60 - الممتحنة - Al-Mumtahana
She that is to be examined
Medinan
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا جَآءَكَ ٱلْمُؤْمِنَٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَىٰٓ أَن لَّا يُشْرِكْنَ بِٱللَّهِ شَيْـًۭٔا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَٰنٍۢ يَفْتَرِينَهُۥ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِى مَعْرُوفٍۢ ۙ فَبَايِعْهُنَّ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُنَّ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ 12
(12) Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(12)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami keponakan Ibnu Syihab, dari pamannya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Urwah, bahwa Siti Aisyah r.a. istri Nabi Saw. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. menguji setiap wanita mukmin yang berhijrah kepadanya karena ada ayat ini, yaitu: Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia. (Al-Mumtahanah: 12) sampai dengan firman-Nya: Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 12) Urwah mengatakan bahwa Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa barang siapa di antara wanita-wanita yang mukmin itu mengakui persyaratan tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Aku telah membaiatmu (menerima janji setiamu). hanya dengan ucapan; dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan seorang wanita pun dalam baiat itu. Baiat beliau kepada mereka hanyalah melalui sabda beliau Saw. yang mengatakan: Aku telah membaiatmu atas hal tersebut.
Ini menurut lafaz Imam Bukhari.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Umaimah binti Raqiqah yang telah menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. bersama-sama dengan kaum wanita untuk menyatakan baiat (janji setia) mereka kepadanya. Maka beliau Saw. menyumpah kami dengan apa yang terkandung di dalam Al-Qur'an, yaitu kami tidak boleh mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir ayat. Lalu beliau Saw. bersabda: Dalam batasan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kalian. Kami berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kita daripada diri kita sendiri." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menjabat tangan kami (sebagaimana engkau membaiat kaum lelaki)?" Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ، إِنَّمَا قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ كَقَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ"
Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan wanita (lain), sesungguhnya ucapanku kepada seorang wanita adalah sama dengan ucapanku kepada seratus orang wanita.
Sanad hadis ini sahih. Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini melalui Sufyan ibnu Uyaynah, juga Imam Nasai melalui hadis As-Sauri dan Malik ibnu Anas, semuanya dari Muhammad ibnul Munkadir dengan sanad yang sama Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Muhammad ibnul Munkadir.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Umaimah, tetapi ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. tidak menjabat tangan seorang wanita pun dari kami. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Musa ibnu Udbah, dari Muhammad ibnul Munkadir dengan sanad yang sama.
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Abu Ja'far Ar-Razi, dari Muhammad ibnul Munkadir, bahwa telah menceritakan kepadaku Umaimah binti Raqiqah saudara perempuan Khadijah alias bibinya Siti Fatimah secara lisan dan langsung, hingga akhir hadis.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Salit ibnu Ayyub ibnul Hakam ibnu Salim, dari ibunya (yaitu Salma binti Qais) yang juga merupakan bibi Rasulullah Saw. dan pernah salat bersama beliau Saw. menghadap ke arah dua kiblat. Dia adalah salah seorang wanita dari kalangan Bani Addi ibnun Najjar. Dia mengatakan, "Aku datang kepada Rasulullah Saw. untuk mengucapkan baiat kepadanya bersama-sama dengan kaum wanita dari Ansar. Rasulullah Saw. dalam baiat itu mensyaratkan kepada kami hendaknya kami tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak berbuat dusta yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan tidak mendurhakainya dalam urusan yang baik, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
"وَلَا تغشُشْن أَزْوَاجَكُنَّ"
Dan jangan pula kamu menipu suami-suamimu.'
Maka kami terima baiat itu, kemudian kami pergi. Dan aku berkata kepada seorang wanita di antara mereka, 'Kembalilah kamu dan tanyakanlah kepada Rasulullah Saw. bahwa apakah yang dimaksud dengan menipu suami kami?' Wanita itu kembali dan menanyakan kepadanya makna kalimat itu, lalu beliau Saw. menjawab:
"تَأْخُذُ ماله، فتحابي به غيره"
Bila kamu ambil hartanya, lalu kamu gunakan untuk mendekatkan dirimu dengan lelaki lain'.”
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي الْعَبَّاسِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ حَاطِبٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أُمِّهِ عَائِشَةَ بِنْتِ قُدَامة -يَعْنِي: ابْنَ مَظْعُونٍ-قَالَتْ: أَنَا مَعَ أُمِّي رَائِطَةَ بِنْتِ سُفْيَانَ الْخُزَاعِيَّةِ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُ النِّسْوَةَ وَيَقُولُ: "أُبَايِعُكُنَّ عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقْنَ، وَلَا تَزْنِينَ، وَلَا تَقْتُلْنَ أَوْلَادَكُنَّ، وَلَا تَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ تَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُنَّ وَأَرْجُلِكُنَّ، وَلَا تَعْصِينَنِي فِي مَعْرُوفٍ". [قَالَتْ: فَأَطْرَقْنَ. فَقَالَ لَهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] قُلن: نَعَمْ فِيمَا اسْتَطَعْتُنَّ". فَكُنّ يَقُلْنَ وَأَقُولُ مَعَهُنَّ، وَأُمِّي تُلقّني: قُولِي أَيْ بُنَيَّةُ، نَعَمْ [فِيمَا استطعتُ]. فَكُنْتُ أَقُولُ كَمَا يَقُلْنَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Usman ibnu Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Hatib, telah menceritakan kepadaku Abu Hatib, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ibunya (yaitu Aisyah binti Qudamah ibnu Maz'un) yang telah menceritakan bahwa aku bersama ibuku Ra'itah binti Sufyan Al-Khuza'iyah ikut dengan kaum wanita berbaiat kepada Nabi Saw. Nabi Saw. bersabda: Aku membaiat kalian dengan syarat janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anak-anak kalian, jangan berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, dan jangan kalian mendurhakaiku dalam urusan yang baik. Maka kami menjawab, "Ya." Sebatas kemampuan kalian. -Mereka, aku, dan ibuku mengucapkan, "Ya," dan ibuku berkata kepadaku, "Hai anak perempuanku, jawablah ya." Maka aku pun mengatakan apa yang dikatakan oleh mereka.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Hafsah binti Sirin, dari Ummu Atiyyah yang mengatakan bahwa kami berbaiat kepada Rasulullah Saw. Maka beliau membacakan kepada kami firman Allah Swt.: bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah. (Al-Mumtahanah: 12) Beliau Saw. juga melarang kami melakukan niyahah. Maka ada seorang wanita yang menggenggamkan tangannya, lalu berkata, "Si Fulanah telah berjasa kepadaku dan membuatku bahagia, maka aku bermaksud untuk membalas jasanya (dengan niyahah)." Rasulullah Saw. tidak menjawab perkataan wanita itu barang sepatah kata pun, lalu wanita itu pergi dan kembali lagi, selanjutnya Rasulullah Saw. membaiatnya.
Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadis ini. Menurut riwayat lain, tiada seorang pun dari mereka yang memenuhinya selain dari wanita itu dan Ummu Sulaim binti Mulhan. Menurut riwayat Imam Bukhari, dari Ummu Atiyyah, Rasulullah Saw. menyumpah kami saat kami berbaiat kepadanya, bahwa kami tidak boleh melakukan niyahah (menangisi kepergian mayat). Maka tiada seorang pun dari kami yang memenuhinya selain lima orang wanita, yaitu Ummu Sulaim, Ummul Ala, anak perempuan Abu Sabrah, istrinya Mu'az, dan dua orang wanita lainnya; atau anak perempuan Abu Sabrah, istrinya Mu'az dan seorang wanita lainnya. Sebelum itu Rasulullah Saw. telah menyumpah kaum wanita dengan baiat ini di hari raya.
Seperti apa yang disebutkan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij, bahwa Al-Hasan ibnu Muslim pernah menceritakan kepadanya dariTawus, dari Ibnul Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah ikut salat hari raya bersama Rasulullah Saw., Abu Bakar, Umar, dan Usman; semuanya mengerjakan salat Id sebelum khotbah. Sesudah salat, baru khotbah, lalu Nabi Saw. turun dari mimbarnya seakan-akan kulihat beliau saat menyuruh duduk kaum lelaki dengan tangannya. Kemudian beliau melangkah menguaksaf mereka hingga datang kesaf kaum wanita bersama Bilal. Maka beliau Saw. membacakan firman Allah Swt.: Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) hingga akhir ayat. Kemudian setelah selesai dari itu beliau bertanya, "Maukah kalian berjanji atas semuanya itu?" Maka hanya ada seorang wanita yang menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Sedangkan yang lainnya tidak. Hasan tidak mengetahui siapa wanita itu. Hasan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu kaum wanita bersedekah, dan Bilal menggelarkan pakaiannya. Maka mereka melemparkan ke kain Bilal itu apa yang mereka sedekahkan, di antara mereka ada yang melemparkan gelang, ada pula yang melemparkan cincin emas.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ سُليم، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: جَاءَتْ أُمَيْمَةُ بِنْتُ رُقَيْقَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُبَايِعُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ، فَقَالَ: "أُبَايِعُكِ عَلَى أَلَّا تُشْرِكِي بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقِي، وَلَا تَزْنِي، وَلَا تَقْتُلِي وَلَدَكِ، وَلَا تَأْتِي بِبُهْتَانٍ تَفْتَرِينَهُ بَيْنَ يَديك وَرِجْلَيْكِ، وَلَا تَنُوحِي، وَلَا تَبَرَّجِي تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Abbas, dari Sulaiman ibnu Salim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Umaimah binti Raqiqah datang kepada Rasulullah Saw. untuk berbaiat kepadanya tentang keislamannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku membaiatmu dengan syarat janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anakmu, jangan mendatangkan kedustaan yang kamu ada-adakan antara tangan dan kakimu, jangan kamu lakukan niyahah, dan janganlah kamu berbuat tabarruj seperti labarrujnya orang-orang Jahiliah masa lalu.
قَالَ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ فَقَالَ: "تُبَايِعُونِي عَلَى أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ -قَرَأَ الْآيَةَ الَّتِي أُخِذَتْ عَلَى النِّسَاءِ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ بِهِ، فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَسَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَهُوَ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa ketika kami berada di suatu majelis dengan Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda: Kamu harus berbaiat kepadaku bahwa kamu tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, dan tidak akan membunuh anak-anak kamu. Lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya yang berisikan baiat terhadap kaum wanita, yaitu, "Apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman," hingga akhir ayat. Lalu beliau Saw. melanjutkan: Maka barang siapa di antara kamu yang menunaikannya, pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari hal tersebut, lalu ia kena hukuman, maka hukuman itu merupakan penghapus dosa baginya. Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari itu, lalu Allah menutupinya, maka nasibnya terserah Allah; jika Dia berkehendak mengampuninya, tentu Dia mengampuninya; dan jika Dia berkehendak mengazabnya, tentulah Dia mengazabnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Marsad ibnu Abdullah Al-Yazni, dari Abu Abdullah alias Abdur Rahman ibnu Usailah As-Sanabiji, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa aku termasuk di antara dua belas orang lelaki yang menghadiri Al-Aqabah pertama, lalu kami menyatakan baiat kami kepada Rasulullah Saw. dengan baiat yang sama seperti baiat kaum wanita. Demikian itu terjadi sebelum difardukan atas kami berperang. Yaitu hendaklah kami tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, dan tidak mendatangkan kedustaan yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan kami tidak akan mendurhakainya dalam urusan kebaikan. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
"فَإِنْ وَفَيتم فَلَكُمُ الْجَنَّةُ"
