55 - الرحمن - Ar-Rahmaan

Juz : 27

The Beneficent
Medinan & Meccan

رَبُّ ٱلْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ ٱلْمَغْرِبَيْنِ 17

(17) Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya

(17) 


رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ

Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. (Ar-Rahman:17)

Yakni kedua tempat terbitnya matahari di musim panas dan musim dingin, kedua tempat terbenamnya matahari di musim panas dan musim dingin. Dan dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:

فَلا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari. (Al-Ma'arij:4)

Demikian itu karena berbeda-bedanya tempat terbit mentari dan perpindahannya di setiap hari, di saat-saat kemunculannya kepada manusia. Dan dalam ayat yang lain disebutkan:

رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا

(Dialah) Tuhan masyriq dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil:9)

Inilah makna yang dimaksud, yaitu berbagai derajat arah masyriq dan berbagai derajat arah magrib. Dan mengingat adanya perbedaan yang terjadi pada masyriq dan magrib ini mengandung kemaslahatan bagi makhluk, baik jin maupun manusianya, maka dalam firman selanjutnya disebutkan:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 18

(18) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(18) 


فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman:18)

*******************



مَرَجَ ٱلْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ 19

(19) Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,

(19) 

Adapun firman Allah Swt.:

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang kemudian keduanya bertemu. (Ar-Rahman:19)

Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna waltaqiyani ialah membiarkan keduanya mengalir.

Menurut Ibnu Zaid, Allah Swt. telah mencegah keduanya membaur dengan menjadikan pemisah yang menghalangi kedua air (asin dan tawar) membaur menjadi satu. Dan yang dimaksud dengan dua lautan ialah air asin dan air tawar. Air tawar adalah air yang terdapat di sungai-sungai yang ada di antara manusia. Pembahasan mengenainya telah kami sebutkan di dalam tafsir surat Al-Furqan, yaitu pada firman Allah Swt.:

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا

Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar, dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. (Al-Furqan:53)

Ibnu Jarir dalam hal ini memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bahrain ialah lautan yang ada di langit dan lautan yang ada di bumi. Pendapat ini diriwayatkan dari Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Atiyyah, dan Ibnu Abza.

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa dikatakan demikian karena mutiara itu terjadi berkat pertemuan antara laut yang ada di langit dan laut yang ada di bumi.

Jika memang demikian, sudah barang tentu pengertian ini tidak di dukung oleh teks ayat yang menyebutkan:


بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌۭ لَّا يَبْغِيَانِ 20

(20) antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.

(20) 


بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ

antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. (Ar-Rahman:20)

Yakni Allah telah menjadikan di antara keduanya dinding pembatas yang menghalangi keduanya dapat membaur, agar yang ini tidak mencemari yang itu, dan sebaliknya yang itu tidak mencemari yang ini sehingga dapat melenyapkan spesifikasi masing-masing yang diciptakan oleh Allah Swt. justru untuk tujuan tersebut. Dan jika dikatakan seperti itu, berarti tidak ada lagi dinding penghalang yang mencegah air langit dan air bumi untuk terpisah.

*******************



فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 21

(21) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(21) 

فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman:21)



يَخْرُجُ مِنْهُمَا ٱللُّؤْلُؤُ وَٱلْمَرْجَانُ 22

(22) Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.

(22) 

Firman Allah Swt.:

يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ

Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (Ar-Rahman:22)

Yaitu kelompok masing-masing dari keduanya. Maka apabila hal tersebut dapat dijumpai pada salah satunya, itu sudah cukup. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ

Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri. (Al-An'am:13)

Sedangkan rasul-rasul itu hanyalah pada kalangan manusia secara khusus, bukan dari kalangan jin; dan ungkapan seperti ini dianggap sah secara mutlak.

Lu-lu- sudah dikenal, yaitu mutiara. Sedangkan marjan, menurut suatu pendapat adalah mutiara yang kecil-kecil, menurut Mujahid, Qatadah, Abu Razin, dan Ad-Dahhak. Dan menurut riwayat yang bersumber dari Ali, marjan adalah mutiara yang besar-besar lagi yang terbaik. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari sebagian ulama saleh oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pendapat ini dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi telah meriwayatkannya dari seseorang yang menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ali, Mujahid, dan Murrah Al-Hamdani.

