5 - المائدة - Al-Maaida
The Table
Medinan
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ ٱتَّخَذُوهَا هُزُوًۭا وَلَعِبًۭا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌۭ لَّا يَعْقِلُونَ 58
(58) Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.
(58)
Mengenai firman Allah Swt.:
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا
Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (Al-Maidah: 58)
Yakni demikian pula jika kalian menyerukan azan untuk salat yang merupakan amal yang paling afdal bagi orang yang berpikir dan berpengetahuan dari kalangan orang-orang yang berakal, maka orang-orang kafir itu menjadikannya sebagai bahan ejekan dan permainan mereka.
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Al-Maidah: 58)
Yakni tidak mengerti akan makna beribadah kepada Allah dan tidak memahami syariat-syariat-Nya. Yang demikian itu merupakan sifat para pengikut setan. Apabila mendengar azan, ia berlari menjauh seraya terkentut-kentut, hingga suara azan tidak terdengar lagi olehnya; apabila azan telah selesai, ia datang lagi.
Apabila salat diiqamahkan, ia berlari menjauh lagi; dan apabila iqamah sudah selesai, ia datang lagi dan memasukkan bisikannya ke dalam hati seseorang, lalu berkata, "Ingatlah ini dan itu," yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh orang yang bersangkutan, sehingga orang yang bersangkutan tidak mengetahui lagi berapa rakaat salat yang telah dilakukannya. Apabila seseorang di antara kalian mengalami hal tersebut, hendaklah ia melakukan sujud sebanyak dua kali (sujud sahwi) sebelum salamnya. Demikianlah menurut makna hadis yang muitafaq 'alaih.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Allah Swt. telah menyebutkan masalah azan dalam Al-Qur'an, yaitu melalui firman-Nya: Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Al-Maidah: 58). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) salat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. (Al-Maidah: 58); Seorang lelaki dari kalangan Nasrani di Madinah, apabila mendengar seruan untuk salat yang mengatakan, "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah," ia berkata, "Semoga si pendusta itu terbakar." Maka di suatu malam seorang pelayan wanitanya masuk ke dalam rumahnya dengan membawa api, saat itu ia sedang tidur,- begitu pula keluarganya. Lalu ada percikan api yang jatuh dari api yang dibawa di tangannya, kemudian rumahnya terbakar sehingga dia beserta keluarganya terbakar pula. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya bahwa pada hari kemenangan atas kota Mekah Rasulullah Saw. masuk ke dalam Ka'bah ditemani oleh sahabat Bilal. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menyerukan azan, sedangkan saat itu terdapat Abu Sufyan ibnu Harb, Attab ibnu Usaid, dan Al-Haris ibnu Hisyam yang sedang duduk di halaman Ka'bah. Maka Attab ibnu Usaid berkata, "Sesungguhnya Allah telah memuliakan Usaid bila dia tidak mendengar seruan ini, karena dia akan mendengar hal yang membuatnya marah (tidak suka)." Al-Haris ibnu Hisyam berkata pula, "Ingatlah, demi Allah, seandainya aku mengetahui bahwa dia benar, niscaya aku benar-benar mengikutinya," Sedangkan Abu Sufyan berkata, "Aku tidak akan mengatakan sesuatu pun. Seandainya aku berkata (berkomentar), niscaya batu-batu kerikil ini akan menceritakan apa yang kukatakan." Lalu Nabi Saw. keluar menemui Abu Sufyan Ibnu Harb dan bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang telah kalian katakan." Kemudian Abu Sufyan menyampaikan hal itu kepada mereka berdua, lalu Al-Haris dan Attab berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasul, tiada seorang pun yang bersama kita mengetahui pembicaraan ini, lalu dia menyampaikannya kepadamu."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أخبرنا عبد العزير بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي مَحْذُورَةَ؛ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُحَيريز أَخْبَرَهُ -وَكَانَ يَتِيمًا فِي حِجْرِ أَبِي مَحْذُورَةَ-قَالَ: قُلْتُ لِأَبِي مَحْذُورَةَ: يَا عَمُّ، إِنِّي خَارِجٌ إِلَى الشَّامِ، وَأَخْشَى أَنْ أُسأل عَنْ تَأْذِينِكَ. فَأَخْبَرَنِي أَنَّ أَبَا مَحْذُورَةَ قَالَ لَهُ: نَعَمْ خَرَجْتُ فِي نَفَرٍ، وَكُنَّا بِبَعْضِ طَرِيقِ حُنَيْنٍ، مَقْفَلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْن، فَلَقِينَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ الطَّرِيقِ، فَأَذَّنَ مُؤَذِّنُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالصَّلَاةِ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمِعْنَا صَوْتَ الْمُؤَذِّنِ وَنَحْنُ مُتَنَكِّبُونَ فَصَرَخْنَا نَحْكِيهِ وَنَسْتَهْزِئُ بِهِ، فَسَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّوْتَ، فَأَرْسَلَ إِلَيْنَا إِلَى أَنْ وَقَفْنَا بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّكُمُ الَّذِي سمعتُ صَوْتَهُ قَدِ ارْتَفَعَ؟ " فَأَشَارَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ إِلَيَّ، وَصَدَقُوا، فَأَرْسَلَ كلَّهم وَحَبَسَنِي. وَقَالَ "قُمْ فَأَذِّنْ بِالصَّلَاةِ". فَقُمْتُ وَلَا شَيْءَ أَكْرَهُ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا مِمَّا يَأْمُرُنِي بِهِ فَقُمْتُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَلْقَى عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّأْذِينَ هُوَ بِنَفْسِهِ، قَالَ: "قُلِ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، " ثُمَّ قَالَ لِي: "ارْجِعْ فَامْدُدْ مِنْ صَوْتِكَ". ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أن لا إله إلا الله، أشهد أن مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَّاحِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَّاحِ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ". ثُمَّ دَعَانِي حِينَ قَضَيْتُ التَّأْذِينَ، فَأَعْطَانِي صُرَّة فِيهَا شَيْءٌ مِنْ فِضَّةٍ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى نَاصِيَةِ أَبِي مَحْذُورَةَ، ثُمَّ أَمَرَّهَا عَلَى وَجْهِهِ، ثُمَّ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ عَلَى كَبِدِهِ حَتَّى بَلَغَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ سُرَّةَ أَبِي مَحْذُورَةَ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مُرْني بِالتَّأْذِينِ بِمَكَّةَ. فَقَالَ قَدْ "أَمَرْتُكَ بِهِ". وَذَهَبَ كُلُّ شَيْءٍ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ كَرَاهَةٍ، وَعَادَ ذَلِكَ كُلُّهُ مَحَبَّةً لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَدِمْتُ عَلَى عَتَّابِ بْنِ أُسَيْدٍ عَامِلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ فَأَذَّنْتُ مَعَهُ بِالصَّلَاةِ عَنْ أَمْرَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَخْبَرَنِي ذَلِكَ مَنْ أَدْرَكْتُ مِنْ أَهْلِي مِمَّنْ أَدْرَكَ أَبَا مَحْذُورَةَ، عَلَى نَحْوِ مَا أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَيريز.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdul Malik ibnu Abu Mahzurah, bahwa Abdullah ibnu Muhairiz pernah menceritakan kepadanya hadis berikut, sedangkan dia dahulu adalah seorang yatim yang berada di dalam pemeliharaan Abu Mahzurah. Dia berkata, "Aku pernah berkata kepada Abu Mahzurah, 'Hai paman, sesungguhnya aku akan berangkat ke negeri Syam, dan aku merasa enggan untuk bertanya kepadamu tentang peristiwa azan yang dilakukan olehmu'." Abdullah ibnu Muhairiz melanjutkan kisahnya: Abu Mahzurah menjawabnya dengan jawaban yang positif, lalu ia menceritakan bahwa ia pernah mengadakan suatu perjalanan dengan sejumlah orang, dan ketika dia bersama teman-temannya berada di tengah jalan yang menuju ke Hunain, saat itu Rasulullah Saw. dalam perjalanan pulang dari Hunain. Kemudian kami (Abu Mahzurah dan kawan-kawannya) bersua dengan Rasulullah Saw. di tengah jalan. Kemudian juru azan Rasulullah Saw. menyerukan azan untuk salat di dekat Rasulullah Saw. Dan kami mendengar suara azan itu saat kami mulai menjauh darinya, lalu kami berseru dengan suara keras meniru suara azan dengan maksud memper-olok-olokkan suara azan itu. Ternyata Rasulullah Saw. mendengar suara kami, lalu beliau mengirimkan seorang utusan kepada kami, dan akhirnya kami dihadapkan ke hadapannya. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Siapakah di antara kalian yang suaranya tadi terdengar keras olehku?" Maka kaum yang bersama Abu Mahzurah mengisyaratkan kepadanya dan mereka memang benar. Nabi Saw. melepaskan semuanya, sedangkan Abu Mahzurah ditahannya, lalu beliau bersabda, "Berdirilah dan serukanlah azan!" Abu Mahzurah berkata, "Maka aku terpaksa berdiri. Saat itu tiada yang aku segani selain Rasulullah Saw. dan apa yang beliau perintahkan kepadaku. Lalu aku berdiri di hadapan Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. sendiri mengajarkan kepadaku kalimat azan, yaitu: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Aku bersaksi bahwa tidakada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah Marilah salat, marilah salat, marilah kepada keberuntungan, marilah kepada keberuntungan. Allah Mahabesar. Allah Mahabesar, tidak ada Tuhan selain Allah. Setelah aku selesai menyerukan azan, Nabi Saw. memanggilku dan memberiku sebuah kantong yang berisi sejumlah mata uang perak." Kemudian beliau meletakkan tangannya ke atas ubun-ubun Abu Mahzurah, lalu mengusapkannya sampai ke wajahnya, lalu turun ke kedua sisi dadanya, ulu hatinya, hingga tangan Rasulullah Saw. sampai kepada pusar Abu Mahzurah. Setelah itu Rasulullah Saw. bersabda, "Semoga Allah memberkati dirimu, dan semoga Allah memberkati perbuatanmu." Lalu aku (Abu Mahzurah) berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku untuk menjadi juru azan di Mekah." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku telah perintahkan engkau untuk mengemban tugas ini." Sejak saat itu lenyaplah semua kebenciannya terhadap Rasulullah Saw. dan kejadian tersebut membuatnya menjadi berubah, seluruh jiwa raganya sangat mencintai Rasulullah Saw. Kemudian ia datang kepada Attab ibnu Usaid, Amil Rasulullah Saw. (di Mekah), lalu ia menjadi juru azan salat bersama Attab ibnu Usaid atas perintah dari Rasulullah Saw. Abdul Aziz ibnu Abdul Malik berkata, telah bercerita kepadanya hal yang sama.” Semua orang yang sempat aku jumpai dari keluargaku yang pernah menjumpai masa Abu Mahzurah menceritakan kisah yang sama seperti apa yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Muhairiz kepadaku."
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad.
Imam Muslim di dalam kitab Sahihnya dan Ahlus Sunan yang empat orang telah meriwayatkannya melalui jalur Abdullah ibnu Muhairiz, dari Abu Mahzurah yang namanya adalah Samurah ibnu Mu'ir ibnu Luzan, salah seorang dari empat orang muazin Rasulullah Saw. Dia adalah muazin Mekah dalam waktu yang cukup lama.
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ هَلْ تَنقِمُونَ مِنَّآ إِلَّآ أَنْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَٰسِقُونَ 59
(59) Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?
(59)
Allah Swt. berfirman, "Hai Muhammad, katakanlah kepada mereka yang membuat agamamu sebagai bahan ejekan dan permainan, yaitu dari kalangan orang-orang Ahli Kitab."
هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلُ
Apakah kalian memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya? (Al-Maidah: 59)
Yakni apakah kalian menilai kami salah atau tercela hanya karena itu? Padahal hal itu bukanlah suatu cela atau kesalahan. Dengan demikian, berarti istisna dalam ayat ini bersifat munqati, perihalnya sama dengan istisna yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)
وَمَا نَقَمُوا إِلا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ
dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. (At-Taubah: 74)
Di dalam sebuah hadis yang kesahihannya disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan:
"مَا يَنْقِمُ ابْنُ جَميل إِلَّا أَنْ كَانَ فَقِيرًا فَأَغْنَاهُ اللَّهُ".