Dan jika kalian menunaikannya, maka bagi kalian surga.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula hadis ini.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kepada sahabat Umar ibnul Khattab melalui sabdanya: Katakanlah kepada mereka (kaum wanita), bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. membaiat kalian dengan syarat janganlah kalian mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah. Saat itu Hindun binti Utbah ibnu Rabi'ah yang telah membelah perut Hamzah menyamarkan dirinya di antara kaum wanita. Hindun berkata kepada dirinya sendiri, "Jika aku berbicara, tentulah Nabi akan mengenalku; dan jika dia mengenalku, pasti membunuhku. Dan sesungguhnya samaranku ini tiada lain karena takut kepada dia (Rasul Saw.)." Maka kaum wanita yang ada bersama Hindun diam dan tidak mau berbicara. Akhirnya Hindun' yang masih dalam penyamarannya tidak tahan, lalu ia angkat bicara, "Bagaimana engkau mau menerima sesuatu dari kaum wanita yang jika dilakukan oleh kaum lelaki engkau tidak akan mau menerimanya?" Rasulullah Saw. memandang ke arahnya, lalu berkata kepada Umar: Katakanlah kepada mereka, bahwa janganlah mereka mencuri. Hindun bertanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah banyak mengambil dari Abu Sufyan barang-barang yang saya sendiri tidak tahu apakah dia menghalalkannya bagiku ataukah tidak?" Abu Sufyan (yang ada di tempat itu) menjawab, "Tiada sesuatu pun yang engkau ambil dan telah habis atau masih tersisa, maka semuanya itu halal bagimu." Maka Rasulullah Saw. tersenyum dan mulai mengenal Hindun, lalu beliau memanggilnya dan Hindun berpegangan kepada tangan Abu Sufyan seraya berlindung kepadanya, dan Rasulullah Saw. bertanya, "Engkau Hindun?" Hindun menjawab, "Semoga Allah memaafkan apa yang telah silam." Rasulullah Saw. berpaling dari Hindun dan bersabda, "Janganlah mereka berzina," Hindun bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah wanita merdeka melakukan zina?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, demi Allah, wanita merdeka tidak akan berzina." Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Dan janganlah mereka membunuh anak-anak mereka." Hindun berkata, "Engkau telah membunuh mereka dalam Perang Badar, engkau dan mereka lebih mengenal." Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan janganlah mereka berbuat dusta yang mereka ada-adakan di antara tangan dan kaki mereka. (Al-Mumtahanah: 12) Lalu membaca firman seterusnya: dan janganlah mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Ubadah ibnus Samit melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. melarang pula mereka melakukan niyahah. Dan dahulu orang-orang Jahiliah dalam niyahah (tangisan bela sungkawanya) merobek-robek pakaian mereka, mencakari muka mereka, dan memotongi (mengguntingi) rambut mereka, serta menyerukan kata-kata kecelakaan dan kebinasaan.
Ini merupakan asar yang garib, dan pada sebagiannya terdapat hal-hal yang mungkar; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Karena sesungguhnya Abu Sufyan dan istrinya (Hindun) setelah masuk Islam, Rasulullah Saw. belum pernah bersikap menyembunyikan sesuatu terhadap keduanya, bahkan menampakkan sikap yang jernih lagi tulus kepada keduanya; demikian pula sebaliknya dari keduanya terhadap Rasulullah Saw.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan di hari penaklukan kota Mekah. Rasulullah Saw. membaiat kaum lelaki mereka agar bersikap tulus dan jernih, sedangkan Umar membaiat kaum wanita atas perintah dari Rasulullah Saw. Lalu disebutkan hal yang sama dengan asar di atas, tetapi ditambahkan bahwa ketika Umar mengatakan, "Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian." Maka Hindun berkata, "Kami telah memelihara mereka sejak kecil; dan ketika dewasa, kalian bunuh mereka." Maka Umar ibnul Khattab tertawa sehingga jatuh tertelentang. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Ummu Atiyyah binti Sulaiman, telah menceritakan kepadaku pamanku, dari kakekku, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Hindun ibnu Utbah datang kepada Rasulullah Saw. untuk menyatakan janji setia kepadanya, lalu Rasulullah Saw. memandang ke arah tangan Hindun dan bersabda: Pulanglah kamu dan ubahlah tanganmu. Maka Hindun memolesi tangannya dengan pacar, lalu datang kembali. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku baiat engkau dengan syarat janganlah engkau persekutukan sesuatu pun dengan Allah. Maka Hindun berbaiat kepadanya, sedangkan di tangan Hindun terdapat dua gelang emas. Lalu Hindun bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan dua buah gelang emas yang aku kenakan ini?" Rasulullah Saw. menjawab: Dua buah bara api dari neraka Jahanam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa' id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Husain, dari Amir Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaiat kaum wanita, sedangkan di tangan beliau Saw. terdapat sehelai kain untuk menutupi telapak tangannya. Lalu beliau Saw. bersabda: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu. Maka ada seorang wanita memotong, "Engkau telah membunuh ayah-ayah mereka, kemudian engkau wasiatkan kepada kami anak-anak mereka." Maka sesudah peristiwa ini apabila ada kaum wanita yang datang kepadanya, terlebih dahulu beliau Saw. mengumpulkan mereka dan baru menawarkan kepada mereka baiat tersebut. Apabila mereka telah mengakuinya, maka mereka dipersilakan pulang.
*******************
Firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia. (Al-Mumtahanah: 12)
Yakni barang siapa dari kalangan kaum wanita yang datang kepadamu untuk mengadakan janji setia dengan persyaratan tersebut, maka baiatlah dia bahwa hendaklah dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah dan tidak mencuri harta orang lain. Adapun jika suaminya melalaikan sebagaian dari nafkahnya, maka wanita yang bersangkutan diperbolehkan memakan sebagian dari harta suaminya dengan cara yang makruf sesuai dengan tradisi bagi wanita yang semisal dengan dia, sekalipun pengambilan itu tanpa sepengetahuan suaminya.
