Engkau, melainkan Engkau memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak apa yang kumohonkan kepada-Mu.
Firman Allah Swt.:
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku. (Maryam: 5)
Kebanyakan ulama qiraat membacanya dengan mawaliya karena dianggap sebagai maf'ul. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai, ia membacanya mawali dengan huruf ya yang di-sukun-kan.
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali ialah para 'asabah atau ahli waris laki-laki.
Abu Saleh mengatakan bahwa mawali ialah kalalah atau ahli waris perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan r.a., ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan huruf fa dari lafaz khiftu, sehingga bacaannya menjadi khaffat, artinya kekurangan, yakni tiada pewaris laki-laki sesudahku.
Berdasarkan qiraat pertama, alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia merasa khawatir bila orang-orang yang akan menggantikannya nanti akan berlaku buruk terhadap manusia. Maka ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan wahyu yang diturunkan kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak mengkhawatirkan siapa yang bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian merupakan kedudukan yang paling besar dan paling mulia tingkatannya dibandingkan dengan kekhawatirannya akan pewaris dari darah dagingnya terhadap harta peninggalannya. Dan ia berkeinginan agar kenabiannya itu diwarisi oleh ahli waris 'asabah-nya; untuk itu ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang putra yang kelak akan mewarisi kenabiannya.
Tiada suatu kisah pun yang menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta, bahkan dia adalah seorang tukang kayu, yang makan dari hasil keringatnya sendiri. Orang yang bermatapencaharian seperti itu tidaklah banyak memiliki harta, terlebih lagi seorang nabi, karena sesungguhnya para nabi adalah orang yang paling berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا نُورَث، مَا تَرَكْنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ"
Kami tidak diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Menurut suatu riwayat yang ada pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih disebutkan seperti berikut:
"نَحْنُ مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ"
Kami para nabi tidaklah diwaris.
Dengan demikian, berarti makna firman-Nya:
فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku. (Maryam: 5-6)
Bahwa yang dimaksud tiada lain adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ
dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub. (Maryam: 6)
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman lainnya:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. (An-Naml: 16)
Yakni kenabiannya. Karena seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya, tentulah tidak disebutkan Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan saudara-saudaranya. Juga karena mengingat penyebutan mewarisi harta benda tidaklah begitu penting, sebab sudah dimaklumi sebagai suatu ketetapan dalam semua syariat (hukum) dan agama, bahwa anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya pewarisan ini bukanlah pewarisan khusus, tentulah Allah tidak akan menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan didukung oleh sebuah hadis sahih yang mengatakan:
"نَحْنُ مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ، مَا تَرَكَنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ".
Kami para nabi tidaklah diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) bahwa peninggalan Zakaria adalah ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub.
Hasyim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yaitu hendaknya anak itu kelak akan menjadi nabi, sebagaimana bapak-bapaknya yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa anak itu kelak akan mewarisi kenabian dan ilmunya.
As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'.
Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yakni kenabian mereka.
Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Maksudnya, mewarisi hartaku dan mewarisi kenabian dari keluarga Ya'qub. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "يَرْحَمُ اللَّهُ زَكَرِيَّا، وَمَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةٍ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا، إِنْ كَانَ لَيَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati Zakaria, tiadalah dia meninggalkan harta warisan. Dan semoga Allah merahmati Luth, sesungguhnya dia benar-benar berlindung kepada keluarga yang kuat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ نُوحٍ، عَنْ مُبَارَكٍ -هُوَ ابْنُ فَضَالَةَ -عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "رَحِمَ اللَّهُ أَخِي زَكَرِيَّا، مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةِ مَالِهِ حِينَ يَقُولُ: فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya dia tidak meninggalkan harta warisan saat dia mengatakan, "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub.”
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal yang tidak bertentangan dengan hadis-hadis sahih. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6)
Maksudnya diridai di sisi Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni Engkau menyukainya dan menjadikannya disukai oleh makhluk-Mu dalam agama dan akhlaknya.
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُۥ زَكَرِيَّآ 2
(2) (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,
(2)
Mengenai firman Allah Swt.:
ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu. (Maryam: 2)
Maksudnya, kisah ini menceritakan tentang rahmat Allah kepada salah seorang hamba-Nya, yaitu Zakaria.
Yahya ibnu Ya'mur membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"ذَكَّرَ رَحْمَةَ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَريَّا".