Tidak sekali-kali Ibnu Jamil dicela hanyalah karena dahulunya dia miskin, lalu Allah memberinya kecukupan.
****
Firman Allah Swt.:
وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ
sedangkan kebanyakan di antara kalian benar-benar orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 59)
Ayat ini di-'ataf-kan kepada firman-Nya:
أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ مِنْ قَبْلُ
hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya. (Al-Maidah: 59)
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kami beriman pula, sedangkan kebanyakan dari kalian adalah orang-orang yang fasik. Yang dimaksud dengan fasik ialah keluar dari jalan yang lurus, yakni menyimpang darinya.
****
Firman Allah Swt.:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ
Katakanlah, "Apakah akan aku beri tahukan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah?" (Al-Maidah: 6)
Yakni apakah harus aku ceritakan kepada kalian pembalasan yang lebih buruk daripada apa yang kalian duga terhadap kami kelak di hari kiamat di sisi Allah? Yang melakukan demikian itu adalah kalian sendiri, karena semua sifat yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya ada pada kalian, yaitu:
مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ
yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah. (Al-Maidah: 6)
Dikutuk artinya "dijauhkan dari rahmat-Nya", dan dimurkai artinya "Allah murka kepada mereka dengan murka yang tidak akan reda sesudahnya untuk selama-lamanya.
وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi. (Al-Maidah: 6)
Seperti yang telah disebutkan di dalam surat Al-Baqarah dan seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-A'raf.
قَالَ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ: عَنْ عَلْقَمَة بْنِ مَرْثَد، عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْد، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، أَهِيَ مِمَّا مَسَخَ اللَّهُ [تَعَالَى] ؟ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ لَمْ يُهْلِكْ قَوْمًا -أَوْ قَالَ: لَمْ يَمْسَخْ قَوْمًا-فَيَجْعَلْ لَهُمْ نَسْلا وَلَا عَقِبًا وَإِنَّ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ كانت قبل ذلك".
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Alqamah ibnu Marsad, dari Al-Mugirah ibnu Abdullah, dari Al-Ma'rur ibnu Suwaid, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai kera dan babi, apakah kedua binatang itu berasal dari kutukan Allah. Maka beliau Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah tidak pernah membinasakan suatu kaum —atau beliau mengatakan bahwa Allah belum pernah mengutuk suatu kaum— lalu menjadikan bagi mereka keturunan dan anak cucunya. Dan sesungguhnya kera dan babi telah ada sebelum peristiwa kutukan itu.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dan Mis'ar, keduanya dari Mugirah ibnu Abdullah Al-Yasykuri dengan lafaz yang sama.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي الْفُرَاتِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْأَعْيَنِ الْعَبْدِيِّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، أَهِيَ مِنْ نَسْلِ الْيَهُودِ؟ فَقَالَ: "لَا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَلْعَنْ قَوْمًا فَيَمْسَخُهُمْ فَكَانَ لَهُمْ نَسْلٌ، وَلَكِنْ هَذَا خَلْقٌ كَانَ، فَلَمَّا غَضِبَ اللَّهُ عَلَى الْيَهُودِ فَمَسَخَهُمْ، جَعَلَهُمْ مِثْلَهُمْ".
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Muhammad ibnu Zaid, dari Abul A'yan Al-Ma'badi, dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa kami pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kera dan babi, apakah kera dan babi yang ada sekarang merupakan keturunan dari orang-orang Yahudi yang dikutuk Allah Swt. Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, sesungguhnya Allah sama sekali belum pernah mengutuk suatu kaum, lalu membiarkan mereka berketurunan. Tetapi kera dan babi yang ada merupakan makhluk yang telah ada sebelumnya. Dan ketika Allah murka terhadap orang-orang Yahudi, maka Dia mengutuk mereka dan menjadikan mereka seperti kera dan babi.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui hadis Daud ibnu Abul Furat dengan lafaz yang sama
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مَحْبُوبٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ، عَنْ عِكْرِمَة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْحَيَّاتُ مَسْخ الْجِنِّ، كَمَا مُسِخَتِ الْقِرَدَةُ وَالْخَنَازِيرُ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Mahbub, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mukhtar, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ular adalah jin yang telah dikutuk sebagaimana kera dan babi adalah hewan kutukan.
Hadis ini garib sekali.
****
Firman Allah Swt.:
وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
dan (orang-orang yang) menyembah tagut. (Al-Maidah: 6)
Dibaca abadat tagut karena berupa fi'il madi, sedangkan lafaz tagut di-nasab-kan olehnya, yakni "dan Allah menjadikan di antara mereka orang yang menyembah tagut". Dibaca 'abdat tagut dengan di-mudaf-kan artinya adalah "dan Allah menjadikan di antara mereka orang-orang yang mengabdi kepada tagut, yakni pengabdi dan budak tagut". Ada pula yang membacanya 'ubadat tagut dalam bentuk Jam’ul jami'; bentuk tunggalnya adalah 'abdun, bentuk jamaknya adalah tabidun, sedangkan bentuk jam'ul jami'-nya adalah 'ubudun, perihalnya sama dengan lafaz simarun yang bentuk jam'ul jami '-nya adalah sumurun. Demikianlah menurut Riwayat Ibnu Jarir dan Al A’masy.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-A'masy; diriwayatkan dari Buraidah Al-Aslami bahwa ia membacanya wa 'abidat tagut. Sedangkan menurut qiraah dari Ubay dan Ibnu Mas'ud disebutkan wa abadu. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Ja'far Al-Qari' bahwa dia membacanya walubidat tagut dengan anggapan sebagai maf’ul dari fi'il yang tidak disebutkan fail-nya, tetapi bacaan ini dinilai oleh Ibnu Jarir jauh dari makna. Padahal menurut makna lahiriahnya hal ini tidak jauh dari makna yang dimaksud, mengingat ungkapan ini termasuk ke dalam Bab "Ta'rid (Sindiran)" terhadap mereka. Dengan kata lain, telah disembah tagut di kalangan kalian, dan kalianlah orang-orang yang melakukannya
Semua qiraah yang telah disebutkan di atas mempunyai kesimpulan makna yang menyatakan bahwa sesungguhnya kalian, hai Ahli Kitab, yang mencela agama kami, yaitu agama yang menauhidkan dan mengesakan Allah dalam menyembah-Nya tanpa ada selain-Nya; maka mengapa timbul dari kalian sikap seperti itu, padahal semua yang telah disebutkan ada pada diri kalian. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا
Mereka itu lebih buruk tempatnya. (Al-Maidah: 6)
Yakni lebih buruk daripada apa yang kalian duga dan kalian tuduhkan terhadap kami.
وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah: 6)
Ungkapan, ini termasuk ke dalam Bab "Pemakaian Af’al Tafdil Tanpa Menyebutkan Pembanding pada Sisi yang Lainnya", perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman lainnya, yaitu:
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلا
Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24)
****
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ
Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, "Kami telah beriman, "padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)
Demikianlah sifat-sifat orang-orang munafik dari kalangan mereka, yaitu bahwa mereka berdiplomasi dengan kaum mukmin pada lahiriahnya, sedangkan dalam batin mereka memendam kekafiran. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
وَقَدْ دَخَلُوا
padahal mereka telah datang. (Al-Maidah: 61)
Yakni kepadamu, hai Muhammad.
بِالْكُفْرِ
dengan kekafirannya. (Al-Maidah: 61)
Yaitu seraya memendam kekafirannya di dalam hati mereka, kemudian mereka pergi darimu dengan membawa kekafirannya pula. Pengetahuan yang telah mereka dengar darimu sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi mereka, dan tiada bermanfaat bagi mereka semua nasihat dan peringatan. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
وَهُمْ [قَدْ] خَرَجُوا بِهِ
dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)
Allah Swt mengkhususkan sebutan ini hanya bagi mereka, bukan selain mereka.
****
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُونَ
dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (Al-Maidah: 61)
Yakni Allah mengetahui semua rahasia mereka dan apa yang tersimpan di dalam dada mereka, sekalipun mereka menampakkan di mata makhluk hal yang berbeda dengan batin mereka dan memulas diri dengan hal-hal yang bertentangan dengan hati mereka. Karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua yang gaib dan yang nyata, Allah lebih mengetahui dari diri mereka sendiri, dan kelak Allah akan memberikan balasan hal tersebut terhadap mereka dengan pembalasan yang sempurna.
****
Firman Allah Swt.:
وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. (Al-Maidah: 62)
Mereka bersegera melakukan tindakan tersebut,yakni mengerjakan semua hal yang berdosa dan hal-hal yang diharamkan serta menganiaya orang lain dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 62)
Yaitu alangkah buruknya perbuatan yang mereka kerjakan dan alangkah jahatnya perbuatan aniaya yang mereka lancarkan itu.
****
Firman Allah Swt.:
لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 63)
Yakni mengapa para penguasa dan pendeta-pendeta mereka tidak mau melarang mereka melakukan hal tersebut. Yang dimaksud dengan rabbaniyyun ialah para penguasa yang juga orang alim mereka, sedangkan yang dimaksud dengan pendeta adalah para ulama saja.
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 63)
Yaitu karena para penguasa dan para pendeta itu tidak mau melarang para pengikut mereka dari hal tersebut.
Demikianlah menurut penafsiran Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa dikatakan demikian kepada mereka di saat mereka tidak melakukan nahi munkar dan di saat mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Abdur Rahman ibnu Zaid melanjutkan perkataannya, bahwa memang kenyataannya demikian; mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan, padahal mereka mengetahui bahwa itu diharamkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Khalid ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an tiada suatu ayat pun yang sangat keras celaannya selain dari ayat ini, yaitu firman-Nya: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bahaya dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
Demikianlah menurut qiraah yang diutarakan oleh Ibnu Abbas, kata Ibnu Jarir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dhahhak, "Tiada suatu ayat pun dalam Al-Qur'an yang lebih aku takuti daripada ayat ini, yaitu bila kami tidak melakukan nahi munkar." Demikianlah menurut Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan —demikian pula Yunus ibnu Habib— bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Abul Waddah, telah menceritakan kepada kami Sabit ibnu Sa'id Al-Hamdani, bahwa ia pernah menjumpainya di Ar-Ray, lalu ia menceritakan sebuah asar dari Yahya ibnu Ya'mur yang menceritakan bahwa Ali ibnu Abu Talib berkhotbah. Untuk itu, ia memulainya dengan mengucapkan puja dan puji kepada Allah Swt, kemudian berkata, "Hai manusia, sesungguhnya telah binasa umat sebelum kalian hanyalah karena mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat dan para pendeta serta para penguasa mereka tidak melarangnya. Setelah mereka berkepanjangan dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka siksaan datang menimpa mereka. Karena itu, ber-amar maruf-lah kalian dan ber-nahi munkar-lah kalian, sebelum azab yang pernah menimpa mereka menimpa kalian. Dan perlu kalian ketahui bahwa melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar itu tidak akan memutuskan rezeki dan tidak akan menyegerakan ajal."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَنَا، شَرِيك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يَكُونُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ مَنْ يَعْمَلُ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ مِنْهُ وَأَمْنَعُ، لَمْ يُغَيِّرُوا، إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ مِنْهُ بِعَذَابٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang di hadapan mereka terdapat orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka, padahal mereka lebih kuat dan lebih perkasa daripada dia, lalu mereka tidak mencegahnya, kecuali Allah menimpakan azab kepada mereka karena ulah orang itu.
Hadis tersebut bila ditinjau dari segi ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، عَنْ مَسَدَّد، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ جَرِيرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يَعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، يَقْدِرُونَ أَنْ يُغِّيرُوا عَلَيْهِ، فَلَا يُغَيِّرُونَ إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ قَبْلَ أَنْ يَمُوتُوا".
Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari Jarir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang pun dalam suatu kaum mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka suatu siksaan sebelum mereka mati.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Waki’ dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya dengan lafaz yang sama
Al-Hafiz Al-Mazzi mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah, dari Abu Ishaq, dengan lafaz yang sama.
