78 - النبإ - An-Naba

Juz : 30

The Announcement
Meccan

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا 31

(31) Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,

(31) 

Allah Swt. berfirman, menceritakan keadaan orang-orang yang berbahagia dan pahala apa yang telah disediakan oleh Allah Swt. bagi mereka berupa kehormatan dan kenikmatan yang abadi; untuk itu Allah Swt. berfirman:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan. (An-Naba: 31)

Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan, makna mafazan ialah tempat untuk berekreasi. Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa mereka beroleh kemenangan, maka mereka selamat dari neraka. Tetapi pendapat yang jelas dalam hal ini adalah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, karena dalam firman berikutnya disebutkan:


حَدَآئِقَ وَأَعْنَٰبًۭا 32

(32) (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,

(32) 

حَدَائِقَ

(yaitu) kebun-kebun. (An-Naba: 32)

Maksudnya, taman-taman yang dipenuhi dengan pohon-pohon kurma dan lain-lainnya.

وَأَعْنَابًا 

dan buah anggur. (An-Naba: 32)


وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًۭا 33

(33) dan gadis-gadis remaja yang sebaya,

(33) 

 وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا

Dan gadis-gadis remaja yang sebaya. (An-Naba: 33)

Yaitu bidadari-bidadari yang sebaya usianya. Ibnu Abbas dan Mujahid serta selain keduanya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna kawa'ib ialah nawahid, yakni bidadari-bidadari yang dadanya montok lagi kencang tidak bergayut, karena mereka masih gadis Iagi berusia remaja semuanya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Al-Waqi'ah.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّشْتَكِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ رَبِّ بْنِ تَيْمٍ الْيَشْكُرِيِّ، حَدَّثَنَا عَطِيَّةُ بْنُ سُلَيْمَانَ أَبُو الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَاسِمِ بْنِ أَبِي الْقَاسِمِ الدِّمَشْقِيِّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّهُ سَمِعَهُ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "إِنَّ قُمُص أَهْلِ الْجَنَّةِ لِتَبْدُوَ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، وَإِنَّ السَّحَابَةَ لَتَمُرُّ بِهِمْ فَتُنَادِيهِمْ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ، مَاذَا تُرِيدُونَ أَنْ أُمْطِرَكُمْ؟ حَتَّى إِنَّهَا لَتُمْطِرُهُمُ الْكَوَاعِبَ الْأَتْرَابَ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Abu Sufyan alias Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Tayyim, telah menceritakan kepada kami Atiyyah ibnu Sulaiman alias Abul Gais, dari Abu Abdur Rahman Al-Qasim ibnu Abul Qasim Ad-Dimasyqi, dari Abu Umamah, bahwa ia pernah mendengarnya menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya baju-baju gamis ahli surga benar-benar menampilkan keridaan Allah (kepada mereka), dan sesungguhnya awan benar-benar melewati mereka, lalu berseru kepada mereka, "Hai Ahli Surga, apakah yang ingin aku turunkan kepada kalian?” Sehingga sesungguhnya awan surga itu benar-benar menghujani mereka dengan gadis-gadis remaja yang sebaya usianya.


وَكَأْسًۭا دِهَاقًۭا 34

(34) dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).

(34) 

Allah Swt. berfirman:

وَكَأْسًا دِهَاقًا

dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). (An-Naba: 34)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang penuh-penuh lagi berturut-turut. Menurut ikrimah, makna yang dimaksud ialah yang jernih minumannya.

Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang penuh (berisi minuman). (An-Naba: 34) Yakni penuh berisi minuman lagi menyenangkan. Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan berturut-turut.


لَّا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًۭا وَلَا كِذَّٰبًۭا 35

(35) Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta.

(35) 

Firman Allah Swt.:

لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا كِذَّابًا

Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. (An-Naba: 35)

Semakna dengan firman-Nya:

لَا لَغْوٌ فِيها وَلا تَأْثِيمٌ

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa. (Al-Waqi'ah: 25)

Yaitu di dalam surga tidak terdapat perkataan yang sia-sia tiada faedahnya, tidak pula perkataan yang berdosa (yakni dusta), bahkan surga adalah negeri kesejahteraan, dan semua yang ada di dalamnya bebas dari segala bentuk kekurangan.