Menurut pendapat yang lain, marjan adalah sejenis permata yang berwarna merah. As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik, dari Masruq, dari Abdullah yang mengatakan bahwa marjan adalah permata yang berwarna merah. As-Saddi mengatakan bahwa marjan itu adalah permata dengan bahasa Persia. Adapun mengenai firman-Nya:

وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا

Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu dapat memakainya. (Fathir:12)

Yakni protein hewani dari kedua air tersebut, yaitu air asin dan air tawar. Sedangkan perhiasan itu hanyalah didapat dari air asin saja, tidak didapat pada air tawar.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa tidak sekali-kali setetes air yang jatuh dari langit ke dalam laut, lalu mengenai kerang dan masuk ke dalamnya melainkan terjadilah mutiara karenanya. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, tetapi ditambahkan bahwa 'jika tidak terjatuh di dalam kerang, maka air dari langit itu akan menumbuhkan anbarah'. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal melalui berbagai jalur dari Ibnu Abbas.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa apabila langit menurunkan hujannya dan kerang-kerang yang ada di laut membukakan katupnya, maka tidak sekali-kali ada setetes air hujan yang masuk ke dalamnya melainkan akan menjadi mutiara. Sanad asar ini sahih.

Mengingat mutiara dan marjan dapat dijadikan sebagai perhiasan dan merupakan nikmat bagi penduduk bumi, dan itu merupakan karunia dari Allah Swt. untuk mereka, maka disebutkanlah dalam firman berikutnya:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 23

(23) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(23) 

فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman:23)



وَلَهُ ٱلْجَوَارِ ٱلْمُنشَـَٔاتُ فِى ٱلْبَحْرِ كَٱلْأَعْلَٰمِ 24

(24) Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.

(24) 

Adapun firman Allah Swt.:

وَلَهُ الْجَوَارِ الْمُنْشَآتُ

Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya. (Ar-Rahman:24)

Yakni kapal-kapal yang berlayar.

فِي الْبَحْرِ

di lautan lepas. (Ar-Rahman:24)

Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan munsya-at ialah kapal yang mempunyai layar yang tinggi (yakni berbadan besar dan lebar), sedangkan kapal yang tidak demikian keadaannya bukan dinamakan munsya-at. Qatadah mengatakan bahwa munsya-at artinya yang diciptakan, sedangkan selainnya mengatakan perahu tradisional.

كَالْأَعْلَامِ

laksana gunung-gunung. (Ar-Rahman:24)

Yaitu seperti gunung-gunung pemandangannya karena besar dan tingginya, dan karena apa yang dimuatnya berupa barang-barang dagangan dan barang-barang kebutuhan yang diekspor dan diimpor dari suatu kawasan ke kawasan yang lain untuk keperluan manusia. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 25

(25) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(25) 


فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman:25)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Al-Aizar ibnu Suwaid, dari Umrah ibnu Suwaid yang mengatakan bahwa ia pernah bersama Ali ibnu Abu Talib r.a. di tepi Sungai Furat, tiba-tiba datanglah sebuah perahu yang tinggi layarnya, lalu Ali duduk di atas permadani yang dihamparkan untuknya. Kemudian ia mengatakan bahwa Allah Swt. telah berfirman: Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. (Ar-Rahman:24) Tuhan Yang telah menciptakannyalah yang membuatnya dapat berlayar di lautan ciptaan-Nya. Aku tidak membunuh Usman dan tidak pula bersekongkol untuk membunuhnya.


كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍۢ 26

(26) Semua yang ada di bumi itu akan binasa.

(26) 

Allah Swt. menceritakan bahwa semua penduduk bumi ini kelak akan pergi meninggalkannya dan semuanya akan mati, begitu pula semua penduduk langit, terkecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah. Dan tiada yang kekal selain dari Zat Allah Yang Maha Mulia, karena sesungguhnya Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahasuci tidak mati, bahkan hidup kekal dan selamanya tidak mati. Qatadah mengatakan bahwa dalam hal ini Allah Swt. menceritakan tentang apa yang telah diciptakan-Nya, kemudian Dia memberitahukan bahwa semuanya itu akan binasa dan mati. Di dalam doa yang ma-sur disebutkan seperti berikut:

يَا حَيُّ، يَا قَيُّومُ، يَا بديع السموات وَالْأَرْضِ، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، بِرَحْمَتِكَ نَسْتَغِيثُ، أَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ، وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَلَا إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ

Wahai (Tuhan) Yang Hidup Kekal Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, wahai (Tuhan) Pencipta langit dan bumi, wahai (Tuhan) yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau, dengan memohon rahmat-Mu kami meminta pertolongan, perbaikilah bagi kami semua urusan kami, dan janganlah Engkau serahkan diri kami kepada hawa nafsu kami barang sekejap mata pun, dan jangan pula kepada seseorang dari makhluk-Mu.

Asy-Sya'bi mengatakan bahwa apabila Anda membaca firman-Nya:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman:26)

Maka janganlah Anda diam sebelum membaca firman-Nya:


وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ 27

(27) Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

(27) 


وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ

Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman:27)

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ

Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash:88)

Melalui ayat ini Allah Swt. menerangkan sifat Zat-Nya Yang Maha Mulia, bahwa Dia adalah Tuhan Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa Dia adalah Tuhan yang harus diagungkan dan tidak boleh durhaka terhadap-Nya, dan Tuhan yang harus ditaati tidak boleh ditentang. Semakna pula dengan ayat lainnya yang menyebutkan:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridaan-Nya. (Al-Kahfi:28)

Semakna pula dengan firman-Nya yang menceritakan tentang orang-orang yang selalu berbuat kebajikan:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah mengharapkan keridaan Allah. (Al-Insan:9)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna zuljalali wal ikram ialah Tuhan Yang mempunyai kebesaran dan keagungan.

Setelah Allah Swt. menyebutkan bahwa semua penduduk bumi mati, dan bahwa mereka akan dikembalikan ke negeri akhirat, lalu Allah Yang memiliki kebesaran dan keagungan memutuskan mereka dengan hukum­Nya yang adil, maka berfirmanlah Dia dalam ayat berikutnya:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 28

(28) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(28) 


فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman:28)

Adapun firman Allah Swt.:


يَسْـَٔلُهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْنٍۢ 29

(29) Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.

(29) 

يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ

Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman:29)

Ayat ini menceritakan tentang ketidakperluan Allah dari selain-Nya dan bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya dalam semua waktu, dan bahwa mereka selalu meminta kepada-Nya dengan ungkapan lisan dan perbuatan mereka. Dan bahwa setiap waktu Dia selalu dalam kesibukan.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman:29) Bahwa di antara kesibukan-Nya ialah memperkenankan orang yang berdoa atau memberi orang yang meminta atau membebaskan kesulitan orang yang dalam kesulitan atau menyembuhkan orang yang sakit.

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah Swt. setiap waktu memperkenankan orang yang berdoa, melenyapkan kesulitan, memperkenankan orang yang dalam keadaan terpaksa (darurat), dan mengampuni dosa.

Qatadah mengatakan bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit dan bumi yang tidak berhajat kepada-Nya; Dialah Yang menghidupkan dan Dialah Yang mematikan, Dia menumbuhkan yang kecil dan membebaskan tawanan, Dia adalah tujuan terakhir dari semua keperluan orang-orang yang saleh dan tempat mereka meminta pertolongan dan mengadu.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Us'man, dari Suwaid ibnu Jabalah Al-Fazzari yang mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan kalian setiap waktu berada dalam kesibukan, Dia memerdekakan budak, Dia memberi yang berharap dan menimpakan hukuman.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو الغُزّي، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ بَكْرٍ السَّكْسكي، حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عَبْدَةَ بْنِ رَبَاحٍ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مُنِيبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُنِيبٍ الْأَزْدِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا ذَاكَ الشَّأْنُ؟ قَالَ: أَنْ يَغْفِرَ ذَنْبًا، وَيُفَرِّجَ كَرْبًا، وَيَرْفَعَ قَوْمًا، وَيَضَعَ آخَرِينَ

