6 - الأنعام - Al-An'aam

Juz : 7

The Cattle
Meccan

ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمْ ۖ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ خَٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍۢ فَٱعْبُدُوهُ ۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ وَكِيلٌۭ 102

(102) (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.

(102) 

Adapun firman Allah Swt.:

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ

Yang demikian itu adalah Allah Tuhan kalian. (Al-An'am: 12)

Maksudnya, yang menciptakan segala sesuatu, tidak beranak, dan tidak pula beristri.

لَا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ

tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia. (Al-An'am: 12)

Artinya, sembahlah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan akuilah ketauhidan-Nya (keesaaan-Nya), bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, Dia tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak beristri, dan tidak ada yang menyamai dan menandingi-Nya.

وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (Al-An'am: 12)

Yakni Dialah Yang memelihara. Yang Mengawasi dan Yang mengatur semua yang selain-Nya, Dia memberi mereka rezeki dan memelihara mereka sepanjang malam dan siang hari.

****

Firman Allah Swt.:

لَا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 13)

Sehubungan dengan makna ayat ini, ada beberapa pendapat di kalangan para imam dari kalangan ulama Salaf.

Menurut pendapat pertama, Allah tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia, sekalipun nanti di akhirat dapat dilihat. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. melalui berbagai jalur periwayatan yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab Sahih, kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab Sunnah.

Sehubungan dengan hal ini Masruq telah meriwayatkan dari Siti Aisyah yang mengatakan, "Barang siapa yang menduga bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, sesungguhnya ia telah berdusta." Menurut riwayat lain 'melihat Allah', karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, melalui hadis Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abud Duha, dari Masruq.

Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh bukan hanya seorang, dari Masruq. Telah ditetapkan pula di dalam kitab Sahih dan kitab-kitab lainnya, dari Siti Aisyah melalui berbagai jalur periwayatan. Tetapi Ibnu Abbas berpendapat berbeda; menurut riwayat yang bersumberkan darinya, penglihatan ini bersifat mutlak (yakni di dunia dan akhirat). Menurut suatu riwayat yang bersumberkan darinya, Nabi Saw. pernah melihat Tuhannya dengan pandangan kalbunya sebanyak dua kali. Masalah ini disebutkan di dalam permulaan tafsir surat An-Najm, Insya Allah.

Ibnu Abu Hatim menuturkan bahwa Muhammad ibnu Muslim pernah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in; ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Isma'il ibnu Ulayyah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 13) Hal ini di dunia.

Ayah Ibnu Abu Hatim pernah mengatakan dari Hisyam ibnu Ubaidillah yang telah mengatakan hal yang sama.

Pendapat lain mengatakan bahwa makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 13) Yakni semua penglihatan mata. Hal ini telah di-takhsis oleh hadis yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Tuhannya.

Pendapat lain —yaitu dari kalangan Mu'tazilah— mengatakan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap makna ayat ini, yaitu bahwa Allah tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, mereka berpendapat berbeda dengan ahli sunnah wal jama'ah dalam masalah ini karena ketidakmengertian mereka kepada apa yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah Rasulullah.

Adapun dalil dari Al-Qur’an ialah firman Allah Swt.:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)

Allah Swt. telah berfirman pula, menceritakan perihal orang-orang kafir:

كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)

Imam Syafii mengatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa orang-orang mukmin tidak terhalang untuk melihat Tuhan mereka Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Adapun mengenai dalil dari sunnah, maka banyak hadis mutawatir diriwayatkan dari Abu Sa'id, Abu Hurairah, Anas, Juraij, Suhaib, Bilal, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan sahabat, dari Nabi Saw.; semuanya menyebutkan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Allah di 'Arasat (halaman-halaman surga) dan di taman-taman surga. Semoga Allah menjadikan kita dari golongan mereka berkat karunia dan kemuliaan­Nya, amin.

Menurut pendapat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 13) Yakni oleh rasio (akal). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Al-Fallas, dari Ibnu Mahdi, dari Abul Husain Yahya ibnul Husain qari' ahli Mekah, bahwa dia telah mengatakan hal tersebut. Tetapi pendapat ini garib sekali, dan berbeda dengan makna lahiriah ayat. Seakan-akan dia berpandangan bahwa lafaz idrak di sini bermakna ru-yah.

Ulama lain mengatakan bahwa tidak ada pertentangan antara ketetapan melihat dan pe-nafi'-an idrak dan yang lebih khusus daripada ru-yah (melihat), karena sesungguhnya pengertian idrak (mencapai) tidak memastikan adanya pe-nafi-an hal yang lebih khusus dengan pe-nafi-an yang lebih umum.

Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai pengertian pencapaian yang ditiadakan (yang di-nafi-kan), yakni bagaimana hakikatnya? Menurut suatu pendapat, yang di-nafi-kan adalah mengetahui hakikat-Nya, karena sesungguhnya tidak ada yang mengetahui-Nya selain Dia sendiri, sekalipun orang-orang mukmin dapat melihat-Nya. Perihalnya sama dengan orang yang melihat rembulan, sesungguhnya dia tidak dapat mengetahui hakikat, keadaan, dan materinya. Maka Tuhan Yang Mahabesar lebih utama daripada hal tersebut, dan hanya Dialah Yang memiliki perumpamaan Yang Maha­tinggi.

Ibnu Ulayyah mengatakan bahwa pengertian tersebut (yakni mustahil mengetahui hakikat Allah) hanya terjadi di dunia. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa makna pengetahuan atau idrak lebih khusus daripada ru-yah (penglihatan), makna idrak sama dengan meliputi. Mereka mengatakan bahwa tidak adanya peliputan bukan berarti memastikan tidak adanya penglihatan, sebagaimana tidak adanya ilmu yang meliputi bukan berarti memastikan tidak adanya ilmu.

Allah Swt. telah berfirman:

وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا

sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi-Nya. (Thaha: 11)

Di dalam sebuah hadis sahih Muslim disebutkan:

"لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ على نفسك"

Saya tidak dapat meliputi pujian kepada-Mu, pujian-Mu hanyalah seperti apa yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu.

Hal ini tidaklah memastikan tidak adanya pujian kepada Dia. Maka demikian pula dalam masalah tersebut.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna ayat ialah penglihatan seseorang tidak dapat meliputi Kerajaan (Allah).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad ibnu Talhah Al-Qannad, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Sammak, dari Ikrimah, bahwa pernah ditanyakan kepadanya mengenai makna firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 13) Ikrimah berkata, "Tidakkah engkau melihat langit?" Si penanya menjawab, "Ya, tentu saja melihat." Ikrimah berkata, "Apakah semuanya dapat terlihat?"

Sa'id ibnu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Bahwa Dia Mahabesar dari kemampuan penglihatan mata untuk dapat melihat-Nya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abu Urfujah, dari Atiyyah Al-Aufi sehubungan dengan makna firman-Nya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23) Atiyyah mengatakan bahwa mereka melihat Allah, tetapi pandangan mereka tidak dapat meliputi-Nya karena Kebesaran-Nya, sedangkan pandangan Allah meliputi mereka semuanya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Sehubungan dengan makna ayat ini, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dalam bab ini. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَاب بْنُ الْحَارِثِ السَّهْمِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عِمَارَةَ، عَنْ أَبِي رَوْقٍ، عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في قوله: لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ قَالَ: "لَوْ أَنَّ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ وَالشَّيَاطِينَ وَالْمَلَائِكَةَ مُنْذُ خُلِقُوا إِلَى أَنْ فَنُوا صُفّوا صَفًّا واحدًا، مَا أَحَاطُوا بِاللَّهِ أَبَدًا".

telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Bisyr Ammarah, dari Abu Rauq, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Nabi Saw. bersabda: Seandainya jin dan manusia, dan setan serta para malaikat—sejak mereka diciptakan hingga semuanya mati— dibariskan menjadi satu saf, niscaya mereka masih belum dapat meliputi Allah selama-lamanya.