جَزَآءًۭ مِّن رَّبِّكَ عَطَآءً حِسَابًۭا 36

(36) Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak,

(36) 

Firman Allah Swt.:

جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا

Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak. (An-Naba: 36)

Semua yang telah disebutkan di atas merupakan balasan dari Allah yang diberikan-Nya kepada mereka sebagai karunia, kebaikan, dan rahmat-Nya kepada mereka.

عَطَاءً حِسَابًا

dan pemberian yang cukup banyak. (An-Naba: 36)

Yakni yang cukup, sesuai, utuh, lagi banyak. Orang Arab mengatakan A'tanifa-ahsabani, yakni dia memberiku dengan pemberian yang cukup banyak. Dan termasuk ke dalam pengertian ini ucapan Hasbiyallah, yang artinya 'cukuplah Allah sebagai Pelindungku'.


رَّبِّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ٱلرَّحْمَٰنِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِنْهُ خِطَابًۭا 37

(37) Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.

(37) 

Allah Swt. menceritakan tentang kebesaran dan keagungan-Nya, bahwa sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta semua yang ada pada keduanya dan semua yang ada di antara keduanya. Dan bahwa sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu.

Firman Allah Swt.:

لَا يَمْلِكُونَ مِنْهُ خِطَابًا

Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. (An-Naba: 37)

Yakni tiada seorang pun yang mampu memulai berbicara kepada-Nya kecuali dengan seizin-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ

Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.(Al-Baqarah: 255)

Semakna pula dengan firman-Nya yang lain, yaitu:

يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. (Hud: 15)

akala yang terkenal, sebagaimana telah disebutkan pula dalam asar-asar yang bersumber dari Abu Hurairah, dan Abdullah ibnu Amr serta selain keduanya.


يَوْمَ يَقُومُ ٱلرُّوحُ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ صَفًّۭا ۖ لَّا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحْمَٰنُ وَقَالَ صَوَابًۭا 38

(38) Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.

(38) 

Adapun firman Allah Swt.:

يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ

Pada hari ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata. (An-Naba: 38)

Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna yang dimaksud dengan roh dalam ayat ini; ada beberapa pendapat di kalangan mereka mengenainya.

Pertama, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan roh adalah arwah Bani Adam (anak-anak Adam).

Kedua, mereka adalah anak-anak Adam, menurut Al-Hasan dan Qatadah. Qatadah mengatakan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang disembunyikan oleh Ibnu Abbas.

Ketiga, mengatakan bahwa mereka adalah suatu makhluk Allah yang bentuknya seperti Bani Adam, tetapi mereka bukan malaikat dan bukan pula manusia, mereka juga makan dan minum. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Abu Saleh, dan Al-A'masy.

Keempat, menyebutkan bahwa dia adalah Jibril. Ini menurut apa yang dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Sa'id ibnu Jubair, dan Ad-Dahhak. Hal ini berdalilkan dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan: dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193 — 194). Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa Ar-Ruh adalah malaikat yang paling mulia dan paling dekat dengan Allah Swt. Serta penyampai wahyu.

Kelima, bahwa yang dimaksud dengan Ar-Ruh adalah Al-Qur'an. Ini menurut Ibnu Zaid, yang berarti semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. (Asy-Syura: 52), hingga akhir ayat.

Keenam, mengatakan bahwa Ar-Ruh adalah malaikat yang besarnya sama dengan seluruh makhluk bila digabungkan menjadi satu.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada hari ketika Ruh berdiri. (An-Naba: 38), Bahwa makna yang dimaksud dengan Ruh ialah malaikat yang paling besar tubuhnya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Khalaf Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Rawwad ibnul Jarrah, dari Abu Hamzah, dari Asy-Sya'bi, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Ar-Ruh berada di langit yang keempat, dia lebih besar daripada semua langit, semua gunung, dan semua malaikat; setiap harinya ia bertasbih kepada Allah sebanyak dua belas ribu kali tasbih. Dan dari setiap tasbih yang dibacanya Allah menciptakan malaikat yang kelak di hari kiamat akan datang membentuk satu saf tersendiri. Pendapat ini garib sekali.