Hal ini diperbolehkan karena ada hadis yang menyangkut Hindun ibnu Utbah yang menyebutkan bahwa dia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang pelit, belum pernah memberi nafkah yang cukup untukku dan untuk anak-anakku, apakah aku berdosa jika kuambil sebagian dari hartanya tanpa sepengetahuan-nya?" Rasulullah Saw. menjawab:
"خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ"
Ambillah sebagian dari hartanya dengan cara yang makruf untuk mencukupi kebutuhanmu dan kebutuhan anak-anakmu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Firman Allah Swt.:
وَلا يَزْنِينَ
tidak akan berzina. (Al-Mumtahanah: 12) Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra: 32)
Di dalam hadis Samurah disebutkan hukuman zina yaitu azab yang pedih di dalam neraka Jahanam.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Fatimah binti Utbah datang untuk mengadakan baiat kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. menyumpahnya dengan firman-Nya: bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina. (Al-Mumtahanah: 12), hingga akhir ayat. Maka Fatimah meletakkan tangannya di atas kepalanya karena malu, dan Nabi Saw. merasa heran dengan sikapnya. Maka Siti Aisyah berkata, "Berikrarlah, hai wanita. Demi Allah, kami pun tidak berbaiat kecuali dengan persyaratan tersebut." Lalu wanita itu menjawab, "Kalau begitu, saya setuju." Maka Nabi Saw. membaiatnya dengan ayat tadi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Husain, dari Amir Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaiat kaum wanita, sedangkan pada tangan beliau terdapat kain yang digunakannya untuk menutupi telapak tangannya (saat menyalami wanita yang dibaiatnya). Kemudian beliau Saw. bersabda: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu. Seorang wanita memotong, "Engkau telah bunuh bapak-bapak mereka (dalam Perang Badar), lalu engkau wasiatkan (kepada kami) anak-anak mereka." Sejak saat itu apabila datang wanita untuk menyatakan baiatnya, terlebih dahulu beliau kumpulkan mereka, lalu menawarkan kepada mereka persyaratan itu. Bila mereka mau mengikrarkannya, barulah mereka diperbolehkan pulang.
Firman Allah Swt.:
وَلا يَقْتُلْنَ أَوْلادَهُنَّ
tidak akan membunuh anak-anaknya. (Al-Mumtahanah: 12)
Hal ini mencakup pengertian membunuh anak sesudah lahir, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh kaum Jahiliah di masa silam; mereka membunuh anak-anaknya karena takut jatuh miskin. Termasuk pula ke dalam ayat ini membunuh anak selagi masih berupa janin, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang bodoh dari kalangan kaum wanita, ia menjatuhkan dirinya agar kandungannya gugur dan tidak jadi, adakalanya karena tujuan yang fasid (rusak) atau tujuan lainnya.
Firman Allah Swt.:
وَلا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ
tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka. (Al-Mumtahanah: 12)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah mereka menisbatkan anak-anak mereka kepada selain ayah-ayah mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil. Pendapat ini diperkuat dengan adanya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا بن وَهْبٍ، حَدَّثَنَا عَمْرٌو -يَعْنِي: ابْنَ الْحَارِثِ-عَنِ ابْنِ الْهَادِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ويقول حِينَ نَزَلَتْ آيَةُ الْمُلَاعَنَةِ: "أَيُّمَا امْرَأَةٍ أدخَلت عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ، فَلَيْسَتْ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، وَلَنْ يُدْخِلَهَا اللَّهُ جَنّته، وَأَيُّمَا رَجُلٍ جَحَد وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، احْتَجَبَ اللَّهُ مِنْهُ، وَفَضَحَهُ عَلَى رُءُوسِ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari Ibnul Had, dari Abdullah ibnu Yunus, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah, bahwa ketika ayat Mula'anah (li'an) diturunkan, ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Siapa pun wanitanya yang memasukkan ke dalam kaum (nya) seseorang yang bukan berasal dari mereka, maka dijauhkanlah dia dari rahmat Allah, dan Dia tidak akan memasukkannya ke surga. Dan siapa pun lelakinya yang mengingkari anaknya sendiri, padahal dia menyaksikannya, maka Allah menutup diri darinya dan mempermalukannya di depan mata kepala orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian (di hari kiamat nanti).
Firman Allah Swt.:
وَلا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ
dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Yakni dalam perkara makruf yang engkau anjurkan kepada mereka (kaum wanita) dan perkara mungkar yang kamu larang terhadap mereka.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Az-Zubair, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Bahwa hal ini merupakan syarat yang dibebankan oleh Allah kepada kaum wanita.
Maimun ibnu Mahran mengatakan bahwa Allah tidak memerintahkan agar nabi-Nya ditaati kecuali hanya dalam hal yang baik, sedangkan yang dimaksud dengan hal yang baik ialah ketaatan.
Ibnu Zaid mengatakan, Allah memerintahkan (kepada manusia) agar menaati Rasul-Nya yang merupakan manusia pilihan Allah dalam hal kebaikan. Dan adakalanya selain Ibnu Zaid mengatakan dari Ibnu Abbas, Anas ibnu Malik, Salim ibnu Abul Ja'd, dan Abu Saleh serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa di hari itu Nabi Saw. melarang mereka (kaum wanita) melakukan niyahah. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Ummu Atiyyah yang di dalamnya disebutkan masalah ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan ayat ini, bahwa pernah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah Swt. telah menyumpah mereka untuk tidak melakukan niyahah dan janganlah mereka berbicara dengan kaum lelaki kecuali lelaki yang masih mahramnya. Maka Abdur Rahman ibnu Auf r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sering mempunyai tamu-tamu, sedangkan kami sering meninggalkan istri-istri kami." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Bukan mereka yang aku maksudkan, bukan mereka yang aku maksudkan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa Al-Farra, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Mubarak, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa di antara sumpah yang diambil oleh Nabi Saw. dari kaum wanita ialah janganlah kamu berbicara dengan lelaki kecuali yang ada hubungan mahram denganmu. Karena sesungguhnya lelaki itu terus-menerus berbicara dengan wanita hingga pada akhirnya dia mengeluarkan mazi di antara kedua pahanya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Harun, dari Amr, dari Asim, dari Ibnu Sirin, dari Ummu Atiyyah Al-Ansariyyah yang menceritakan bahwa di antara kebaikan yang dipersyaratkan kepada kami saat kami mengucapkan baiat kami kepada Rasulullah Saw. ialah kami tidak diperbolehkan melakukan niyahah. Maka seorang wanita dari kalangan Bani Fulan memotong, "Sesungguhnya Bani Fulan pernah berjasa kepadaku, maka aku tidak mau berbaiat lebih dahulu sebelum membalas jasa mereka," lalu wanita itu pergi dan membalas jasa mereka, kemudian ia datang lagi dan mengucapkan baiatnya. Ummu Atiyyah melanjutkan kisahnya, bahwa tiada seorang wanita pun dari mereka yang memenuhi baiat itu kecuali wanita itu dan Ummu Sulaim binti Mulhan ibunya Anas ibnu Malik.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur Hafsah binti Sirin dari Ummu Atiyyah alias Nasibah Al-Ansariyyah r.a.
