10 - يونس - Yunus

Juz : 11

Jonas
Meccan

وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُنَا بَيِّنَٰتٍۢ ۙ قَالَ ٱلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَآءَنَا ٱئْتِ بِقُرْءَانٍ غَيْرِ هَٰذَآ أَوْ بَدِّلْهُ ۚ قُلْ مَا يَكُونُ لِىٓ أَنْ أُبَدِّلَهُۥ مِن تِلْقَآئِ نَفْسِىٓ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَىَّ ۖ إِنِّىٓ أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّى عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍۢ 15

(15) Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)".

(15) 

Allah Swt. menceritakan perihal pembangkangan orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik Quraisy yang ingkar lagi berpaling dari-Nya. Mereka itu apabila dibacakan Kitabullah dan hujah-hujah yang jelas oleh Rasulullah Saw., maka mereka mengatakan:

ائْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَذَا

Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini. (Yunus: 15)

Maksudnya, kembalikanlah yang ini dan datangkanlah kepada kami yang lainnya dari jenis yang berbeda, atau gantilah dengan yang isinya tidak seperti ini. Maka Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:

قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِنْ تِلْقَاءِ نَفْسِي

Katakanlah, "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihakku sendiri.” (Yunus: 15)

Yakni hal ini bukan dikembalikan kepadaku, karena sesungguhnya aku hanyalah semata-mata seorang hamba yang diperintah dan seorang rasul yang ditugaskan untuk menyampaikan ini dari Allah.

إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ

Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (Kiamat) (Yunus : 15)

Kemudian Allah Swt. berfirman mengemukakan hujah yang menguatkan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Rasul kepada mereka:

قُلْ لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلا أَدْرَاكُمْ بِهِ

Katakanlah.”Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberi­tahukannya kepada kalian.” (Yunus: 16)

Dengan kata lain. sesungguhnya aku menyampaikan ini kepada kalian hanyalah atas dasar izin dari Allah yang diberikan-Nya kepadaku, dan atas kehendak dan kemauan-Nya. Sebagai bukti bahwa aku bukanlah yang membuat-buatnya (Al-Qur'an) dari diriku sendiri, bukan pula aku yang mengada-adakannya, ialah kalian tidak mampu menandinginya. Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui kejujuran dan kebenaranku sejak aku tumbuh besar di kalangan kalian sampai dengan Allah mengangkatku menjadi seorang rasul. Janganlah kalian menentangku dan menjelek-jelekkan diriku. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya? (Yunus: 16)

Maksudnya, bukankah kalian berakal yang dengannya kalian dapat mengenal antara yang hak dan yang batil? Karena itulah ketika Heraklius, Raja (Kaisar) Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya mengenai sifat dan ciri khas Nabi Saw., yaitu, "Apakah kalian menuduhnya pernah berkata dusta sebelum dia mengucapkan apa yang telah disampaikannya itu?" Abu Sufyan menjawab, "tidak." Padahal Abu Sufyan saat itu adalah pemimpin orang-orang kafir dan gembong kaum musyrik; sekalipun demikian, dia mengakui kebenaran.

Dan kesaksian yang diutarakan oleh bekas musuh itu mengandung nilai lebih yang tersendiri.

Maka Heraklius berkata kepada Abu Sufyan, "'Sesungguhnya aku pun mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang suka berdusta kepada orang lain, yang karenanya lalu ia akan berdusta kepada Allah."

Ja'far ibnu Abu Talib berkata kepada Raja "Negus, raja negeri Habsyah (Etiopia), "Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul yang kami kenal kebenarannya, nasabnya, dan kejujurannya. Masa tinggal beliau Saw. bersama kami sebelum diangkat menjadi seorang nabi adalah empat puluh tahun."

Menurut riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnul Musayyab disebutkan empat puluh tiga tahun. Pendapat yang terkenal adalah yang pertama, lagi pula pendapat ini merupakan pendapat yang sahih.


قُل لَّوْ شَآءَ ٱللَّهُ مَا تَلَوْتُهُۥ عَلَيْكُمْ وَلَآ أَدْرَىٰكُم بِهِۦ ۖ فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًۭا مِّن قَبْلِهِۦٓ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ 16

(16) Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?