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عرْس الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا وَهْبُ [اللَّهِ بْنُ رِزْقٍ أَبُو هُرَيْرَةَ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ]، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عَطَاءٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "إِنَّ لِلَّهِ مَلَكًا لَوْ قِيلَ لَهُ: الْتَقِمِ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَالْأَرَضِينَ بِلَقْمَةٍ وَاحِدَةٍ، لَفَعَلَ، تَسْبِيحُهُ: سُبْحَانَكَ حَيْثُ كُنْتَ"

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Aus Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Wahbullah ibnu Rauq ibnu Hubairah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Bakr, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Abdullah ibnu Abbas, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai seorang malaikat seandainya diperintahkan, "Telanlah tujuh langit dan bumi sekali telan!" Tentulah malaikat itu dapat melakukannya, dan bacaan tasbihnya ialah, "Mahasuci Engkau di mana pun Engkau berada.”

Tetapi hadis ini garib sekali, mengenai predikat marfu'-nya masih perlu diteliti. Barang kali hadis ini mauquf hanya sampai pada Ibnu Abbas saja, yang berarti bersumber dari apa yang diterimanya dari berita-berita Israiliyat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnu Jarir tidak berani memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut. Tetapi menurut hemat saya, pendapat yang lebih mendekati kepada kebenaran —hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui— ialah yang mengatakan Ruh adalah Bani Adam alias manusia.

Firman Allah Swt.:

إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ

kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. (An-Naba: 38)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ

Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya. (Hud: 15)

Dan sebagaimana yang disebutkan dalam hadis sahih:

"وَلَا يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلُ".

Dan tiada yang berbicara di hari itu kecuali hanya para rasul.

Adapun firman Allah Swt.:

وَقَالَ صَوَابًا

dan ia mengucapkan kata yang benar. (An-Naba: 38)

Yakni perkataan yang hak, dan termasuk perkataan yang hak ialah kalimah "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah." Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Abu Saleh dan Ikrimah.


ذَٰلِكَ ٱلْيَوْمُ ٱلْحَقُّ ۖ فَمَن شَآءَ ٱتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِۦ مَـَٔابًا 39

(39) Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.

(39) 

Firman Allah Swt:

ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ

Itulah hari yang pasti terjadi. (An-Naba: 39)

Artinya, pasti terjadinya dan tidak terelakkan lagi.

فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ مَآبًا

Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. (An-Naba: 39)

Yaitu jalan untuk kembali yang menghantarkan dia kepada-Nya dan yang akan ditempuhnya untuk sampai kepada-Nya.


إِنَّآ أَنذَرْنَٰكُمْ عَذَابًۭا قَرِيبًۭا يَوْمَ يَنظُرُ ٱلْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ ٱلْكَافِرُ يَٰلَيْتَنِى كُنتُ تُرَٰبًۢا 40

(40) Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah".

(40) 

Firman Allah Swt.:

إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepada kalian (hai orang kafir) siksa yang dekat. (An-Naba: 40)

Maksudnya, pada hari kiamat nanti. Dikatakan demikian karena kepastian kejadiannya telah dekat, dan sesuatu yang pasti terjadi itu tidak dapat dielakkan lagi.

يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ

pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. (An-Naba: 40)

Yakni ditampilkan di hadapannya semua amal perbuatannya, yang baiknya dan yang buruknya, yang terdahulu dan yang terkemudian. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَوَجَدُوا ما عَمِلُوا حاضِراً

dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). (Al-Kahfi: 49)

Dan firman Allah Swt.:

يُنَبَّؤُا الْإِنْسانُ يَوْمَئِذٍ بِما قَدَّمَ وَأَخَّرَ

Pada hari itu diberikan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13)

Adapun firman Allah Swt.:

وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا

dan orang kafir berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (An-Naba: 40)

Orang kafir di hari itu berkhayal seandainya dirinya sewaktu di dunia berupa tanah dan bukan makhluk serta tidak dikeluarkan ke alam wujud. Demikian itu terjadi ketika dia menyaksikan azab Allah terpampang di hadapannya dan ia melihat semua amal perbuatannya yang telah dicatat oleh para malaikat juru tulis amal perbuatan, yang semuanya mulia lagi bertakwa. Semua amal perbuatannya penuh dengan kerusakan dan dosa-dosa.