Dan Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur lain; ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Farukh Al-Qattat, telah menceritakan kepadaku Mus'ab ibnu Nuh Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan seorang nenek-nenek yang semasa mudanya telah berbaiat kepada Rasulullah Saw. Nenek-nenek itu menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. untuk berbaiat kepadanya, dan di antara persyaratan yang dibebankan kepadanya ialah ia tidak boleh melakukan niyahah. Maka nenek-nenek itu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada orang-orang yang dahulu pernah membahagiakan diriku saat aku tertimpa musibah kematian. Dan sesungguhnya mereka sedang tertimpa musibah kematian, maka aku hendak balas membahagiakan mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Pergilah dan balaslah mereka. Maka aku pun pergi dan membalas mereka dengan membahagiakan mereka (melalui niyahah-nya). Kemudian nenek-nenek itu datang lagi dan mengikrarkan baiatnya kepada Rasulullah Saw. Mus'ab mengatakan bahwa itulah yang dimaksud dengan makruf yang disebutkan di dalam firman-Nya: dan tidak mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Safwan, dari Usaid ibnu Abu Usaid Al-Bazzar, dari seorang wanita yang pernah berbaiat kepada Rasulullah Saw. Ia mengatakan, "Di antara persyaratan yang dibebankan kepada kami oleh Rasulullah Saw. dalam baiat kami ialah kami tidak boleh mendurhakainya dalam urusan yang baik, yaitu kami tidak boleh mencakari muka kami, tidak boleh menguraikan rambut, tidak boleh merobek-robek baju, dan tidak boleh menyerukan kalimat kebinasaan."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Usman alias Abu Ya'qub, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abdur Rahman ibnu Atiyyah, dari neneknya (yaitu Ummu Atiyyah) yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba, maka beliau Saw. mengumpulkan kaum wanita Ansar dalam sebuah rumah, kemudian mengundang Umar ibnul Khattab untuk membaiat kami. Maka Umar berdiri di pintu dan mengucapkan salam kepada kami. Kami membalas salamnya, kemudian ia mengatakan, "Aku adalah utusan dari Rasulullah Saw. kepada kalian." Maka kami berkata, "Selamat datang dengan utusan Rasulullah." Umar berkata, "Hendaklah kalian berbaiat, bahwa janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Allah, jangan mencuri dan jangan berzina." Kami menjawab, "Ya." Lalu Umar mengulurkan tangannya dari balik pintu rumah dan kami bergantian menjabat tangannya dari dalam rumah. Kemudian Umar berkata, "Ya Allah, saksikanlah." Ummu Atiyyah melanjutkan, bahwa dalam dua hari raya beliau Saw. memerintahkan kepada kami agar mengeluarkan wanita-wanita yang berhaid dan juga para gadis, dan tiada kewajiban salat Jumat bagi kami (kaum wanita). Dan beliau Saw. melarang kami mengiringi jenazah. Ismail mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada neneknya tentang makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Maka neneknya menjawab, bahwa yang dimaksud dengan mendurhakai Rasulullah Saw. ialah melakukan niyahah.
Di dalam kitabSahihain disebutkan melalui jalur Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَب الْخُدُودَ، وشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ"
Bukanlah termasuk golongan kami orang (wanita) yang memukuli pipi (nya) dan merobek-robek kerah baju (nya) serta menyerukan seruan Jahiliah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula melalui Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw. berlepas diri dari wanita yang menampari mukanya, memotong rambutnya, dan merobek-robek bajunya.
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا هُدْبَة بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ: أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ: أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ حَدَّثَهُ: أَنَّ أَبَا مَالِكٍ الْأَشْعَرِيَّ حَدَّثَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالِاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ. وَقَالَ: النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطران وَدِرْعٍ مِنْ جَرَب".
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, bahwa Zaid pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Salam pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Malik Al-Asy'ari pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: ada empat perkara di kalangan umatku yang termasuk perkara Jahiliah yang masih belum mereka tinggalkan, yaitu membangga-banggakan kedudukan, mencemoohkan nasab, meminta hujan dengan bintang-bintang, dan niyahah terhadap mayat. Dan Rasulullah Saw. bersabda: Wanita yang melakukan niyahah apabila tidak bertobat sebelum matinya, maka ia akan diberdirikan pada hari kiamat dengan memakai kain yang terbuat dari ter (aspal) dan baju kurung dari penyakit kudis.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid di dalam kitab sahihnya melalui Aban ibnu Yazid Al-Attar dengan sanad yang sama. Diriwayatkan pula dari Abu Sa'id bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita yang melakukan niyahah dan wanita yang mendengarkannya. Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Yazid maula As-Sahba, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Bahwa yang dimaksud adalah niyahah. Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Abdu ibnu Humaid, dari Abu Na'im, sedangkan Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki'; keduanya dari Yazid ibnu Abdullah Asy-Syaibani maula Sahba dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَوَلَّوْا۟ قَوْمًا غَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا۟ مِنَ ٱلْءَاخِرَةِ كَمَا يَئِسَ ٱلْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَٰبِ ٱلْقُبُورِ 13
(13) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.