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Muhammad ibnu Amr Al-Gazi, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Yusuf Al-Faryabi, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Bakr As-Suksuki, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Abdah ibnu Rabah Al-Gassani, dari ayahnya, dari Munib ibnu Abdullah ibnu Munib Al-Azdi, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman:29) Maka kami bertanya, Wahai Rasulullah, kesibukan apakah itu? Rasulullah Saw. menjawab: Mengampuni dosa, melenyapkan musibah, meninggikan derajat suatu kaum, dan merendahkan kaum yang lainnya.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، وَسُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ الْوَاسِطِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَزِيرُ بْنُ صَبِيح الثَّقَفِيُّ أَبُو رَوْحٍ الدِّمَشْقِيُّ -وَالسِّيَاقُ لِهِشَامٍ-قَالَ: سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ مَيْسَرَةَ بْنِ حَلْبَس، يُحَدِّثُ عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ قَالَ: مِنْ شَأْنِهِ أَنْ يَغْفِرَ ذَنْبًا، وَيُفَرِّجَ كَرْبًا، وَيَرْفَعَ قَوْمًا، وَيَضَعَ آخَرِينَ

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammardan Sulaiman ibnu Ahmad Al-Wasiti. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Wazir ibnu Sabih As'-Saqafi alias Abu Rauh Ad-Dimasyqi, sedangkan konteks hadis ini menurut Hisyam, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Yunus ibnu Maisarah ibnu Hulais menceritakan hadis berikut dari Ummu Darda, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah bersabda bahwa Allah Swt. telah berfirman: Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (Ar-Rahman:29) Lalu beliau Saw. bersabda: Termasuk kesibukan-Nya ialah mengampuni dosa, melenyapkan kesusahan, dan meninggikan derajat suatu kaum serta merendahkan derajat kaum yang lainnya.

Ibnu Asakir telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad yang sama, kemudian ia mengetengahkannya melalui hadis Abul Walid ibnu Syuja', dari Al-Wazir ibnu Sabih. Ia mengatakan, telah disebutkan di dalam hadis mu'allaq oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Mutarrif, dari Asy-Sya'bi. dari Ummu Darda, dari Abu Darda, dari Nabi Saw., lalu disebutkan hal yang semisal. Dan ia mengatakan bahwa sanad yang sahih adalah yang pertama.

Menurut hemat kami, hadis ini telah diriwayatkan pula secara mauquf seperti yang dikomentari oleh Imam Bukhari dengan teks yang tegas. Imam Bukhari menjadikannya sebagai ucapan Abu Darda; hanya Allah­lah yang Maha Mengetahui.

قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْبَيْلَمَانِيِّ، عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ ، قَالَ: يَغْفِرُ ذَنْبًا، وَيَكْشِفُ كَرْبًا

Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Haris telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya, Setiap waktu Dia dalam kesibukan (Ar-Rahman:29). Maka beliau Saw. bersabda: Mengampuni dosa dan melenyapkan kesusahan.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Abu Hamzah As-Samali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Allah Swt. telah menciptakan Lauh Mahfuz yang tercipta dari permata yang putih, kedua belah sampulnya dari yaqut merah dan qalamnya dari cahaya, dan kitabnya dari cahaya, sedangkan lebarnya sama dengan jarak antara bumi dan langit. Dia melihat kepadanya setiap hari sebanyak tiga ratus enam puluh kali pandangan, dan pada setiap kali pandangan Dia menciptakan makhluk, menghidupkan dan mematikan, dan memenangkan serta menghinakan, dan Dia berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya.


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 30

(30) Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?

(30) 

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?. (Ar-Rahman:30)


سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ ٱلثَّقَلَانِ 31

(31) Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin.

(31) 

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu, hai manusia dan jin. (Ar-Rahman: 31) Ini merupakan ancaman dari Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya. Sebenarnya Allah tidak sibuk, Dia selalu berada dalam kesantaian. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak, bahwa ini mengandung ancaman. Qatadah mengatakan bahwa telah dekat masa kesudahan Allah dari makhluk-Nya.

Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firmanya-Nya: Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu. (Ar-Rahman: 31) Artinya, Kami akan melakukan peradilan terhadap kalian.

Imam Bukhari mengatakan bahwa Kami akan menghisab kalian, tiada sesuatu pun yang menyibukkan-Nya dari sesuatu yang lain. Ungkapan ini telah dikenal di kalangan orang Arab. Dikatakan, "Sungguh aku akan memperhatikan sepenuhnya kepada urusanmu," padahal ia tidak mempunyai kesibukan. Dikatakan pula, "Sungguh aku akan menyerangmu di saat kamu lengah."

