56 - الواقعة - Al-Waaqia
The Inevitable
Meccan
ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا ٱلضَّآلُّونَ ٱلْمُكَذِّبُونَ 51
(51) Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,
(51)
ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُونَ
Kemudian sesungguhnya kamu, hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan. (Al-Waqi'ah: 51)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 51-53)
Demikian itu karena mereka ditangkap, lalu diseret ke dalam neraka dan dipaksa untuk memakan buah zaqqum hingga perut mereka penuh dengannya.
لَءَاكِلُونَ مِن شَجَرٍۢ مِّن زَقُّومٍۢ 52
(52) benar-benar akan memakan pohon zaqqum,
(52)
لآكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ
Benar-benar akan memakan pohon zaqqum. (Al-Waqi'ah: 52)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 51-53)
Demikian itu karena mereka ditangkap, lalu diseret ke dalam neraka dan dipaksa untuk memakan buah zaqqum hingga perut mereka penuh dengannya.
فَمَالِـُٔونَ مِنْهَا ٱلْبُطُونَ 53
(53) dan akan memenuhi perutmu dengannya.
(53)
فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ
Dan akan memenuhi perutmu dengannya. (Al-Waqi'ah: 53)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 51-53)
Demikian itu karena mereka ditangkap, lalu diseret ke dalam neraka dan dipaksa untuk memakan buah zaqqum hingga perut mereka penuh dengannya.
فَشَٰرِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ ٱلْحَمِيمِ 54
(54) Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.
(54)
فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيمِ
Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. (Al-Waqi'ah: 54)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 54-55)
Him artinya unta yang sangat kehausan; bentuk tunggalnya ahyam. sedangkan bentuk muannas-nya ialah haima; dikatakan pula ha-im dan ha-imah.
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah mengatakan bahwa al-him adalah suatu penyakit yang menghinggapi unta, akibatnya unta yang dihinggapinya selalu merasa kehausan selamanya hingga ia mati. Maka demikian pula halnya ahli neraka Jahanam, mereka tidak pernah merasa kenyang dari minum air yang panas mendidih itu. Diriwayatkan dari Khalid ibnu Ma'dan bahwa dia tidak menyukai minum sekali teguk sampai habis tanpa bernapas terlebih dahulu sebanyak tiga kali.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
فَشَٰرِبُونَ شُرْبَ ٱلْهِيمِ 55
(55) Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.
(55)
فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيمِ
Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. (Al-Waqi'ah: 54-55)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 54-55)
Him artinya unta yang sangat kehausan; bentuk tunggalnya ahyam. sedangkan bentuk muannas-nya ialah haima; dikatakan pula ha-im dan ha-imah.
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah mengatakan bahwa al-him adalah suatu penyakit yang menghinggapi unta, akibatnya unta yang dihinggapinya selalu merasa kehausan selamanya hingga ia mati. Maka demikian pula halnya ahli neraka Jahanam, mereka tidak pernah merasa kenyang dari minum air yang panas mendidih itu. Diriwayatkan dari Khalid ibnu Ma'dan bahwa dia tidak menyukai minum sekali teguk sampai habis tanpa bernapas terlebih dahulu sebanyak tiga kali.
هَٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ ٱلدِّينِ 56
(56) Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan".
(56)
هَذَا نزلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ
Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan. (Al-Waqi’ah: 56)
Apa yang telah disebutkan di atas merupakan sajian untuk mereka di hadapan Tuhannya pada hari mereka menjalani hisab. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya yang menceritakan kebalikannya, yaitu sajian yang diterima oleh orang-orang mukmin, yakni:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi: 17)
Yaitu sebagai penghormatan dan kemuliaan bagi mereka.
نَحْنُ خَلَقْنَٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُونَ 57
(57) Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?