Tetapi hadis ini garib dan tidak dikenal, melainkan hanya melalui jalur ini; tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang meriwayat­kannya.

Ulama lainnya lagi mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini dengan mengetengahkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam kitab Jami-nya, Ibnu Abu Asim di dalam kitab Sunnah-nya, Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya, Ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Al-Hakam ibnu Aban yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah berkata, "Aku pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, 'Muhammad pernah melihat Tuhannya Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.' Maka aku berkata, 'Bukankah Allah telah berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)?' Ibnu Abbas berkata kepadaku, 'Semoga engkau tidak beribu (yakni celakalah kamu). Yang demikian itu adalah nur-Nya yang juga merupakan nur-Nya. Apabila Allah menampakkan nur-Nya, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya'." Menurut riwayat lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat tegak karena-Nya. Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

Semakna dengan asar ini ada sebuah hadis yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Musa Al-Asy'ari r.a. secara marfu’ yaitu:

"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، حِجَابُهُ النُّورُ -أَوِ: النَّارُ -لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحات وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ"

Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur, dan tidak layak bagi-Nya tidur; Dia merendahkan timbangan (amal) dan meninggikannya. Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan siang hari sebelum malam tiba, dan amal malam hari sebelum siang hari tiba. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur (atau api), seandainya Dia membuka hijab~Nya, niscaya kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk-Nya sepanjang penglihatan-Nya.

Di dalam kitab-kitab terdahulu disebutkan bahwa sesungguhnya Allah berfirman kepada Musa ketika Musa memohon agar dapat melihat-Nya, "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat­Ku melainkan pasti mati, dan tidak ada benda mati pun (yang Aku menampakkan diri-Ku kepadanya) melainkan pasti hancur lebur." Dan Allah Swt. telah berfirman:

فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu membuat gunung itu hancur lebur dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau, dan aku orang yang pertama-tama beriman.” (Al-A'raf: 143)

Yang di-nafi-kan (ditiadakan) oleh asar ini adalah idrak secara khusus, tetapi bukan berarti me-nafi-kan dapat melihat-Nya kelak di hari kiamat; kelak di hari kiamat Allah menampakkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin menurut apa yang dikehendaki-Nya. Adapun mengenai keagungan dan kebesaran-Nya, sesuai dengan Zat-Nya Yang Mahatinggi lagi Mahasuci serta Mahabersih, tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Karena itulah Ummul Mu’minin Siti Aisyah r.a. menetapkan adanya penglihatan (dapat melihat Allah) di akhirat dan me-nafi-kan (meniadakan)nya di dunia. Siti Aisyah mengatakan demikian dengan berdalilkan firman-Nya yang mengatakan: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Hal yang di-nafi-kan oleh Siti Aisyah ialah pencapaian yang dengan kata lain melihat kebesaran dan keagungan Allah sesuai dengan keadaan Zat-Nya, karena sesungguhnya hal tersebut tidak mungkin bagi manusia, tidak mungkin bagi para malaikat, tidak mungkin pula bagi makhluk lainnya.

وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ

sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Artinya, Dia meliputi semuanya dan mengetahui seluk-beluknya, karena sesungguhnya semuanya itu adalah makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain:

أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui? (Al-Mulk: 14)

Adakalanya pengertian absar diungkapkan menunjukkan makna orang-orang yang melihat, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dalam takwil firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Yakni tiada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya, sedangkan Dia melihat semua makhluk.

Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 13) Yakni Mahahalus untuk mengeluarkannya lagi Maha Mengetahui tentang tempatnya, Wallahu A lam. Takwil ini sama pengertiannya dengan nasihat Luqman terhadap anaknya, seperti yang disitir oleh firman Allah Swt. berikut:

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

(Luqman berkata), "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16)


لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ 103

(103) Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

(103) 

Firman Allah Swt.:

لَا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 13)

Sehubungan dengan makna ayat ini, ada beberapa pendapat di kalangan para imam dari kalangan ulama Salaf.

Menurut pendapat pertama, Allah tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia, sekalipun nanti di akhirat dapat dilihat. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. melalui berbagai jalur periwayatan yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab Sahih, kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab Sunnah.

Sehubungan dengan hal ini Masruq telah meriwayatkan dari Siti Aisyah yang mengatakan, "Barang siapa yang menduga bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, sesungguhnya ia telah berdusta." Menurut riwayat lain 'melihat Allah', karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, melalui hadis Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abud Duha, dari Masruq.

Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh bukan hanya seorang, dari Masruq. Telah ditetapkan pula di dalam kitab Sahih dan kitab-kitab lainnya, dari Siti Aisyah melalui berbagai jalur periwayatan. Tetapi Ibnu Abbas berpendapat berbeda; menurut riwayat yang bersumberkan darinya, penglihatan ini bersifat mutlak (yakni di dunia dan akhirat). Menurut suatu riwayat yang bersumberkan darinya, Nabi Saw. pernah melihat Tuhannya dengan pandangan kalbunya sebanyak dua kali. Masalah ini disebutkan di dalam permulaan tafsir surat An-Najm, Insya Allah.

Ibnu Abu Hatim menuturkan bahwa Muhammad ibnu Muslim pernah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in; ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Isma'il ibnu Ulayyah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 13) Hal ini di dunia.

Ayah Ibnu Abu Hatim pernah mengatakan dari Hisyam ibnu Ubaidillah yang telah mengatakan hal yang sama.

Pendapat lain mengatakan bahwa makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 13) Yakni semua penglihatan mata. Hal ini telah di-takhsis oleh hadis yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Tuhannya.

Pendapat lain —yaitu dari kalangan Mu'tazilah— mengatakan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap makna ayat ini, yaitu bahwa Allah tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, mereka berpendapat berbeda dengan ahli sunnah wal jama'ah dalam masalah ini karena ketidakmengertian mereka kepada apa yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah Rasulullah.

Adapun dalil dari Al-Qur’an ialah firman Allah Swt.:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)

Allah Swt. telah berfirman pula, menceritakan perihal orang-orang kafir:

كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)

Imam Syafii mengatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa orang-orang mukmin tidak terhalang untuk melihat Tuhan mereka Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Adapun mengenai dalil dari sunnah, maka banyak hadis mutawatir diriwayatkan dari Abu Sa'id, Abu Hurairah, Anas, Juraij, Suhaib, Bilal, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan sahabat, dari Nabi Saw.; semuanya menyebutkan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Allah di 'Arasat (halaman-halaman surga) dan di taman-taman surga. Semoga Allah menjadikan kita dari golongan mereka berkat karunia dan kemuliaan­Nya, amin.

Menurut pendapat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 13) Yakni oleh rasio (akal). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Al-Fallas, dari Ibnu Mahdi, dari Abul Husain Yahya ibnul Husain qari' ahli Mekah, bahwa dia telah mengatakan hal tersebut. Tetapi pendapat ini garib sekali, dan berbeda dengan makna lahiriah ayat. Seakan-akan dia berpandangan bahwa lafaz idrak di sini bermakna ru-yah.

