6 - الأنعام - Al-An'aam
The Cattle
Meccan
فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهْدِيَهُۥ يَشْرَحْ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَٰمِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُۥ يَجْعَلْ صَدْرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًۭا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى ٱلسَّمَآءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ 125
(125) Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
(125)
Firman Allah Swt.:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125)
Yaitu memudahkan jalan baginya untuk memeluk Islam, memberinya semangat, serta melancarkannya untuk memeluknya; hal ini merupakan alamat kebaikan bagi orang yang bersangkutan. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya. (Az-Zumar: 22), hingga akhir ayat.
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (Al-Hujurat: 7)
Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) mengatakan bahwa Allah melapangkan dadanya kepada ajaran tauhid dan iman kepada-Nya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Malik dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Makna ini sudah jelas.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ قَالَ: سُئل النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: "أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَكْثَرُهُمْ لِمَا بعده استعدادًا". قال: وَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَقَالُوا: كَيْفَ يَشْرَحُ صَدْرَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نُورٌ يُقْذَف فِيهِ، فَيَنْشَرِحُ لَهُ وَيَنْفَسِحُ". قَالُوا: فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ يُعرف بِهَا؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الخُلُود، والتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ لِقَاءِ الْمَوْتِ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya, "Orang beriman manakah yang paling cerdas akalnya?" Nabi Saw. menjawab: Orang yang paling banyak mengingat mati di antara mereka dan yang paling banyak membekali dirinya untuk kehidupan sesudah mati. Dan Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan melapangkan dadanya?" Rasulullah Saw. bersabda: Merupakan suatu nur yang dipancarkan ke dalam dadanya, sehingga dada orang yang bersangkutan menjadi lapang dan mau menerimanya. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tanda-tanda yang menjadi alamatnya?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Selalu ingat hari kembali ke alam kekekalan, menjauh keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk menghadapi kematian sebelum maut datang menjemputnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, dari Sufyan (yakni As-Sauri), dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki yang dijuluki dengan panggilan Abu Ja'far tinggal di Madain, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Kemudian disebutkan hadis yang semisal dengan hadis di atas.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْقَزَّازِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا دَخَلَ الْإِيمَانُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ لَهُ الْقَلْبُ وَانْشَرَحَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ؟ قَالَ: "نَعَمْ، الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ الْمَوْتِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Al-Hasan ibnu Furat Al-Qazzaz, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Lalu Rasulullah Saw. bersabda: "Apabila iman telah masuk ke dalam kalbu, maka kalbu menjadi lapang dan senang menerimanya.” Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hal tersebut ada tanda-tandanya?”Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, yaitu selalu ingat kepada hari kembali ke alam keabadian (akhirat), menjauhi keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk kematian sebelum maut datang kepadanya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Siwar ibnu Abdullah Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis dari Abdullah ibnu Murrah, dari Abu Ja'far, kemudian disebutkan hadis yang semisal.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْس، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ المِسْوَر قَالَ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هذه الآية: فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ قَالُوا:: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذَا الشَّرْحُ؟ قَالَ: "نُورٌ يُقْذَفُ بِهِ فِي الْقَلْبِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ ؟ قَالَ "نَعَمْ" قَالُوا: وَمَا هِيَ؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ الْمَوْتِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Miswar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kelapangan ini?' Rasulullah Saw. bersabda "Merupakan nur yang dimasukkan ke dalam kalbu orang yang bersangkutan." Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut mempunyai tanda untuk mengenalnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Mereka bertanya, "Apakah tanda-tanda itu?" Rasulullah Saw. bersabda: Selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), menjauhi perkara duniawi yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk mati sebelum maut datang.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي هِلَالُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ وَاقَدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلمَة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحِيمِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أنَيْسة، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ ابن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا دَخَلَ النُّورُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ وَانْشَرَحَ". قَالُوا: فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ عَلَامَةٍ يُعْرَفُ بِهَا؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّنَحِّي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ لُقي الْمَوْتِ"
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Hilal ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Malik ibnu Waqid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, dari Abu Abdur Rahman, dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila nur masuk ke dalam kalbu, maka dada terasa lapang dan lega. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tanda pengenalnya?" Rasulullah Saw. menjawab: Mengingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), menghindari keduniawian yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk mati (berbekal untuk mati) sebelum maut datang menjemput.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Mas'ud secara muttasil dan marfu.