(57)
Allah Swt. menetapkan adanya hari kemudian dan menyanggah orang-orang yang mendustakannya dari kalangan ahli kesesatan dan kaum ateis. yaitu mereka yang mengatakan:
أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ
Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? (Al-Waqi'ah:47)
Ucapan mereka ini bernada mendustakan dan tidak percaya. Maka Allah Swt. menjawab mereka melalui firman-Nya:
نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ
Kami telah menciptakan kamu. (Al-Waqi'ah: 57)
Artinya, Kamilah yang menciptakan kalian sejak permulaan, sebelum itu kalian tidak ada, dan bukankah Tuhan Yang mampu menciptakan yang pertama kali mampu untuk mengembalikan, bahkan mengembalikan itu lebih mudah? Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
فَلَوْلا تُصَدِّقُونَ
maka mengapa kamu tidak membenarkan (hari berbangkit)? (Al-Waqi'ah:57)
Yakni mengapa kalian tidak percaya dengan adanya hari berbangkit? Kemudian Allah Swt. dalam firman selanjutnya berbalik menanyakan kepada mereka:
أَفَرَءَيْتُم مَّا تُمْنُونَ 58
(58) Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
(58)
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ
Maka terangkanlah kepada-Ku tentang nutfah yang kamu pancarkan. (Al-Waqi'ah: 58)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 58-59)
Yaitu kaliankah yang menetapkannya di dalam rahim, lalu menciptakan anak padanya, ataukah Allah yang menciptakan semuanya itu? Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
ءَأَنتُمْ تَخْلُقُونَهُۥٓ أَمْ نَحْنُ ٱلْخَٰلِقُونَ 59
(59) Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?
(59)
أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ
Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya? (Al-Waqi'ah: 59)
Tafsir (Al-Waqi'ah: 58-59)
Yaitu kaliankah yang menetapkannya di dalam rahim, lalu menciptakan anak padanya, ataukah Allah yang menciptakan semuanya itu?
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ ٱلْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ 60
(60) Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,
(60)
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ
Kami telah menentukan kematian di antara kamu. (Al-Waqi'ah: 60)
Yakni Kami telah mengatur kematian di antara kalian.
Menurut Ad-Dahhak, tidak ada bedanya antara penghuni langit dan bumi, dalam hal ini semuanya mengalami kematian.
وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ
dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan. (Al-Waqi'ah: 60)
Artinya, tiadalah Kami dapat dikalahkan.
عَلَىٰٓ أَن نُّبَدِّلَ أَمْثَٰلَكُمْ وَنُنشِئَكُمْ فِى مَا لَا تَعْلَمُونَ 61
(61) untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
(61)
عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ
untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu. (Al-Waqi'ah:61)
Yaitu untuk mengubah bentuk kalian di hari kiamat nanti.
وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ
dan menciptakan kamu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. (Al-Waqi'ah: 61)
Yakni dengan sifat dan keadaan yang berlainan. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ ٱلنَّشْأَةَ ٱلْأُولَىٰ فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ 62
(62) Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?
(62)
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الأولَى فَلَوْلا تَذَكَّرُونَ
Dan sesungguhnya kamu lelah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran? (Al-Waqi'ah: 62)
Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa Allah-lah Yang menciptakan kalian dari tiada menjadi ada; Dia menciptakan kalian dan menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Maka mengapa kalian tidak ingat dan tidak menyadari bahwa Tuhan yang mampu menciptakan semuanya itu pada permulaan, mampu untuk menciptakannya kembali, yakni mengulanginya, bahkan mengulangi itu lebih mudah daripada memulai. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)
أَوَلا يَذْكُرُ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا
Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedangkan ia tidak ada sama sekali. (Maryam: 67)
Dan firman Allah Swt.:
أَوَلَمْ يَرَ الإنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ. وَضَرَبَ لَنَا مَثَلا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, 'Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya yang pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. (Yasin: 77-79)
Dan firman Allah Swt. lainnya yang menyebutkan:
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى. أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى. ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى. فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى. أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى
Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 36-40)
أَفَرَءَيْتُم مَّا تَحْرُثُونَ 63
(63) Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.
(63)
Firman Allah Swt.:
أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ
Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? (Al-Waqi'ah: 63)
Yaitu mencangkul tanah, membajaknya, dan menaburkan benih padanya. Singkatnya, bertani atau bercocok tanam.
ءَأَنتُمْ تَزْرَعُونَهُۥٓ أَمْ نَحْنُ ٱلزَّٰرِعُونَ 64
(64) Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?
(64)
أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ
Kamukah yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64)
Yakni kaliankah yang menumbuhkannya dari tanah?
أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ
ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 64)
Tidak, bahkan Kamilah yang menetapkannya di tempatnya dan Kamilah yang menumbuhkannya di dalam tanah.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: وَقَدْ حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْوَلِيدِ الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ أَبِي مُسْلِمٌ الجَرْمي، حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقُولَنَّ: زرعتُ، وَلَكِنْ قُلْ: حرثتُ" قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَلَمْ تَسْمَعْ إِلَى قَوْلِهِ: أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ. أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Walid Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abu Muslim Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jangan sekali-kali kamu katakan, 'aku telah menanam, ' tetapi katakanlah, 'aku telah bertani. Abu Hurairah memberikan komentarnya, bahwa tidakkah engkau mendengar firman Allah Swt. yang menyebutkan: Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? (Al-Waqi'ah: 63-64)
Al-Bazzar telah meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Abdur Rahim, dari Muslim Al-Jurmi dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ata, dari Abu Abdur Rahman yang mengatakan, ''Jangan kamu katakan, 'Kami telah bertanam.' Tetapi katakanlah, 'Kami telah bertani'."
Telah diriwayatkan pula dari Hajar Al-Madari, bahwa ia membaca firman-Nya:Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya. (Al-Waqi'ah: 63-64) dan ayat-ayat lainnya yang semakna. Lalu ia mengatakan, "Tidak, Engkaulah yang melakukan semuanya, ya Tuhanku."
لَوْ نَشَآءُ لَجَعَلْنَٰهُ حُطَٰمًۭا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ 65
(65) Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang.
(65)
Firman Allah Swt.:
لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا
Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan hancur. (Al-Waqi'ah: 65)
Yakni Kamilah yang menumbuhkannya dengan belas kasihan dan rahmat Kami, dan Kami membiarkannya tumbuh untuk kalian sebagai rahmat dari Kami buat kalian; dan sekiranya Kami menghendaki, bisa saja Kami jadikan ia kering sebelum masa kemasakan dan musim panennya.
فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ
maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65)
Kemudian dijelaskan oleh firman selanjutnya:
إِنَّا لَمُغْرَمُونَ 66
(66) (Sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian",
(66)
إِنَّا لَمُغْرَمُونَ
(sambil berkata), "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian. (Al-Waqi'ah: 66)
Yaitu sekiranya Kami jadikan apa yang kamu tanam itu kering, tentulah kamu merasa heran dan tercengang serta berkata macam-macam. Adakalanya kamu mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian." Menurut Mujahid dan Ikrimah disebutkan, "Sesungguhnya kami benar-benar terlalu optimis dengan harapan kami." Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar tersiksa." Dan adakalanya kalian mengatakan, "Bahkan kami menjadi orang yang tidak menghasilkan apa-apa." Mujahid mengatakan pula, "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian lagi terhempas ke dalam keburukan," yakni nasib kita sedang mengalami kesialan.
بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ 67
(67) bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.
(67)
بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ
Bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (Al-Waqi'ah: 67)
Demikian pula yang dikatakan oleh Qatadah, yakni harta kita telah lenyap dan kita tidak mendapat hasil apa pun. Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa, yakni tidak beruntung.
Ibnu Abbas dan Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni merasa heran terhadap kenyataan yang ada.
Mujahid mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi’ah: 65) Yaitu merasa terkejut dan sedih terhadap musibah yang menimpa tanam-tanaman kalian. Pengertian ini senada dengan pendapat yang pertama yaitu merasa heran dengan penyebab yang menimbulkan musibah pada harta mereka. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi’ah: 65) Maksudnya, saling mencela.
Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka jadilah kamu heran tercengang. (Al-Waqi'ah: 65) Yakni kalian merasa menyesal, yang adakalanya menyesali biaya yang telah kalian keluarkan, atau menyesali dosa-dosa yang pernah kalian kerjakan.
Imam Kisa'i mengatakan bahwa tafakkaha termasuk lafaz yang mempunyai dua arti yang satu sama lainnya bertentangan. Orang-orang Arab mengatakan, "Tafakkahtu" artinya aku senang, dan tafakkahtu bisa juga diartikan aku sedih.
أَفَرَءَيْتُمُ ٱلْمَآءَ ٱلَّذِى تَشْرَبُونَ 68
(68) Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
(68)
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ
Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. (Al-Waqi'ah: 68)
Yang dimaksud dengan al-muzn ialah awan, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
ءَأَنتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنَ ٱلْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ ٱلْمُنزِلُونَ 69
(69) Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?
(69)
أَأَنْتُمْ أَنزلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ
Kamukah yang menurunkannya dari awan. (Al-Waqi'ah: 69)
Yang dimaksud dengan al-muzn ialah awan, menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
أَمْ نَحْنُ الْمُنزلُونَ
ataukah Kami yang menurunkannya? (Al-Waqi’ah: 69)
Yakni bahkan Kamilah yang menurunkannya.
لَوْ نَشَآءُ جَعَلْنَٰهُ أُجَاجًۭا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ 70
(70) Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?