(16) 

Kemudian Allah Swt. berfirman mengemukakan hujah yang menguatkan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Rasul kepada mereka:

قُلْ لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلا أَدْرَاكُمْ بِهِ

Katakanlah.”Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberi­tahukannya kepada kalian.” (Yunus: 16)

Dengan kata lain. sesungguhnya aku menyampaikan ini kepada kalian hanyalah atas dasar izin dari Allah yang diberikan-Nya kepadaku, dan atas kehendak dan kemauan-Nya. Sebagai bukti bahwa aku bukanlah yang membuat-buatnya (Al-Qur'an) dari diriku sendiri, bukan pula aku yang mengada-adakannya, ialah kalian tidak mampu menandinginya. Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui kejujuran dan kebenaranku sejak aku tumbuh besar di kalangan kalian sampai dengan Allah mengangkatku menjadi seorang rasul. Janganlah kalian menentangku dan menjelek-jelekkan diriku. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya? (Yunus: 16)

Maksudnya, bukankah kalian berakal yang dengannya kalian dapat mengenal antara yang hak dan yang batil? Karena itulah ketika Heraklius, Raja (Kaisar) Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya mengenai sifat dan ciri khas Nabi Saw., yaitu, "Apakah kalian menuduhnya pernah berkata dusta sebelum dia mengucapkan apa yang telah disampaikannya itu?" Abu Sufyan menjawab, "tidak." Padahal Abu Sufyan saat itu adalah pemimpin orang-orang kafir dan gembong kaum musyrik; sekalipun demikian, dia mengakui kebenaran.

Dan kesaksian yang diutarakan oleh bekas musuh itu mengandung nilai lebih yang tersendiri.

Maka Heraklius berkata kepada Abu Sufyan, "'Sesungguhnya aku pun mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang suka berdusta kepada orang lain, yang karenanya lalu ia akan berdusta kepada Allah."

Ja'far ibnu Abu Talib berkata kepada Raja "Negus, raja negeri Habsyah (Etiopia), "Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul yang kami kenal kebenarannya, nasabnya, dan kejujurannya. Masa tinggal beliau Saw. bersama kami sebelum diangkat menjadi seorang nabi adalah empat puluh tahun."

Menurut riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnul Musayyab disebutkan empat puluh tiga tahun. Pendapat yang terkenal adalah yang pertama, lagi pula pendapat ini merupakan pendapat yang sahih.


فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِـَٔايَٰتِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلْمُجْرِمُونَ 17

(17) Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa.

(17) 

Allah Swt. berfirman bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aniaya, tidak pula yang lebih angkara murka, dan tidak pula yang lebih jahat:

مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. (Yunus: 17)

Yakni membuat-buat kedustaan terhadap Allah, lalu ia mengaku bahwa Allah telah mengutusnya, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Dan tidak ada seorang pun yang dosanya lebih besar dan kejahatannya lebih parah daripada orang seperti itu. Orang seperti itu tidaklah samar perkaranya bagi orang bodoh sekalipun, karena mana mungkin orang seperti itu serupa dengan para Nabi. Seseorang yang mengucapkan kata-kata seperti itu, baik dia benar atau dusta, pasti Allah akan menegakkan hujah-hujah yang menunjukkan akan kebenaran atau kedustaannya dengan bukti-bukti yang lebih jelas daripada matahari.

Sesungguhnya perbedaan antara Nabi Muhammad Saw. dan Musailamah Al-Kazzab bagi orang yang menyaksikan keduanya akan lebih jelas baginya daripada membedakan antara waktu duha (siang hari) dengan pertengahan malam hari yang gelap gulita. Orang yang menyaksikan ciri-ciri khas keduanya melalui sepak terjang dan ucapan-ucapanma —bagi orang yang mempunyai pandangan hati— akan menyimpulkan kebenaran Nabi Muhammad Saw. dan kedustaan Musailamah Al-Kazzab serta lain-lainnya yang semisal, seperti Sajjah dan Al-Aswad Al-Anasi.

Abdullah ibnu Salam mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah, orang-orang (Yahudi) merasa tidak senang dengan kehadirannya, dan aku termasuk salah seorang yang tidak senang. Ketika aku melihatnya langsung, aku menyimpulkan bahwa dia (Nabi Saw.) bukanlah orang yang berpenampilan seperti orang yang pendusta."

Abdullah ibnu Salam melanjutkan kisahnya, bahwa ucapan Nabi Saw. yang mula-mula didengarnya ialah sabdanya:

"يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، [وَصِلُوا الْأَرْحَامَ] وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ".

Hai manusia, seharkanlah salam, berilah makan orang-orang yang miskin, hubungkanlah silaturahmi, dan salatlah di malam hari ketika orang-orang lelap dalam tidurnya, niscaya kalian masuk surga dengan sejahtera.