فَقَالَ: حَدَّثَنِي بن سِنان الْقَزَّازُ، حَدَّثَنَا مَحْبُوبُ بْنُ الْحَسَنِ الْهَاشِمِيُّ، عَنْ يُونُسَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يُشْرَح صَدْرُهُ؟ قَالَ: "يَدْخُلُ الْجَنَّةَ فَيَنْفَسِحُ". قَالُوا: وَهَلْ لِذَلِكَ عَلَامَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "التَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ الْمَوْتُ"
Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Sinan Al-Fazzaz, telah menceritakan kepada kami Mahbub ibnul Hasan Al-Hasyim dari Yunus, dari Abdur Rahman ibnu Ubaidillah ibnu Atabah, dari Abdullah ibnu Mas'ud dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah proses pelapangan dadanya?" Rasulullah Saw. bersabda: Nur masuk ke dalam kalbunya, lalu kalbunya menjadi lapang. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tandanya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Menjauh dari keduniawian yang memperdayakan, dan selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), serta bersiap-siap menghadapi kemaiian sebelum maut datang menjemputnya.
Demikianlah jalur-jalur hadis ini, sebagiannya ada yang mursal, sebagian lainnya muttasil, sebagian darinya memperkuat sebagian yang lain.
*****
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125)
Lafaz dayyiqan ada yang membacanya daiqan tanpa tasydid, yakni dengan huruf ya yang di-sukun-kan, tetapi kebanyakan ulama ahli qiraat membacanya dayyiqan. Kedua qiraat ini sama halnya dengan lafaz hainin dan hayyin.
Sebagian ulama membaca haruan yang artinya berdosa, menurut apa yang dikatakan oleh As-Saddi. Menurut pendapat yang lain bermakna seperti pada qiraat lainnya, yaitu harijan, yang artinya tidak dapat menampung sesuatu pun dari hidayah dan tidak ada sesuatu pun bermanfaat dapat menembusnya, yaitu berupa iman. Maksudnya, iman tidak dapat menembus hatinya. Sahabat Umar ibnul Khattab r.a. pernah bertanya kepada seorang lelaki dari kalangan orang-orang Arab Badui dari Bani Mudlaj mengenai makna al-harijah. Maka lelaki Badui itu menjawab bahwa harijah ialah sejenis pohon yang terletak di antara pepohonan lainnya, tetapi sulit dicapai oleh ternak gembala, sulit pula dicapai oleh hewan liar. Dengan kata lain, tiada sesuatu pun yang dapat mencapainya. Demikian pula kalbu orang-orang munafik, tiada suatu kebaikan pun yang dapat mencapai (menembus)nya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menjadikan Islam sebagai hal yang sempit untuknya, padahal Islam luas. Seperti yang diungkapkan-Nya dalam firman-Nya:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)
Yakni Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian agama Islam sebagai suatu kesempitan.
Mujahid dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Yaitu sakit.
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Maksudnya, tiada jalan masuk bagi kebaikan untuk menembusnya.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Juraij sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Yakni tidak dapat memuat kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Kaiimah ini tidak dapat masuk ke dalam kalbunya, seakan-akan bagaikan orang yang naik ke langit karena sulitnya hal itu baginya.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (Al-An'am:125) Bahwa hidayah tidak menemukan jalan masuk ke dalam kalbunya, melainkan hanya kesulitan belaka yang dijumpainya.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125) karena dadanya terasa sempit.
Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125) Bahwa perumpamaan orang tersebut sama dengan orang yang tidak mampu naik ke langit.
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125)
Bahwa sebagaimana seorang manusia tidak mampu mencapai langit, maka tauhid dan iman tidak mampu pula masuk ke dalam kalbunya, kecuali jika Allah sendiri yang memasukkannya.
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang naik ke langit. (Al-An'am: 125)
Yakni mana mungkin seseorang yang hatinya dijadikan sempit oleh Allah menjadi seorang muslim.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan kalbu orang kafir dalam hal kesempitannya yang sangat sehingga iman tidak dapat sampai kepadanya. Ibnu Jarir mengatakan, sikap si kafir yang menolak tidak mau menerima iman dan kesempitan kalbunya untuk dapat dicapai oleh iman diumpamakan dengan keengganannya untuk naik ke langit dan ketidakmampuannya untuk melakukan hal tersebut, mengingat pekerjaan itu memang tidak akan mampu dilakukannya dan di luar kemampuannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya:
كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al-An'am: 125) Sebagaimana Allah menjadikan dada orang yang Dia kehendaki kesesatannya menjadi sesak lagi sempit, maka Allah menguasakan setan kepadanya dan kepada orang-orang yang semisal dengannya dari kalangan orang-orang yang menolak untuk beriman kepada Allah dan Rasui-Nya. Lalu setan menyesatkannya dan menghalang-halanginya dari jalan Allah.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna rijsun dalam ayat ini ialah setan.