(70)
لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا
Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin. (Al-Waqi'ah: 70)
Maksudnya, menjadi asin lagi pahit, tidak layak untuk diminum dan tidak layak untuk pengairan tanaman.
فَلَوْلا تَشْكُرُونَ
maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (Al-Waqi'ah: 70)
Yakni mengapa kalian tidak mensyukuri nikmat Allah kepada kalian karena Dia telah menurunkannya kepada kalian tawar dan enak diminum?
لَكُمْ مِنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ. يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (An-Nahl: 1-11)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ مُرَّةَ، حَدَّثَنَا فُضَيل بْنُ مَرْزُوقٍ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ إِذَا شَرِبَ الْمَاءَ قَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَقَانَا عَذْبًا فُرَاتًا بِرَحْمَتِهِ، وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِلْحًا أُجَاجًا بِذُنُوبِنَا"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Murrah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Jabir, dari Abu Ja'far, dari Nabi Saw., bahwa beliau apabila usai dari minumnya membaca doa berikut: Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kami minum air yang tawar lagi menyegarkan berkat rahmat-Nya, dan tidak menjadikannya asin lagi pahit karena dosa-dosa kami.
أَفَرَءَيْتُمُ ٱلنَّارَ ٱلَّتِى تُورُونَ 71
(71) Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu).
(71)
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ
Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan. (Al-Waqi'ah:71)
Yaitu dengan menggosok-gosokkan kayu yang kamu ambil dari dahan pohon sebagai pemantik api hingga kalian dapat mengeluarkan api.
ءَأَنتُمْ أَنشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ أَمْ نَحْنُ ٱلْمُنشِـُٔونَ 72
(72) Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?
(72)
أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ
Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kami yang menjadikannya? (Al-Waqi'ah: 72)
Yakni bahkan Kamilah yang menjadikannya mengandung api; bagi orang Arab di masa lampau ada dua jenis kayu untuk keperluan ini, yaitu kayu Al-Marakh dan kayu Al-'Ifar. Apabila dari masing-masing ranting keduanya diambil satu batang yang masih hijau, lalu satu dengan yang lainnya digosokkan, maka dari gesekan keduanya keluarlah percikan api.
نَحْنُ جَعَلْنَٰهَا تَذْكِرَةًۭ وَمَتَٰعًۭا لِّلْمُقْوِينَ 73
(73) Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
(73)
Firman Allah Swt.:
نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً
Kami menjadikan api itu untuk peringatan. (Al-Waqi'ah: 73)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah untuk mengingatkan manusia akan api yang maha besar, yaitu api neraka.
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"يَا قَوْمِ، نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِي تُوقِدُونَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ! قَالَ: "قَدْ ضُربت بِالْمَاءِ ضَرْبَتَيْنِ -أَوْ: مَرَّتَيْنِ-حَتَّى يَسْتَنْفِعَ بها بنو آدم ويدنوا منها"
Hai kaumku, api kalian ini yang kalian nyalakan merupakan satu bagian dari tujuh puluh bagian api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sebagian kecil darinya saja sudah mencukupi." Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya (pada mulanya) api itu dicelup sebanyak dua kali di laut agar dapat dimanfaatkan oleh manusia dan manusia dapat mendekat kepadanya.
Hadis yang di-mursal-kan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّناد، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ، وَضُرِبَتْ بِالْبَحْرِ مَرَّتَيْنِ، وَلَوْلَا ذَلِكَ مَا جَعَلَ اللَّهُ فِيهَا مَنْفَعَةً لِأَحَدٍ"
telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya api kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari api neraka Jahanam, lalu dicelup ke dalam laut sebanyak dua kali. Seandainya tidak dicelup terlebih dahulu, niscaya Allah tidak menjadikan manfaat pada api itu bagi seorang pun.
قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَارُ بَنِي آدَمَ الَّتِي يُوقِدُونَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ". فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةٌ فَقَالَ: "إِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا".
Imam Malik telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Api yang digunakan oleh anak Adam merupakan sepertujuh puluh bagian dari api neraka Jahanam. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu sudah mencukupi?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya api neraka Jahanam itu mempunyai kelebihan atas api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik, dan Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abuz Zanad.
وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ هَمَّامٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، بِهِ. وَفِي لَفْظٍ: "وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ فُضِّلَت عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ حَرِّهَا".