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّۢ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ مَن لَّعَنَهُ ٱللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ ٱلْقِرَدَةَ وَٱلْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ ٱلطَّٰغُوتَ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ شَرٌّۭ مَّكَانًۭا وَأَضَلُّ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ 60
(60) Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
(60)
Firman Allah Swt.:
وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
dan (orang-orang yang) menyembah tagut. (Al-Maidah: 6)
Dibaca abadat tagut karena berupa fi'il madi, sedangkan lafaz tagut di-nasab-kan olehnya, yakni "dan Allah menjadikan di antara mereka orang yang menyembah tagut". Dibaca 'abdat tagut dengan di-mudaf-kan artinya adalah "dan Allah menjadikan di antara mereka orang-orang yang mengabdi kepada tagut, yakni pengabdi dan budak tagut". Ada pula yang membacanya 'ubadat tagut dalam bentuk Jam’ul jami'; bentuk tunggalnya adalah 'abdun, bentuk jamaknya adalah tabidun, sedangkan bentuk jam'ul jami'-nya adalah 'ubudun, perihalnya sama dengan lafaz simarun yang bentuk jam'ul jami '-nya adalah sumurun. Demikianlah menurut Riwayat Ibnu Jarir dan Al A’masy.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-A'masy; diriwayatkan dari Buraidah Al-Aslami bahwa ia membacanya wa 'abidat tagut. Sedangkan menurut qiraah dari Ubay dan Ibnu Mas'ud disebutkan wa abadu. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Ja'far Al-Qari' bahwa dia membacanya walubidat tagut dengan anggapan sebagai maf’ul dari fi'il yang tidak disebutkan fail-nya, tetapi bacaan ini dinilai oleh Ibnu Jarir jauh dari makna. Padahal menurut makna lahiriahnya hal ini tidak jauh dari makna yang dimaksud, mengingat ungkapan ini termasuk ke dalam Bab "Ta'rid (Sindiran)" terhadap mereka. Dengan kata lain, telah disembah tagut di kalangan kalian, dan kalianlah orang-orang yang melakukannya
Semua qiraah yang telah disebutkan di atas mempunyai kesimpulan makna yang menyatakan bahwa sesungguhnya kalian, hai Ahli Kitab, yang mencela agama kami, yaitu agama yang menauhidkan dan mengesakan Allah dalam menyembah-Nya tanpa ada selain-Nya; maka mengapa timbul dari kalian sikap seperti itu, padahal semua yang telah disebutkan ada pada diri kalian. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا
Mereka itu lebih buruk tempatnya. (Al-Maidah: 6)
Yakni lebih buruk daripada apa yang kalian duga dan kalian tuduhkan terhadap kami.
وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah: 6)
Ungkapan, ini termasuk ke dalam Bab "Pemakaian Af’al Tafdil Tanpa Menyebutkan Pembanding pada Sisi yang Lainnya", perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman lainnya, yaitu:
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلا
Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (Al-Furqan: 24)
وَإِذَا جَآءُوكُمْ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَقَد دَّخَلُوا۟ بِٱلْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا۟ بِهِۦ ۚ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا۟ يَكْتُمُونَ 61
(61) Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan: "Kami telah beriman", padahal mereka datang kepadamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (daripada kamu) dengan kekafirannya (pula); dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
(61)
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ
Dan apabila orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, "Kami telah beriman, "padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)
Demikianlah sifat-sifat orang-orang munafik dari kalangan mereka, yaitu bahwa mereka berdiplomasi dengan kaum mukmin pada lahiriahnya, sedangkan dalam batin mereka memendam kekafiran. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
وَقَدْ دَخَلُوا
padahal mereka telah datang. (Al-Maidah: 61)
Yakni kepadamu, hai Muhammad.
بِالْكُفْرِ
dengan kekafirannya. (Al-Maidah: 61)
Yaitu seraya memendam kekafirannya di dalam hati mereka, kemudian mereka pergi darimu dengan membawa kekafirannya pula. Pengetahuan yang telah mereka dengar darimu sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi mereka, dan tiada bermanfaat bagi mereka semua nasihat dan peringatan. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
وَهُمْ [قَدْ] خَرَجُوا بِهِ
dan mereka pergi (dari kamu) dengan kekafirannya (pula). (Al-Maidah: 61)
Allah Swt mengkhususkan sebutan ini hanya bagi mereka, bukan selain mereka.
****
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُونَ
dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (Al-Maidah: 61)
Yakni Allah mengetahui semua rahasia mereka dan apa yang tersimpan di dalam dada mereka, sekalipun mereka menampakkan di mata makhluk hal yang berbeda dengan batin mereka dan memulas diri dengan hal-hal yang bertentangan dengan hati mereka. Karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua yang gaib dan yang nyata, Allah lebih mengetahui dari diri mereka sendiri, dan kelak Allah akan memberikan balasan hal tersebut terhadap mereka dengan pembalasan yang sempurna.
وَتَرَىٰ كَثِيرًۭا مِّنْهُمْ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ وَأَكْلِهِمُ ٱلسُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ 62
(62) Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.
(62)
Firman Allah Swt.:
وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. (Al-Maidah: 62)
Mereka bersegera melakukan tindakan tersebut,yakni mengerjakan semua hal yang berdosa dan hal-hal yang diharamkan serta menganiaya orang lain dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 62)
Yaitu alangkah buruknya perbuatan yang mereka kerjakan dan alangkah jahatnya perbuatan aniaya yang mereka lancarkan itu.
لَوْلَا يَنْهَىٰهُمُ ٱلرَّبَّٰنِيُّونَ وَٱلْأَحْبَارُ عَن قَوْلِهِمُ ٱلْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ ٱلسُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا۟ يَصْنَعُونَ 63
(63) Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
(63)
Firman Allah Swt.:
لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 63)
Yakni mengapa para penguasa dan pendeta-pendeta mereka tidak mau melarang mereka melakukan hal tersebut. Yang dimaksud dengan rabbaniyyun ialah para penguasa yang juga orang alim mereka, sedangkan yang dimaksud dengan pendeta adalah para ulama saja.
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (Al-Maidah: 63)
Yaitu karena para penguasa dan para pendeta itu tidak mau melarang para pengikut mereka dari hal tersebut.