Ulama lain mengatakan bahwa tidak ada pertentangan antara ketetapan melihat dan pe-nafi'-an idrak dan yang lebih khusus daripada ru-yah (melihat), karena sesungguhnya pengertian idrak (mencapai) tidak memastikan adanya pe-nafi-an hal yang lebih khusus dengan pe-nafi-an yang lebih umum.

Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai pengertian pencapaian yang ditiadakan (yang di-nafi-kan), yakni bagaimana hakikatnya? Menurut suatu pendapat, yang di-nafi-kan adalah mengetahui hakikat-Nya, karena sesungguhnya tidak ada yang mengetahui-Nya selain Dia sendiri, sekalipun orang-orang mukmin dapat melihat-Nya. Perihalnya sama dengan orang yang melihat rembulan, sesungguhnya dia tidak dapat mengetahui hakikat, keadaan, dan materinya. Maka Tuhan Yang Mahabesar lebih utama daripada hal tersebut, dan hanya Dialah Yang memiliki perumpamaan Yang Maha­tinggi.

Ibnu Ulayyah mengatakan bahwa pengertian tersebut (yakni mustahil mengetahui hakikat Allah) hanya terjadi di dunia. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa makna pengetahuan atau idrak lebih khusus daripada ru-yah (penglihatan), makna idrak sama dengan meliputi. Mereka mengatakan bahwa tidak adanya peliputan bukan berarti memastikan tidak adanya penglihatan, sebagaimana tidak adanya ilmu yang meliputi bukan berarti memastikan tidak adanya ilmu.

Allah Swt. telah berfirman:

وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا

sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi-Nya. (Thaha: 11)

Di dalam sebuah hadis sahih Muslim disebutkan:

"لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ على نفسك"

Saya tidak dapat meliputi pujian kepada-Mu, pujian-Mu hanyalah seperti apa yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu.

Hal ini tidaklah memastikan tidak adanya pujian kepada Dia. Maka demikian pula dalam masalah tersebut.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna ayat ialah penglihatan seseorang tidak dapat meliputi Kerajaan (Allah).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad ibnu Talhah Al-Qannad, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Sammak, dari Ikrimah, bahwa pernah ditanyakan kepadanya mengenai makna firman Allah Swt.: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 13) Ikrimah berkata, "Tidakkah engkau melihat langit?" Si penanya menjawab, "Ya, tentu saja melihat." Ikrimah berkata, "Apakah semuanya dapat terlihat?"

Sa'id ibnu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Bahwa Dia Mahabesar dari kemampuan penglihatan mata untuk dapat melihat-Nya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abu Urfujah, dari Atiyyah Al-Aufi sehubungan dengan makna firman-Nya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23) Atiyyah mengatakan bahwa mereka melihat Allah, tetapi pandangan mereka tidak dapat meliputi-Nya karena Kebesaran-Nya, sedangkan pandangan Allah meliputi mereka semuanya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Sehubungan dengan makna ayat ini, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dalam bab ini. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَاب بْنُ الْحَارِثِ السَّهْمِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عِمَارَةَ، عَنْ أَبِي رَوْقٍ، عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في قوله: لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ قَالَ: "لَوْ أَنَّ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ وَالشَّيَاطِينَ وَالْمَلَائِكَةَ مُنْذُ خُلِقُوا إِلَى أَنْ فَنُوا صُفّوا صَفًّا واحدًا، مَا أَحَاطُوا بِاللَّهِ أَبَدًا".

telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Bisyr Ammarah, dari Abu Rauq, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Nabi Saw. bersabda: Seandainya jin dan manusia, dan setan serta para malaikat—sejak mereka diciptakan hingga semuanya mati— dibariskan menjadi satu saf, niscaya mereka masih belum dapat meliputi Allah selama-lamanya.

Tetapi hadis ini garib dan tidak dikenal, melainkan hanya melalui jalur ini; tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang meriwayat­kannya.

Ulama lainnya lagi mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini dengan mengetengahkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam kitab Jami-nya, Ibnu Abu Asim di dalam kitab Sunnah-nya, Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya, Ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Al-Hakam ibnu Aban yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah berkata, "Aku pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, 'Muhammad pernah melihat Tuhannya Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.' Maka aku berkata, 'Bukankah Allah telah berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)?' Ibnu Abbas berkata kepadaku, 'Semoga engkau tidak beribu (yakni celakalah kamu). Yang demikian itu adalah nur-Nya yang juga merupakan nur-Nya. Apabila Allah menampakkan nur-Nya, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya'." Menurut riwayat lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat tegak karena-Nya. Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

Semakna dengan asar ini ada sebuah hadis yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Musa Al-Asy'ari r.a. secara marfu’ yaitu:

"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، حِجَابُهُ النُّورُ -أَوِ: النَّارُ -لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحات وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ"

Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur, dan tidak layak bagi-Nya tidur; Dia merendahkan timbangan (amal) dan meninggikannya. Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan siang hari sebelum malam tiba, dan amal malam hari sebelum siang hari tiba. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur (atau api), seandainya Dia membuka hijab~Nya, niscaya kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk-Nya sepanjang penglihatan-Nya.

Di dalam kitab-kitab terdahulu disebutkan bahwa sesungguhnya Allah berfirman kepada Musa ketika Musa memohon agar dapat melihat-Nya, "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat­Ku melainkan pasti mati, dan tidak ada benda mati pun (yang Aku menampakkan diri-Ku kepadanya) melainkan pasti hancur lebur." Dan Allah Swt. telah berfirman:

فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu membuat gunung itu hancur lebur dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau, dan aku orang yang pertama-tama beriman.” (Al-A'raf: 143)

Yang di-nafi-kan (ditiadakan) oleh asar ini adalah idrak secara khusus, tetapi bukan berarti me-nafi-kan dapat melihat-Nya kelak di hari kiamat; kelak di hari kiamat Allah menampakkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin menurut apa yang dikehendaki-Nya. Adapun mengenai keagungan dan kebesaran-Nya, sesuai dengan Zat-Nya Yang Mahatinggi lagi Mahasuci serta Mahabersih, tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Karena itulah Ummul Mu’minin Siti Aisyah r.a. menetapkan adanya penglihatan (dapat melihat Allah) di akhirat dan me-nafi-kan (meniadakan)nya di dunia. Siti Aisyah mengatakan demikian dengan berdalilkan firman-Nya yang mengatakan: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Hal yang di-nafi-kan oleh Siti Aisyah ialah pencapaian yang dengan kata lain melihat kebesaran dan keagungan Allah sesuai dengan keadaan Zat-Nya, karena sesungguhnya hal tersebut tidak mungkin bagi manusia, tidak mungkin bagi para malaikat, tidak mungkin pula bagi makhluk lainnya.

وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ

sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13)

Artinya, Dia meliputi semuanya dan mengetahui seluk-beluknya, karena sesungguhnya semuanya itu adalah makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain:

أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui? (Al-Mulk: 14)

Adakalanya pengertian absar diungkapkan menunjukkan makna orang-orang yang melihat, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dalam takwil firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 13) Yakni tiada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya, sedangkan Dia melihat semua makhluk.

Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 13) Yakni Mahahalus untuk mengeluarkannya lagi Maha Mengetahui tentang tempatnya, Wallahu A lam. Takwil ini sama pengertiannya dengan nasihat Luqman terhadap anaknya, seperti yang disitir oleh firman Allah Swt. berikut:

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

(Luqman berkata), "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16)


قَدْ جَآءَكُم بَصَآئِرُ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ عَمِىَ فَعَلَيْهَا ۚ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيْكُم بِحَفِيظٍۢ 104

(104) Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).