Mujahid mengatakan, rijsun artinya setiap sesuatu yang tidak ada suatu kebaikan pun di dalamnya.
Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, rijsun artinya azab.
وَهَٰذَا صِرَٰطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًۭا ۗ قَدْ فَصَّلْنَا ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍۢ يَذَّكَّرُونَ 126
(126) Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.
(126)
Setelah Allah Swt menyebutkan jalan orang-orang yang sesat dari jalan-Nya lagi menolaknya, maka Dia mengisyaratkan perihal kemuliaan apa yang Dia sampaikan kepada Rasul-Nya, yaitu berupa hidayah dan agama yang benar. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا
Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. (Al-An'am: 126)
Lafaz mustaaqiman di-nasab-kan karena menjadi hal (kata keterangan keadaan), yakni inilah agama yang Kami syariatkan buatmu, hai Muhammad, melalui apa yang Kami wahyukan kepadamu berupa Al-Qur'an ini, yaitu jalan Allah yang lurus. Seperti yang telah disebutkan dalam hadis Al-Haris, dari Ali mengenai sifat Al-Qur'an, yaitu:
"هُوَ صِرَاطُ اللَّهِ الْمُسْتَقِيمُ، وَحَبْلُ اللَّهِ الْمَتِينُ، وَهُوَ الذِّكْرُ الْحَكِيمُ"
Al-Qur’an adalah jalan Allah yang lurus, dan merupakan tali Allah yang kuat, serta Al-Qur’an adalah suatu peringatan yang bijaksana.
Hadis ini secara panjang lebar diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi.
قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami). (Al-An'am: 126)
Maksudnya, kami telah menjelaskan, menerangkan, dan menafsirkannya.
لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ
kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. (Al-An’am: 126)
Yaitu kepada orang yang berpemahaman dan berkesadaran serta mau menggunakan akalnya untuk mengetahui Allah dan Rasul-Nya.
لَهُمْ دَارُ السَّلامِ
Bagi mereka (disediakan) Darussalam. (Al-An'ain: 127)
Yakni surga.
عِنْدَ رَبِّهِمْ
Pada sisi Tuhannya. (Al-An'am: 127)
Yaitu kelak di hari kiamat. Allah menggambarkan surga dengan sebutan Darussalam dalam ayat ini mengingat mereka telah menempuh jalan yang membawa kepada keselamatan, yaitu jalan yang lurus mengikuti jejak dan sepak terjang para nabi. Dengan kata lain, sebagaimana mereka selamat dari malapetaka penyelewengan, maka mereka pun dapat sampat ke Darussalam (surga).
وَهُوَ وَلِيُّهُمْ
dan Dialah Pelindung mereka. (Al-An'am: 127)
Allah Yang memelihara mereka, Yang menolong, dan Yang mendukung mereka.
بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan. (Al-An'am: 127)
Yakni sebagai balasan atas amal-amal mereka yang saleh, maka Allah menyerahkan kepada mereka dan memberi mereka surga dari karunia dan kemurahan-Nya.
لَهُمْ دَارُ ٱلسَّلَٰمِ عِندَ رَبِّهِمْ ۖ وَهُوَ وَلِيُّهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ 127
(127) Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan.
(127)
Bagi mereka (disediakan) Darussalam. (Al-An'ain: 127)
Yakni surga.
عِنْدَ رَبِّهِمْ
Pada sisi Tuhannya. (Al-An'am: 127)
Yaitu kelak di hari kiamat. Allah menggambarkan surga dengan sebutan Darussalam dalam ayat ini mengingat mereka telah menempuh jalan yang membawa kepada keselamatan, yaitu jalan yang lurus mengikuti jejak dan sepak terjang para nabi. Dengan kata lain, sebagaimana mereka selamat dari malapetaka penyelewengan, maka mereka pun dapat sampat ke Darussalam (surga).