Menurut pendapat lain, sesungguhnya orang kafir itu berkhayal demikian hanyalah setelah ia menyaksikan peradilan Allah Swt. saat menghukumi antara hewan-hewan terhadap kejadian-kejadian yang telah dilakukannya ketika di dunia dengan sesamanya. Maka Allah memutuskan perkara di antara mereka dengan hukum-Nya yang Maha-adil yang tidak aniaya, sehingga kambing yang tidak bertanduk disuruh membalas terhadap kambing yang bertanduk yang dahulu sewaktu di dunia pernah menanduknya. Apabila peradilan telah dilakukan terhadap mereka, Allah Swt. berfirman kepada mereka, "Jadilah kamu tanah!" Maka semuanya kembali menjadi tanah. Dan saat itulah orang kafir berkata, sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (An-Naba: 40)

Yaitu menjadi hewan, lalu dikembalikan menjadi tanah. Hal yang semakna telah disebutkan di dalam hadis sangkakala yang terkenal, sebagaimana telah disebutkan pula dalam asar-asar yang bersumber dari Abu Hurairah, dan Abdullah ibnu Amr serta selain keduanya.


79 - النازعات - An-Naazi'aat

Juz : 30

Those who drag forth
Meccan

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

وَٱلنَّٰزِعَٰتِ غَرْقًۭا 1

(1) Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,

(1) 

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Masruq, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, dan Abud Dulia serta As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1) Yakni para malaikat saat mencabut arwah Bani Adam. Maka di antara mereka ada yang mencabut rohnya dengan sulit, akhirnya ia'mencabutnya dengan paksa; dan di antara mereka ada yang mencabutnya dengan mudah seakan-akan melolos sesuatu yang mudah, dan inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 2)Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna an-nazi'at, bahwa yang dimaksud adalah arwah orang-orang kafir yang dicabut dengan paksa, kemudian dibenamkan di dalam neraka; demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1)Bahwa makna yang dimaksud ialah kematian.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan —juga Qatadah— sehubungan dengan makna firman-Nya.: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 1-2) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang.

Ata ibnu Abu Rabah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "An-Nazi'at" dan "an-nasyitat" bahwa makna yang dimaksud ialah busur yang dipakai dalam peperangan. Tetapi pendapat yang sahih adalah yang pertama dan dikatakan oleh kebanyakan ulama.



وَٱلنَّٰشِطَٰتِ نَشْطًۭا 2

(2) dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,

(2) 

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Masruq, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, dan Abud Dulia serta As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1) Yakni para malaikat saat mencabut arwah Bani Adam. Maka di antara mereka ada yang mencabut rohnya dengan sulit, akhirnya ia'mencabutnya dengan paksa; dan di antara mereka ada yang mencabutnya dengan mudah seakan-akan melolos sesuatu yang mudah, dan inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 2)Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna an-nazi'at, bahwa yang dimaksud adalah arwah orang-orang kafir yang dicabut dengan paksa, kemudian dibenamkan di dalam neraka; demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. (An-Nazi'at: 1)Bahwa makna yang dimaksud ialah kematian.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan —juga Qatadah— sehubungan dengan makna firman-Nya.: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut. (An-Nazi'at: 1-2) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang-bintang.

Ata ibnu Abu Rabah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "An-Nazi'at" dan "an-nasyitat" bahwa makna yang dimaksud ialah busur yang dipakai dalam peperangan. Tetapi pendapat yang sahih adalah yang pertama dan dikatakan oleh kebanyakan ulama.