Ketika delegasi yang dipimpin oleh Dammam ibnu Sa'labah sebagai utusan dari kaumnya (yaitu Bani Sa'd ibnu Bakar) datang kepada Rasulullah Saw., di antara pertanyaan yang diajukan oleh Dammam kepada Rasulullah Saw. ialah, "Siapakah yang meninggikan langit ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Allah." Dammam bertanya, "Siapakah yang memancangkan gunung-gunung ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Allah." Dammam bertanya, "Siapakah yang menghamparkan bumi ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Allah." Dammam bertanya, "Demi Tuhan yang telah meninggikan langit ini, yang telah memancangkan gunung-gunung ini, dan yang telah menghamparkan bumi ini, apakah Allah yang telah mengutusmu kepada seluruh umat manusia?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, Allah, memang benar."

Kemudian Dammam bertanya kepada Nabi Saw. tentang salat, zakat, haji, dan puasa; pada setiap pertanyaan Dammam mengajukan sumpah tersebut, dan Rasulullah Saw. mengucapkan sumpah itu kepada Dammam. Maka Dammam berkata, "Engkau benar, demi Tuhan yang mengutusmu dengan benar, aku tidak akan menambahi dan mengurangi dari hal tersebut."

Ternyata Dammam percaya kepada Rasulullah Saw. hanya dengan cara itu, dan dia telah merasa yakin kepada Rasulullah Saw. melalui dalil-dalil yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri dari diri Rasulullah Saw.

Hissan ibnu Sabit mengatakan dalam salah satu bait syairnya:

لَو لَمْ تَكُن فِيهِ آياتٌ مُبَيّنة كَانَتْ بَديهَتُه تَأتيكَ بالخَبَرِ

Sekalipun dia (Nabi Saw.) tidak membawa ayat-ayat yang jelas, maka dari penampilannya saja sudah cukup membawa kebaikan bagimu.

Adapun Musailamah, apabila orang yang menyaksikannya itu mempunyai pandangan hati, pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya, melalui ucapan-ucapannya yang rapuh lagi tidak fasih dan melalui perbuatan-perbuatannya yang tidak baik. bahkan jelek, serta ucapan-ucapan yang dibuat-buatnya yang menyebabkan dia kekal di dalam neraka kelak pada hari penyesalan dan permaluan.

Alangkah jauhnya perbedaan antara firman Allah Swt. yang mengatakan:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk)-Nya; tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255). hingga akhir ayat.

dengan perkataan-perkataan Musailamah —semoga Allah memburukkan dan melaknatinya— berikut ini:

"يَا ضُفْدَعُ بِنْتَ الضُّفْدَعَيْنِ، نَقِّي كَمَا تُنَقِّينَ لَا الْمَاءُ تُكَدِّرِينَ، وَلَا الشَّارِبُ تَمْنَعِينَ". وَقَوْلُهُ -قُبّح وَلُعِنَ -: "لَقَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى الْحُبْلَى، إِذْ أَخْرَجَ مِنْهَا نَسَمة تَسْعَى، مِنْ بَيْنِ صِفَاق وحَشَى". وَقَوْلُهُ -خَدّره اللَّهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ، وَقَدْ فَعَلَ -: "الْفِيلُ وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْفِيلُ؟ لَهُ زُلقُومٌ طَوِيلٌ" وَقَوْلُهُ -أَبْعَدَهُ اللَّهُ مِنْ رَحْمَتِهِ: "وَالْعَاجِنَاتِ عَجْنًا، وَالْخَابِزَاتِ خَبْزًا، وَاللَّاقِمَاتِ لَقْمًا، إِهَالَةً وَسَمْنًا، إِنَّ قُرَيْشًا قَوْمٌ يَعْتَدُونَ"

Hai katak, anak sepasang katak, bersuaralah, berapa banyak kamu bersuara, tetapi kamu tidak dapat mengeruhkan air dan tidak pula dapat mencegah orang yang meminumnya.

Allah melimpahkan nikmat kepada wanita yang mengandung, bila Dia melahirkan darinya seorang manusia yang dapat berjalan, yaitu dari selangkangan dan perutnya.

Gajah, tahukah kamu apakah gajah itu, gajah mempunyai belalai yang panjang.

Bahan-bahan roti yang telah dijadikan adonan, dan roti-roti yang telah dipanggang, dan makanan-makanan yang telah disuap, lauk pauk dan saminnya, demi semuanya, sesungguhnya orang-orang Quraisy adalah kaum yang melampaui batas.