Firman Allah Swt.:

أَيُّهَا الثَّقَلانِ

hai manusia dan jin. (Ar-Rahman: 31)

Yang dimaksud dengan saqalani ialah jin dan manusia, seperti pengertian yang disebutkan dalam hadis sahih (yang menceritakan jeritan orang yang mengalami siksa kubur):

"يَسْمَعُهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ"

terdengar oleh segala sesuatu kecuali oleh saqlain.

Menurut riwayat yang lain disebutkan,

"إِلَّا الْجِنَّ وَالْإِنْسَ"

"Kecuali al-insu wal jinnu (manusia dan jin)."

Dan di dalam riwayat yang lainnya lagi disebutkan,

الثَّقَلَانِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ"

"Kecuali saqalani, yaitu manusia dan jin."


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 32

(32) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(32) 


فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 32)



يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍۢ 33

(33) Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

(33) 

Kemudian Allah Swt. berfirman:

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلا بِسُلْطَانٍ

Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (Ar-Rahman: 33)

Yakni kalian tidak akan dapat melarikan diri dari perintah Allah dan takdir­Nya, bahkan Dia meliputi kalian dan kalian tidak akan mampu melepaskan diri dari hukum-Nya, tidak pula membatalkan hukum-Nya terhadap kalian, ke mana pun kalian pergi selalu diliput. Dan ini menceritakan keadaan di Yaumul Mahsyar (hari manusia dihimpunkan); sedangkan semua malaikat mengawasi semua makhluk sebanyak tujuh saf dari semua penjuru, maka tiada seorang pun yang dapat meloloskan diri,

إِلا بِسُلْطَانٍ

kecuali dengan kekuasaan. (Ar-Rahman: 33)

Yaitu dengan perintah dari Allah.

يَقُولُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ. كَلا لَا وَزَرَ. إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ

Pada hari itu manusia berkata, "Ke manakah tempat lari?”Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah: 1-12)

Disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَالَّذِينَ كَسَبُوا السَّيِّئَاتِ جَزَاءُ سَيِّئَةٍ بِمِثْلِهَا وَتَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ مَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ كَأَنَّمَا أُغْشِيَتْ وُجُوهُهُمْ قِطَعًا مِنَ اللَّيْلِ مُظْلِمًا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Dan orang-orang yang mengajarkan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Yunus: 27)

Karena itulah maka dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 34

(34) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(34) 

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 34)


يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌۭ مِّن نَّارٍۢ وَنُحَاسٌۭ فَلَا تَنتَصِرَانِ 35

(35) Kepada kamu, (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (dari padanya).

(35) 


يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِنْ نَارٍ وَنُحَاسٌ فَلا تَنْتَصِرَانِ

Kepada kamu berdua (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, sehingga kamu tidak dapat menyelamatkan diri (darinya). (Ar-Rahman: 35)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan syuwaz ialah nyala api.

Sa’id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan syuwaz ialah asap.

Menurut Mujahid, nyala api yang berwarna biru.

Abu Saleh mengatakan bahwa syuwaz artinya nyala api yang paling ujung dan sebelum asap.

Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: nyala api. (Ar-Rahman: 35) Yakni gumpalan api bagaikan air bah.

*******************

Firman Allah Swt.:

وَنُحَاسٌ

dan cairan tembaga. (Ar-Rahman: 35)

Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan cairan tembaga. (Ar-Rahman: 35) Yaitu asap api. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abu Saleh, Sa'id ibnu Jubair, dan Abu Sinan.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab menyebut dukhan (asap) dengan sebutan nuhas atau nihas, tetapi ulama ahli qiraat telah sepakat membacanya dengan dammah, yakni nuhas yang artinya asap. Seperti pengertian yang terdapat di dalam bait syair Nabigah Ja'dah:

يُضِيءُ كَضَوءِ سِرَاجِ السَّلِيـ ... ـطِ لَمْ يَجْعَل اللهُ فِيهِ نُحَاسا

bercahaya seperti cahaya lentera minyak, yang Allah tidak menjadikan asap padanya.