وَٱلسَّٰبِحَٰتِ سَبْحًۭا 3

(3) dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,

(3) 

Adapun mengenai firman-Nya:

وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا

dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3)

Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat.

Telah diriwayatkan pula dari Ali, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh hal yang semisal.

Dan telah diriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat. (An-Nazi'at: 3) Yakni maut alias kematian, Qatadah mengatakan bintang-bintang, Ata ibnu Abu Rabah mengatakan perahu (kapal-kapal laut).



فَٱلسَّٰبِقَٰتِ سَبْقًۭا 4

(4) dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang,

(4) 

Firman Allah Swt.:

فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا

dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang. (An-Nazi'at: 4)

Telah diriwayatkan dari Ali, Masruq, Mujahid, dan Abu Saleh serta Al-Hasan Al-Basri, bahwa makna yang dimaksud ialah para malaikat; Al-Hasan mengatakan bahwa para malaikat lebih dahulu beriman dan membenarkan Allah Swt.

Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah kematian; Qatadah mengatakan bintang-bintang, sedangkan Ata mengatakan kuda yang dipakai untuk berjihad di jalan Allah Swt.



فَٱلْمُدَبِّرَٰتِ أَمْرًۭا 5

(5) dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia).

(5) 

Firman Allah Swt.:

فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا

dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan dunia. (An-Nazi'at: 5)

Mujahid, Ata, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan para malaikat. Al-Hasan menambahkan, yaitu para malaikat yang mengatur urusan dunia dari langit, yakni dengan perintah dari Tuhannya, dan mereka tidak membuat-buatnya dalam urusan ini.

Tetapi sikap Ibnu Jarir tidak memutuskan dengan salah satu dari pendapat-pendapat yang telah disebutkan di atas, melainkan hanya dia meriwayatkan sehubungan dengan makna mudabbirati amran, bahwa makna yang dimaksud adalah para malaikat. Kemudian ia tidak menguatkan pendapat ini dan tidak pula menyanggahnya.



يَوْمَ تَرْجُفُ ٱلرَّاجِفَةُ 6

(6) (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam,

(6) 

Firman Allah Swt.:

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ

(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. (An-Nazi'at: 6-7)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya adalah tiupan sangkakala, yaitu tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Telah diriwayatkan dari Mujahid bahwa adapun tiupan yang pertama disebutkan oleh firman-Nya: (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam. (An-Nazi'at: 6) Maka semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Pada hari bumi dan gunung-gunung berguncangan. (Al-Muzzammil: 14)

Sedangkan tiupan yang kedua dinamakan radifah, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqqah: 14)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ جَعَلْتُ صَلَاتَيْ كُلَّهَا عَلَيْكَ؟ قَالَ: "إِذًا يَكْفِيكَ اللَّهُ مَا أهَمَّك مِنْ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari AbutTufail ibnu Ubay Ka'b, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiupan pertama yang mengguncangkan dilakukan, lalu diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya. Maka seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku jadikan semua salawatku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kalau begitu, Allah akan menghindarkanmu dari semua kesusahan dunia dan akhiratmu.

Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Sufyan As-Sauri berikut dengan sanad yang sama.

Lafaz Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila telah berlalu dua pertiga malam, beliau berdiri, lalu bersabda:

" يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ"

Hai manusia, ingallah kepada Allah, tiupan pertama yang mengguncangkan (akan) datang yang diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.



تَتْبَعُهَا ٱلرَّادِفَةُ 7

(7) tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua.

(7) 

Firman Allah Swt.:

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ

(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. (An-Nazi'at: 6-7)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya adalah tiupan sangkakala, yaitu tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Telah diriwayatkan dari Mujahid bahwa adapun tiupan yang pertama disebutkan oleh firman-Nya: (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam. (An-Nazi'at: 6) Maka semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Pada hari bumi dan gunung-gunung berguncangan. (Al-Muzzammil: 14)

Sedangkan tiupan yang kedua dinamakan radifah, semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (Al-Haqqah: 14)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ، تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ، جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ جَعَلْتُ صَلَاتَيْ كُلَّهَا عَلَيْكَ؟ قَالَ: "إِذًا يَكْفِيكَ اللَّهُ مَا أهَمَّك مِنْ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari AbutTufail ibnu Ubay Ka'b, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiupan pertama yang mengguncangkan dilakukan, lalu diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya. Maka seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku jadikan semua salawatku untukmu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kalau begitu, Allah akan menghindarkanmu dari semua kesusahan dunia dan akhiratmu.