Demikianlah menurut penafsiran Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa dikatakan demikian kepada mereka di saat mereka tidak melakukan nahi munkar dan di saat mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan. Abdur Rahman ibnu Zaid melanjutkan perkataannya, bahwa memang kenyataannya demikian; mereka mengerjakan hal-hal yang diharamkan, padahal mereka mengetahui bahwa itu diharamkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Khalid ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an tiada suatu ayat pun yang sangat keras celaannya selain dari ayat ini, yaitu firman-Nya: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bahaya dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
Demikianlah menurut qiraah yang diutarakan oleh Ibnu Abbas, kata Ibnu Jarir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dhahhak, "Tiada suatu ayat pun dalam Al-Qur'an yang lebih aku takuti daripada ayat ini, yaitu bila kami tidak melakukan nahi munkar." Demikianlah menurut Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan —demikian pula Yunus ibnu Habib— bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim ibnu Abul Waddah, telah menceritakan kepada kami Sabit ibnu Sa'id Al-Hamdani, bahwa ia pernah menjumpainya di Ar-Ray, lalu ia menceritakan sebuah asar dari Yahya ibnu Ya'mur yang menceritakan bahwa Ali ibnu Abu Talib berkhotbah. Untuk itu, ia memulainya dengan mengucapkan puja dan puji kepada Allah Swt, kemudian berkata, "Hai manusia, sesungguhnya telah binasa umat sebelum kalian hanyalah karena mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat dan para pendeta serta para penguasa mereka tidak melarangnya. Setelah mereka berkepanjangan dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka siksaan datang menimpa mereka. Karena itu, ber-amar maruf-lah kalian dan ber-nahi munkar-lah kalian, sebelum azab yang pernah menimpa mereka menimpa kalian. Dan perlu kalian ketahui bahwa melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar itu tidak akan memutuskan rezeki dan tidak akan menyegerakan ajal."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَنَا، شَرِيك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ قَوْمٍ يَكُونُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ مَنْ يَعْمَلُ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ مِنْهُ وَأَمْنَعُ، لَمْ يُغَيِّرُوا، إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ مِنْهُ بِعَذَابٍ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tidak sekali-kali suatu kaum yang di hadapan mereka terdapat orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan durhaka, padahal mereka lebih kuat dan lebih perkasa daripada dia, lalu mereka tidak mencegahnya, kecuali Allah menimpakan azab kepada mereka karena ulah orang itu.
Hadis tersebut bila ditinjau dari segi ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، عَنْ مَسَدَّد، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ جَرِيرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يَعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي، يَقْدِرُونَ أَنْ يُغِّيرُوا عَلَيْهِ، فَلَا يُغَيِّرُونَ إِلَّا أَصَابَهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ قَبْلَ أَنْ يَمُوتُوا".
Abu Daud meriwayatkannya dari Musaddad, dari Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Al-Munzir ibnu Jarir, dari Jarir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang pun dalam suatu kaum mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka suatu siksaan sebelum mereka mati.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Ali ibnu Muhammad, dari Waki’ dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Ubaidillah ibnu Jarir, dari ayahnya dengan lafaz yang sama
Al-Hafiz Al-Mazzi mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syu'bah, dari Abu Ishaq, dengan lafaz yang sama.
وَقَالَتِ ٱلْيَهُودُ يَدُ ٱللَّهِ مَغْلُولَةٌ ۚ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا۟ بِمَا قَالُوا۟ ۘ بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيْفَ يَشَآءُ ۚ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًۭا مِّنْهُم مَّآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ طُغْيَٰنًۭا وَكُفْرًۭا ۚ وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ ٱلْعَدَٰوَةَ وَٱلْبَغْضَآءَ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ ۚ كُلَّمَآ أَوْقَدُوا۟ نَارًۭا لِّلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا ٱللَّهُ ۚ وَيَسْعَوْنَ فِى ٱلْأَرْضِ فَسَادًۭا ۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ 64
(64) Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
(64)
Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang Yahudi —semoga laknat Allah menimpa mereka secara berturut-turut sampai hari kiamat—bahwa melalui lisannya mereka menyifati Allah Swt. dengan sifat yang sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar dari apa yang mereka sifatkan itu, bahwa Allah itu kikir. Mereka pun menyifati-Nya miskin, sedangkan mereka sendiri kaya. Mereka ungkapkan sifat kikir ini melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ
Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu (tergenggam alias kikir). (Al-Maidah: 64)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adani, telah menceritakan kepada kami Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan maglulah ialah kikir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu'.' (Al-Maidah: 64) Bahwa mereka tidak bermaksud mengatakan tangan Allah terikat. Yang mereka maksudkan ialah Allah itu kikir. Dengan kata lain, Allah menggenggam apa yang ada di sisi-Nya karena kikir. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan ketinggian yang sebesar-besarnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Qatadah. As-Saddi, dan Ad-Dahhak, dan dibacakan firman-Nya:
وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra:29); Yakni Allah melarang bersifat kikir dan berfoya-foya yang artinya membelanjakan harta bukan pada tempatnya dalam jumlah yang berlebihan.
Dan Allah mengungkapkan sifat kikir dengan ungkapan seperti yang disebutkan firman-Nya: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu.(Al-Isra:29)
Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh orang-orang Yahudi yang terkutuk itu.
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Fanhas seorang Yahudi, semoga Allah melaknatnya. Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Fanhaslah yang mengatakan:
إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya (Ali Imran: 181); Lalu ia dipukul oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq r.a.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa lelaki dari kalangan orang-orang Yahudi yang dikenal dengan nama Syas ibnu Qais telah mengatakan (kepada Nabi Saw.), "Sesungguhnya Tuhanmu kikir, tidak mau berinfak." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan (kekuasaan) Allah terbelenggu, "sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan (kekuasaan) Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)
Allah Swt. menjawab perkataan mereka dan membuka kedok sandiwara mereka serta semua kedustaan dan buat-buatan mereka. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا
sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Al-Maidah: 64)
Dan memang demikianlah yang terjadi pada mereka; sesungguhnya kekikiran, kedengkian, dan kelicikan serta kehinaan yang ada pada mereka sangat besar. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia, ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada manusia itu? (An-Nisa: 53-54), hingga akhir ayat.