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria. (Maryam: 2)
Lafaz Zakaria, huruf ya-nya dibaca panjang dan dibaca pendek; hal ini merupakan dua qiraat yang terkenal mengenainya. Zakaria adalah seorang nabi yang besar dari kalangan nabi-nabi kaum Bani Israil. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu; dia makan dari hasil kerja tangannya sendiri menjadi tukang kayu.
إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥ نِدَآءً خَفِيًّۭا 3
(3) yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
(3)
Firman Allah Swt.:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Sebagian kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa agar dalam permohonannya ini dia tidak dituduh sebagai orang yang lemah karena usianya telah lanjut, sebab ia meminta agar dikaruniai seorang putra. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi.
Ulama lainnya mengatakan, sesungguhnya Zakaria melirihkan suaranya dalam berdoa karena kecintaannya kepada Allah Swt. seperti yang dikatakan oleh Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini: Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3) Sesungguhnya Allah mengetahui kalbu orang yang bertakwa, dan mendengar suara yang perlahan.
Sebagian ulama Salaf mengatakan, Zakaria bangun di tengah malam, sedangkan semua muridnya telah tidur; lalu dia berbisik kepada Tuhannya seraya berdoa dengan suara yang lembut. Maka Tuhannya berfirman kepadanya, "Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu, Kupenuhi seruanmu."
قَالَ رَبِّ إِنِّى وَهَنَ ٱلْعَظْمُ مِنِّى وَٱشْتَعَلَ ٱلرَّأْسُ شَيْبًۭا وَلَمْ أَكُنۢ بِدُعَآئِكَ رَبِّ شَقِيًّۭا 4
(4) Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.
(4)
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah.” (Maryam: 4)
Yakni lemah dan rapuh, tidak mempunyai kekuatan lagi
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا
dan kepalaku telah ditumbuhi uban. (Maryam: 4)
Artinya, warna putih ubannya menutupi sisa rambutnya yang masih hitam. Seperti yang telah dikatakan oleh Ibnu Duraid dalam bait syair gubahannya:
إمَّا تَرَى رأسِي حَاكى لونُهُ ... طُرَّةَ صُبحٍ تَحتَ أذْيَال الدُّجى ...واشْتَعَل المُبْيَض فِي مُسْوَدّه ... مِثْلَ اشتِعَال النَّارِ في جَمْرِ الغَضَا ...
Tidakkah engkau lihat rambut kepalaku yang kini warnanya seakan-akan seperti/ajar subuh yang muncul di sisa-sisa kegelapan malam.
Warna putih ubannya menyala menutupi warna hitamnya, seperti warna api yang menyala dalam bara api.
Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah menceritakan tentang kelemahan dan ketuaan serta tanda-tandanya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Firman Allah Swt.:
وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Maryam: 4)
Yakni saya belum pernah berdoa kepada Engkau, melainkan Engkau memperkenankannya, Engkau tidak pernah menolak apa yang kumohonkan kepada-Mu.
وَإِنِّى خِفْتُ ٱلْمَوَٰلِىَ مِن وَرَآءِى وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًۭا فَهَبْ لِى مِن لَّدُنكَ وَلِيًّۭا 5
(5) Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,
(5)
Firman Allah Swt.:
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku. (Maryam: 5)
Kebanyakan ulama qiraat membacanya dengan mawaliya karena dianggap sebagai maf'ul. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari Kisai, ia membacanya mawali dengan huruf ya yang di-sukun-kan.
Mujahid, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mawali ialah para 'asabah atau ahli waris laki-laki.
Abu Saleh mengatakan bahwa mawali ialah kalalah atau ahli waris perempuan .
Menurut riwayat yang bersumber dari Amirul Mu-Minin 'Usman ibnu Affan r.a., ia membaca ayat ini dengan men-tasydid-kan huruf fa dari lafaz khiftu, sehingga bacaannya menjadi khaffat, artinya kekurangan, yakni tiada pewaris laki-laki sesudahku.
Berdasarkan qiraat pertama, alasan ketakutan Zakaria ialah bahwa dia merasa khawatir bila orang-orang yang akan menggantikannya nanti akan berlaku buruk terhadap manusia. Maka ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak laki-laki yang kelak akan menjadi nabi sesudahnya, untuk memimpin mereka dengan wahyu yang diturunkan kepadanya. Sesungguhnya dalam hal ini Zakaria tidak mengkhawatirkan siapa yang bakal mewarisi harta peninggalannya, karena kenabian merupakan kedudukan yang paling besar dan paling mulia tingkatannya dibandingkan dengan kekhawatirannya akan pewaris dari darah dagingnya terhadap harta peninggalannya. Dan ia berkeinginan agar kenabiannya itu diwarisi oleh ahli waris 'asabah-nya; untuk itu ia memohon kepada Allah agar dikaruniai seorang putra yang kelak akan mewarisi kenabiannya.
