41 - فصلت - Fussilat

Juz : 24

Explained in detail
Meccan

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ 30

(30) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

(30) 

Firman Allah Swt.:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. (Fushshilat: 30)

Yakni mereka ikhlas dalam beramal hanya karena Allah Swt., yaitu dengan menaati apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. kepada mereka.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا الْجَرَّاحُ، حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ أَبُو قُتَيْبَةَ الشَّعِيري، حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي حَزْمٍ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَرَأَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا قَدْ قَالَهَا نَاسٌ ثُمَّ كَفَرَ أَكْثَرُهُمْ، فَمَنْ قَالَهَا حَتَّى يَمُوتَ فَقَدِ اسْتَقَامَ عَلَيْهَا.

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Qutaibah atau Qutaibah Asy-Sya'iri, telah menceritakan kepada kami Suhail ibnu Abu Hazim, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut kepada kami, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. (Fushshilat: 3) Sesungguhnya ada segolongan manusia yang telah mengucapkannya, tetapi setelah itu kebanyakan dari mereka kafir. Maka barang siapa yang mengucapkannya dan berpegang teguh kepadanya hingga mati, berarti dia telah meneguhkan pendiriannya pada kalimah tersebut.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya, juga Al-Bazzar, dan Ibnu Jarir, dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Muslim ibnu Qutaibah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Al-Fallas dengan sanad yang sama.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Amir ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnu Imran yang mengatakan bahwa ia pernah membaca ayat berikut di hadapan sahabat Abu Bakar As-Siddiq r.a., yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 3) Lalu Abu Bakar mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Al-Aswad ibnu Hilal yang mengatakan bahwa Abu Bakar r.a. pernah mengatakan, "Bagaimanakah menurut kalian makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya?” (Fushshilat: 3) Maka mereka menjawab, "Tuhan kami ialah Allah," kemudian mereka meneguhkan pendiriannya dengan menghindari dari perbuatan dosa. Maka Abu Bakar r.a. berkata, "Sesungguhnya kalian menakwiIkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya. Lalu mereka berkata, "Tuhan kami ialah Allah," kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, tidak menoleh kepada Tuhan lain kecuali hanya Allah.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Aqdi, -dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai suatu ayat di dalam Kitabullah yang paling ringan. Maka Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 3) dalam bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah.

Az-Zuhri mengatakan bahwa Umar r.a. membaca ayat ini di atas mimbarnya, kemudian mengatakan, "Demi Allah, mereka meneguhkan pendiriannya karena Allah dengan taat kepada-Nya, dan mereka tidak mencla-mencle seperti musang."

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 30) dalam menunaikan hal-hal yang difardukan oleh-Nya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah. Qatadah mengatakan bahwa Al-Hasan selalu mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, Engkau adalah Tuhan kami, maka berilah kami istiqamah (keteguhan dalam pendirian)."

Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 3) Yakni mengikhlaskan ketaatan dan beramal karena Allah Swt.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْم، حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ، عَنْ أَبِيهِ ؛ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مُرْنِي بِأَمْرٍ فِي الْإِسْلَامِ لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ. قَالَ: "قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ، ثُمَّ اسْتَقِمْ" قُلْتُ: فَمَا أَتَّقِي؟ فَأَوْمَأَ إِلَى لِسَانِهِ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Ata, dari Abdullah ibnu Sufyan, dari ayahnya, bahwa seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku suatu perintah dalam Islam, yang kelak aku tidak akan bertanya lagi kepada seorang pun sesudahmu." Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah, "Tuhanku ialah Allah, " kemudian teguhkanlah pendirianmu! Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang harus kupelihara?” Rasulullah Saw. mengisyaratkan ke arah lisannya (yakni menjaga mulut).

Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Syu'bah, dari Ya'la ibnu Ata dengan sanad yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَاعِزٍ الْغَامِدِيِّ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ. قَالَ: "قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ، ثُمَّ اسْتَقِمْ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَكْثَرَ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَرَفِ لِسَانِ نَفْسِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, dari Abdur Rahman ibnu Ma'iz Al-Gamidi, dari Sufyan ibnu Abdullah As-Saqafi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sebutkanlah suatu perkara kepadaku yang kelak akan kujadikan pegangan." Rasulullah Saw. menjawab: Katakanlah, "Tuhanku ialah Allah, " kemudian teguhkanlah pendirianmu! Kemudian aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau sangat khawatirkan terhadap diriku?” Maka Rasulullah Saw. memegang ujung lisannya dan bersabda, "Ini" (yakni jaga lisanmu).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Muslim di dalam kitab sahihnya —juga Imam Nasai—telah mengetengahkannya melalui hadis Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Sufyan ibnu Abdullah As-Saqafi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, katakanlah suatu urusan kepadaku tentang Islam, yang kelak aku tidak akan menanyakannya kepada seorang pun sesudah engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah, "Aku beriman kepada Allah, " kemudian teguhkanlah pendirianmu. hingga akhir hadis.

Firman Allah Swt.:

تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ

maka malaikat akan turun kepada mereka. (Fushshilat: 30)

Mujahid, As-Saddi, Zaid ibnu Aslam, dan anaknya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah di saat mereka menjelang kematiannya, para malaikat itu turun kepada mereka dengan mengatakan:

أَلا تَخَافُوا

Janganlah kamu merasa takut. (Fushshilat: 30)

Mujahid, Ikrimah, dan Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu takut dalam menghadapi kehidupan masa mendatang di akhirat.