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ
Lalu ditimpakan kepada mereka nista. (Al-Baqarah: 61), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (Al-Maidah: 64)
Yakni tidaklah demikian, bahkan Dia Mahaluas karunia-Nya lagi berlimpah pemberian-Nya. Sebenarnya tiada sesuatu pun kecuali perbendaharaan-Nya ada di sisi-Nya. Dialah yang memberikan nikmat kepada semua makhluk-Nya, hanya Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dialah yang mencintakan semua apa yang kita perlukan di malam hari, di siang hari, di perjalanan kita, di tempat menetap kita, dan di semua keadaan kita. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan Dia telah memberikan kepada kalian (keperluan kalian) dari segala apa yang kalian mohonkan kepadanya. Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghitungnya Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah. (Ibrahim: 34)
Ayat-ayat yang mengatakan demikian cukup banyak jumlahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حنبل: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبه قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ يَمِينَ اللَّهِ مَلأى لَا يَغِيضُها نَفَقَةٌ، سَحَّاء اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَغِض مَا فِي يَمِينِهِ" قَالَ: "وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ، وَفِي يَدِهِ الْأُخْرَى القبْض، يَرْفَعُ وَيَخْفِضُ": قَالَ: قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: "أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan, "Inilah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya tangan kanan (kekuasaan) Allah sangat penuh, tidak akan kosong karena dibelanjakan dengan berlimpah sepanjang siang dan malam. Tidakkah kalian perhatikan apa yang telah Dia belanjakan sejak menciptakan langit dan bumi. Karena sesungguhnya tidak akan kering apa yang ada di tangan kanan (kekuasaan)-Nya. Selanjutnya disebutkan bahwa 'Arasy-Nya berada di atas air, sedangkan di tangan (kekuasaan) lainnya terdapat al-faid atau al-qabdu yang dengan tangan kekuasaan ini Allah meninggikan dan merendahkan. Dan Allah Swt. berfirman: Berinfaklah, maka Aku akan membalas infakmu.
Hadis ini diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain; Imam Bukhari di dalam Bab "Tauhid", dari Ali ibnul Madini; sedangkan Imam Muslim dari Muhammad ibnu Rafi'. Keduanya (Ali ibnul Madini dan Muhammad ibnu Rafi’) dari Abdur Razzaq dengan sanad yang sama.
*****
Firman Allah Swt.:
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا
Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. (Al-Maidah: 64)
Yakni apa (Al-Qur'an) yang diturunkan oleh Allah kepadamu sebagai nikmat justru menjadi kebalikannya menurut tanggapan musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang Yahudi dan semua orang yang menyerupai mereka. Hal itu pun menambah percaya kaum mukmin dan menambah amal saleh serta ilmu yang bermanfaat bagi mereka, maka hal itu menambah kedengkian dan iri hati orang-orang kafir terhadapmu dan umatmu.
Tugyan artinya berlebihan dan melampaui batas dalam segala sesuatu. Yang dimaksud dengan kufran dalam ayat ini ialah kedustaan.
Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh." (Fushshilat: 44)
وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا
Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Al Isra : 82)
*****
Mengenai firman Allah Swt.:
وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Dan Kami telah timpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. (Al-Maidah: 64)
Maksudnya adalah hati mereka tidak akan bersatu, bahkan permusuhan selalu terjadi di kalangan sekte-sekte mereka, sebagian dari mereka memusuhi sebagian yang lain selama-lamanya. Demikian itu karena mereka tidak pernah sepakat dalam perkara yang hak, dan mereka telah menentang dan mendustakanmu.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Dan Kami telah timpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka," ialah permusuhan dan perdebatan dalam masalah agamanya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
***
Firman Allah Swt:
كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ
Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya (Al-Maidah: 64)
Yaitu setiap kali mereka merencanakan berbagai perangkap untuk menjebakmu dan setiap kali mereka mengadakan kesepakatan di antara sesamanya untuk memerangimu, maka Allah membatalkannya dan membalikkan tipu muslihat itu terhadap diri mereka sendiri menjadi 'senjata makan tuan’; sebagaimana mereka membuat lubang, maka mereka sendirilah yang terjerumus ke dalamnya.
وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi, dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. (Al-Maidah: 64)
Yakni termasuk watak mereka ialah selalu berjalan di muka bumi seraya menimbulkan kerusakan padanya, sedangkan Allah tidak menyukai orang yang bersifat demikian.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa. (Al-Maidah: 65)
Yaitu seandainya mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi apa yang biasa mereka kerjakan berupa dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan yang haram.
لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ
tentulah Kami hapus kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (Al-Maidah: 65)
Yakni niscaya akan Kami hapuskan dari mereka hal-hal yang tidak diinginkan, dan Kami hantarkan mereka kepada tujuan yang didambakan.
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ وَمَا أُنزلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya. (Al-Maidah: 66)
Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya, yang dimaksud dengan "apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya" ialah Al-Qur'an.
لأكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66)
Yaitu seandainya mereka mengamalkan kandungan kitab-kitab yang ada di tangan mereka dari nabi-nabi mereka dengan apa adanya tanpa penyimpangan, pergantian, dan perubahan, niscaya mereka akan terbimbing untuk mengikuti kebenaran dan mengamalkan apa yang sesuai dengan risalah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. karena sesungguhnya di dalam kitab-kitab mereka tertulis pernyataan yang membenarkan risalah Nabi Muhammad dan perintah untuk mengikutinya secara tegas tanpa ada pilihan lain. Adapun firman Allah Swt. berikut:
لأكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
Niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bahwa kaki mereka. (Al-Maidah: 66)
Makna yang dimaksud ialah banyak rezeki yang turun kepada mereka dari langit dan yang tumbuh dari tanah.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka. (Al-Maidah: 66) Yakni niscaya Kami akan turunkan hujan dari langit kepada mereka. dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Yaitu akan dikeluarkan dari bumi keberkahan yang ada di dalamnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Qatadah, dan As-Saddi.
Perihalnya semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (Al-A'raf: 96), hingga akhir ayat.
Dan Allah Swt. telah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41), hingga akhir ayat.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa firman-Nya: niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Makna yang dimaksud ialah, mereka memperolehnya tanpa susah payah dan tanpa mengeluarkan tenaga serta bebas dari kesengsaraan.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "niscaya mereka berada dalam kebaikan". Perihalnya sama dengan perkataan seseorang , "Dia berada dalam kebaikan dari atas sampai ke bawahnya." Tetapi Ibnu Jarir setelah mengemukakannya membantah pendapat ini, mengingat hal itu bertentangan dengan pendapat-pendapat ulama Salaf.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan firman-Nya: Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil. (Al-Maidah: 66) menyebutkan sebuah hadits.