Tiada suatu kisah pun yang menyebutkan bahwa Zakaria mempunyai harta, bahkan dia adalah seorang tukang kayu, yang makan dari hasil keringatnya sendiri. Orang yang bermatapencaharian seperti itu tidaklah banyak memiliki harta, terlebih lagi seorang nabi, karena sesungguhnya para nabi adalah orang yang paling berzuhud terhadap duniawi.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا نُورَث، مَا تَرَكْنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ"
Kami tidak diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Menurut suatu riwayat yang ada pada Imam Turmuzi dengan sanad yang sahih disebutkan seperti berikut:
"نَحْنُ مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ"
Kami para nabi tidaklah diwaris.
Dengan demikian, berarti makna firman-Nya:
فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang mewarisi aku. (Maryam: 5-6)
Bahwa yang dimaksud tiada lain adalah mewarisi kenabiannya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
يَرِثُنِى وَيَرِثُ مِنْ ءَالِ يَعْقُوبَ ۖ وَٱجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّۭا 6
(6) yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai".
(6)
وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ
dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub. (Maryam: 6)
Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman lainnya:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. (An-Naml: 16)
Yakni kenabiannya. Karena seandainya yang diwarisi itu adalah hartanya, tentulah tidak disebutkan Sulaiman secara khusus tanpa melibatkan saudara-saudaranya. Juga karena mengingat penyebutan mewarisi harta benda tidaklah begitu penting, sebab sudah dimaklumi sebagai suatu ketetapan dalam semua syariat (hukum) dan agama, bahwa anak mewarisi harta ayahnya. Seandainya pewarisan ini bukanlah pewarisan khusus, tentulah Allah tidak akan menyebutkannya. Pendapat ini diperkuat dan didukung oleh sebuah hadis sahih yang mengatakan:
"نَحْنُ مُعَاشِرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُورَثُ، مَا تَرَكَنَا فَهُوَ صَدَقَةٌ".
Kami para nabi tidaklah diwaris, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) bahwa peninggalan Zakaria adalah ilmu, dan dia termasuk keturunan Ya'qub.
Hasyim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yaitu hendaknya anak itu kelak akan menjadi nabi, sebagaimana bapak-bapaknya yang menjadi nabi.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Al-Hasan, bahwa anak itu kelak akan mewarisi kenabian dan ilmunya.
As-Saddi mengatakan bahwa makna ayat ialah 'kelak anak itu mewarisi kenabianku dan kenabian keluarga Ya'qub'.
Diriwayatkan dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Yakni kenabian mereka.
Jabir ibnu Nuh dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub. (Maryam: 6) Maksudnya, mewarisi hartaku dan mewarisi kenabian dari keluarga Ya'qub. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ قَتَادَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "يَرْحَمُ اللَّهُ زَكَرِيَّا، وَمَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةٍ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ لُوطًا، إِنْ كَانَ لَيَأْوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati Zakaria, tiadalah dia meninggalkan harta warisan. Dan semoga Allah merahmati Luth, sesungguhnya dia benar-benar berlindung kepada keluarga yang kuat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ نُوحٍ، عَنْ مُبَارَكٍ -هُوَ ابْنُ فَضَالَةَ -عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "رَحِمَ اللَّهُ أَخِي زَكَرِيَّا، مَا كَانَ عَلَيْهِ مِنْ وَرَثَةِ مَالِهِ حِينَ يَقُولُ: فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا * يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semoga Allah merahmati saudaraku Zakaria, sebenarnya dia tidak meninggalkan harta warisan saat dia mengatakan, "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub.”
Semuanya ini adalah hadis-hadis mursal yang tidak bertentangan dengan hadis-hadis sahih. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai. (Maryam: 6)
Maksudnya diridai di sisi Engkau, juga dikalangan makhluk-Mu, yakni Engkau menyukainya dan menjadikannya disukai oleh makhluk-Mu dalam agama dan akhlaknya.