(104) 

Yang dimaksud dengan istilah basair ialah bukti-bukti dan hujah-hujah yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan semua yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.

فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ

maka barang siapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri (Al-An'am: 14)

Ayat tersebut semakna dengan ayat lain, yaitu:

مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا

Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. (Al-Isra: 15)

Karena itulah dalam surat ini disebutkan:

وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا

dan barang siapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. (Al-An'am: 14)

Setelah disebutkan basair, yakni bukti-bukti dan hujah-hujah, lalu disebutkan:

وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا

dan barang siapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. (Al-An'am: 14)

Artinya, sesungguhnya akibat buruknya akan menimpa dirinya sendiri; sama halnya dengan yang disebutkan di dalam firman lain:

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Al-Hajj: 46)

****

Adapun firman Allah Swt.:

وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ

Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara (kalian). (Al-An'am: 14)

Yakni bukan sebagai pemelihara, bukan pula sebagai pengawas, melainkan semata-mata sebagai penyampai; dan Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.

****

Firman Allah Swt.:

وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ

Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami. (Al-An'am: 15)

Yaitu sebagaimana Kami rincikan bukti-bukti itu dalam surat ini yang menerangkan tentang keesaan, dan bahwa Allah itu tidak ada Tuhan selain Dia, maka demikian pula Kami jelaskan semua ayat; Kami tafsirkan dan Kami terangkan pada tiap-tiap tempatnya, mengingat ketidaktahuan orang-orang yang bodoh. Juga agar orang-orang musyrik dan orang-orang kafir yang mendustakan Rasul mengatakan, "Hai Muhammad, engkau telah belajar dari orang-orang Ahli Kitab sebelummu, dan engkau membaca serta mengetahuinya dari mereka."

Demikianlah takwil ayat ini menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id Ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami ayahku,telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna darasta ialah 'engkau membaca, membantah, dan berdebat'. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika menceritakan kedustaan dan keingkaran mereka (orang-orang musyrik), yaitu melalui firman-Nya:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا. وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا

Dan orang-orang kafir berkata, "Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain "; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan.” (Al-Furqan: 4-5), hingga akhir ayat.

Allah Swt. telah berfirman pula, menceritakan tentang dugaan dan kedustaan mereka:

إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هَذَا إِلا قَوْلُ الْبَشَرِ

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkan), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut; kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” (Al-Muddassir: 18-25)

Adapun firman Allah Swt.:

وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 15)

Artinya, agar Kami menerangkan Al-Qur'an itu kepada kaum yang mengetahui kebenaran, lalu mereka mengikutinya, dan Kami terangkan Al-Qur'an itu kepada mereka agar mereka mengetahui mana yang batil, lalu mereka menjauhinya. Hanya kebijaksanaan Allah-lah yang menetapkan kesesatan mereka, karena Dia telah menyampaikan penjelasan kepada mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا

Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. (Al-Baqarah: 26), hingga akhir ayat.

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat-ayat yang lain, yaitu:

لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ

agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 53)

وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلا مَلائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا وَلا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلا هُوَ

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin, dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, dan orang-oraiig kafir (mengatakan), "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perum­pamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al-Muddassir: 31)

وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا

Dan Kami turunkan Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82)

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ

Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (Fushshilat: 44)

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah Swt. menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk buat orang-orang yang bertakwa. Dengan Al-Qur'an itu Dia menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya, dengan Al-Qur'an pula Dia memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:

وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang yang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab), "dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur'an itu kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 15)

Sebagian ulama ada yang membaca firman-Nya, "Darasta" dengan pengertian 'engkau baca dan engkau pelajari'; demikianlah menurut At-Tamimi, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Mujahid, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Abdur Razzaq telah mengatakan dari Ma'mar, bahwa Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab).”(Al-An'am: 15) Bahwa darasta dibaca darasat sehingga artinya menjadi kuno dan telah berlalu atau sudah usang.

Abdur Razzaq telah mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar; ia pernah mendengar tbnuz Zubair mengatakan bahwa sesungguhnya ada anak-anak yang membaca ayat ini dengan bacaan darasat, padahal sesungguhnya bacaan yang sebenarnya adalah darasat.

Syu'bah mengatakan, Abu Ishaq Al-Hamdani telah menceritakan kepada kami bahwa lafaz ini menurut qiraat Ibnu Mas'ud dibaca darasat.

Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa ia membacanya darasta dengan makna 'engkau telah membaca dan mempelajarinya'.

Menurut Ma'mar, dari Qatadah, disebutkan darasta dengan makna 'engkau telah membacanya'. Menurut dialek bacaan Ibnu Mas'ud disebutkan darasa. Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Harun yang mengatakan bahwa lafaz ini menurut dialek Ubay ibnu Ka'b dan Ibnu Mas'ud ialah darasa.

Harun mengatakan bahwa mereka bermaksud bahwa Nabi Saw. telah membacanya.

Tetapi pendapat ini garib, karena sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b hal yang berbeda dengan hal tersebut.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Lais, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Buzzah Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Zam'ah, dari ayahnya, dari Humaid Al-A"raj, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah membacakan kepadaku ayat ini dengan bacaan berikut: dan supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab).” (Al-An'am: 15)

Diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Wahb ibnu Zam'ah. Imam Hakim mengatakan bahwa bacaan yang dimaksud ialah darasta. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dijadikan standar bagi predikat sahih suatu hadis) tidak mengetengahkannya.


وَكَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلْءَايَٰتِ وَلِيَقُولُوا۟ دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُۥ لِقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ 105

(105) Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab)", dan supaya Kami menjelaskan Al Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui.

(105) 

Firman Allah Swt.:

وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ

Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami. (Al-An'am: 15)

Yaitu sebagaimana Kami rincikan bukti-bukti itu dalam surat ini yang menerangkan tentang keesaan, dan bahwa Allah itu tidak ada Tuhan selain Dia, maka demikian pula Kami jelaskan semua ayat; Kami tafsirkan dan Kami terangkan pada tiap-tiap tempatnya, mengingat ketidaktahuan orang-orang yang bodoh. Juga agar orang-orang musyrik dan orang-orang kafir yang mendustakan Rasul mengatakan, "Hai Muhammad, engkau telah belajar dari orang-orang Ahli Kitab sebelummu, dan engkau membaca serta mengetahuinya dari mereka."

Demikianlah takwil ayat ini menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id Ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami ayahku,telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Amr ibnu Kaisan yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna darasta ialah 'engkau membaca, membantah, dan berdebat'. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika menceritakan kedustaan dan keingkaran mereka (orang-orang musyrik), yaitu melalui firman-Nya:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا. وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا

Dan orang-orang kafir berkata, "Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain "; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. Dan mereka berkata, "Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan.” (Al-Furqan: 4-5), hingga akhir ayat.

Allah Swt. telah berfirman pula, menceritakan tentang dugaan dan kedustaan mereka:

إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هَذَا إِلا قَوْلُ الْبَشَرِ

Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkan), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut; kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, "(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” (Al-Muddassir: 18-25)

Adapun firman Allah Swt.:

وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur’an itu kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 15)

Artinya, agar Kami menerangkan Al-Qur'an itu kepada kaum yang mengetahui kebenaran, lalu mereka mengikutinya, dan Kami terangkan Al-Qur'an itu kepada mereka agar mereka mengetahui mana yang batil, lalu mereka menjauhinya. Hanya kebijaksanaan Allah-lah yang menetapkan kesesatan mereka, karena Dia telah menyampaikan penjelasan kepada mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا

Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. (Al-Baqarah: 26), hingga akhir ayat.