Yang dimaksud dengan nuhas dalam bait syair ini ialah asap. Demikianlah menurut Ibnu Jarir.

Imam Tabrani telah meriwayatkan melalui jalur Juwaibir, dari Ad-Dahhak, bahwa Nabi' ibnul Azraq pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang makna syuwaz, maka ia menjawab bahwa syuwaz adalah nyala api yang tidak ada asapnya. Lalu Nafi' menanyakan kepada Ibnu Abbas tentang syahid (bukti) yang menguatkan pendapatnya dari segi bahasa. Maka Ibnu Abbas membacakan kepadanya bait syair Umayyah ibnu Abus Silt yang isinya mencela Hassan:

أَلَا مَنْ مُبلغٌ حَسًّان عَنِّي ... مُغَلْغلةً تَدِبُّ إِلَى عُكَاظِ ...

أَلَيْسَ أبُوكَ فِينَا كَانَ قَينًا ... لَدَى القينَات فَسْلا فِي الحَفَاظ ...

يَمَانِيًّا يَظَلُّ يَشدُ كِيرًا ... وَيَنْفُخُ دَائِبًا لَهَبَ الشُّواظ ...

Ingatlah, adakah orang yang mau menyampaikan kepada Hasan pesan dariku dengan perjalanan yang cepat menuju ke pasar 'Ukaz. Bahwa bukankah dahulu ayahmu adalah salah seorang di antara budak-budak kami, yang kelihatan hina bersama budak-budak dari Yaman, dan itu sudah dikenal semua orang. Kerjanya hanya membuat bara api untuk setrika (hewan) dan selalu meniup nyala apinya.

Nafi' berkata, "Engkau benar, lalu apakah artinya nuhas?" Ibnu Abbas menjawab, "Asap yang tidak ada nyala apinya." Nafi' bertanya, "Apakah orang-orang Arab mengenal istilah itu?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya, tidakkah engkau mendengar ucapan Nabigah dari Bani Zibyan yang telah mengatakan dalam salah satu bait syairnya:

يُضِيءُ كَضَوء سَراج السَّليط ... لَمْ يَجْعَل اللهُ فِيهِ نُحَاسا

menyala seperti nyala lentera minyak, yang Allah telah menjadikannya tidak berasap.

Mujahid mengatakan bahwa an-nuhas adalah tembaga yang dilebur, lalu dituangkan ke atas kepala mereka. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah. Ad-Dahhak mengatakan bahwa nuhas artinya cairan tembaga.

Makna yang dimaksud dari semua pendapat ialah seandainya kalian pergi melarikan diri di hari kiamat, niscaya para malaikat dan malaikat Zabaniyah (juru siksa) akan mengembalikan kalian ke padang mahsyar, yaitu dengan mengirimkan nyala api dan cairan tembaga yang dilebur terhadap kalian hingga pada akhirnya kalian pasti kembali. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 36

(36) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(36) 


فَلا تَنْتَصِرَانِ. فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (darinya). Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 35­-36)


فَإِذَا ٱنشَقَّتِ ٱلسَّمَآءُ فَكَانَتْ وَرْدَةًۭ كَٱلدِّهَانِ 37

(37) Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak.

(37) 

Firman Allah Swt.:

فَإِذَا انْشَقَّتِ السَّمَاءُ

Maka apabila langit telah terbelah. (Ar-Rahman: 37)

Yakni kelak di hari kiamat, seperti yang ditunjukkan oleh ayat-ayat sebelumnya dan yang sesudahnya dalam surat ini, juga ayat-ayat lainnya yang semakna, misalnya firman-Nya:

وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ

dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (Al-Haqqah: 16)

وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاءُ بِالْغَمَامِ وَنزلَ الْمَلائِكَةُ تَنزيلا

Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang. (Al-Furqan: 25)

Dan firman Allah Swt.:

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ. وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ

Apabila langit terbelah dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh. (Al-Insyiqaq: 1-2)

Adapun firman Allah Swt.:

فَكَانَتْ وَرْدَةً كَالدِّهَانِ

dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak. (Ar-Rahman: 37)

Yaitu lebur sebagaimana leburnya emas dan perak dalam penuangannya, dan berwarna-warni sebagaimana warna-warni obat celup; maka adakalanya berwarna merah, adakalanya kuning, adakalanya hijau, dan adakalanya biru. Demikian itu terjadi karena kerasnya azab dan dahsyatnya kejadian hari kiamat yang sangat besar.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الصَّهْبَاءِ، حَدَّثَنَا نَافِعٌ أَبُو غَالِبٍ الْبَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "يُبْعَثُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاءُ تَطِش عَلَيْهِمْ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abus Sahba, telah menceritakan kepada kami Naff alias Abu Galib Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Manusia kelak dibangkitkan pada hari kiamat, sedangkan langit berjatuhan menimpa mereka bagaikan hujan gerimis.