(13)
Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman berteman dengan orang-orang kafir dalam akhir surat ini, sebagaimana melarang hal yang sama dalam permulaan surat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu. (Al-Mumtahanah:13)
Makna yang dimaksud adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, serta orang-orang kafir lainnya yang dimurkai dan dilaknat oleh Allah Swt. serta yang berhak diusir dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Mengapa kalian memihak mereka dan menjadikan mereka teman-teman dan sahabat karib kalian, padahal mereka telah berputus asa dari negeri akhirat, yakni dari pahalanya dan nikmatnya menurut hukum Allah Swt.
Firman Allah Swt:
كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ
sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah:13)
Ada dua pendapat sehubungan dengan makna ayat ini, salah satunya mengartikan sebagaimana orang-orang kafir yang masih hidup berputus asa dari kaum kerabat mereka yang telah berada di alam kubur, untuk dapat bersua kembali dengan mereka sesudahnya. Dikatakan demikian karena mereka tidak meyakini adanya hari berbangkit dan tidak pula dengan hari perhimpunan semua makhluk; harapan mereka telah putus untuk dapat bersua kembali dengan kerabat mereka yang telah tiada, menurut keyakinan mereka.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu jadikan orang-orang yang dimurkai Allah sebagai penolongmu. (Al-Mumtahanah:13) hingga akhir surat, yakni orang-orang yang telah mati dari kalangan kaum yang kafir, orang-orang yang hidup dari mereka putus asa untuk dapat berkumpul kembali dengan mereka yang telah mati, atau mereka berkeyakinan bahwa Allah tidak akan membangkitkan mereka lagi.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah:13) Bahwa orang-orang kafir yang masih hidup berputus asa untuk dapat bersua kembali dengan orang-orang yang telah mati dari kalangan mereka.
Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebagaimana orang-orang kafir berputus asa untuk dapat berkumpul kembali dengan ahli kubur mereka yang telah mati. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ad-Dahhak, semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagaimana orang-orang kafir dari kalangan ahli kubur berputus asa dari semua kebaikan.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa. (Al-Mumtahanah:13) Yakni sebagaimana orang kafir ini berputus asa apabila dia telah mati dan telah menyaksikan balasannya yang diperlihatkan kepadanya. Hal inilah yang dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Muqatil, Al-Kalbi, dan Mansur, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
61 - الصف - As-Saff
The Ranks
Medinan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ 1
(1) Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(1)
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan tafsir firman Allah Swt. yang mengawali surat ini dan bukan hanya sekali sehingga tidak perlu diulangi lagi. Yang dimaksud adalah firman Allah Swt.:
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan bumi; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Ash-Shaff: l)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ 2
(2) Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
(2)
Adapun firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff:2)
Ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang menjanjikan sesuatu janji atau mengatakan sesuatu, lalu ia tidak memenuhinya. Oleh karena itulah maka ada sebagian dari ulama Salaf yang berpendapat atas dalil ayat ini bahwa diwajibkan bagi seseorang menunaikan apa yang telah dijanjikannya secara mutlak tanpa memandang apakah yang dijanjikannya itu berkaitan dengan kewajiban ataukah tidak. Mereka beralasan pula dengan hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، إِذَا وَعَد أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu apabila berjanji ingkar, apabila berbicara dusta dan apabila dipercaya khianat.
Di dalam hadis lain yang juga dalam kitab sahih disebutkan pula:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَة مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعها
Ada empat pekerti yang barang siapa menyandang keempat-empatnya, maka dia adalah munafik militan; dan barang siapa yang menyandang salah satunya, berarti dalam dirinya terdapat suatu pekerti orang yang munafik sampai dia meninggalkannya.
Lalu disebutkan yang antara lainnya ialah mengingkari janji. Kami telah menjelaskan dengan rinci kedua hadis ini di dalam permulaan syarah kitab Imam Bukhari.
كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ 3
(3) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
(3)
Untuk itulah maka Allah mengukuhkan pengingkaran-Nya terhadap sikap mereka yang demikian itu melalui firman berikutnya:
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff:3)
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi'ah, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. datang kepada keluarganya yang saat itu ia masih anak-anak. Lalu ia pergi untuk bermain-main, tetapi ibunya memanggilnya, Hai Abdullah, kemarilah, aku akan memberimu sesuatu. Rasulullah Saw. bertanya kepada ibunya, Apakah yang hendak engkau berikan kepadanya? Ibunya menjawab, Kurma, Rasulullah Saw. bersabda:
أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تَفْعَلِي كُتِبت عَلَيْكِ كِذْبة
Ketahuilah, sesungguhnya andaikata engkau tidak memberinya, tentulah akan dicatat atas dirimu sebagai suatu kedustaan.
Imam Malik rahimahullah berpendapat bahwa apabila janji itu berkaitan dengan kewajiban terhadap yang dijanjikan, maka sudah menjadi keharusan penunaiannya. Misalnya ialah seperti seseorang berkata kepada lelaki lain, Kawinlah kamu, maka aku akan memberikan nafkah sebanyak anu padamu setiap harinya! Kemudian lelaki yang diperintahnya itu kawin, maka orang yang berjanji demikian kepadanya diwajibkan memberinya apa yang telah ia janjikan kepadanya selama lelaki itu dalam ikatan perkawinannya. Mengingat masalah ini berkaitan dengan hak Adami dan berlandaskan pada prinsip mudayaqah.
Jumhur ulama berpendapat bahwa masalah tersebut di atas penunaiannya bersifat tidak wajib secara mutlak. Dan mereka menakwilkan makna ayat dengan pengertian bahwa ayat ini diturunkan ketika mereka mengharapkan jihad difardukan atas diri mereka. Tetapi setelah jihad diwajibkan atas mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka berpaling darinya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat! Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut dari itu. Mereka berkata, Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi? Katakanlah, Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa:77-78)
Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نزلَتْ سُورَةٌ فَإِذَا أُنزلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ
Dan orang-orang yang beriman berkata, Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. (Muhammad:2), hingga akhir ayat. .