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat-ayat yang lain, yaitu:

لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ

agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 53)

وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلا مَلائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا وَلا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلا هُوَ

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin, dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, dan orang-oraiig kafir (mengatakan), "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perum­pamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al-Muddassir: 31)

وَنُنزلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا

Dan Kami turunkan Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82)

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ

Katakanlah, "Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (Fushshilat: 44)

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah Swt. menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk buat orang-orang yang bertakwa. Dengan Al-Qur'an itu Dia menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya, dengan Al-Qur'an pula Dia memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:

وَكَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan supaya orang-orang yang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab), "dan supaya Kami menjelaskan Al-Qur'an itu kepada orang-orang yang mengetahui. (Al-An'am: 15)

Sebagian ulama ada yang membaca firman-Nya, "Darasta" dengan pengertian 'engkau baca dan engkau pelajari'; demikianlah menurut At-Tamimi, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Mujahid, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Abdur Razzaq telah mengatakan dari Ma'mar, bahwa Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab).”(Al-An'am: 15) Bahwa darasta dibaca darasat sehingga artinya menjadi kuno dan telah berlalu atau sudah usang.

Abdur Razzaq telah mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar; ia pernah mendengar tbnuz Zubair mengatakan bahwa sesungguhnya ada anak-anak yang membaca ayat ini dengan bacaan darasat, padahal sesungguhnya bacaan yang sebenarnya adalah darasat.

Syu'bah mengatakan, Abu Ishaq Al-Hamdani telah menceritakan kepada kami bahwa lafaz ini menurut qiraat Ibnu Mas'ud dibaca darasat.

Sa'id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa ia membacanya darasta dengan makna 'engkau telah membaca dan mempelajarinya'.

Menurut Ma'mar, dari Qatadah, disebutkan darasta dengan makna 'engkau telah membacanya'. Menurut dialek bacaan Ibnu Mas'ud disebutkan darasa. Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Harun yang mengatakan bahwa lafaz ini menurut dialek Ubay ibnu Ka'b dan Ibnu Mas'ud ialah darasa.

Harun mengatakan bahwa mereka bermaksud bahwa Nabi Saw. telah membacanya.

Tetapi pendapat ini garib, karena sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b hal yang berbeda dengan hal tersebut.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Lais, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Buzzah Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Zam'ah, dari ayahnya, dari Humaid Al-A"raj, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah membacakan kepadaku ayat ini dengan bacaan berikut: dan supaya orang-orang musyrik mengatakan, "Kamu telah mempelajari ayat-ayat itu (dari Ahli Kitab).” (Al-An'am: 15)

Diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Wahb ibnu Zam'ah. Imam Hakim mengatakan bahwa bacaan yang dimaksud ialah darasta. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dijadikan standar bagi predikat sahih suatu hadis) tidak mengetengahkannya.


ٱتَّبِعْ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْمُشْرِكِينَ 106

(106) Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.

(106) 

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya dan semua orang yang mengikuti jalannya:

اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ

Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-An'am: 16)

Yakni ikutilah, telusurilah jejaknya, dan amalkanlah, karena sesungguhnya apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu adalah benar belaka; tiada keraguan padanya, karena sesungguhnya Allah itu tidak ada Tuhan selain Dia.

وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. (Al-An'am: 16)

Maksudnya, biarkanlah mereka dan maafkanlah mereka, serta bersabarlah dalam menghadapi gangguan mereka hingga Allah membukakan jalan kepadamu, memberimu pertolongan dan kemenangan atas mereka. Dan perlu engkau ketahui bahwa karena hikmah yang hanya diketahui oleh Allah saja, Dia menyesatkan mereka; karena sesungguhnya seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia dapat memberikan petunjuk kepada semua orang; dan seandainya Dia menghendaki, niscaya Dia dapat menghimpun mereka ke jalan hidayah.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكُوا

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan-(Nya). (Al-An'am: 17)

Bahkan milik-Nyalah semua kehendak dan hikmah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya dan yang dipilih-Nya; Dia tidak ada yang mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya, tetapi mereka pasti dimintai pertanggungjawabannya.

Firman Allah Swt.:

وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka. (Al-An'am: 17)

Artinya, pemelihara yang menjaga ucapan dan perbuatan mereka.

وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ

dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka. (Al-An'am: 17)

Yakni sebagai orang yang diserahi tugas untuk memelihara rezeki dan urusan mereka, seperti yang disebutkan dalam firman-firman lainnya, yaitu:

إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ

Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). (Asy-Syura: 48)

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ * لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Gasyiyah: 21-22)

فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ

karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 4)


وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ مَآ أَشْرَكُوا۟ ۗ وَمَا جَعَلْنَٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًۭا ۖ وَمَآ أَنتَ عَلَيْهِم بِوَكِيلٍۢ 107

(107) Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan(Nya). Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.

(107) 


وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكُوا

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan-(Nya). (Al-An'am: 17)

Bahkan milik-Nyalah semua kehendak dan hikmah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya dan yang dipilih-Nya; Dia tidak ada yang mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya, tetapi mereka pasti dimintai pertanggungjawabannya.

Firman Allah Swt.:

وَمَا جَعَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka. (Al-An'am: 17)

Artinya, pemelihara yang menjaga ucapan dan perbuatan mereka.

وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ

dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka. (Al-An'am: 17)

Yakni sebagai orang yang diserahi tugas untuk memelihara rezeki dan urusan mereka, seperti yang disebutkan dalam firman-firman lainnya, yaitu:

إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ

Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). (Asy-Syura: 48)

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ * لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (Al-Gasyiyah: 21-22)

فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ

karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 4)


وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍۢ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ 108

(108) Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

(108) 

Allah Swt. berfirman, melarang Rasul-Nya dan orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan orang-orang musyrik, sekalipun dalam makian itu terkandung maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar daripada itu. Kerusakan yang dimaksud ialah balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)

Seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan asbabun nuzul ayat ini. Disebutkan bahwa orang-orang musyrik berkata, "Hai Muhammad, berhentilah kamu dari mencaci tuhan-tuhan kami; atau kalau tidak berhenti, kami akan balas mencaci maki Tuhanmu." Maka Allah melarang kaum mukmin mencaci berhala-berhala sembahan kaum musyrik.

فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (Al-An'am: 18)

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa dahulu orang-orang muslim sering mencaci maki berhala-berhala orang-orang kafir, maka orang-orang kafir balas mencaci maki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Oleh sebab itu, turunlah ayat ini.

Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari As-Saddi yang telah mengatakan sehubungan dengan tafsir (asbabun nuzul) ayat ini,

لَمَّا حَضَرَ أَبَا طَالِبٍ الْمَوْتُ قَالَتْ قُرَيْشٌ: انْطَلِقُوا فَلْنَدْخُلْ عَلَى هَذَا الرَّجُلِ، فَلْنَأْمُرْهُ أَنْ يَنْهَى عَنَّا ابْنَ أَخِيهِ، فَإِنَّا نَسْتَحْيِي أَنْ نَقْتُلَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ، فَتَقُولُ الْعَرَبُ: كَانَ يَمْنَعُهُمْ فَلَمَّا مَاتَ قَتَلُوهُ. فَانْطَلَقَ أَبُو سُفْيَانَ، وَأَبُو جَهْلٍ، وَالنَّضْرُ بْنُ الْحَارِثِ، وَأُمَيَّةُ، وَأُبَيٌّ ابْنَا خَلَفٍ، وَعُقْبَةُ بْنُ أَبِي مُعِيط، وَعَمْرُو بْنُ الْعَاصِ، وَالْأَسْوَدُ بْنُ البَخْتَري وَبَعَثُوا رَجُلًا مِنْهُمْ يُقَالُ لَهُ: "الْمُطَّلِبُ"، قَالُوا: اسْتَأْذِنْ لَنَا عَلَى أَبِي طَالِبٍ، فَأَتَى أَبَا طَالِبٍ فَقَالَ: هَؤُلَاءِ مَشْيَخَةُ قَوْمِكَ يُرِيدُونَ الدُّخُولَ عَلَيْكَ، فَأَذِنَ لَهُمْ عَلَيْهِ، فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَنْتَ كَبِيرُنَا وَسَيِّدُنَا، وَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ آذَانَا وَآذَى آلِهَتَنَا، فَنُحِبُّ أَنْ تَدْعُوَهُ فَتَنْهَاهُ عَنْ ذِكْرِ آلِهَتِنَا، ولندَعْه وَإِلَهَهُ. فَدَعَاهُ، فَجَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ أَبُو طَالِبٍ: هَؤُلَاءِ قَوْمُكَ وَبَنُو عَمِّكَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تُرِيدُونَ؟ ". قَالُوا: نُرِيدُ أَنْ تَدَعَنَا وَآلِهَتَنَا، ولندَعْك وَإِلَهَكَ. قَالَ لَهُ أَبُو طَالِبٍ: قَدْ أَنْصَفَكَ قَوْمُكَ، فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَعْطَيْتُكُمْ هَذَا، هَلْ أَنْتُمْ مُعْطِيَّ كَلِمَةً إِنْ تَكَلَّمْتُمْ بِهَا مَلَكْتُمْ بِهَا الْعَرَبَ، وَدَانَتْ لَكُمْ بِهَا الْعَجَمُ، وَأَدَّتْ لَكُمُ الْخَرَاجَ؟ " قال أبو جهل: وأبيك لأعطينكها وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا [قَالَ] فَمَا هِيَ؟ قَالَ: "قُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ". فَأَبَوْا وَاشْمَأَزُّوا. قَالَ أَبُو طَالِبٍ: يَا ابْنَ أَخِي، قُلْ غَيْرَهَا، فَإِنَّ قَوْمَكَ قَدْ فَزِعُوا مِنْهَا. قَالَ: " يَا عَمِّ، مَا أَنَا بِالَّذِي أَقُولُ غَيْرَهَا، حَتَّى يَأْتُوا بِالشَّمْسِ فَيَضَعُوهَا فِي يَدِي، وَلَوْ أَتَوْا بِالشَّمْسِ فَوَضَعُوهَا فِي يَدِي مَا قُلْتُ غَيْرَهَا".

bahwa ketika Abu Talib di ambang kematiannya, orang-orang Quraisy berkata, "Mari kita berangkat ke rumah orang ini, lalu kita perintahkan dia agar mencegah keponakannya dari kita, karena sesungguhnya kita benar-benar merasa malu bila membunuhnya sesudah dia meninggal dunia. Lalu orang-orang Arab akan memberikan komentarnya, bahwa dahulu Abu Talib melindunginya, tetapi setelah Abu Talib meninggal dunia mereka baru berani membunuhnya. Maka berangkatlah Abu Sufyan, Abu Jahal, Nadr ibnul Haris, Umayyah serta Ubay (keduanya anak Khalaf), Uqbah ibnu Abu Mu'it, Amr ibnul As, dan Al-Aswad ibnul Bukhturi. Mereka terlebih dahulu mengutus seorang lelaki dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Al-Muttalib. Mereka berpesan kepadanya, "Mintakanlah izin bagi kami kepada Abu Talib (agar kami diizinkan masuk menjenguknya)." Lalu utusan itu datang menemui Abu Talib dan berkata kepadanya, "Mereka adalah para tetua kaummu, mereka ingin masuk menjengukmu" Abu Talib mengizinkan mereka menjenguk dirinya, lalu mereka masuk menemuinya dan berkata, "Hai Abu Talib engkau adalah pembesar dan pemimpin kami. Sesungguhnya Muhammad telah menyakiti kami dan sembahan-sembahan kami, maka kami menginginkan agar sudilah engkau memanggilnya, lalu cegahlah dia, jangan mengata-ngatai sembahan-sembahan kami lagi, maka kami pun akan membiarkannya bersama Tuhannya." Nabi Saw. dipanggil, maka Nabi Saw. datang, dan Abu Talib berkata kepadanya, "Mereka adalah kaummu, juga anak-anak pamanmu." Rasulullah Saw. bertanya, "Apa yang kalian kehendaki?" Mereka menjawab, "Kami menginginkan agar engkau membiarkan kami dan sembahan-sembahan kami, maka kami pun akan membiarkan engkau dan Tuhanmu." Nabi Saw. berkata, "Bagaimana pendapat kalian jika aku menyetujui hal itu? Apakah kalian mau memberiku suatu kalimat yang jika kalian ucapkan kalimat ini niscaya kalian akan merajai semua orang Arab dengannya dan tunduklah kepada kalian semua orang Ajam (selain Arab), serta akan membayar upeti kepada kalian?" Abu Jahal bertanya, "Demi ayahmu, kami benar-benar akan memberimu sepuluh kali lipat dari apa yang engkau minta, tetapi apakah yang engkau maksudkan dengan kalimat itu?" Nabi Saw. bersabda: Ucapkanlah, "Tidak ada Tuhan selain Allah" Tetapi mereka menolak dan merasa enggan untuk mengucapkannya. Abu Talib berkata, "Hai anak saudaraku, katakanlah yang lainnya, karena sesungguhnya kaummu merasa kaget dengan ucapan itu." Rasulullah Saw. berkata: Wahai paman, aku sekali-kali tidak akan mengatakan yang lainnya hingga mereka mendatangkan matahari, lalu mereka letakkan di tanganku; dan seandainya mereka dapat mendatangkan matahari, lalu meletakkannya di tanganku ini, aku tetap tidak akan me­ngatakan yang lainnya.

Nabi Saw. mengatakan demikian dengan maksud memutuskan harapan mereka untuk dapat membujuk dirinya. Maka mereka marah dan mengatakan, "Kamu benar-benar menghentikan cacianmu terhadap sembahan kami, atau kami akan balas mencacimu dan Tuhan yang memerintahmu?" Yang demikian itu adalah yang dimaksudkan di dalam firman-Nya: karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (Al-An'am: 18)

Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meninggalkan suatu maslahat demi mencegah terjadinya mafsadat (kerusakan) yang jauh lebih parah daripada maslahat adalah hal yang diperintahkan.

Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"مَلْعُونٌ مِنْ سَبِّ وَالِدَيْهِ". قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: "يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ".

Terlaknatlah seseorang yang memaki kedua orang tuanya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimanakah seseorang dapat mencaci kedua orang tuanya sendiri?" Rasulullah Saw. bersabda: Dia mencaci bapak seseorang, lalu orang yang dicacinya itu balas mencaci bapaknya. Dan dia mencaci ibu seseorang, lalu orang yang dicacinya itu balas mencaci ibunya.