Al-Jauhari mengatakan bahwa at-tasysyu artinya hujan gerimis.

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak. (Ar-Rahman: 37) Yakni seperti kulit yang berwarna merah.

Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak. (Ar-Rahman:37) Yaitu seperti warna kulit kuda yang merah.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah warnanya berubah. Abu Saleh mengatakan bahwa pada mulanya seperti kuda yang berwarna merah, sesudah itu kelihatan mengilap seperti kilapan minyak. Imam Al-Bagawi dan lain-lainnya menceritakan bahwa bunga mawar jika musim semi berwarna kuning dan musim dingin berwarna merah, jika dinginnya terlalu ekstrim berubah warnanya.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, bahwa bunga mawar itu beragam warnanya.

As-Saddi mengatakan, bahwa bunga mawar itu warnanya ada yang seperti merah beghal, ada pula seperti minyak yang mendidih.

Mujahid mengatakan bahwa ad-dihan artinya seperti warna minyak yang mengilap.

Ata Al-Khurrasani mengatakan seperti warna minyak mawar yang merah kekuning-kuningan.

Qatadah mengatakan bahwa warna langit sekarang adalah biru, dan pada hari itu warnanya berubah menjadi kemerah-merahan, yaitu di hari langit menjadi beraneka ragam warnanya.

Abul Jauza mengatakan warnanya sebening warna minyak.

Ibnu Juraij mengatakan bahwa langit di hari itu seperti minyak yang mencair, karena terkena panasnya neraka Jahanam.

*******************



فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 38

(38) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(38) 

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 38)


فَيَوْمَئِذٍۢ لَّا يُسْـَٔلُ عَن ذَنۢبِهِۦٓ إِنسٌۭ وَلَا جَآنٌّۭ 39

(39) Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.

(39) 

Firman Allah Swt.:

فَيَوْمَئِذٍ لَا يُسْأَلُ عَنْ ذَنْبِهِ إِنْسٌ وَلا جَانٌّ

Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya. (Ar-Rahman: 39)

Ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:

هَذَا يَوْمُ لَا يَنْطِقُونَ. وَلا يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ

Inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu), dan tidak diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan. (Al-Mursalat: 35-36)

Apa yang disebutkan dalam ayat ini menceritakan suatu keadaan, dan dalam keadaan yang lainnya semua makhluk akan ditanyai tentang amal perbuatan mereka. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93)

Karena itulah maka Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya. (Ar-Rahman: 39) Bahwa sebenarnya telah dilakukan pertanyaan, kemudian mulut-mulut kaum dikunci dan berbicaralah kedua tangan dan kedua kaki mereka menceritakan apa yang telah mereka kerjakan.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Allah Swt. tidak menanyai mereka, "Apakah kamu telah melakukan anu dan anu?" Karena Dia lebih mengetahui hal itu daripada mereka sendiri, melainkan Allah bertanya kepada mereka, "Mengapa kalian melakukan anu dan anu?" Ini merupakan pendapat yang kedua.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa para malaikat tidak menanyakan tentang orang-orang yang berdosa, melainkan para malaikat mengetahui mereka dengan sendirinya melalui tanda-tanda yang ada pada mereka. Ini merupakan pendapat yang ketiga. Seakan-akan pengertian pendapat ini menyebutkan bahwa sesudah orang-orang yang berdosa itu diperintahkan agar dimasukkan ke dalam neraka, maka saat itu mereka tidak ditanyai tentang dosa-dosa mereka, bahkan mereka langsung digiring ke dalamnya, kemudian dicampakkan ke dalamnya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:


فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ 40

(40) Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

(40) 

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 40)