Demikian pula artinya ayat ini menurut apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff:2) Dahulu sebelum jihad difardukan, ada segolongan kaum mukmin yang mengatakan bahwa kami sangat menginginkan sekiranya Allah Swt. menunjukkan kepada kami amal perbuatan yang paling disukai-Nya, maka kami akan mengerjakannya. Maka Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi-Nya, bahwa amal perbuatan yang paling disukai ialah beriman kepada-Nya tanpa keraguan, dan berjihad melawan orang-orang yang mendurhakai-Nya, yaitu mereka yang menentang keimanan dan tidak mau mengakuinya. Ketika diturunkan perintah berjihad, sebagian dari kaum mukmin tidak senang dengan perintah ini dan terasa berat olehnya. Untuk itulah maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan? (Ash-Shaff:2) Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa orang-orang mukmin mengatakan, Seandainya kami mengetahui amal yang paling disukai Allah, tentulah kami akan mengerjakannya. Maka Allah memberikan petunjuk kepada mereka tentang amal yang paling disukai oleh-Nya melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur. (Ash-Shaff: 4) Maka Allah menjelaskan kepada mereka amal tersebut, lalu mereka diuji dalam Perang Uhud dengan hal tersebut, dan ternyata pada akhirnya mereka lari ke belakang meninggalkan Nabi Saw. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2)
Allah Swt. berfirman bahwa orang yang paling Aku sukai di antara kamu adalah orang yang berperang di jalan Allah.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah perang; seseorang lelaki mengatakan, Aku telah berperang, padahal ia tidak ikut perang, dan ia mengatakan, Aku telah menusukkan tombakku, padahal ia tidak menggunakannya. Dan ia mengatakan, Aku telah memukulkan pedangku, padahal ia tidak menggunakannya. Dan ia mengatakan, Aku tetap bertahan dalam medan perang, padahal ia tidak bertahan alias melarikan diri.
Qatadah dan Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan untuk mencemoohkan suatu kaum yang mengatakan bahwa diri mereka telah berperang, memukulkan pedang mereka dan menusukkan tombak mereka, serta melakukan hal-hal lainnya, padahal kenyataannya mereka tidak melakukan sesuatu pun dari apa yang telah dikatakannya itu.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari orang-orang munafik. Mereka menjanjikan kepada kaum muslim bahwa mereka akan membantunya, tetapi ternyata mereka tidak memenuhi apa yang mereka janjikan.
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2) Bahwa yang dimaksud ialah berjihad.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?'(Ash-Shaff: 2) sampai dengan firman Allah Swt.: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff: 4) Ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Ansar yang antara lain ialah Abdullah ibnu Rawwahah. Mereka mengatakan dalam suatu majelis, Seandainya kita mengetahui amal yang paling disukai oleh Allah, niscaya kita akan mengerjakannya, hingga kita mati, maka Allah menurunkan ayat-ayat tersebut berkenaan dengan mereka. Akhirnya Abdullah ibnu Rawwahah berkata, Aku akan terus-menerus berjihad di jalan Allah hingga titik darah penghabisan. Pada akhirnya ia gugur mati syahid dalam medan pertempuran.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Abu Harb ibnu Abul Aswad Ad-Daili, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Abu Musa mengundang ahli qurra kota Basrah, maka datanglah kepadanya sebagian dari mereka sebanyak tiga ratus orang, semuanya hafal Al-Qur'an. Abu Musa berkata, Kalian adalah ahli qurra kota Basrah dan orang-orang pilihan mereka. Dan Abu Musa mengatakan bahwa dahulu kami sering membaca suatu surat yang kami kelompokkan ke dalam surat-surat yang diawali dengan tasbih, lalu kami ditakdirkan lupa terhadapnya, hanya aku masih hafal salah satu dari ayatnya yang menyebutkan: Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (Ash-Shaff: 2) Maka dibebankanlah ke atas pundak kalian persaksian dan kelak di hari kiamat kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّۭا كَأَنَّهُم بُنْيَٰنٌۭ مَّرْصُوصٌۭ 4
(4) Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.
(4)
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman Allah Swt.:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4)
Hal ini merupakan pemberitaan dari Allah Swt. yang menyatakan kecintaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Apabila mereka berbaris dengan teratur menghadapi musuh-musuh Allah dalam medan pertempuran, mereka berperang di jalan Allah melawan orang-orang yang kafir terhadap Allah agar kalimah Allah-lah yang tertinggi dan agama-Nyalah yang menang lagi berada di atas agama-agama lainnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا هُشَيْم، قَالَ مُجالد أَخْبَرَنَا عَنْ أَبِي الودَّاك، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلَاثٌ يَضْحَكُ اللَّهُ إِلَيْهِمُ: الرَّجُلُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ، وَالْقَوْمُ إِذَا صَفُّوا لِلصَّلَاةِ، وَالْقَوْمُ إِذَا صَفُّوا لِلْقِتَالِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Waddak, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga macam orang yang Allah rida kepada mereka, yaitu seorang yang mengerjakan salat malam hari, dan kaum yang apabila salat mereka membentuk barisan dengan teratur, serta kaum yang apabila dalam medan perang mereka membentuk barisan dengan teratur.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid, dari Abul Waddak alias Jabar ibnu Nauf dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad (yakni Ibnu Syaiban), telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syikhkhir yang mengatakan bahwa Mutharrif pernah mengatakan bahwa pernah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar sehingga ia ingin bersua secara langsung dengannya. Lalu ia menemuinya dan bertanya, Hai Abu Zar, pernah sampai kepadaku sebuah hadis darimu, maka aku ingin sekali bersua denganmu. Abu Zar menjawab, Ayahmu milik Allah, sekarang engkau telah bersua denganku, maka kemukakanlah maksudmu! Aku berkata, Pernah sampai kepadaku suatu hadis darimu bahwa engkau pernah mengatakan Rasulullah Saw. telah menceritakan kepada kalian (para sahabat) bahwa Allah murka terhadap tiga macam orang dan menyukai tiga macam orang lainnya. Abu Zar menjawab, Benar, janganlah engkau mempunyai prasangka bahwa aku berdusta terhadap kekasihku (Nabi Saw.). Aku bertanya, Maka siapakah tiga macam orang yang disukai oleh Allah itu? Abu Zar menjawab, bahwa seorang lelaki yang berperang di jalan Allah, ia keluar berjihad dengan mengharapkan rida Allah dan pahala-Nya, lalu berhadapan dengan musuh. Dan kamu akan menjumpai hal yang membenarkannya di dalam Kitabullah. Kemudian Abu Zar membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4) Kemudian disebutkan hal yang selanjutnya hingga akhir hadis.