وَلا تَحْزَنُوا

dan janganlah kamu merasa sedih. (Fushshilat: 30)

terhadap urusan dunia yang kamu tinggalkan, seperti urusan anak, keluarga, harta benda, dan utang; karena sesungguhnya Kami akan menggantikanmu dalam mengurusnya.

وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30)

Para malaikat menyampaikan berita gembira kepada mereka akan lenyapnya semua keburukan dan akan memperoleh semua kebaikan.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Al-Barra r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya para malaikat berkata kepada roh orang mukmin, "Keluarlah engkau, hai jiwa yang baik, dari tubuh yang baik yang sebelumnya engkau huni, keluarlah engkau menuju kepada ampunan dan nikmat serta Tuhan yang tidak murka."

Menurut pendapat lain, para malaikat turun kepada mereka di saat mereka dibangkitkan dari kuburnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas dan As-Saddi.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Mazhar, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sabit membaca surat Ha Mim As-Sajdah. Dan ketika bacaannya sampai pada firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, maka malaikat akan turun kepada mereka. (Fushshilat: 3) Maka dia berhenti dari bacaannya, kemudian berkata bahwa telah sampai suatu berita kepada kami yang menyebutkan bahwa seorang mukmin ketika dibangkitkan oleh Allah Swt. dari kuburnya, ada dua malaikat menyambutnya. Kedua malaikat itu yang dahulunya selalu bersamanya ketika di dunia. Lalu keduanya mengatakan kepadanya, "Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih." dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah di janjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30) Maka Allah menenteramkan rasa takutnya dan menyenangkan hatinya, dan tiada suatu peristiwa besar yang terjadi di hari kiamat yang ditakuti oleh manusia melainkan hal itu bagi orang mukmin merupakan penyejuk hatinya berkat petunjuk Allah Swt. kepadanya, dan berkat amal perbuatannya selama di dunia.

Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa para malaikat itu menyampaikan berita gembira kepada orang mukmin saat menjelang kematiannya dan saat ia dibangkitkan dari kuburnya.

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Pendapat ini bila dibandingkan dengan semua pendapat yang telah disebutkan di atas merupakan pendapat yang sangat baik dan memang kenyataannya demikian.


نَحْنُ أَوْلِيَآؤُكُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِىٓ أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ 31

(31) Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.

(31) 

Firman Allah Swt.:

نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ

Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat. (Fushshilat: 31)

Yakni para malaikat itu berkata kepada orang-orang mukmin saat mereka menjelang kematiannya, "Kami adalah teman-teman kalian selama di dunia, kami bimbing kalian, kami luruskan kalian, dan kami pelihara kalian berkat perintah Allah. Demikian pula kami akan selalu bersamamu dalam kehidupan di akhirat; kami menemani rasa kesendirianmu dalam kuburmu dan pada saat sangkakala ditiup, dan kami selamatkan kamu pada hari berbangkit, kami bawa kamu berlalu menyeberangi sirat, dan kami sampaikan kamu ke surga yang penuh dengan kenikmatan."

وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ

di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan. (Fushshilat: 31)

Maksudnya, di dalam surga kamu memperoleh semua yang kamu pilih dan semua yang kamu inginkan, juga memperoleh semua yang dipandang sedap oleh matamu.

وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (Fushshilat: 31)

Yakni betapapun permintaanmu, niscaya kamu akan menjumpainya berada di hadapanmu seperti yang kamu minta dan kamu pilih.

نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ

Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 31)

Yaitu sebagai jamuan, anugerah, dan pemberian nikmat dari Tuhan Yang Maha Pengampun semua dosa kalian lagi Maha Penyayang kepada kalian serta Maha Pengasih, karena Dia telah mengampuni, menutupi, mengasihani dan bersikap lembut kepada kalian.