وَهُوَ وَلِيُّهُمْ
dan Dialah Pelindung mereka. (Al-An'am: 127)
Allah Yang memelihara mereka, Yang menolong, dan Yang mendukung mereka.
بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan. (Al-An'am: 127)
Yakni sebagai balasan atas amal-amal mereka yang saleh, maka Allah menyerahkan kepada mereka dan memberi mereka surga dari karunia dan kemurahan-Nya.
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًۭا يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ قَدِ ٱسْتَكْثَرْتُم مِّنَ ٱلْإِنسِ ۖ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ ٱلْإِنسِ رَبَّنَا ٱسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍۢ وَبَلَغْنَآ أَجَلَنَا ٱلَّذِىٓ أَجَّلْتَ لَنَا ۚ قَالَ ٱلنَّارُ مَثْوَىٰكُمْ خَٰلِدِينَ فِيهَآ إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌۭ 128
(128) Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebahagian daripada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
(128)
Allah berfirman:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpun mereka semuanya. (Al-An'am: 128)
Artinya, dan ingatlah hai Muhammad, ceritakanlah kepada mereka dan peringatkanlah mereka dengan suatu hari di waktu Allah menghimpun mereka semua. Yang dimaksud dengan 'mereka' ialah jin dan teman-temannya dari kalangan manusia, yaitu mereka yang menyembahnya ketika di dunia, berlindung kepadanya serta taat kepadanya, dan sebagian dari mereka membisikkan kepada sebagian yang lain kata-kata yang indah untuk menipu.
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ
Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia. (Al-An'am: 128)
Yakni Allah berfirman, "Hai golongan jin." Dalam ayat ini konteks pembicaraan menunjukkan ada kalimat yang tidak disebutkan.
Makna firman-Nya:
قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ
sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia. (Al-An'am: 128)
Bahwa kalian telah banyak menipu dan menyesatkan manusia. Perihalnya sama dengan yang dikatakan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ * وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ * وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.”Dan hendaklah kalian menyembah-Ku; inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak memikirkan? (Yasin: 6-62)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai golongan jin, sesungguhnya kalian telah banyak (menyesatkan) manusia. (Al-An'am: 128) Maksudnya, kalian telah banyak menyesatkan sebagian besar dari mereka.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah.
وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ
Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian (yang lain)." (Al-An'am: 128)
Yakni teman-teman jin dari kalangan manusia menjawab kepada Allah Swt. dengan perkataan tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab (yaitu Hauzah ibnu Khalifah), telah menceritakan kepada kami Auf, dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah "kalian telah memperbanyak penghuni neraka pada hari kiamat". Maka teman-teman mereka dari kalangan manusia menjawab, "Ya Tuhan kami, sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian yang lain." Al-Hasan mengatakan, "Tidak sekali-kali sebagian dari mereka mendapat kesenangan dari sebagian yang lain, melainkan karena jin memerintahkan kepada teman-temannya dari kalangan manusia, lalu manusia-manusia yang diperintahkannya mengamalkannya."
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah dapat kesenangan dari sebagian (yang lain). (Al-An'am: 128) Makna yang dimaksud ialah teman-teman jin sewaktu di dunia.
Ibnu Juraij mengatakan, dahulu di masa Jahiliah bila seorang lelaki singgah di suatu tempat, ia mengatakan, "Saya berlindung kepada penghuni lembah ini." Yang demikian itulah kesenangan mereka, lalu hal ini mereka jadikan alasan di hari kiamat kelak. Adapun mengenai kesenangan yang diperoleh jin dari manusia ialah menurut kisahnya disebutkan bahwa hal tersebut merupakan penghormatan yang diperoleh jin dari manusia di saat manusia meminta tolong kepada mereka. Lalu para jin mengatakan, "Kami telah menguasai manusia dan jin."
وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا
dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagikami. (Al-An'am: 128)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah ajal kematian.
النَّارُ مَثْوَاكُمْ
Allah berfirman, "Neraka itulah tempat diam kalian!" (Al-An'am: 128)
Yakni tempat menetap dan tempat tinggal kalian, mereka, serta teman-teman kalian adalah neraka.
خَالِدِينَ فِيهَا
sedangkan kalian kekal di dalamnya. (Al-An'am: 128)
Maksudnya, tinggal di dalamnya sebagai penghuni tetap untuk selama-lamanya, kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah.
