48 - الفتح - Al-Fath
The Victory
Medinan
مُّحَمَّدٌۭ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَىٰهُمْ رُكَّعًۭا سُجَّدًۭا يَبْتَغُونَ فَضْلًۭا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًۭا ۖ سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِى ٱلْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْـَٔهُۥ فَـَٔازَرَهُۥ فَٱسْتَغْلَظَ فَٱسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعْجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةًۭ وَأَجْرًا عَظِيمًۢا 29
(29) Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
(29)
Allah Swt. memberitahukan kepada Muhammad Saw. bahwa dia adalah benar utusan-Nya tanpa diragukan lagi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ
Muhammad itu adalah utusan Allah. (Al-Fath: 29)
Ini merupakan mubtada, sedang khabar-nya termuat di dalam semua sifat yang terpuji lagi baik. Kemudian Allah Swt. memuji para sahabatnya yang bersama dia:
وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Al-Fath: 29)
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah: 54)
Inilah sifat orang-orang mukmin, seseorang dari mereka bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi lemah lembut terhadap sesamanya lagi kasih sayang. Dia bersikap pemarah dan bermuka masam di hadapan orang-orang kafir, tetapi murah senyum dan murah tertawa di hadapan orang-orang mukmin saudara seimannya. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, (At-Taubah: 123)
Nabi Saw. telah bersabda:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الواحد، إذا اشتكى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحمَّى والسَّهر"
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang dan kecintaan mereka adalah seperti satu tubuh; apabila ada salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh hingga terasa demam dan tidak dapat tidur.
Nabi Saw. telah bersabda pula:
"الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا"
Orang mukmin itu sama halnya dengan bangunan-bangunan, yang satu sama lainnya saling menguatkan
Hal ini diutarakan oleh Nabi Saw. seraya merancangkan jari jemari kedua tangannya. Kedua hadis ini terdapat di dalam kitab sahih.
Firman Allah Swt.:
تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. (Al-Fath: 29)
Allah Swt. menyifati mereka sebagai orang-orang yang banyak beramal dan banyak mengerjakan salat yang merupakan amal yang terbaik, dan Allah menggambarkan bahwa mereka lakukan hal itu dengan tulus ikhlas dan memohon pahala yang berlimpah dari sisi-Nya, yaitu surga yang merupakan karunia dari-Nya. Karunia dari Allah itu adalah rezeki yang berlimpah bagi mereka dan rida-Nya kepada mereka, yang hal ini jauh lebih banyak daripada nikmat yang pertama, yakni surga. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ
Dan keridaan Allah adalah lebih besar. (At-Taubah: 72)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al-Fath: 29)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda ialah tanda yang baik yang ada pada wajah mereka. Mujahid dan yang lain-lainya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah penampilannya khusyuk dan rendah diri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al-Fath: 29) Bahwa yang dimaksud adalah khusyuk; menurut hemat saya tiada lain yang dimaksud adalah tanda ini yang terdapat di wajah dari bekas sujud. Tetapi ia menyanggah bahwa bisa saja tanda itu terdapat di antara dua mata (kening) seseorang yang hatinya lebih keras daripada Fir'aun. Lain halnya dengan As-Saddi, ia mengatakan bahwa salat itu dapat memperindah penampilan muka. Sebagian ulama Salaf mengatakan, "Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari, maka wajahnya kelihatan indah di siang hari."
Hal ini telah disandarkan oleh Ibnu Majah di dalam kitab sunannya, dari Ismail ibnu Muhammad As-Salihi, dari Sabit, dari Syarik, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ كَثُرَتْ صَلَاتُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهُهُ بِالنَّهَارِ"
Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari, maka di siang hari wajahnya tampak indah.
Tetapi yang benar hadis ini mauquf. Sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya keindahan ini mempunyai cahaya dalam hati dan kecerahan pada roman muka, keluasan dalam rezeki serta kecintaan di hati orang lain.
Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. mengatakan bahwa tidak sekali-kali seseorang menyembunyikan suatu rahasia, melainkan Allah menampakkannya melalui roman mukanya dan keterlanjuran lisannya. Dengan kata lain, sesuatu yang terpendam di dalam jiwa tampak kelihatan pada roman muka yang bersangkutan. Seorang mukmin apabila hatinya tulus ikhalas kepada Allah Swt., maka Allah Swt. memperbaiki penampilan lahiriahnya di mata orang lain, seperti apa yang diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki penampilan lahiriahnya.
وَقَالَ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ، حدثنا حامد بن آدم المروزي، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ العَرْزَمي، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْل، عَنْ جُنْدَب بْنِ سُفْيَانَ البَجَلي قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَسَرَّ أَحَدٌ سَرِيرَةً إِلَّا أَلْبَسُهُ اللَّهُ رِدَاءَهَا، إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ، وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ"،
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Hamid ibnu Adam Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kam. Al-Fall ibnu Musa, dari Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Arzam dan Salamah ibnu Kahil, dari Jundub ibnu Sufyan Al-Bajali r.a. yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Tidaklah seseorang menyembunyikan suatu rahasia, melainkan Allah mengenakan kepadanya pakaian (lahiriah) dan rahasianya itu. Jika baik, maka lahiriahnya baik; dan jika buruk, maka lahiriahnya buruk pula.
Al-Arzami adalah orang yang matruk (tidak terpakai hadisnya).
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا دَرَّاجٍ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَعْمَلُ فِي صَخْرَةٍ صَمَّاءَ لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَلَا كُوَّةٌ، لَخَرَجَ عَمَلُهُ لِلنَّاسِ كَائِنًا مَا كَانَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Hasam, dari Abu Sa'id r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu besar yang tiada celah pintunya dan tiada pula lubang udaranya, niscaya amalnya itu akan keluar menampakkan diri kepada manusia seperti apa adanya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ [أَيْضًا]: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْر، حَدَّثَنَا قَابُوسُ بْنُ أَبِي ظَبْيَان: أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنَّ الْهَدْيَ الصَّالِحَ، وَالسَّمْتَ الصَّالِحَ، وَالِاقْتِصَادَ جُزْءٌ مِنْ خَمْسَةٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kam. Oabus ibnu AbuZabyan, bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya dar. Ibnu Abbas r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya petunjuk yang baik, tanda (ciri) yang baik, dan sikap pertengahan merupakan seperdua puluh lima kenabian.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini dari Abdullah ibnu Muhammad An-Nufaili, dari Zuhair dengan sanad yang sama. Para sahabat radiyallahu 'anhum niat mereka ikhlas dan amal perbuatan mereka baik, maka setiap orang yang memandang mereka pasti akan terpesona dengan penampilan dan petunjuk yang mereka kemukakan.
Imam Malik mengatakan, telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa orang-orang Nasrani, manakala mereka melihat para sahabat yang telah menaklukkan negeri Syam, mereka mengatakan, "Demi Allah, orang-orang ini (yakni para sahabat) benar-benar lebih baik daripada kaum Hawariyyin (pendukung Nabi Isa) menurut sepengetahuan kami." Dan mereka memang benar dalam penilaiannya, karena sesungguhnya umat Nabi Saw. ini dimuliakan di dalam kitab-kitab samawi sebelumnya, terlebih lagi sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Allah Swt. sendiri telah menuturkan pula perihal mereka di dalam kitab-kitab yang diturunkan oleh-Nya dan berita-berita yang telah tersebar di masa dahulu. Karena itulah maka Allah Swt. menyebutkan dalam ayat ini melalui firman-Nya:
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat. (Al-Fath: 29)
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. (Al-Fath: 29)
Yakni demikian pula halnya sahabat-sahabat Rasulullah. Mereka membelanya, membantunya serta menolongnya, dan keadaan mereka bersama Rasulullah Saw. sama dengan tunas beserta tanaman.
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan (kekuatan) orang-orang mukmin. (Al-Fath: 29)
Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahimahullah menurut riwayat yang bersumber darinya menyebutkan bahwa kafirlah orang-orang Rafidah itu karena mereka membenci para sahabat, dan pendapatnya ini disetujui oleh sebagian ulama.
Hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan para sahabat dan larangan mencela keburukan mereka cukup banyak, dan sebagai dalil yang menguatkannya cukuplah dengan adanya pujian dari Allah Swt. kepada mereka melalui ayat ini.
*******************
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka. (Al-Fath: 29)
Huruf min dalam ayat ini adalah kata keterangan jenis, yakni mencakup mereka semua (dan bukan tab'id atau sebagian dari mereka).
مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
ampunan dan pahala yang besar. (Al-Fath: 29)
Yakni ampunan bagi dosa-dosa mereka, pahala yang berlimpah, serta rezeki yang mulia. Janji Allah itu pasti dan benar, Dia tidak akan menyalahi janji-Nya dan tidak akan menggantinya. Barang siapa yang mengikuti jejak para sahabat, maka ia termasuk dari mereka hukumnya. Para sahabat memiliki keutamaan dan kepioniran serta kesempurnaan yang tidak dapat disaingi oleh seorang pun dari umat ini. Semoga Allah melimpahkan ridaNya kepada mereka dan membuat mereka puas, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat menetap mereka, dan Allah Swt. telah memenuhinya.
قَالَ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أحدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ"
Imam Muslim di dalam kitab sahihnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah. dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seseorang dari kalian menginfakkan emas sebesar Bukit Uhud, tidaklah hal itu dapat menyamai satu mud seseorang dari mereka dan tidak pula separonya.
49 - الحجرات - Al-Hujuraat
The Inner Apartments
Medinan
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُقَدِّمُوا۟ بَيْنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ 1
(1) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(1)
Melalui ayat-ayat ini Allah Swt. mengajarkan etika sopan santun kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dalam bergaul dengan Rasulullah Saw. Yaitu hendaknya mereka menghormati, memuliakan, dan mengagungkan beliau Saw. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1)
Maksudnya, janganlah kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu di hadapannya, yakni janganlah kamu melakukannya sebelum dia, bahkan hendaknyalah kamu mengikuti kepadanya dalam segala urusan.
Dan termasuk ke dalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah ini adalah hadis Mu'az r.a. ketika ia diutus oleh Nabi Saw. ke negeri Yaman.
"بِمَ تَحْكُمُ؟ " قَالَ: بِكِتَابِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، فَضَرَبَ فِي صَدْرِهِ وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رسولَ رسولِ اللَّهِ، لِمَا يَرْضَى رَسُولُ اللَّهِ".
Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Dengan apa engkau putuskan hukum?" Mu'az menjawab, "Dengan Kitabullah" Rasul Saw. bertanya, "Kalau tidak kamu temukan?" Mu'az menjawab, "Dengan sunnah Rasul." Rasul Saw. bertanya, "Jika tidak kamu temukan." Mu'az menjawab, "Aku akan berijtihad sendiri." Maka Rasul Saw. mengusap dadanya seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah kepada apa yang diridai oleh Rasulullah.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini pula.
Kaitannya dengan pembahasan ini ialah Mu'az menangguhkan pendapat dan ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Sekiranya dia mendahulukan ijtihadnya sebelum mencari sumber dalil dari keduanya, tentulah dia termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Yakni janganlah kamu katakan hal yang bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa mereka (para sahabat) dilarang berbicara di saat Rasulullah Saw. sedang berbicara.
Mujahid mengatakan, "Janganlah kamu meminta fatwa kepada Rasulullah Saw. tentang suatu perkara, sebelum Allah Swt. menyelesaikannya melalui lisannya."
Ad-Dahhak mengatakan, "Janganlah kamu memutuskan suatu urusan yang menyangkut hukum syariat agama kalian sebelum Allah dan Rasul-Nya memutuskannya."
Sufyan As'-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Yaitu janganlah kamu berdoa sebelum imam berdoa.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada beberapa orang yang mengatakan, "Seandainya saja diturunkan mengenai hal anu dan anu. Seandainya saja hal anu dibenarkan. Maka Allah Swt. tidak menyukai hal tersebut; karena hal tersebut berarti sama dengan mendahului."