Ibnu Abu Hatim dalam ayat ini telah mengetengahkan sebuah hadis tentang pasar di dalam surga, yaitu pada tafsir firman-Nya: di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 31-32). Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ حَبِيبِ بْنِ أَبِي الْعِشْرِينَ أَبِي سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ: أَنَّهُ لَقِيَ أَبَا هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: نَسْأَلُ اللَّهَ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ فِي سُوقِ الجنة. فقال سعيد: أو فيها سُوقٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، أَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم إن أهل الجنة إذا دَخَلُوا فِيهَا، نَزَلُوا بِفَضْلِ أَعْمَالِهِمْ، فَيُؤْذَنُ لَهُمْ فِي مِقْدَارِ يَوْمِ الْجُمْعَةِ فِي أَيَّامِ الدُّنْيَا فَيَزُورُونَ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، وَيُبْرِزَ لَهُمْ عَرْشَهُ، وَيَتَبَدَّى لَهُمْ فِي رَوْضَةٍ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَتُوضَعُ لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ لُؤْلُؤٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ يَاقُوتٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ زَبَرْجَدٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ ذَهَبٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ فِضَّةٍ، وَيَجْلِسُ [فِيهِ] أَدْنَاهُمْ وَمَا فِيهِمْ دَنِيءٌ عَلَى كُثْبَانِ الْمِسْكِ وَالْكَافُورِ، مَا يَرَوْنَ بِأَنَّ أَصْحَابَ الْكَرَاسِيِّ بِأَفْضَلَ مِنْهُمْ مَجْلِسًا. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ نَرَى رَبَّنَا [يَوْمَ الْقِيَامَةِ] ؟ قَالَ: "نَعَمْ هَلْ تَتَمَارَوْنَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَكَذَلِكَ لَا تَتَمَارَوْنَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ تَعَالَى، وَلَا يَبْقَى فِي ذَلِكَ الْمَجْلِسِ أَحَدٌ إِلَّا حَاضَرَهُ اللَّهُ مُحَاضَرَةً، حَتَّى إِنَّهُ لِيَقُولَ لِلرَّجُلِ مِنْهُمْ: يَا فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ، أَتَذْكُرُ يَوْمَ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا؟ -يذكِّره بِبَعْضِ غَدَرَاتِهِ فِي الدُّنْيَا-فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، أَفَلَمْ تَغْفِرْ لِي؟ فَيَقُولُ: بَلَى فَبِسِعَةِ مَغْفِرَتِي بَلَغْتَ مَنْزِلَتَكَ هَذِهِ. قَالَ: فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ غَشِيَتْهُمْ سَحَابَةٌ مِنْ فَوْقِهِمْ، فَأَمْطَرَتْ عَلَيْهِمْ طِيبًا لَمْ يَجِدُوا مِثْلَ رِيحِهِ شَيْئًا قَطُّ". قَالَ: ثُمَّ يَقُولُ رَبُّنَا -عَزَّ وَجَلَّ-: قُومُوا إِلَى مَا أَعْدَدْتُ لَكُمْ مِنَ الْكَرَامَةِ، وَخُذُوا مَا اشْتَهَيْتُمْ". قَالَ: "فَنَأْتِي سُوقًا قَدْ حَفَّت بِهِ الْمَلَائِكَةُ، فِيهَا مَا لَمْ تَنْظُرِ الْعُيُونُ إِلَى مِثْلِهِ، وَلَمْ تَسْمَعِ الْآذَانُ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى الْقُلُوبِ. قَالَ: فَيَحْمِلُ لَنَا مَا اشْتَهَيْنَا، لَيْسَ يُبَاعُ فِيهِ شَيْءٌ وَلَا يُشْتَرَى، وَفِي ذَلِكَ السُّوقِ يَلْقَى أَهْلُ الْجَنَّةِ بَعْضُهُمْ بَعْضًا". قَالَ: "فَيُقْبِلُ الرَّجُلُ ذُو الْمَنْزِلَةِ الرَّفِيعَةِ، فَيَلْقَى مَنْ هُوَ دُونَهُ-وَمَا فِيهِمْ دَنِيءٌ فَيُرَوِّعُهُ مَا يَرَى عَلَيْهِ مِنَ اللِّبَاسِ، فَمَا يَنْقَضِي آخِرُ حَدِيثِهِ حَتَّى يَتَمَثَّلَ عَلَيْهِ أَحْسَنُ مِنْهُ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَحْزَنَ فِيهَا. ثُمَّ نَنْصَرِفُ إِلَى مَنَازِلِنَا، فَيَتَلَقَّانَا أَزْوَاجُنَا فَيَقُلْنَ: مَرْحَبًا وَأَهْلًا بِحِبَّنا، لَقَدْ جِئْتَ وَإِنَّ بِكَ مِنَ الْجِمَالِ وَالطِّيبِ أَفْضَلَ مِمَّا فَارَقْتَنَا عَلَيْهِ. فَيَقُولُ: إِنَّا جَالَسْنَا الْيَوْمَ رَبَّنَا الْجَبَّارَ -عَزَّ وَجَلَّ-وَبِحَقِّنَا أَنْ نَنْقَلِبَ بِمِثْلِ مَا انْقَلَبْنَا بِهِ".

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdul Humaid ibnu Habib ibnu Abul Isyrin Abu Sa'id Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Hassan ibnu Atiyyah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa ia bersua dengan Abu Hurairah r.a., lalu Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menghimpunkan aku dan kamu di dalam pasar surga." Sa'id ibnu Jubair bertanya, "Apakah di dalam surga terdapat pasar?" Abu Hurairah dalam jawabannya mengiakan, lalu ia menerangkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita kepadanya: bahwa para penghuni surga apabila telah dimasukkan ke dalam surga, mereka mendapat jamuan dari Allah berkat keutamaan amal perbuatan mereka. Maka diizinkan bagi mereka selama satu hari seperti lamanya hari Jumat pada kalian; dalam waktu itu Allah menampakkan bagi mereka 'Arasy-Nya, dan Allah menampakkan diri bagi mereka di dalam suatu taman surga. Kemudian dibuatkan bagi mereka mimbar-mimbar, ada yang dari cahaya, ada yang dari mutiara, ada yang dari yaqut, ada yang dari zabarjad, ada yang dari emas, dan ada yang dari perak. Orang yang paling bawah kedudukannya dari ahli surga yang pada penampilannya tiada yang rendah di antara mereka, mereka duduk di atas tumpukan minyak kesturi dan kafur, dan mereka tidak memandang bahwa ahli surga yang mempunyai kursi kedudukan lebih utama kedudukannya daripada mereka. Abu Hurairah r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, apakah kalian berdesak-desakan saat melihat matahari dan rembulan di malam purnama?" Kami menjawab, "Tidak." Rasulullah Saw. bersabda, bahwa demikian pula kalian tidak berdesak-desakan saat melihat Tuhan kalian. Dan tiada seorang pun yang ada dalam majelis tersebut melainkan Allah menjumpainya sekali jumpa. Sehingga Allah Swt. berfirman kepada seseorang dari mereka, "Hai Fulan bin Fulan, apakah engkau teringat hari anu ketika kamu mengerjakan anu dan anu," Allah mengingatkannya tentang sebagian dari kekeliruannya semasa di dunia. Maka lelaki itu menjawab, "Ya, benar Tuhanku, saya ingat, tetapi bukankah Engkau telah memberi ampun bagiku?" Allah Swt. menjawab, "Benar, maka berkat keluasan ampunan-Ku engkau mencapai kedudukanmu yang sekarang ini." Ketika para ahli surga dalam keadaan demikian, lalu mereka ditutupi oleh awan dari atas mereka, dan turunlah hujan wewangian kepada mereka yang wanginya belum pernah mereka rasakan seharum itu. Kemudian Allah berfirman, "Bangkitlah kalian menuju tempat yang telah Kusediakan bagi kalian, yaitu tempat yang terhormat, dan ambillah apa saja yang kalian sukai." Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu kami mendatangi suatu pasar yang dikelilingi oleh para malaikat, di dalamnya terdapat segala sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata hal yang semisal dengannya, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik di hati manusia. Maka dibawakanlah bagi kami segala sesuatu yang kami sukai tanpa harus memakai transaksi jual beli, dan di dalam pasar itu sebagian ahli surga bersua dengan sebagian yang lainnya. Datanglah seorang ahli surga yang mempunyai kedudukan yang tinggi menjumpai ahli surga yang kedudukannya berada di bawahnya, tetapi tiada seorang pun di antara mereka yang rendah. Maka yang berkedudukan lebih rendah itu merasa terkejut dengan pakaian yang dikenakan oleh temannya yang lebih tinggi kedudukannya itu. Belum lagi pembicaraannya habis, tiba-tiba yang berkedudukan rendah berubah dengan penampilan yang lebih baik daripada temannya itu. Demikian itu karena seseorang tidak boleh merasa bersedih hati di dalam surga. Setelah itu kami pulang ke tempat tinggal masing-masing dan disambut oleh istri-istri kami seraya mengatakan, "Selamat datang, kekasih kami, sesungguhnya engkau datang dengan penampilan yang lebih tampan, lebih harum, dan lebih utama daripada sebelumnya saat engkau meninggalkan kami." Maka suaminya menjawab, "Sesungguhnya kami hari ini bertamu kepada Tuhan kami Yang Maha Mengalahkan, Mahasuci, lagi Mahatinggi, maka sudah sepantasnya bila kami kembali pulang dalam keadaan seperti ini berkat kemurahan-Nya."

Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini di dalam Sifatul Jannah, bagian dari kitab Jami'-nya melalui Muhammad ibnu Ismail, dari Hisyam ibnu Ammar.

Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad dan lafaz yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui jalur ini.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِي، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ". قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ؟ قَالَ: "لَيْسَ ذَلِكَ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حُضِر جَاءَهُ الْبَشِيرُ مِنَ اللَّهِ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَكُونَ قَدْ لَقِيَ اللَّهَ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ" قَالَ: "وَإِنَّ الْفَاجِرَ -أَوِ الْكَافِرَ-إِذَا حُضِر جَاءَهُ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ مِنَ الشَّرِّ -أَوْ: مَا يَلْقَى مِنَ الشَّرِّ-فَكَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ فَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menyukai perjumpaan dengan Allah, maka Allah menyukai pula perjumpaan dengannya. Dan barang siapa yang tidak suka perjumpaan dengan Allah, maka Allah tidak suka pula berjumpa dengannya. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, kita semua tentu tidak suka mati." Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu bukan berarti membenci kematian, tetapi seorang mukmin itu apabila menjelang kematiannya didatangi oleh malaikat pembawa berita gembira dari Allah Swt. yang menceritakan kepadanya tempat yang bakal dihuninya. Maka tiada sesuatu pun yang lebih disukainya selain dari perjumpaan dengan Allah Swt. Maka Allah pun suka menjumpainya. Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya seorang pendurhaka atau seorang kafir apabila menjelang kematiannya didatangkan kepadanya keburukan yang kelak akan menjadi tempat tinggalnya atau keburukan yang akan dijumpainya. Karena itu ia membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun tidak suka berjumpa dengannya.

Hadis ini sahih, dan di dalam kitab sahih hadis ini telah diketengahkan melalui jalur yang lain.


نُزُلًۭا مِّنْ غَفُورٍۢ رَّحِيمٍۢ 32

(32) Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(32) 