Menurut sebagian ulama tafsir, istisna atau pengecualian ini pengertiannya mengisyaratkan kepada alam barzakh. Sedangkan menurut sebagian yang lain, hal ini mengisyaratkan kepada lamanya masa mereka tinggal di dunia. Menurut pendapat yang lainnya lagi adalah selain itu. Banyak pendapat mengenai masalah ini yang kelak akan diterangkan pada tafsir firman Allah Swt. dalam surat Hud, yaitu:
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ إِلا مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. (Hud: 17)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim di dalam tafsir ayat ini meriwayatkan melalui jalur Abdullah ibnu Saleh (Juru tulis Lais) bahwa telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Ali ibnu Abu Hatim ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Neraka itulah tempat diam kalian, sedangkan kalian kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 128) Sesungguhnya ayat ini merupakan suatu ayat yang intinya bermakna bahwa tidak layak bagi seorang pun memutuskan terhadap Allah sehubungan dengan masalah makhluk-Nya, tidak pula mengenai penempatan mereka ke dalam surga atau ke dalam neraka oleh-Nya.
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّى بَعْضَ ٱلظَّٰلِمِينَ بَعْضًۢا بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ 129
(129) Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.
(129)
Sa'id meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan takwil ayat ini, bahwa sesungguhnya Allah mempertemankan manusia berdasarkan amal perbuatan mereka. Dengan kata lain, orang mukmin adalah teman orang mukmin lainnya di masa kapan pun dan di mana saja. Orang kafir adalah teman orang kafir, di mana saja dan kapan pun berada. Iman bukanlah hanya sekadar angan-angan, bukan pula sebagai perhiasan (melainkan harus disertai dengan amal perbuatan). Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ma'mar meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah menjadikan teman sebagian orang-orang yang zalim dengan sebagian yang lain di dalam neraka; sebagian dari mereka mengikuti sebagian yang lainnya.
Malik ibnu Dinar mengatakan bahwa ia pernah membaca kitab Zabur yang isinya antara lain, "Sesungguhnya Aku akan membalas orang-orang munafik dengan orang-orang munafik lagi, kemudian Aku menimpakan pembalasan (azab) kepada orang-orang munafik semuanya." Yang demikian itu terdapat di dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya: Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu berkuasa atas sebagian yang lainnya. (Al-An'am: 129)
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain. (Al-An;am: 129) Yang dimaksud ialah orang-orang yang zalim dari kalangan umat jin dan umat manusia, Lalu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam membacakan firman-Nya: Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Az-Zukhruf: 36). Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna ayat ini ialah: Kami jadikan jin yang zalim berkuasa atas orang-orang yang zalim dari kalangan umat manusia.
Al-Hafiz ibnu Asakir telah meriwayatkan hadis berikut ini dalam biografi Abdul Baqi ibnu Ahmad melalui jalur Sa'id ibnu Abdul Jabbar Al-Karabisi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim, dari Zar, dari Ibnu Mas'ud secara marfu’ yaitu:
"مَنْ أَعَانَ ظَالِمًا سَلَّطَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ"
Barang siapa yang menolong orang yang zalim, maka Allah akan menjadikan orang zalim itu berkuasa atas dirinya.
Hadis ini berpredikat garib.
Sebagian penyair mengatakan:
وَمَا مِن يَد إِلَّا يدُ اللَّهِ فَوْقَهَا ... وَلَا ظَالِمٍ إِلَّا سَيُبلى بِظَالِمٍ ...
Tiada suatu kekuatan pun melainkan kekuatan Allah berada di atasnya, dan tidak ada seorang zalim pun melainkan dia akan mendapat cobaan dari orang zalim lainnya.
Makna ayat ini ialah 'sebagaimana Kami kuasakan orang-orang yang merugi dari kalangan umat manusia itu kepada segolongan kaum jin yang telah menyesatkan mereka, maka Kami berbuat hal yang sama terhadap orang-orang yang zalim. Yakni Kami kuasakan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, Kami binasakan sebagian dari mereka melalui sebagian yang lain, dan Kami timpakan pembalasan atas sebagian mereka dengan melalui sebagian yang lainnya, sebagai pembalasan Kami atas perbuatan aniaya mereka dan kesesatan mereka.
يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌۭ مِّنكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِى وَيُنذِرُونَكُمْ لِقَآءَ يَوْمِكُمْ هَٰذَا ۚ قَالُوا۟ شَهِدْنَا عَلَىٰٓ أَنفُسِنَا ۖ وَغَرَّتْهُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا وَشَهِدُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا۟ كَٰفِرِينَ 130
(130) Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.