Dan perkataan Musailamah lainnya, yang tidak lain mengandung berbagai macam khayalan dan igauan serta khurafat sehingga anak-anak kecil pun tidak mau mengucapkannya melainkan dengan nada sinis dan mengejek. Karena itulah Allah menghinakannya dan membuatnya mati terhina dalam Perang Al-Hadiqah, sehingga tercabik-cabiklah kekuatannya. Ia bahkan dilaknat oleh teman-temannya dan keluarga­nya sendiri yang datang kepada Khalifah Abu Bakar dalam keadaan bertobat; mereka datang dengan penuh harapan untuk memeluk agama Islam.

Ketika Khalifah Abu Bakar r.a. meminta mereka untuk membacakan kepadanya sesuatu yang pernah dikatakan oleh Musailamah, mereka meminta Khalifah Abu Bakar agar tidak usah disebutkan karena memalukan. Akan tetapi, Khalifah Abu Bakar tetap bersikeras meminta agar mereka mengucapkannya, supaya didengar oleh orang-orang yang belum pernah mendengarnya. Dengan demikian, mereka akan mengetahui keutamaan hidayah dan ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur'an yang jauh lebih utama daripada apa yang dikatakannya. Lalu mereka membacakan apa yang telah kami sebutkan di atas dan hal-hal lainnya yang serupa.

Setelah mereka selesai membacakannya, maka Khalifah Abu Bakar berkata kepada mereka, "Celakalah kalian, kalian buang ke mana akal kalian? Demi Allah, kata-kata seperti itu hanya pantas keluar dari pantat."

Diceritakan bahwa Amr ibnul As menjadi delegasi untuk menghadap Musailamah yang telah menjadi temannya sejak zaman Jahiliah, saat itu Amr ibnul As belum masuk Islam. Lalu Musailamah berkata kepadanya, "Celakalah engkau, hai Amr, apakah yang telah diturunkan kepada teman kamu —maksudnya Nabi Saw.— dalam masa sekarang ini?" Maka Amr menjawab, "Sesungguhnya aku mendengar sahabat-sahabatnya membacakan surat yang besar tetapi pendek." Musailamah bertanya, "Bagaimanakah bunyinya?" Amr membacakan firman-Nya:

وَالْعَصْرِ إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. (Al-Asr: 1-2) , hingga akhir surat.

Kemudian Musailamah berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku pun baru menerima hal yang semisal yang telah diturunkan kepadaku." Amr bertanya, "Coba sebutkan."' Musailamah berkata:

"يَا وَبْرُ إِنَّمَا أَنْتَ أُذُنَانِ وَصَدْرٌ، وَسَائِرُكَ حَقْرٌ نَقْر، كَيْفَ تَرَى يَا عَمْرُو؟ "

Hai kelinci, hai kelinci, sesungguhnya engkau hanyalah sepasang telinga dan dada, sedangkan anggotamu yang lain kecil lagi pendek. Bagaimanakah menurutmu, hai 'Amr?

Amr menjawab kepada Musailamah, "Demi Allah, sesungguhnya engkau benar-benar mengetahui bahwa aku mengetahui bahwa engkau dusta." Apabila penilaian ini dari seorang musyrik di saat ia dalam kemusyrikan­nya, berarti tidaklah samar baginya keadaan Nabi Muhammad Saw. dan kebenarannya, serta keadaan Musailamah dan kedustaannya. Terlebih lagi menurut penilaian orang-orang yang mempunyai akal dan pandangan hati yang tajam. Karena itulah Allah Swt. berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنزلُ مِثْلَ مَا أَنزلَ اللَّهُ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata, "Telah diwahyukan kepada saya, " padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” (Al-An'am: 93)

Sedangkan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْمُجْرِمُونَ

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa. (Yunus: 17)

Demikian pula halnya orang yang mendustakan kebenaran yang disampaikan oleh para rasul, padahal hujah-hujah (bukti-bukti)nya telah jelas baginya. Sebagai jawabannya dikatakan, "Tentu saja tiada yang lebih zalim dari orang seperti itu," seperti yang disebutkan oleh sebuah hadis:

"أَعْتَى النَّاسِ عَلَى اللَّهِ رجلٌ قَتَلَ نَبِيًّا، أَوْ قَتَلَهُ نَبِيٌّ"

Orang yang paling dimurkai oleh Allah ialah seseorang yang membunuh nabi atau dibunuh oleh nabi.


وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّـُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ 18

(18) Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).

(18) 

Allah Swt. mengingkari sikap orang-orang musyrik yang menyembah Allah dengan selain-Nya dengan dugaan bahwa sembahan-sembahan itu kelak dapat memberikan manfaat kepada mereka melalui syafaatnya di sisi Allah nanti. Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa sembahan-sembahan itu tidak dapat menimpakan mudarat, tidak dapat memberikan manfaat, dan tidak memiliki sesuatu pun; apa yang mereka dugakan itu sama sekali tidak akan terjadi, dan hal itu tidak akan terjadi selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:

قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ

Katakanlah, "Apakah kalian mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” (Yunus: 18)

Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna ayat ialah "apakah kalian hendak memberitahukan kepada Allah apa yang tidak ada di langit dan tidak pula di bumi?".

Kemudian Allah membersihkan diri-Nya Yang Maha Mulia dari kemusyrikan mereka dan kekafirannya. Untuk itu Dia berfirman:

سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu). (Yunus: 18)

Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa kemusyrikan seperti itu akan terjadi di kalangan manusia, sekalipun pada mulanya tidak ada; dan seluruh manusia itu pada awalnya berada dalam satu agama, yaitu agama Islam.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa jarak masa antara Adam dan Nabi Nuh adalah sepuluh generasi, semuanya memeluk agama Islam.

Kemudian terjadilah perselisihan di kalangan manusia, maka berhala-berhala, sekutu-sekutu dan tandingan-tandingan mulai disembah, kemudian Allah mengutus rasul-rasul dengan membawa ayat-ayat-Nya yang jelas dan hujah-hujah serta bukti-bukti-Nya yang kuat lagi mengalahkan:

لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ

yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). (Al-Anfal: 42)

*******************

Firman Allah Swt.:

وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhan kalian dahulu. (Yunus: 19), hingga akhir ayat.

Yakni seandainya tidak ada ketetapan dari Allah sejak dahulu yang me­nyatakan bahwa Dia tidak akan mengazab seorang pun kecuali sesudah tegaknya hujah terhadap diri orang itu. Dan bahwa Dia telah menangguh­kan makhluk-Nya sampai dengan masa yang telah dipastikan. Seandainya kesemuanya itu tidak ada, niscaya Dia langsung memberikan keputusan di antara sesama mereka tentang apa yang mereka perselisihkan itu. lalu berbahagialah orang-orang yang beriman dan celakalah orang-orang yang kafir.


وَمَا كَانَ ٱلنَّاسُ إِلَّآ أُمَّةًۭ وَٰحِدَةًۭ فَٱخْتَلَفُوا۟ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةٌۭ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ 19

(19) Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

(19) 

Firman Allah Swt.:

وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhan kalian dahulu. (Yunus: 19), hingga akhir ayat.

Yakni seandainya tidak ada ketetapan dari Allah sejak dahulu yang me­nyatakan bahwa Dia tidak akan mengazab seorang pun kecuali sesudah tegaknya hujah terhadap diri orang itu. Dan bahwa Dia telah menangguh­kan makhluk-Nya sampai dengan masa yang telah dipastikan. Seandainya kesemuanya itu tidak ada, niscaya Dia langsung memberikan keputusan di antara sesama mereka tentang apa yang mereka perselisihkan itu. lalu berbahagialah orang-orang yang beriman dan celakalah orang-orang yang kafir.


وَيَقُولُونَ لَوْلَآ أُنزِلَ عَلَيْهِ ءَايَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ ۖ فَقُلْ إِنَّمَا ٱلْغَيْبُ لِلَّهِ فَٱنتَظِرُوٓا۟ إِنِّى مَعَكُم مِّنَ ٱلْمُنتَظِرِينَ 20

(20) Dan mereka berkata: "Mepada tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?" Maka katakanlah: "Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang manunggu.

(20) 

Orang-orang kafir pendusta dan pengingkar itu mengatakan, "Mengapa tidak diturunkan kepada Muhammad suatu mukjizat dari Tuhannya?" Mereka bermaksud seperti apa yang telah diberikan kepada kaum Samud —yaitu unta Nabi Saleh— atau Muhammad dapat mengubah Bukit Safa menjadi emas. atau menggeserkan dari mereka bukit-bukit Mekah dan menggantikannya dengan taman-taman dan sungai-sungai, atau hal lainnya yang semacam, yang Allah mampu melakukannya.