Ibnu Abu Hatim dalam ayat ini telah mengetengahkan sebuah hadis tentang pasar di dalam surga, yaitu pada tafsir firman-Nya: di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 31-32). Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ حَبِيبِ بْنِ أَبِي الْعِشْرِينَ أَبِي سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ: أَنَّهُ لَقِيَ أَبَا هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: نَسْأَلُ اللَّهَ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ فِي سُوقِ الجنة. فقال سعيد: أو فيها سُوقٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، أَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم إن أهل الجنة إذا دَخَلُوا فِيهَا، نَزَلُوا بِفَضْلِ أَعْمَالِهِمْ، فَيُؤْذَنُ لَهُمْ فِي مِقْدَارِ يَوْمِ الْجُمْعَةِ فِي أَيَّامِ الدُّنْيَا فَيَزُورُونَ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، وَيُبْرِزَ لَهُمْ عَرْشَهُ، وَيَتَبَدَّى لَهُمْ فِي رَوْضَةٍ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَتُوضَعُ لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ لُؤْلُؤٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ يَاقُوتٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ زَبَرْجَدٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ ذَهَبٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ فِضَّةٍ، وَيَجْلِسُ [فِيهِ] أَدْنَاهُمْ وَمَا فِيهِمْ دَنِيءٌ عَلَى كُثْبَانِ الْمِسْكِ وَالْكَافُورِ، مَا يَرَوْنَ بِأَنَّ أَصْحَابَ الْكَرَاسِيِّ بِأَفْضَلَ مِنْهُمْ مَجْلِسًا. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ نَرَى رَبَّنَا [يَوْمَ الْقِيَامَةِ] ؟ قَالَ: "نَعَمْ هَلْ تَتَمَارَوْنَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَكَذَلِكَ لَا تَتَمَارَوْنَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ تَعَالَى، وَلَا يَبْقَى فِي ذَلِكَ الْمَجْلِسِ أَحَدٌ إِلَّا حَاضَرَهُ اللَّهُ مُحَاضَرَةً، حَتَّى إِنَّهُ لِيَقُولَ لِلرَّجُلِ مِنْهُمْ: يَا فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ، أَتَذْكُرُ يَوْمَ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا؟ -يذكِّره بِبَعْضِ غَدَرَاتِهِ فِي الدُّنْيَا-فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، أَفَلَمْ تَغْفِرْ لِي؟ فَيَقُولُ: بَلَى فَبِسِعَةِ مَغْفِرَتِي بَلَغْتَ مَنْزِلَتَكَ هَذِهِ. قَالَ: فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ غَشِيَتْهُمْ سَحَابَةٌ مِنْ فَوْقِهِمْ، فَأَمْطَرَتْ عَلَيْهِمْ طِيبًا لَمْ يَجِدُوا مِثْلَ رِيحِهِ شَيْئًا قَطُّ". قَالَ: ثُمَّ يَقُولُ رَبُّنَا -عَزَّ وَجَلَّ-: قُومُوا إِلَى مَا أَعْدَدْتُ لَكُمْ مِنَ الْكَرَامَةِ، وَخُذُوا مَا اشْتَهَيْتُمْ". قَالَ: "فَنَأْتِي سُوقًا قَدْ حَفَّت بِهِ الْمَلَائِكَةُ، فِيهَا مَا لَمْ تَنْظُرِ الْعُيُونُ إِلَى مِثْلِهِ، وَلَمْ تَسْمَعِ الْآذَانُ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى الْقُلُوبِ. قَالَ: فَيَحْمِلُ لَنَا مَا اشْتَهَيْنَا، لَيْسَ يُبَاعُ فِيهِ شَيْءٌ وَلَا يُشْتَرَى، وَفِي ذَلِكَ السُّوقِ يَلْقَى أَهْلُ الْجَنَّةِ بَعْضُهُمْ بَعْضًا". قَالَ: "فَيُقْبِلُ الرَّجُلُ ذُو الْمَنْزِلَةِ الرَّفِيعَةِ، فَيَلْقَى مَنْ هُوَ دُونَهُ-وَمَا فِيهِمْ دَنِيءٌ فَيُرَوِّعُهُ مَا يَرَى عَلَيْهِ مِنَ اللِّبَاسِ، فَمَا يَنْقَضِي آخِرُ حَدِيثِهِ حَتَّى يَتَمَثَّلَ عَلَيْهِ أَحْسَنُ مِنْهُ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَحْزَنَ فِيهَا. ثُمَّ نَنْصَرِفُ إِلَى مَنَازِلِنَا، فَيَتَلَقَّانَا أَزْوَاجُنَا فَيَقُلْنَ: مَرْحَبًا وَأَهْلًا بِحِبَّنا، لَقَدْ جِئْتَ وَإِنَّ بِكَ مِنَ الْجِمَالِ وَالطِّيبِ أَفْضَلَ مِمَّا فَارَقْتَنَا عَلَيْهِ. فَيَقُولُ: إِنَّا جَالَسْنَا الْيَوْمَ رَبَّنَا الْجَبَّارَ -عَزَّ وَجَلَّ-وَبِحَقِّنَا أَنْ نَنْقَلِبَ بِمِثْلِ مَا انْقَلَبْنَا بِهِ".