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang sama, dan menurut lafaz yang lain disebutkan seperti berikut: Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya api neraka Jahanam itu melebihi api dunia sebanyak enam puluh sembilan kali lipatnya, yang masing-masing bagian panasnya sama.
وَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو الْخَلَّالُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ، حَدَّثَنَا مَعْن بْنُ عِيسَى الْقَزَّازُ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ عَمِّهِ أَبِي السُّهَيْلِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتُدْرُونَ مَا مَثَلُ نَارِكُمْ هَذِهِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ؟ لَهِيَ أَشَدُّ سَوَادًا مِنْ [دُخَانِ] نَارِكُمْ هَذِهِ بِسَبْعِينَ ضِعْفًا"
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Isa Al-Qazzaz, dari Malik, dari pamannya (yaitu Abu Sahl), dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tahukah kamu, seperti apakah perumpamaan neraka Jahanam itu dibandingkan dengan api kalian ini? Sesungguhnya api neraka itu jauh lebih hitam (panas) daripada api kalian sebanyak tujuh puluh kali lipatnya.
Ad-Diya Al-Maqdisi mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Mus'ab, dari Malik tanpa me-rafa'-kannya. Riwayat ini menurut hemat saya dengan syarat sahih.
Firman Allah Swt.:
وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ
dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73)
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, dan An-Nadr ibnu Arabi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muqwin ialah Musafirin, pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian ini ucapan mereka (orang Arab), uAqwatud dara," artinya aku tinggalkan rumah, yakni bila dia bepergian dan meninggalkan keluarganya.
Menurut ulama lainnya, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang berada di tengah hutan dan jauh dari keramaian.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa kata al-muqwi dalam ayat ini artinya orang yang lapar.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. (Al-Waqi'ah: 73) Yakni bagi orang yang ada di tempat dan orang yang musafir untuk memasak makanan yang diperlukan memakai api memasaknya. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Sufyan, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Mujahid.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya, "Al-Muqwin," yakni bagi siapa saja yang memanfaatkannya.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah. dan tafsir ini bersifat lebih umum daripada tafsir lainnya. Karena sesungguhnya baik orang yang ada di tempat maupun orang yang sedang musafir, baik yang kaya maupun yang miskin, semuanya memerlukan api untuk keperluan memasak, berdiang, dan penerangan serta keperluan lainnya yang cukup banyak. Kemudian termasuk belas kasihan Allah Swt. kepada makhluk-Nya yaitu Dia telah menyimpan api dalam batu-batu pemantik dan besi murni hingga seorang yang musafir dapat membawanya di dalam barang bawaannya dan dapat dikantongi pada kantong bajunya. Apabila suatu waktu dia memerlukannya di dalam rumahnya, maka ia tinggal mengeluarkan alat tersebut (pemantik api), lalu menyalakannya dan menggunakannya untuk keperluan masak, berdiang, dan memanggang daging serta menjadikannya sebagai penerangan dan dapat pula digunakan untuk keperluan lainnya. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini secara khusus, yaitu orang-orang yang musafir, sekalipun maknanya bersifat umum mencakup semua orang, baik yang berada di tempat maupun yang berada dalam perjalanannya, mengingat orang musafir lebih memerlukannya.
Pengertian ini telah ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud melalui Abu Khaddasy alias Hibban ibnu Zaid Asy-Syar ubi Asy-Syami, dari seorang Muhajirin berasal dari kabilah Qarn, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: النَّارِ وَالْكَلَأِ وَالْمَاءِ"
Orang-orang muslim itu bersekutu dalam tiga perkara, yaitu api, penggembalaan, dan air.
Ibnu Majah telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"ثلاثٌ لَا يُمْنَعْنَ: الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ"
Ada tiga perkara yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, penggembalaan, dan api.
Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula melalui hadis Ibnu Abbas secara marfu' dengan lafaz yang semisal, tetapi ada tambahannya, yaitu 'dan harganya'. Akan tetapi, di dalam sanadnya terdapat Abdullah ibnu Khaddasy ibnu Hausyab. Dia orangnya daif hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
فَسَبِّحْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلْعَظِيمِ 74
(74) Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.
(74)
Firman Allah Swt.:
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar. (Al-Waqi'ah: 74)
Yakni yang dengan kekuasaan-Nya Dia telah menciptakan segala sesuatu yang beraneka ragam lagi kontradiksi. Air yang tawar, enak diminum, lagi sejuk menyegarkan; seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia menjadikannya berasa asin lagi pahit, tak enak diminum seperti halnya air laut. Dan Dia menciptakan api yang panasnya membakar, lalu Dia menjadikan hal tersebut maslahat bagi hamba-hamba-Nya dan manfaat bagi kehidupan duniawi mereka, yang sekaligus mengandung peringatan bagi mereka di hari kemudian, yaitu hari mereka dikembalikan kepada-Nya.