يَٰزَكَرِيَّآ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَٰمٍ ٱسْمُهُۥ يَحْيَىٰ لَمْ نَجْعَل لَّهُۥ مِن قَبْلُ سَمِيًّۭا 7
(7) Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
(7)
Seakan-akan disebutkan sebelumnya bahwa doa yang dipanjatkan Zakaria diperkenankan oleh Allah Swt. Maka dikatakan kepadanya:
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيَى
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya. (Maryam: 7)
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ فَنَادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di dalam mihrab (katanya), "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh.” (Ali Imran: 38-39)
Firman Allah Swt. :
لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Maryam: 7)
Qatadah, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah belum pernah menamakan seseorang dengan nama Yahya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Maryam: 7) Yakni mirip dengannya.
Ia mengartikannya demikian karena menyamakannya dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:
فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65)
Yaitu yang serupa dengan Dia.
Ali ibnu Abu Talhah yang telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan maknanya, bahwa sebelum itu tidak ada pasangan mandul yang dapat melahirkan anak seperti dia. Hal ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa Zakaria a.s. sebelumnya tidak punya anak; begitu pula istrinya, dia adalah seorang wanita yang mandul sejak semula. Lain halnya dengan Nabi Ibrahim a.s. dan istrinya Sarah a.s., keduanya hanya merasa heran dengan berita gembira akan kelahiran Ishaq, padahal keduanya telah berusia lanjut, bukan karena keduanya mandul. Karena itulah Nabi Ibrahim a.s. berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
أَبَشَّرْتُمُونِي عَلَى أَنْ مَسَّنِيَ الْكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونِ
Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan itu? (Al-Hijr: 54)
Padahal tiga belas tahun sebelumnya Nabi Ibrahim a.s. telah mempunyai seorang putra, yaitu Ismail a.s. Kemudian istrinya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ * قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kalian, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”(Hud: 72-73)
قَالَ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى غُلَٰمٌۭ وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًۭا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ ٱلْكِبَرِ عِتِيًّۭا 8
(8) Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua".
(8)
Zakaria merasa heran ketika doanya dikabulkan dan mendapat berita gembira akan kelahiran seorang putra, maka kegembiraannya meledak-ledak. Lalu ia bertanya tentang cara yang menyebabkan dia beranak, mengingat istrinya mandul, tidak punya anak sejak semula, lagi sudah tua. Dirinya pun tua serta tulang-tulangnya telah lemah lagi kurus. Tiada kemampuan lagi baginya untuk melakukan persetubuhan.
Lafaz 'itiyya menurut orang-orang Arab artinya kalau diibaratkan dengan kayu, kayu itu sudah kering kerontang. Mujahid mengatakan, 'itiyyan artinya kerapuhan tulang. Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa 'itiyyan artinya lanjut usia. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa 'itiyyan lebih parah lagi dari kibaran (usia lanjut).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia mengetahui semua sunah (tuntunan) Nabi Saw. Hanya dia tidak mengetahui apakah Rasulullah Saw. melakukan bacaan (selain Al-Fatihah) dalam salat lohor dan Asarnya ataukah tidak, dan ia tidak mengetahui bagaimanakah Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua. (Maryam: 8) Apakah beliau membacanya 'itiyyan ataukah 'istiyyan (semakna dengan 'itiyyan).
Imam Ahmad meriwayatkannya dari Syuraih ibnun Nu'man, sedangkan Abu Daud meriwayatkannya dari ziyad ibnu Ayyub, keduanya dari Hasyim dehgan sanad yang sama.
*******************
قَالَ
Tuhan berfirman (Maryam: 9)
Yakni malaikat yang ditugaskan oleh-Nya menjawab keheranan Zakaria dari apa yang diberitakan kepadanya:
كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ
Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku." (Maryam: 9)
Artinya melahirkan anak dari kamu dan istrimu itu bukan dari lainnya adalah mudah sekali bagi Allah.
Kemudian disebutkan kepada Zakaria hal yang lebih mengherankan daripada apa yang dipertanyakannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا
dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali. (Maryam: 9)
Sama halnya seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1)
قَالَ كَذَٰلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَىَّ هَيِّنٌۭ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِن قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْـًۭٔا 9
(9) Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali".
(9)
قَالَ
Tuhan berfirman (Maryam: 9)
Yakni malaikat yang ditugaskan oleh-Nya menjawab keheranan Zakaria dari apa yang diberitakan kepadanya:
كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ
Demikianlah, Tuhanmu telah berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku." (Maryam: 9)
Artinya melahirkan anak dari kamu dan istrimu itu bukan dari lainnya adalah mudah sekali bagi Allah.