حَدِيثَ عَلْقَمَةَ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُوشِكُ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ". فَقَالَ زِيَادُ بْنُ لَبِيدٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يُرْفَعُ الْعِلْمُ وَقَدْ قَرَأْنَا الْقُرْآنَ وَعَلَّمْنَاهُ أَبْنَاءَنَا؟! قَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ لَبِيدٍ! إِنْ كُنْتُ لَأَرَاكَ مِنْ أَفْقَهِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، أَوَلَيِسَتِ (التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ بِأَيْدِي الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ حِينَ تَرَكُوا أَمْرَ اللَّهِ" ثُمَّ قَرَأَ وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ
Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Alqamah, dari Safwan ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sudah dekat waktunya ilmu akan diangkat Allah. Maka Ziyad ibnu Labid bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu diangkat, sedangkan kami membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami." Nabi Saw. bersabda: Semoga ibumu kehilangan kamu, hai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandang engkau termasuk orang yang paling alim dari kalangan penduduk Madinah, tetapi bukankah kitab Taurat dan kitab Injil berada di tangan orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi tidak bermanfaat bagi mereka karena mereka meninggalkan perintah. Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil. (Al-Maidah: 66)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mu’allaq pada permulaan sanadnya, sedangkan pada akhirnya secara mursal.
وَقَدْ رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ متصلا موصولا فقال: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ زِيَادِ بْنِ لَبِيد قَالَ: ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَقَالَ: "وَذَاكَ عِنْدَ ذَهَابِ الْعِلْمِ". قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ وَنَحْنُ نَقْرَأُ الْقُرْآنَ ونُقْرئه أَبْنَاءَنَا، ويُقْرئه أَبْنَاؤُنَا أَبْنَاءَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: "ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ أُمِّ لَبِيدٍ، إِنْ كنتُ لَأَرَاكَ مِنْ أَفْقَهِ رَجُلٍ بِالْمَدِينَةِ، أَوْ لَيْسَ هَذِهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَلَا يَنْتَفِعُونَ مِمَّا فِيهِمَا بِشَيْءٍ"
Imam Ahmad ibnu Hambal telah meriwayatkan secara muttasil lagi mausul. Untuk itu, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ziyad ibnu Lubaid, bahwa Nabi Saw. pernah menyebutkan suatu hal dan pada akhirnya beliau bersabda: Yang demikian itu pertanda akan lenyapnya ilmu. Ziyad ibnu Lubaid melanjutkan kisahnya: Kami mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, mana mungkin ilmu dapat lenyap, sedangkan kami selalu membaca Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada anak-anak kami, anak-anak kami pun mengajarkannya kepada anak-anak mereka sampai hari kiamat?" Rasulullah Saw. bersabda: Semoga ibumu kehilangan kamu, hai Ibnu Labid. Sekalipun aku memandangmu termasuk orang yang paling alim di Madinah, tetapi bukankah orang-orang Yahudi dan Nasrani ini membaca Taurat dan Injil, tetapi mereka tidak mengambil manfaat dari apa yang terkandung di dalam kedua kitab tersebut barang sedikit pun.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Bakr ibnu Abu Syaibah, dari Waki' dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal. Sanad hadis ini sahih.
****
Firman Allah Swt.:
مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ
Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (Al-Maidah: 66)
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَمِنْ قَوْمِ مُوسَى أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ
Dan di antara kaum Musa itu terdapat umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan hak itulah mereka menjalankan keadilan (Al A’raf : 159)
Sama dengan firman Allah Swt. yang menyebutkan perihal para pengikut Nabi Isa, yaitu:
فَآتَيْنَا الَّذِينَ آمَنُوا مِنْهُمْ أَجْرَهُمْ
Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya. (Al-Hadid: 27)
Maka Allah menjadikan kedudukan yang tertinggi dari mereka (Ahli Kitab yang beriman) ialah pertengahan, sedangkan kedudukan tersebut merupakan kedudukan menengah dari umat Nabi Muhammad Saw. Dan kedudukan yang lebih tinggi daripada itu ialah kedudukan sabiqun (bersegera dalam mengerjakan kebaikan), seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Bagi mereka) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya. (Fatir: 32-33) hingga akhir ayat.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa ketiga golongan dari umat ini semuanya masuk surga.
قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ الضَّبِّي، حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ طَلْحَةَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "تَفَرَّقَتْ أُمَّةُ مُوسَى عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ مِلَّةً، سَبْعُونَ مِنْهَا فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَتَفَرَّقَتْ أُمَّةُ عِيسَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَاحِدَةٌ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ وَإِحْدَى وَسَبْعُونَ مِنْهَا فِي النَّارِ، وَتَعْلُو أُمَّتِي عَلَى الْفِرْقَتَيْنِ جَمِيعًا. وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ". قَالُوا: مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْجَمَاعَاتُ الْجَمَاعَاتُ".
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Ya'qub ibnu Yazid ibnuTalhah, dari Zaid ibnu Aslam, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) sedang berada bersama Rasulullah Saw., beliau bersabda: Umat Nabi Musa berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan; tujuh puluh golongan darinya masuk neraka, sedangkan yang satu golongan lagi masuk surga Dan Umat Nabi Isa berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan; segolongan di antara mereka masuk surga, sedangkan yang tujuh puluh satu golongan masukneraka. Tetapi umatku jauh lebih tinggi daripada gabungan kedua umat itu, yaitu satu golongan masuk ke dalam surga, sedangkan yang tujuh puluh dua golongan masuk neraka. Mereka (para sahabat) bertanya, "Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Tetaplah pada jamaah, tetaplah pada jamaah!;
Ya'qub ibnu Zaid mengatakan, apabila Khalifah Ali ibnu Abu Talib menceritakan hadis Rasulullah Saw. yang ini, maka ia selalu membaca firman-Nya: Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka, dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (Al Maidah : 65) Sampai dengan firman-Nya: Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (Al-Maidah: 66) Juga firman-Nya: Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (Al-A'raf: 181) Yakni umat Nabi Muhammad Saw.
Tetapi asar ini garib sekali bila ditinjau dari segi konteksnya.
Hadis mengenai berpecah-belahnya berbagai umat sampai menjadi tujuh puluh golongan lebih diriwayatkan melalui berbagai jalur, semuanya telah kami sebutkan dalam kitab yang lain.