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdul Humaid ibnu Habib ibnu Abul Isyrin Abu Sa'id Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Hassan ibnu Atiyyah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa ia bersua dengan Abu Hurairah r.a., lalu Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menghimpunkan aku dan kamu di dalam pasar surga." Sa'id ibnu Jubair bertanya, "Apakah di dalam surga terdapat pasar?" Abu Hurairah dalam jawabannya mengiakan, lalu ia menerangkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita kepadanya: bahwa para penghuni surga apabila telah dimasukkan ke dalam surga, mereka mendapat jamuan dari Allah berkat keutamaan amal perbuatan mereka. Maka diizinkan bagi mereka selama satu hari seperti lamanya hari Jumat pada kalian; dalam waktu itu Allah menampakkan bagi mereka 'Arasy-Nya, dan Allah menampakkan diri bagi mereka di dalam suatu taman surga. Kemudian dibuatkan bagi mereka mimbar-mimbar, ada yang dari cahaya, ada yang dari mutiara, ada yang dari yaqut, ada yang dari zabarjad, ada yang dari emas, dan ada yang dari perak. Orang yang paling bawah kedudukannya dari ahli surga yang pada penampilannya tiada yang rendah di antara mereka, mereka duduk di atas tumpukan minyak kesturi dan kafur, dan mereka tidak memandang bahwa ahli surga yang mempunyai kursi kedudukan lebih utama kedudukannya daripada mereka. Abu Hurairah r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, apakah kalian berdesak-desakan saat melihat matahari dan rembulan di malam purnama?" Kami menjawab, "Tidak." Rasulullah Saw. bersabda, bahwa demikian pula kalian tidak berdesak-desakan saat melihat Tuhan kalian. Dan tiada seorang pun yang ada dalam majelis tersebut melainkan Allah menjumpainya sekali jumpa. Sehingga Allah Swt. berfirman kepada seseorang dari mereka, "Hai Fulan bin Fulan, apakah engkau teringat hari anu ketika kamu mengerjakan anu dan anu," Allah mengingatkannya tentang sebagian dari kekeliruannya semasa di dunia. Maka lelaki itu menjawab, "Ya, benar Tuhanku, saya ingat, tetapi bukankah Engkau telah memberi ampun bagiku?" Allah Swt. menjawab, "Benar, maka berkat keluasan ampunan-Ku engkau mencapai kedudukanmu yang sekarang ini." Ketika para ahli surga dalam keadaan demikian, lalu mereka ditutupi oleh awan dari atas mereka, dan turunlah hujan wewangian kepada mereka yang wanginya belum pernah mereka rasakan seharum itu. Kemudian Allah berfirman, "Bangkitlah kalian menuju tempat yang telah Kusediakan bagi kalian, yaitu tempat yang terhormat, dan ambillah apa saja yang kalian sukai." Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu kami mendatangi suatu pasar yang dikelilingi oleh para malaikat, di dalamnya terdapat segala sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata hal yang semisal dengannya, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik di hati manusia. Maka dibawakanlah bagi kami segala sesuatu yang kami sukai tanpa harus memakai transaksi jual beli, dan di dalam pasar itu sebagian ahli surga bersua dengan sebagian yang lainnya. Datanglah seorang ahli surga yang mempunyai kedudukan yang tinggi menjumpai ahli surga yang kedudukannya berada di bawahnya, tetapi tiada seorang pun di antara mereka yang rendah. Maka yang berkedudukan lebih rendah itu merasa terkejut dengan pakaian yang dikenakan oleh temannya yang lebih tinggi kedudukannya itu. Belum lagi pembicaraannya habis, tiba-tiba yang berkedudukan rendah berubah dengan penampilan yang lebih baik daripada temannya itu. Demikian itu karena seseorang tidak boleh merasa bersedih hati di dalam surga. Setelah itu kami pulang ke tempat tinggal masing-masing dan disambut oleh istri-istri kami seraya mengatakan, "Selamat datang, kekasih kami, sesungguhnya engkau datang dengan penampilan yang lebih tampan, lebih harum, dan lebih utama daripada sebelumnya saat engkau meninggalkan kami." Maka suaminya menjawab, "Sesungguhnya kami hari ini bertamu kepada Tuhan kami Yang Maha Mengalahkan, Mahasuci, lagi Mahatinggi, maka sudah sepantasnya bila kami kembali pulang dalam keadaan seperti ini berkat kemurahan-Nya."

Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini di dalam Sifatul Jannah, bagian dari kitab Jami'-nya melalui Muhammad ibnu Ismail, dari Hisyam ibnu Ammar.

Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad dan lafaz yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui jalur ini.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِي، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ". قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ؟ قَالَ: "لَيْسَ ذَلِكَ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حُضِر جَاءَهُ الْبَشِيرُ مِنَ اللَّهِ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَكُونَ قَدْ لَقِيَ اللَّهَ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ" قَالَ: "وَإِنَّ الْفَاجِرَ -أَوِ الْكَافِرَ-إِذَا حُضِر جَاءَهُ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ مِنَ الشَّرِّ -أَوْ: مَا يَلْقَى مِنَ الشَّرِّ-فَكَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ فَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menyukai perjumpaan dengan Allah, maka Allah menyukai pula perjumpaan dengannya. Dan barang siapa yang tidak suka perjumpaan dengan Allah, maka Allah tidak suka pula berjumpa dengannya. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, kita semua tentu tidak suka mati." Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu bukan berarti membenci kematian, tetapi seorang mukmin itu apabila menjelang kematiannya didatangi oleh malaikat pembawa berita gembira dari Allah Swt. yang menceritakan kepadanya tempat yang bakal dihuninya. Maka tiada sesuatu pun yang lebih disukainya selain dari perjumpaan dengan Allah Swt. Maka Allah pun suka menjumpainya. Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya seorang pendurhaka atau seorang kafir apabila menjelang kematiannya didatangkan kepadanya keburukan yang kelak akan menjadi tempat tinggalnya atau keburukan yang akan dijumpainya. Karena itu ia membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun tidak suka berjumpa dengannya.

Hadis ini sahih, dan di dalam kitab sahih hadis ini telah diketengahkan melalui jalur yang lain.


وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًۭا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ 33

(33) Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"

(33) 

Firman Allah Swt.:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah. (Fushshilat: 33)

Yakni menyeru manusia untuk menyembah Allah semata.

وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

mengerjakan amal saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"? (Fushshilat: 33)

Yaitu dirinya sendiri mengerjakan apa yang dikatakannya dengan penuh konsekuen sehingga bermanfaat bagi dirinya, juga bagi orang lain yang mengikuti jejaknya. Dan dia bukan termasuk orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan, sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya; bukan pula termasuk orang-orang yang mencegah perkara yang mungkar, sedangkan mereka sendiri mengerjakannya. Bahkan dia menganjurkan kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan, dan menyeru manusia untuk kembali ke jalan Khaliq.

Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri mengerja­kannya dengan penuh konsekuen, dan orang yang paling utama dalam hal ini adalah Rasulullah Saw. Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Sirin, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.

Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah para juru azan yang saleh, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui salah satu hadisnya yang mengatakan:

"الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ"

juru azan adalah orang yang paling panjang lehernya (terhormat) kelak di hari kiamat.