Demikianlah hadis ini diketengahkan melalui jalur ini dengan teks seperti yang disebutkan di atas, tetapi yang dikemukakan di atas adalah ringkasannya.
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah, dari Mansur ibnul Mu'tamir, dari Rib'i ibnu Hirasy, dari Zaid Ibnu Zabyan, dari Abu Zar dengan teks yang lebih panjang daripada hadis di atas lagi lebih lengkap. Kami telah mengetengahkannya di tempat yang lain.
Diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar. Ia mengatakan bahwa Allah Swt. berfirman berkenaan dengan berita gembira kedatangan Nabi Muhammad Saw., Hamba-Ku yang bertawakal lagi terpilih, bukanlah orang yang keras, bukan pula orang yang kasar, serta bukan pula orang yang bersuara gaduh di pasar-pasar; dan dia tidak membalas keburukan dengan keburukan lainnya, tetapi dia memaaf dan mengampuni. Kelahirannya di Mekah, dan tempat hijrahnya ialah di Tabah (Madinah); kerajaannya di negeri Syam. Umatnya adalah orang-orang yang banyak memuji Allah, mereka memuji Allah dalam keadaan apa pun. Dan pada setiap rumah mereka terdengar suara dengungan seperti dengungan lebah di udara di waktu sahur (karena membaca Al-Qur'an). Mereka membasuh anggota-anggota tubuhnya (berwudu) dan gemar mengenakan kain separo badan mereka; saf mereka dalam pertempuran sama dengan saf mereka dalam salat. Kemudian Ka'bul Ahbar membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4) Mereka adalah kaum yang selalu memperhatikan matahari (untuk waktu salat mereka), mereka selalu mengerjakan salat di mana pun waktu salat mereka jumpai sekalipun mereka berada di atas punggung hewan kendaraan. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur. (Ash-Shaff:4) Bahwa Rasulullah Saw. tidak sekali-kali berperang melawan musuh melainkan terlebih dahulu mengatur barisan pasukannya membentuk saf, dan ini merupakan strategi yang diajarkan oleh Allah Swt. kepada orang-orang mukmin. Dan firman Allah Swt.: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4) Yaitu sebagian darinya menempel dengan sebagian lainnya dalam saf peperangan.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa sebagiannya menempel ketat dengan sebagian yang lain.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4) Yakni kokoh dan tidak rapuh, sebagiannya menempel ketat dengan sebagian yang lain dalam barisan safnya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4) Tidakkah Anda melihat para pekerja bangunan? Mereka tidak suka bila bangunan yang dikerjakannya acak-acakan. Demikian pula Allah Swt. tidak suka bila perintah-Nya diacak-acak. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk berbaris dengan rapi dalam peperangan mereka dan juga dalam salat mereka, maka peganglah oleh kalian perintah Allah Swt. ini, karena sesungguhnya perintah ini akan menjadi pemelihara diri bagi orang yang mengamalkannya. Semua pendapat di atas di kemukakan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kamj Baqiyyah ibnul Walid, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Yahya ibnu Jabir At-Ta'ir, dari Abu Bahriyyah yang mengatakan bahwa dahulu mereka tidak suka berperang dengan mengendarai kuda dan mereka lebih suka berperang dengan jalan kaki karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-Shaff:4)
Dan tersebutlah bahwa Abu Bahriyyah sering mengatakan, Apabila kalian melihatku menoleh dalam safku, maka pukullah daguku.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦ يَٰقَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِى وَقَد تَّعْلَمُونَ أَنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ ۖ فَلَمَّا زَاغُوٓا۟ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ 5
(5) Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
(5)
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal hamba-Nya, utusan-Nya, yang pernah diajak bicara langsung oleh-Nya, yaitu Musa ibnu Imran a.s. Bahwa Musa pernah berkata kepada kaumnya, yang disitir oleh firman-Nya:
لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ
mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu? (Ash-Shaff: 5)
Maksudnya, mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu mengetahui kejujuranku dalam menyampaikan risalah Allah kepadamu.
Dalam hal ini terkandung hiburan bagi Rasulullah Saw. dalam menanggung apa yang ditimpakan oleh kaum kuffar terhadap dirinya, dari kalangan kaumnya dan kaum kuffar lainnya. Sekaligus mengandung perintah untuk bersabar dalam menghadapinya. Karena itulah beliau Saw. dalam salah satu sabdanya mengatakan:
"رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى مُوسَى: لَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ"
Semoga Allah merahmati Musa, sesungguhnya dia telah disakiti lebih dari ini dan dia tetap bersabar.
Dalam ayat ini terkandung pula makna larangan bagi kaum mukmin menyakiti Nabi Saw. atau mendiskreditkannya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69)
Adapun firman Allah Swt.:
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5)
Yakni ketika mereka menyimpang dari jalan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya, maka Allah memalingkan hati mereka dari hidayah dan menempatkan di hati mereka keraguan, kebimbangan, dan kehinaan. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 11)
Dan firman Allah Swt.:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukanjalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatanyang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa: 115)
Karena itulah maka disebutkan dalam surat ini oleh firman-Nya:
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (Ash-Shaff: 5)
*******************