(130)
Ayat ini pun termasuk kecaman Allah yang ditujukan kepada kaum yang kafir dari kalangan makhluk jin dan manusia di hari kiamat nanti, yaitu di saat Allah menanyai mereka —padahal Allah lebih mengetahui— bahwa bukankah telah datang kepada mereka rasul-rasul yang menyampaikan risalah kepada mereka. Istijham atau kata tanya di sini mengandung makna taqrir.
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepada kalian rasul-rasul dari golongan kalian sendiri. (Al-An'am: 13)
Minkum yakni dari kalangan kalian sendiri, karena memang para rasul itu hanyalah dari golongan manusia saja, tiada satu pun dari kalangan makhluk jin yang menjadi rasul. Demikianlah menurut apa yang telah dinaskan oleh Mujahid dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam, baik yang Salaf maupun yang Khalaf.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa para rasul adalah dari kalangan Bani Adam, sedangkan dari kalangan jin sedikit sekali (jarang).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim; ia menduga bahwa dari kalangan jin terdapat rasul-rasul, dan pendapatnya itu berlandaskan pada dalil ayat ini. Pendapat tersebut masih perlu dipertimbangkan, mengingat apa yang dikatakannya itu masih bersifat ihtimal (hipotesis) dan makna ayat tidak jelas menunjukkan pengertian itu. Perihalnya—hanya Allah yang lebih mengetahui— sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ. بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ إِلَى أَنْ قَالَ: يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 19-21) sampai firman-Nya: Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (Ar-Rahman: 22)
Kita maklumi bahwa mutiara dan marjan hanyalah dihasilkan dari air yang asin (laut), bukan air yang manis (tawar); hal ini jelas dan gamblang. Jawaban atau sanggahan ini diketengahkan oleh Ibnu Jarir sendiri.
Dalil yang menyatakan bahwa para rasul itu hanyalah dari kalangan manusia ialah firman Allah Swt. yang mengatakan:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ إِلَى أَنْ قَالَ: رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi sesudahnya. (An-Nisa: 163) sampai dengan firman-Nya: (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (An-Nisa: 165)
Dan pada firman Allah Swt. tentang Nabi Ibrahim, yaitu:
وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ
dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya. (Al-'Ankabut: 27)
Disebutkan bahwa kenabian dan Al-Kitab hanya terbatas pada keturunan Ibrahim a.s. sesudah Ibrahim a.s. tiada. Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa kenabian ada di kalangan makhluk jin sebelum Ibrahim Al-Khalil, lalu kenabian terputus dari mereka (jenis jin) dengan diutus-Nya Nabi Ibrahim.
Allah Swt. telah berfirman dalam ayat lainnya, yaitu:
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأسْوَاقِ
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu. melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 2)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى
Kami tidak mengutus sebelum kamu. melainkan orang-orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota. (Yusuf: 19)
Dimaklumi bahwa jin merupakan yang diikutkan kepada manusia dalam bab ini, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. ketika menceritakan perihal mereka:
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ * يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * وَمَنْ لَا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الأرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُونِهِ أَولِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaannya), lalu mereka berkata, "Diamlah kalian (untuk mendengarkannya)." Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, "Hai kaum kami. sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepadaNya. niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan melepaskan kalian dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak dapat melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata "(Al-Ahqaf: 29-32)
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan lain-lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membacakan surat Ar-Rahman kepada mereka (kaum jin), yang antara lain terdapat firman Allah Swt.:
سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَا الثَّقَلانِ * فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepada kalian, hai manusia dan jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 31-32)
Allah Swt. telah berfirman dalam surat berikut ini:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepada kalian rasul-rasul dari golongan kalian sendiri, yang menyampaikan kepada kalian ayat-ayat-Kudan memberi peringatan kepada kalian terhadap pertemuan dengan hari ini? Mereka berkata, "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” (Al-An'am: 13)
Artinya, kami mengakui bahwa para rasul itu telah menyampaikan kepada kami risalah dari-Mu; mereka telah memberikan peringatan kepada kami terhadap pertemuan dengan-Mu dan bahwa hari ini merupakan hari yang pasti terjadi.