Dan di dalam kitab sunan disebutkan melalui salah satu hadisnya yang berpredikat marfu':

"الْإِمَامُ ضَامِنٌ، وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، فَأَرْشَدَ اللَّهُ الْأَئِمَّةَ، وَغَفَرَ لِلْمُؤَذِّنِينَ"

Imam adalah penjamin, dan juru azan adalah orang yang dipercaya. Maka Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampun bagi para juru azan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Urwah, telah menceritakan kepada kami Gassan kadi Hirah. Abu Zar'ah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuTuhman, dari Matar, dari Al-Hasan, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas r.a. yang mengatakan bahwa anak panah juru azan di sisi Allah Swt. pada hari kiamat sama dengan anak panah mujahidin. Seorang juru azan di antara azan dan iqamahnya sama (pahalanya) dengan seorang mujahid yang berlumuran darahnya di jalan Allah.

Ibnu Mas'ud r.a. telah mengatakan bahwa seandainya dirinya ditugaskan menjadi juru azan, maka ia tidak peduli lagi dengan ibadah haji, tidak pula dengan ibadah umrah, tidak pula dengan jihad.

Umar ibnul Khattab r.a. telah mengatakan, "Seandainya aku menjadi juru azan, sempurnalah urusanku dan aku tidak mempedulikan lagi untuk tidak berdiri di malam hari salat sunat, tidak pula puasa (sunat) di siang harinya, karena aku pernah mendengar Rasulullah Saw. berdoa:

"اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ"

Ya Allah, berilah ampunan bagi orang-orang yang azan.'

sebanyak tiga kali. Lalu aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, engkau tinggalkan kami (dalam doamu), padahal kami berjuang dengan pedang untuk membela seruan azan.' Rasulullah Saw. bersabda:

"كَلَّا يَا عُمَرُ، إِنَّهُ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَتْرُكُونَ الْأَذَانَ عَلَى ضُعَفَائِهِمْ، وَتِلْكَ لُحُومٌ حَرَّمَهَا اللَّهُ عَلَى النَّارِ، لُحُومُ الْمُؤَذِّنِينَ"

Bukan itu, hai Umar. Sesungguhnya kelak akan datang suatu masa bagi manusia, di masa itu manusia meninggalkan azan (dan menyerahkannya) kepada orang-orang lemah mereka. Dan daging itu diharamkan oleh Allah Swt. masuk neraka, yaitu daging para juru azan'.”

Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa berkenaan dengan para juru azanlah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"? (Fushshilat: 33)

Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seruan juru azan saat mengucapkan, "Hayya 'alas salah (marilah kita kerjakan salat)," dan sesungguhnya dia menyeru (manusia) kepada Allah.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar dan Ikrimah, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan juru azan.

Al-Bagawi telah meriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mengerjakan amal yang saleh. (Fushshilat: 33) Yakni salat dua rakaat di antara azan dan iqamah. Kemudian Al-Bagawi mengetengahkan hadis Abdullah ibnul Mugaffal r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ". ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: "لِمَنْ شَاءَ"

Di antara dua azan (azan dan iqamah) terdapat salat (sunat) —kemudian pada yang ketiga kalinya beliau Saw. bersabda— bagi orang yang menghendaki (nya).

Jamaah telah mengetengahkan di dalam kitab mereka masing-masing melalui hadis Abdullah ibnu Buraidah, dari Abdullah ibnul Mugaffal r.a. Juga melalui hadis Ats-Tsauri, dari Zaid Al-Ama, dari Abu Iyas Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik r.a. Ats-Tsauri mengatakan, ia merasa yakin bahwa Anas ibnu Malik me-rafa '-kan hadis ini sampai kepada Nabi Saw., yaitu:

"الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ".

Doa yang dipanjatkan di antara azan dan iqamah tidak ditolak.

Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah telah meriwayatkan semuanya melalui hadis Ats-Tsauri dengan sanad yang sama.

Pendapat yang benar menunjukkan bahwa makna ayat ini bersifat umum menyangkut para juru azan dan lain-lainnya. Adapun mengenai saat diturunkannya ayat ini, azan salat masih belum disyariatkan sama sekali karena ayat ini Makkiyyah; sedangkan azan baru disyariatkan hanya di Madinah sesudah hijrah ketika kalimat-kalimat azan diperlihatkan kepada Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Ansari dalam mimpinya, lalu ia menceritakannya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan kepadanya agar mengajarkan azan kepada Bilal r.a. karena sesungguhnya Bilal memiliki suara yang keras dan lantang, sebagaimana yang telah disebutkan di tempatnya.

Dengan demikian, berarti yang benar makna ayat ini bersifat umum. Seperti yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia membaca firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushshilat: 33)

Lalu Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa orang yang dimaksud adalah kekasih Allah, dia penolong (agama) Allah, dia orang pilihan Allah, dia orang yang diutamakan oleh Allah, dia adalah orang yang paling disukai Allah di antara penduduk bumi. Dia memenuhi seruan Allah dan menyeru manusia untuk memenuhi seruan Allah seperti yang dilakukan olehnya, dan ia beramal saleh sebagai pengamalan seman Allah, lalu ia berkata, "Aku termasuk orang-orang yang berserah diri," dan ini menjadikannya sebagai khalifah Allah.



وَلَا تَسْتَوِى ٱلْحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ۚ ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌۭ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌۭ 34

(34) Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

(34) 

Firman Allah Swt.:

وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. (Fushshilat: 34)

Yakni alangkah besarnya perbedaan di antara keduanya.

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. (Fushshilat: 34)

Maksudnya, barang siapa yang berbuat jahat terhadap dirimu, tolaklah kejahatan itu darimu dengan cara berbuat baik kepada pelakunya. Seperti yang dikatakan oleh Umar r.a., "Hukuman yang setimpal bagi orang yang durhaka kepada Allah karena menyakitimu ialah dengan cara kamu berbuat taat kepada Allah dalam menghadapinya."