Imam Turmuzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Sufyan As-Sauri berikut dengan sanad yang sama.

Lafaz Imam Turmuzi dan Ibnu Abu Hatim menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. apabila telah berlalu dua pertiga malam, beliau berdiri, lalu bersabda:

" يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ"

Hai manusia, ingallah kepada Allah, tiupan pertama yang mengguncangkan (akan) datang yang diiringi dengan tiupan yang kedua, maka datanglah maut berikut segala sesuatunya.



قُلُوبٌۭ يَوْمَئِذٍۢ وَاجِفَةٌ 8

(8) Hati manusia pada waktu itu sangat takut,

(8) 

Firman Allah Swt:

قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ

Hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 8)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa wajifah artinya takut. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah.


أَبْصَٰرُهَا خَٰشِعَةٌۭ 9

(9) Pandangannya tunduk.

(9) 


أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ

pandangannya tunduk. (An-Nazi'at: 9)

Yakni pandangan mata orang-orang yang mengalaminya tunduk. Sesungguhnya kata kerja di sini dikaitkan dengan pandangan mata, mengingat ia menunjukkan gejala kejiwaan yang dialami oleh pelakunya.

Makna yang dimaksud ialah mereka tampak hina dan rendah karena menyaksikan huru-hara yang mengerikan lagi sangat menakutkan di hari (kiamat) itu.



يَقُولُونَ أَءِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِى ٱلْحَافِرَةِ 10

(10) (Orang-orang kafir) berkata: "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula?

(10) 

Firman Allah Swt.:

يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ

(Orang-orang kafir) berkata, "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula?” (An-Nazi'at: 10)

Yaitu orang-orang musyrik Quraisy dan orang-orang yang sependapat dengan mereka yang mengingkari adanya hari berbangkit dan tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali sesudah mereka dimasukkan ke dalam Liang kuburnya. Demikianlah menurut Mujahid. Mereka tidak percaya bahwa mereka akan dihidupkan kembali, padahal tubuh mereka telah hancur dan tulang belulang mereka sudah berantakan. Karena itulah mereka mengatakan, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:


أَءِذَا كُنَّا عِظَٰمًۭا نَّخِرَةًۭ 11

(11) Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?"

(11) 


أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً

Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? (An-Nazi'at: 11)

Qiraat lain ada yang membacanya

"نَاخِرَةً"

.

Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sudah lapuk. Menurut Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah tulang yang lapuk dan rapuh serta angin dapat masuk ke dalam rongga-rongganya.


قَالُوا۟ تِلْكَ إِذًۭا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌۭ 12

(12) Mereka berkata: "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan".

(12) 


قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ

Mereka berkata, "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.” (An-Nazi'at: 12)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, As-Saddi, dan Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan al-hafirah ialah kehidupan sesudah mati. Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-hafirah ialah neraka, dan betapa banyaknya nama neraka itu; neraka disebut pula dengan nama Jahim, Saqar, Jahanam, Hawiyah, Hafirah, Laza, dan Hutamah.

Adapun mengenai ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. (An-Nazi'at: 12) Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa orang-orang musyrik Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya jika Allah menghidupkan kami kembali sesudah kami mati, berarti kami benar-benar merugi."