Akan tetapi, Allah Mahabijaksana dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

تَبَارَكَ الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا مِنْ ذَلِكَ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ وَيَجْعَلْ لَكَ قُصُورًا

Mahasuci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan­Nya bagimu yang lebih baik daripada yang demikian, (yaitu) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan­Nya (pula) untukmu istana-istana. Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat. (Al-Furqan: 1-11)

وَمَا مَنَعَنَا أَنْ نُرْسِلَ بِالآيَاتِ إِلا أَنْ كَذَّبَ بِهَا الأوَّلُونَ وَآتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا

Dan sekali-kali tidak ada yang menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-or­ang dahulu. (Al-Isra: 59). hingga akhir ayat.

Dengan kata lain, Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya sunnah-Ku (ketetapan-Ku) terhadap makhluk-Ku ialah apabila Aku berikan kepada mereka apa yang mereka minta itu, mendingan jika mereka beriman kepadanya, tetapi jika mereka tidak beriman kepadanya, niscaya Aku segerakan siksaan-Ku terhadap mereka."

Karena itulah ketika Rasulullah Saw. disuruh memilih antara memberikan kepada mereka apa yang mereka minta dengan syarat mereka harus beriman—jika tidak beriman, maka mereka akan diazab— dan antara menangguhkan mereka, maka Rasulullah Saw. memilih penangguhan bagi mereka. Itulah sikap Rasul Saw. kepada umatnya, beliau sangat penyantun terhadap mereka. Karena itulah Allah Swt. memberikan petunjuk kepada Nabi-Nya dalam menjawab permintaan mereka melalui firman-Nya:

فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلَّهِ

Katakanlah, "Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah.” (Yunus: 2)

Dengan kata lain, semua perkara itu adalah kepunyaan Allah, Dia mengetahui akibat dari semua urusan.

فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ

sebab itu tunggu (sajalah) oleh kalian, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu. (Yunus: 2)

Maksudnya, jika kalian tidak mau beriman sebelum kalian menyaksikan apa yang kalian minta, maka tunggulah keputusan Allah tentang aku dan kalian. Padahal mereka telah menyaksikan sebagian dari mukjizat-mukjizat yang diperlihatkan oleh Nabi Saw. kepada mereka, bahkan hal itu jauh lebih besar daripada apa yang mereka minta. Yaitu ketika Nabi Saw. berada di hadapan mereka, lalu mengisyaratkan tangannya ke arah bulan di malam purnama, maka bulan itu terbelah menjadi dua; yang satu berada di belakang bukit, sedangkan yang lainnya berada di hadapan bukit. Hal ini lebih besar daripada semua mukjizat bumi yang pernah mereka minta dan yang tidak mereka minta. Seandainya Allah mengetahui bahwa mereka meminta hal tersebut dengan permintaan ingin mendapat hidayah dan bukti penguat, niscaya Dia mengabulkan permintaan mereka. Akan tetapi. Allah Swt. mengetahui bahwa mereka meminta hanya semata-mata terdorong oleh keingkaran mereka dan ingin menguji. Karena itulah Allah membiarkan mereka dalam keraguannya. Dan Allah mengetahui bahwa tidak ada seorang pun dari mereka yang mau beriman, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ

Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan. (Yunus: 96-97), hingga akhir ayat.

وَلَوْ أَنَّنَا نزلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ

Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. (Al-An'am: 111), hingga akhir ayat.

Juga karena di dalam diri mereka yang tidak mau beriman terdapat kesombongan yang tinggi, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَظَلُّوا فِيهِ يَعْرُجُونَ لَقَالُوا إِنَّمَا سُكِّرَتْ أَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَسْحُورُونَ

Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu (pintu-pintu) langit. (Al-Hijr: 14), hingga akhir ayat berikutnya.

وَإِنْ يَرَوْا كِسْفًا مِنَ السَّمَاءِ سَاقِطًا يَقُولُوا سَحَابٌ مَرْكُومٌ

Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur. (Ath-Thur: 44), hingga akhir ayat.

وَلَوْ نزلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ مُبِينٌ

Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata, "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” (Al-An'am: 7)

Orang-orang seperti itu permintaan mereka tidak usah dijawab (diperkenankan) karena tidak ada gunanya. Permintaan mereka hanya berdasarkan pada keingkaran dan pembangkangannya, karena kedurhakaan dan kerusakan yang ada dalam diri mereka sudah terlalu parah. Sebab itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ

sebab itu tunggu (sajalah) oleh kalian, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu. (Yunus: 2)