Firman Allah Swt.:

فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Fushshilat: 34)

Yang dimaksud dengan hamim ialah teman setia. Yakni jika engkau berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu, maka kebaikan yang kamu ulurkan kepadanya akan melunakkan hatinya dan berbalik menyukai dan menyenangimu, hingga seakan-akan dia menjadi teman yang dekat denganmu dan akan tertanamlah di dalam hatinya rasa kasihan kepadamu dan ingin berbuat baik kepadamu.


وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلَّذِينَ صَبَرُوا۟ وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍۢ 35

(35) Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.

(35) 

 Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar. (Fushshilat: 35)

Artinya, perintah ini tidak dapat diterima, tidak dapat pula diamalkan kecuali hanyalah oleh orang yang sabar dalam menjalaninya, karena sesungguhnya hal ini amat berat pengamalannya.

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fushshilat: 35)

Yakni orang yang mempunyai kebahagiaan yang besar dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk bersabar saat sedang marah (emosi), penyantun dalam menghadapi orang yang tidak mengerti, dan memaaf bila disakiti. Apabila mereka melakukan pekerti ini, maka Allah akan memelihara mereka dari godaan setan, dan menundukkan bagi mereka musuh-musuh mereka sehingga seakan-akan menjadi teman yang sangat dekat.


وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ نَزْغٌۭ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ 36

(36) Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

(36) 

Firman Allah Swt.:

وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ

Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. (Fushshilat: 36)

Kalau setan manusia barangkali dapat ditundukkan dengan bersikap baik kepadanya. Sedangkan setan jin, maka tiada cara bagi orang mukmin untuk menghindarinya bila melancarkan godaannya selain memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Menciptakannya, karena Dialah Yang menguasakannya terhadapmu. Apabila engkau memohon perlindungan kepada Allah, maka Dia akan menghindarkannya darimu dan menolak tipu dayanya. Dan Rasulullah Saw. apabila berdiri untuk salatnya selalu mengucapkan doa berikut:

"أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ"

Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk, yaitu dari bisikan, godaan, dan rayuannya.

Dalam pembahasan yang lalu telah kami sebutkan bahwa konteks ini di dalam Al-Qur'an tiada bandingannya kecuali di dalam surat Al-A'raf, yaitu pada firman-Nya:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf: 199-2)

Dan firman Allah Swt. dalam surat Al-Mu’minun, yaitu:

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.”(Al-Mu’minun: 96-98)


وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ 37

(37) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.

(37) 

Allah Swt. berfirman, mengingatkan kepada makhluk-Nya akan kekuasaan-Nya yang besar, dan bahwa Dia tiada tandingannya, dan Dia Mahakuasa terhadap apa yang dikehendaki-Nya.

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ

Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. (Fushshilat: 37)

Yakni Dialah Yang Menciptakan malam dengan kegelapannya, siang dengan cahayanya yang terang, sedangkan keduanya silih berganti tiada henti-hentinya. Dia telah menciptakan pula matahari dengan cahayanya yang terang, dan rembulan dengan sinarnya, lalu ditetapkan-Nyalah manzilah-manzilahnya di garis edarnya masing-masing; dan perbedaan perjalanannya di langit untuk dapat diketahui kadar lamanya siang dan malam hari, juga minggu, bulan, dan tahun. Seiring dengan perjalanan tersebut, maka dapat dijelaskanlah pemecahan hak-hak, saatnya waktu-waktu untuk ibadah dan bermuamalat. Kemudian mengingat matahari dan rembulan merupakan dua benda langit yang terlihat dengan jelas dari bumi, maka Allah mengingatkan kepada manusia bahwa keduanya adalah hamba Allah juga yang berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang Menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (Fushshilat: 37)

Yakni janganlah kamu mempersekutukan-Nya, karena tiada manfaatnya bagi kamu bila kamu menyembah-Nya disertai dengan menyembah yang lain-Nya. Sesungguhnya Dia tidak mengampuni bila dipersekutukan. 


فَإِنِ ٱسْتَكْبَرُوا۟ فَٱلَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُۥ بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْـَٔمُونَ ۩ 38

(38) Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.

(38) 

Untuk itulah disebutkan dalam firman-Nya:

فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا

Jika mereka menyombongkan diri. (Fushshilat: 38)

Yakni tidak mau mengesakan-Nya dalam ibadah, dan menolak hal tersebut selain mempersekutukan-Nya dengan yang lain.

فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ

maka mereka yang di sisi Tuhanmu. (Fushshilat: 38)

Yaitu para malaikat.

يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ

bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedangkan mereka tidakjemu-jemu. (Fushshilat: 38)

Semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا هَؤُلاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ

Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Al-An'am: 89)

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ -يَعْنِي ابْنَ وَكِيعٍ-حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "لا تَسُبُّوا اللَّيْلَ وَلَا النَّهَارَ، وَلَا الشَّمْسَ وَلَا الْقَمَرَ، وَلَا الرِّيَاحَ فَإِنَّهَا تُرْسَلُ رَحْمَةً لِقَوْمٍ، وَعَذَابًا لِقَوْمٍ"

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan (yakni Ibnu Waki'), telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Abu Laila, dari Az-Zubair, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kamu mencaci malam hari, siang hari, matahari, rembulan, jangan pula angin; karena sesungguhnya angin itu (adakalanya) diembuskan sebagai rahmat untuk suatu kaum dan sebagai azab untuk kaum yang lain.