فَإِنَّمَا هِىَ زَجْرَةٌۭ وَٰحِدَةٌۭ 13

(13) Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja,

(13) 

Maka Allah Swt. berfirman:

فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ

Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 13-14)

Yakni sesungguhnya kebangkitan itu hanyalah merupakan suatu perintah dari Allah yang tidak perlu ada pengulangan atau pengukuhan. Maka begitu Allah memerintahkannya, dengan serta merta semua manusia hidup kembali dan berdiri serta melihat. Allah tinggal memerintahkan kepada Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala, maka ditiuplah olehnya tiupan berbangkit (untuk menghidupkan semua makhluk), lalu dengan tiba-tiba seketika itu juga semua orang yang terdahulu dan yang terkemudian hidup kembali berdiri di hadapan Allah Swt. seraya melihat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman Allah Swt.:

يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا

yaitu pada hari Dia memanggil kalian, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (Al-Isra: 52)

وَما أَمْرُنا إِلَّا واحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ

Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 5)

Dan firman Allah Swt.:

وَما أَمْرُ السَّاعَةِ إِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ

Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). (An-Nahl: 77)

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja. (An-Nazi'at: 13) Yakni sekali teriakan.

Ibrahim At-Taimi mengatakan bahwa Allah Swt. sangat murka terhadap makhluk-Nya saat Dia menghidupkan mereka kembali. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah teriakan kemurkaan. Abu Malik dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna zajratun wahidah ialah tiupan yang terakhir.



فَإِذَا هُم بِٱلسَّاهِرَةِ 14

(14) maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi.

(14) 

Firman Allah Swt.:

فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ

maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa as-sahirah artinya bumi seluruhnya. Hal yang sama dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Qatadah, dan Abu Saleh. Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi.

Mujahid mengatakan bahwa pada mulanya mereka berada di perut bumi lalu dikeluarkan di pemiukaannya. Mujahid mengatakan pula bahwa as-sahirah artinya tempat yang datar lagi rata. As-Sauri mengatakan, as-sahirah artinya negeri Syam. Usman ibnu Abul Atikah mengatakan bahwa as-sahirah artinya tanah Baitul Maqdis, Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa as-sahirah adalah sebuah gunung yang berada di sebelah Baitul Maqdis. Qatadah mengatakan bahwa as-sahirah artinya Jahanam. Semua pendapat tersebut garib, tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa as-sahirah artinya permukaan bumi.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Husain, telah menceritakan kepada kami Hirzu ibnul Mubarak seorang syekh yang saleh, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Bahwa yang dimaksud adalah bumi yang berwarna putih tanahnya seperti adonan roti yang bersih.

Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi'at: 14) Yang dimaksud dengan bumi di sini adalah seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّماواتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْواحِدِ الْقَهَّارِ

(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semua (di padang mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (Ibrahim: 48)

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْجِبالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً فَيَذَرُها قَاعًا صَفْصَفاً لَا تَرى فِيها عِوَجاً وَلا أَمْتاً

Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha: 15-17)

Dan firman Allah Swt:

وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بارِزَةً

Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar. (Al-Kahfi:47)

Bumi yang tadinya menjadi tempat gunung-gunung ditampakkan menjadi tanah yang datar. Bumi tersebut bukanlah seperti bumi kita sekarang, melainkan bumi lain yang belum pernah dikerjakan suatu dosa pun di atas permukaannya dan belum pernah dialirkan setetes darah pun padanya.


هَلْ أَتَىٰكَ حَدِيثُ مُوسَىٰٓ 15

(15) Sudah sampaikah kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa.

(15) 

Allah Swt. menceritakan kepada Rasul-Nya—Nabi Muhammad Saw.— tentang hamba dan rasul-Nya Musa a.s. Bahwa Dia telah mengutusnya kepada Fir'aun dan Allah mengukuhkannya dengan mukjizat-mukjizat. Tetapi Fir'aun dengan adanya semua bukti itu tetap pada kekafiran dan tindakan sewenang-wenangnya, hingga Allah mengazabnya dengan azab dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Demikian pula akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang menentangmu dan mendustakan apa yang engkau sampaikan. Karena itu, maka di akhirat kisah ini disebutkan oleh firman Allah Swt.:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). (An-Nazi'at: 26)

Adapun firman Allah Swt.:

هَلْ أتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى

Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) berita Musa. (An-Nazi'at: 15)

Yakni apakah engkau sudah mendengar kisahnya.