****
Firman Allah Swt.:
وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
kehidupan dunia telah menipu mereka. (Al-An'am: 13)
Yakni mereka telah menyia-nyiakan hidup mereka di dunia dan mereka menjadi binasa karena mendustakan rasul-rasul serta tidak percaya kepada mukjizat-mukjizat karena kehidupan duniawi, kesenangan, dan perhiasannya telah memperdayakan mereka.
وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ
dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri. (Al-An'am: 13)
Yaitu di hari kiamat kelak.
أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ
bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (Al-An'am: 13)
Maksudnya, mereka kafir ketika di dunia, ingkar terhadap apa yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka.
ذَٰلِكَ أَن لَّمْ يَكُن رَّبُّكَ مُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍۢ وَأَهْلُهَا غَٰفِلُونَ 131
(131) Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah.
(131)
Firman Allah Swt.:
ذَلِكَ أَنْ لَمْ يَكُنْ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ
Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedangkan penduduknya dalam keadaan lengah. (Al-An'am: 131)
Yakni sesungguhnya Kami beralasan terhadap manusia dan jin dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar tidak ada seseorang dihukum karena perbuatan zalimnya, padahal ia belum tersentuh oleh dakwah. Terhadap semua umat, Kami katakan bahwa tidak sekali-kali Kami mengazab seseorang melainkan setelah Kami utuskan para rasul kepada mereka. Makna ayat ini semisal dengan firman-Nya:
وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلا خَلا فِيهَا نَذِيرٌ
Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (Fathir: 24)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut." (An-Nahl:36)
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ * قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah datang kepada kalian (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab, "Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) (Al-Mulk: 8-9)
Masih banyak ayat lain yang bermakna semisal dengan ayat ini.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa makna firman-Nya, بِظُلْمٍ mengandung dua pengertian, yaitu:
Pertama, yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota karena perbuatan aniaya para penghuninya yang melakukan kemusyrikan ketika mereka sedang dalam keadaan lengah. Dengan kata lain, Allah tidak akan menyegerakan azabnya kepada mereka sebelum Dia mengirimkan seorang rasul kepada mereka yang bertugas memperingatkan mereka akan hujah-hujah Allah atas mereka dan memperingatkan mereka terhadap azab Allah di hari mereka dikembalikan. Allah sama sekali tidak akan menyiksa mereka ketika mereka sedang dalam keadaan lalai, yang pada akhirnya mereka akan beralasan dengan mengatakan, "Tidak pernah datang kepada kami seorang pembawa berita gembira, tidak pula seorang pemberi peringatan pun."
Kedua, firman-Nya: Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya. (Al-An'am: 131) Artinya, Tuhanmu tidak akan membinasakan mereka sebelum menyadarkan dan memperingatkan mereka melalui para rasul dan mukjizat-mukjizat serta pelajaran-pelajaran. Karena dengan demikian berarti Allah berbuat aniaya terhadap mereka, sedangkan Allah tidak akan berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya.
Kemudian Ibnu Jarir sendiri men-rajih-kan (menguatkan) pendapat yang pertama, dan pendapat tersebut memang lebih kuat, tidak diragukan lagi.
****
Firman Allah Swt.:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا
Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Al-An'am: 132)
Maksudnya, setiap orang yang beramal —baik amal taat kepada Allah ataupun durhaka terhadap-Nya— mempunyai tingkatan dan kedudukannya sendiri. Barang siapa yang mengerjakannya, maka Allah akan menyampaikan hal itu kepadanya dan membalaskannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatannya buruk, balasannya buruk pula.
Menurut kami, firman Allah Swt.; Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. (Al-An'am: 132) dapat diinterpretasikan bahwa yang dimaksud dengan lafaz kullin di sini kembali kepada orang-orang yang kafir dari kalangan jin dan manusia. Yakni masing-masing akan memperoleh kedudukan dan tingkatannya di dalam neraka sesuai dengan amal perbuatannya. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya:
قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ
Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda."(Al-‘Araf: 38)
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَابًا فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (An-Nahl: 88)
****
Adapun firman Allah Swt.:
وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Al-An'am: 132)
Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah bahwa semua amal perbuatan mereka itu, hai Muhammad, diketahui oleh Tuhanmu; Dia menghitung-hitungnya dan membalaskannya kepada mereka di sisi-Nya. Allah akan membalas amal perbuatan mereka pada hari mereka bersua dengan-Nya, yaitu di hari mereka dikembalikan kepada-Nya.