Kemudian disebutkan kepada Zakaria hal yang lebih mengherankan daripada apa yang dipertanyakannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا
dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali. (Maryam: 9)
Sama halnya seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1)
قَالَ رَبِّ ٱجْعَل لِّىٓ ءَايَةًۭ ۚ قَالَ ءَايَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ ٱلنَّاسَ ثَلَٰثَ لَيَالٍۢ سَوِيًّۭا 10
(10) Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda". Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat".
(10)
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal Nabi Zakaria:
قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً
Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Maryam: 1)
Yakni pertanda yang mengawali akan datangnya apa yang telah Engkau janjikan kepadaku, agar jiwaku tenteram dan hatiku gembira dengan apa yang Engkau janjikan. Pertanyaan ini semakna dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Ibrahim a.s. yang disitir oleh firman-Nya:
رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي
الْآيَةَYa Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, 'Aku telah menyakininya, tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (Al-Baqarah: 26)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا
Tuhan berfirman, "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat. (Maryam: 1)
Maksudnya, hendaknya kamu menahan lisanmu jangan berbicara selama tiga malam, sedangkan kamu dalam keadaan sehat walafiat, tidak sakit dan tidak mengalami gangguan kesehatan
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Wahb, As-Saddi, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa lisannya kaku bukan karena sakit, bukan pula karena mengalami gangguan kesehatan.
Ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Zakaria hanya dapat membaca kitab dan bertasbih, tidak dapat berbicara dengan kaumnya kecuali dengan isyarat saja.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: selama tiga malam berturut-turut. (Maryam: 1) Yakni sawiyyan diartikan berturut-turut.
Akan tetapi, pendapat pertama yang bersumber dari Ibnu Abbas —juga yang bersumber dari jumhur ulama— adalah pendapat yang paling sahih. Pendapat ini dikuatkan apa yang disebutkan di dalam surat Ali Imran oleh firman-Nya:
قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ إِلا رَمْزًا وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
Berkata Zakaria, "Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku mengandung)." Allah berfirman, "Tandanya bagimu kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.”(Ali Imran: 41)
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: selama tiga malam, padahal kamu sehat. (Maryam: 1) Yakni tidak bisu.
Hal ini menunjukkan bahwa Zakaria tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari tiga malam, kecuali hanya dengan isyarat seperti yang telah disebutkan di dalam surat Ali Imran ayat 41 tadi. Karena itulah dalam ayat surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya. (Maryam: 11)
Yakni dari tempat ia mendapat berita gembira akan beroleh anak laki-laki.
فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ
lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11)
Yakni memberi isyarat secara samar lagi cepat.
أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang. (Maryam: 11)
Maksudnya, meminta dukungan dari mereka agar mereka mengikuti apa yang diperintahkan kepadanya dalam masa-masa tiga hari itu. Bantuan tasbih mereka sebagai pendukung ungkapan rasa syukurnya kepada Allah Swt. atas karunia yang diberikan kepadanya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Makna auha di sini ialah asyara, yakni berisyarat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Wahb dan Qatadah.
Mujahid telah mengatakan dalam suatu riwayat yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Yakni Zakaria menulis di tanah kepada mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِۦ مِنَ ٱلْمِحْرَابِ فَأَوْحَىٰٓ إِلَيْهِمْ أَن سَبِّحُوا۟ بُكْرَةًۭ وَعَشِيًّۭا 11
(11) Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.
(11)
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya. (Maryam: 11)
Yakni dari tempat ia mendapat berita gembira akan beroleh anak laki-laki.
فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ
lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11)
Yakni memberi isyarat secara samar lagi cepat.
أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang. (Maryam: 11)
Maksudnya, meminta dukungan dari mereka agar mereka mengikuti apa yang diperintahkan kepadanya dalam masa-masa tiga hari itu. Bantuan tasbih mereka sebagai pendukung ungkapan rasa syukurnya kepada Allah Swt. atas karunia yang diberikan kepadanya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Makna auha di sini ialah asyara, yakni berisyarat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Wahb dan Qatadah.
Mujahid telah mengatakan dalam suatu riwayat yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu ia memberi isyarat kepada mereka. (Maryam: 11) Yakni Zakaria menulis di tanah kepada mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Saddi.