فَلَآ أُقْسِمُ بِمَوَٰقِعِ ٱلنُّجُومِ 75
(75) Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.
(75)
فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ
Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran. (Al-Waqi'ah: 75)
Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, bahwa sesungguhnya Allah Swt. tidak sekali-kali bersumpah dengan menyebut nama sesuatu dari makhluk-Nya, melainkan hal ini hanyalah sebagai pembukaan belaka yang digunakan oleh-Nya untuk membuka kalam-Nya. Tetapi pendapat ini lemah, dan yang dikatakan oleh jumhur ulama menyebutkan bahwa ungkapan ini memang sumpah dari Allah Swt. Dia bersumpah dengan menyebut nama apa pun yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya, yang hal ini menunjukkan kebesaran dari nama makhluk yang disebu.t-Nya.
Kemudian sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa huruf la di sini merupakan zaidah. Maka makna yang dimaksud ialah "Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Sa'id ibnu Jubair, dan yang menjadi objek sumpah ialah firman-Nya: sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia. (Al-Waqi'ah: 77)
Ulama lainnya mengatakan bahwa la di sini bukanlah zaidah yang tidak bermakna, bahkan ia didatangkan pada permulaan qasam (sumpah), apabila objek sumpahnya dinafikan, seperti perkataan Siti Aisyah r.a..”Tidak, demi Allah, tangan Rasulullah Saw. sama sekali belum pernah menyentuh tangan wanita lain." Maka demikian pula halnya di sini, yang berarti bentuk lengkapnya ialah "Tidak, Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang, duduk perkaranya tidaklah seperti dugaan mereka terhadap Al-Qur'an, bahwa Al-Qur'an itu sihir atau tenung, bahkan Al-Qur'an ini adalah bacaan yang mulia."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama bahasa Arab mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Aku bersumpah. (Al-Waqi'ah: 75) Bahwa urusan ini tidaklah seperti apa yang kalian katakan, kemudian sesudah itu dimulai lagi sumpah, lalu diucapkan Aku bersumpah.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: tempat beredarnya bintang-bintang. (Al-Waqi'ah: 75) Menurut Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah angsuran turunnya Al-Qur'an, karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan sekaligus di malam Lailatul Qadar dari langit yang tertinggi ke langit yang paling dekat, kemudian baru diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur selama bertahun-tahun. Kemudian Ibnu Abbas membaca ayat ini.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari sisi Allah —yaitu Lauh Mahfuz— kepada para malaikat pencatat yang mulia di langit yang terdekat. Lalu para malaikat juru tulis menyampaikannya kepada Malaikat Jibril secara berangsur-angsur dalam dua puluh malam, lalu Malaikat Jibril menurunkannya kepada Muhammad Saw. secara berangsur-angsur pula selama dua puluh tahun. Hal inilah yang dimaksud olah firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan penurunan Al-Qur’an secara berangsur-angsur. (Al-Waqi'ah: 75)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, As-Saddi, dan Abu Hirzah.
Mujahid mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan mawaqi'in nujum ialah tempat beredarnya bintang-bintang di langit. Dikatakan bahwa mawaqi' ialah tempat terbitnya bintang-bintang. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Al-Hasan, dan inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Diriwayatkan dari Qatadah bahwa makna yang dimaksud ialah tempat beredarnya bintang-bintang.
Diriwayatkan pula dari Al-Hasan, bahwa makna yang dimaksud ialah berhamburannya bintang-bintang kelak di hari kiamat.
Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. (Al-Waqi'ah: 75) Yakni bintang-bintang yang dikatakan oleh orang-orang Jahiliah apabila mereka diberi hujan, mereka mengatakan, "Kami diberi hujan oleh bintang anu dan anu."
وَإِنَّهُۥ لَقَسَمٌۭ لَّوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ 76
(76) Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.
(76)
Firman Allah Swt.:
وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ
Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (Al-Waqi'ah: 76)
Sesungguhnya sumpah yang Aku katakan ini benar-benar sumpah yang besar. Seandainya kalian mengetahui kebesarannya, tentulah kalian memuliakan apa yang disebutkan di dalamnya.