*****

Firman Allah Swt.:

كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ

Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. (Al-An'am: 18)

Yakni sebagaimana Kami hiaskan kepada mereka cinta kepada berhala-berhalanya, membelanya, dan menolongnya, maka Kami hiaskan pula kepada setiap umat dari kalangan umat terdahulu yang sesat menyukai amal perbuatan mereka. Hanya milik Allah-lah hujah yang kuat dan hikmah yang sempurna dalam menentukan apa yang dikehendaki dan apa yang dipilih-Nya.

ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ

Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka. (Al-An'am: 18)

Maksudnya, kepulangan dan pengembalian mereka.

فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

lalu Dia memberikan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (Al-An'am: 18)

Yakni Dia akan membalas mereka sesuai dengan amal perbuatan mereka. Jika amal perbuatan mereka baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan mereka buruk, maka balasannya buruk pula.


وَأَقْسَمُوا۟ بِٱللَّهِ جَهْدَ أَيْمَٰنِهِمْ لَئِن جَآءَتْهُمْ ءَايَةٌۭ لَّيُؤْمِنُنَّ بِهَا ۚ قُلْ إِنَّمَا ٱلْءَايَٰتُ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَآ إِذَا جَآءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ 109

(109) Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah". Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman.

(109) 

Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang musyrik. Mereka bersumpah dengan menyebut nama Allah dengan segala kesungguhan, yakni dengan sumpah yang kuat:

لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آيَةٌ

bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat. (Al-An'am: 19)

Yang dimaksud dengan ayatun dalam ayat ini ialah mukjizat dan hal yang bertentangan dengan hukum alam.

لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا

mereka benar-benar akan beriman kepadanya. (Al-An'am: 19)

Yakni mereka benar-benar akan percaya kepadanya.

قُلْ إِنَّمَا الآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ

Katakanlah, "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah" (Al-An'am: 19)

Maksudnya: Katakanlah, hai Muhammad, kepada mereka yang meminta kepadamu agar diturunkan mukjizat-mukjizat kepadamu dengan permintaan yang bernadakan kekufuran, keingkaran, dan tantangan, bukan meminta karena ingin mendapat hidayah dan petunjuk, bahwa sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanyalah bergantung kepada Allah. Jika Dia menghendakinya, niscaya Dia akan memperlihatkannya kepada kalian; dan jika Dia menghendaki selainnya, Dia tidak akan menurunkannya dan membiarkan kalian.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا هَنَّاد حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْر، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ القُرَظِي قَالَ: كَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا، فَقَالُوا: يَا مُحَمَّدُ، تُخْبِرُنَا أَنَّ مُوسَى كَانَ مَعَهُ عَصًا يَضْرِبُ بِهَا الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا، وَتُخْبِرُنَا أَنَّ عِيسَى كَانَ يُحْيِي الْمَوْتَى، وَتُخْبِرُنَا أَنَّ ثَمُودَ كَانَتْ لَهُمْ نَاقَةٌ، فَأْتِنَا مِنَ الْآيَاتِ حَتَّى نُصَدِّقَكَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أي شَيْءٍ تُحِبُّونَ أَنْ آتِيَكُمْ بِهِ؟ ". قَالُوا: تَجْعَلُ لَنَا الصَّفَا ذَهَبًا. فَقَالَ لَهُمْ: "فَإِنْ فَعَلْتُ تُصَدِّقُونِي؟ ". قَالُوا: نَعَمْ، وَاللَّهِ لَئِنْ فَعَلْتَ لَنَتَّبِعُكَ أَجْمَعِينَ. فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو، فَجَاءَهُ جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ لَهُ: لَكَ مَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَصْبَحَ الصَّفَا ذَهَبًا، وَلَئِنْ أُرْسِلَ آيَةً فَلَمْ يُصَدِّقُوا عِنْدَ ذَلِكَ لَيُعَذِّبَنَّهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَاتْرُكْهُمْ حَتَّى يَتُوبَ تَائِبُهُمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] بَلْ يَتُوبُ تَائِبُهُمْ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ: وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ إِلَى قَوْلِهِ [تَعَالَى] يَجْهَلُونَ

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa orang-orang Quraisy pernah berbicara kepada Rasulullah Saw. Mereka mengatakan, "Hai Muhammad, engkau telah ceritakan kepada kami bahwa Musa mempunyai tongkat yang dapat ia pukulkan ke batu, lalu memancarlah dari batu itu mata air sebanyak dua belas mata air. Dan engkau telah ceritakan kepada kami bahwa Isa dapat menghidupkan orang-orang mati. Dan engkau telah bercerita kepada kami bahwa Samud mempunyai unta (maksudnya unta Nabi Saleh), maka datangkanlah kepada kami sebagian dari mukjizat-mukjizat itu olehmu agar kami dapat percaya kepadamu." Rasulullah Saw. bersabda, "Hal apakah yang kalian inginkan agar aku datangkan kepada kalian?" Mereka menjawab, "Engkau jadikan buat kami Bukit Safa ini menjadi emas." Nabi Saw. bersabda, "Jika aku dapat melakukannya, apakah kalian mau percaya (beriman) kepadaku?" Mereka menjawab, "Ya, demi Allah, jika engkau benar-benar dapat melakukannya, kami semua sungguh akan beriman kepadamu." Maka Rasulullah Saw. berdiri, lalu berdoa. Dan Malaikat Jibril a.s. datang kepadanya, lalu berkata, "Pilihlah sesukamu, jika kamu menginginkan Bukit Safa menjadi emas, maka pada pagi harinya Bu­kit Safa akan menjadi emas. Tetapi bila suatu mukjizat diturunkan, lalu mereka tidak mempercayainya, maka sungguh Allah akan mengazab mereka. Jika kamu menginginkan membiarkan mereka, maka biarkanlah permintaan mereka (jangan kamu kabulkan) untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang dari kalangan mereka yang mau bertobat." Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, saya menginginkan agar orang-orang yang sadar dari kalangan mereka mau bertobat." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan (Al-An'am: 19) sampai dengan firman-Nya: tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-An'am: 111).

Hadis ini berpredikat mursal, tetapi mempunyai banyak syahid yang menguatkannya, diriwayatkan melalui berbagai jalur.

Allah Swt. telah berfirman:

وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ

Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. (Al-Isra: 59), hingga akhir ayat.

*****

Mengenai firman Allah Swt.:

وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ

Dan apakah yang memberitahukan kepada kalian bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman. (Al-An'am: 19)

Menurut suatu pendapat, orang-orang yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah kaum musyrik. Demikianlah menurut Mujahid. Seakan-akan dikatakan kepada mereka bahwa apakah yang memberitahukan kepada kalian akan kebenaran dari sumpah-sumpah yang kalian ucapkan itu.

Berdasarkan pengertian ini. berarti firman-Nya: bahwa apabila mukjizat datang, mereka tidak akan beriman. (Al-An'am: 19)

dibaca innaha karena dianggap sebagai jumlah istinaf (kalimat permulaan) yang menegaskan tentang ketiadaan iman mereka di saat mukjizat-mukjizat yang mereka minta didatangkan kepada mereka.

Sebagian ulama lain membacanya: bahwa apabila mukjizat datang, kalian tidak akan beriman. (Al-An'am: 19) Yakni dengan bacaan tu-minuna yang artinya ditujukan kepada lawan bicara.

Menurut pendapat lain, mukhatab (lawan bicara) yang dimaksudkan oleh firman-Nya: Dan apakah yang memberitahukan kepada kalian. (Al-An'am: 19) Mereka adalah orang-orang mukmin.

Allah Swt. berfirman, "Dan apakah yang memberitahukan kepada kalian, hai orang-orang mukmin?" Berdasarkan qiraat ini, berarti firman-Nya, "Innaha? boleh dibaca kasrah seperti bacaan pertama, boleh pula dibaca annaha karena dianggap sebagai ma’mul dari lafaz yusy'irukum. Dengan demikian, berarti huruf la yang ada dalam firman-Nya: bahwa apabila mukjizat datang, mereka tidak akan beriman. (Al-An'am: 19) berkedudukan menjadi silah,

perihalnya sama dengan firman-Nya:

مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ

Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu? (Al-A'raf: 12)

Dan firman Allah Swt.:

وَحَرَامٌ عَلَى قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَنَّهُمْ لَا يَرْجِعُونَ

Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali (kepada Kami). (Al-Anbiya: 95)

Artinya, apakah yang mencegahmu untuk bersujud kepada Adam ketika Aku perintahkan kamu melakukannya? Dan sungguh tidak mungkin atas penduduk suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali kepada Kami.

Berdasarkan pengertian ini, berarti makna ayat yang sedang dibahas ialah: Dan apakah yang memberitahukan kepada kalian, hai orang-orang mukmin, perihal orang-orang yang kalian harapkan hal itu bagi mereka karena terdorong oleh keinginan kalian agar mereka beriman, bahwa apabila mukjizat-mukjizat itu datang, mereka mau beriman?

Sebagian ulama mengatakan bahwa lafaz annaha bermakna la alla yang artinya 'mudah-mudahan'. Ibnu Jarir mengatakan, mereka menyebutkan bahwa memang demikianlah maknanya menurut qiraat Ubay ibnu Ka'b. Menurut Ibnu Jarir, telah disebutkan dari perkataan orang Arab secara sima'i ( idiom ) kalimat berikut: "Pergilah ke pasar, mudah-mudahan engkau membelikan sesuatu (makanan) buat kami." Lafaz innaka di sini bermakna la 'allaka, yakni agar engkau membelikan buat kami sesuatu.

Ibnu Jarir mengatakan, menurut suatu pendapat ada yang mengatakan bahwa perkataan Addi Ibnu Zaid Al-Ibadi dalam bait syair berikut termasuk ke dalam bab ini, yaitu:

أَعَاذِلُ مَا يُدْريك أَنَّ مَنيَّتي ... إِلَى سَاعَةٍ فِي الْيَوْمِ أَوْ فِي ضُحَى الغَد

Hai orang yang mencela, apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa ajalku hanya sampai sesaat lagi dalam hari ini atau pada pagi hari keesokannya?

Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan mengemukakan beberapa syawahid atau bukti yang memperkuat pendapatnya dari syair-syair orang-orang Arab.

****

Firman Allah Swt.:

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 11)

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa ketika orang-orang musyrik mengingkari Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah, maka hati mereka dijadikan tidak tetap atas sesuatu pun dan menolak setiap perintah.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka. (Al-An'am: 11) Yakni Kami halang-halangi antara mereka dan iman. Dan seandainya datang kepada mereka semua bukti (mukjizat), niscaya mereka tidak akan beriman, sebagaimana Kami halang-halangi mereka antara diri mereka dan iman seperti pada permulaannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Abdur Rahman Ibnu Zaid Ibnu Aslam.

Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Allah Swt. menceritakan perihal apa yang akan dikatakan oleh hamba-hamba-Nya sebelum mereka mengatakannya, dan apa yang akan mereka lakukan sebelum mereka mengerjakannya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ

dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu-sebagai yang diberitakan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fatir: 14)

أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ

supaya jangan ada orang yang mengatakan, "Amat besar penyesalan atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah. (Az-Zumar: 56)

sampai dengan firman-Nya:

لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik.” (Az-Zumar: 58)

Allah Swt. menceritakan, "Seandainya mereka dikembalikan ke dunia lagi, pastilah mereka tidak akan mengikuti jalan petunjuk (sama dengan keadaan mereka semula)," seperti yang disebutkan oleh firman yang lain, yaitu:

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 28)

Dan dalam surat ini disebutkan:

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 11)

Dengan kata lain, seandainya mereka dikembalikan ke dunia, niscaya akan dihalang-halangi antara mereka dan jalan hidayah, sebagaimana Kami menghalang-halangi antara mereka dan iman sejak permulaannya ketika mereka masih hidup di dunia.

****

Firman Allah Swt.:

وَنَذَرُهُمْ

dan Kami biarkan mereka. (Al-An'am: 11)

Yakni Kami tinggalkan mereka.

فِي طُغْيَانِهِمْ

dalam kesesatannya. (Al-An'am: 11)

Menurut Ibnu Abbas dan As-Saddi, makna tugyan dalam ayat ini ialah kekufuran. Sedangkan menurut Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah ialah kesesatan.

يَعْمَهُونَ

bergelimang. (Al-An'am: 11)

Menurut Al-A'masy artinya bermain-main. Sedangkan menurut Ibnu Abbas. Mujahid. Abul Aliyah, Ar-Rabi, dan Abu Malik serta lain-lainnya adalah bergelimang, yakni mereka bergelimang dalam kekafirannya.


وَنُقَلِّبُ أَفْـِٔدَتَهُمْ وَأَبْصَٰرَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا۟ بِهِۦٓ أَوَّلَ مَرَّةٍۢ وَنَذَرُهُمْ فِى طُغْيَٰنِهِمْ يَعْمَهُونَ 110

(110) Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.

(110) 

Firman Allah Swt.:

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 11)

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa ketika orang-orang musyrik mengingkari Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah, maka hati mereka dijadikan tidak tetap atas sesuatu pun dan menolak setiap perintah.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka. (Al-An'am: 11) Yakni Kami halang-halangi antara mereka dan iman. Dan seandainya datang kepada mereka semua bukti (mukjizat), niscaya mereka tidak akan beriman, sebagaimana Kami halang-halangi mereka antara diri mereka dan iman seperti pada permulaannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Abdur Rahman Ibnu Zaid Ibnu Aslam.

Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Allah Swt. menceritakan perihal apa yang akan dikatakan oleh hamba-hamba-Nya sebelum mereka mengatakannya, dan apa yang akan mereka lakukan sebelum mereka mengerjakannya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ

dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu-sebagai yang diberitakan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fatir: 14)

أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ

supaya jangan ada orang yang mengatakan, "Amat besar penyesalan atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah. (Az-Zumar: 56)

sampai dengan firman-Nya:

لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik.” (Az-Zumar: 58)

Allah Swt. menceritakan, "Seandainya mereka dikembalikan ke dunia lagi, pastilah mereka tidak akan mengikuti jalan petunjuk (sama dengan keadaan mereka semula)," seperti yang disebutkan oleh firman yang lain, yaitu:

وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 28)

Dan dalam surat ini disebutkan:

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya. (Al-An'am: 11)

Dengan kata lain, seandainya mereka dikembalikan ke dunia, niscaya akan dihalang-halangi antara mereka dan jalan hidayah, sebagaimana Kami menghalang-halangi antara mereka dan iman sejak permulaannya ketika mereka masih hidup di dunia.

****

Firman Allah Swt.:

وَنَذَرُهُمْ

dan Kami biarkan mereka. (Al-An'am: 11)

Yakni Kami tinggalkan mereka.

فِي طُغْيَانِهِمْ

dalam kesesatannya. (Al-An'am: 11)

Menurut Ibnu Abbas dan As-Saddi, makna tugyan dalam ayat ini ialah kekufuran. Sedangkan menurut Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah ialah kesesatan.

يَعْمَهُونَ

bergelimang. (Al-An'am: 11)