وَاتَّقُوا اللَّهَ
dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 1)
dengan mengerjakan semua apa yang diperintahkan-Nya kepada kalian.
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Al-Hujurat: 1)
Yakni Dia mendengar semua ucapan kalian dan mengetahui semua niat kalian.
*******************
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَرْفَعُوٓا۟ أَصْوَٰتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ ٱلنَّبِىِّ وَلَا تَجْهَرُوا۟ لَهُۥ بِٱلْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَٰلُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ 2
(2) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.
(2)
Firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2)
Ini merupakan etika lainnya yang melaluinya Allah mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka jangan meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih tinggi daripada suaranya. Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang syekh, yakni Abu Bakar dan Umar.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Busrah ibnu Safwan Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Umar, dari Ibnu Abu Mulaikah yang mengatakan bahwa hampir saja kedua orang yang terbaik binasa (yaitu Abu Bakar dan Umar) karena keduanya meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. di saat datang kepada beliau kafilah Bani Tamim. Lalu salah seorang dari keduanya berisyarat kepada Al-Aqra' ibnu Habis r.a. saudara lelaki Bani Mujasyi', sedangkan yang lain berisyarat kepada lelaki lainnya. Nafi' mengatakan bahwa dia tidak ingat lagi nama lelaki itu. Maka Abu Bakar berkata, "Engkau ini tidak lain kecuali bersikap berbeda denganku." Umar menjawab, "Aku tidak berniat berbeda denganmu." Maka suara keduanya kuat sekali memperdebatkan hal tersebut, lalu sehubungan dengan peristiwa itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Ibnuz Zubair r.a. mengatakan bahwa sesudah turunnya ayat ini Umar r.a. tidak berani lagi angkat bicara di hadapan Rasulullah Saw. melainkan mendengarnya lebih dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnuz Zubair tidak menyebutkan dari ayahnya tentang Abu Bakar r.a. Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Muslim.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Abdullah ibnuz Zubair r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa pernah datang iringan kafilah dari Bani Tamim kepada Nabi Saw. Maka Abu Bakar r a berkata, "Angkatlah Al-Qa'qa' ibnu Ma'bad sebagai pemimpin mereka " Dan Umar r.a. berkata, "Angkatlah Al-Aqra' ibnu Habis sebagai pemimpin mereka." Maka Abu Bakar r.a. berkata, "Tiada lain tujuanmu hanya menentangku." Umar berkata, "Aku tidak bermaksud menentangmu." Akhirnya keduanya perang mulut hingga suara mereka gaduh di hadapan Nabi Saw. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu. mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) sampai dengan firman Allah Swt.: Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka. (Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab tafsirnya secara munfarid dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Umar, dari Mukhariq, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Bakar As-Siddiq r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) Aku (Abu Bakar) berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tidak akan berbicara lagi kepadamu melainkan dengan suara yang rendah (pelan).
Husain ibnu Umar sekalipun predikatnya daif, tetapi hadis ini telah kami kemukakan pula melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah r.a. dengan lafaz yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Hurairah pun telah mengatakan hal yang semisal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Azar ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Anas, dari Anas ibnu Malik r.a., bahwa Nabi Saw. kehilangan Sabit ibnu Qais r.a. Maka seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, saya mengetahui di mana ia berada." Lalu lelaki itu mendatanginya, dan menjumpainya di rumahnya sedang menundukkan kepalanya. Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Mengapa kamu?" Ia menjawab, bahwa dirinya celaka karena telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi Saw. lebih dari suara Nabi Saw. Dan ia beranggapan bahwa amal baiknya telah dihapuskan, maka dia termasuk ahli neraka. Lelaki itu kembali kepada Nabi Saw. dan menceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh orang yang dicarinya itu, bahwa dia telah mengatakan anu dan anu. Musa ibnu Anas melanjutkan kisahnya. bahwa lalu felaki itu kembali menemuinya seraya membawa berita gembira dan Nabi Saw. yang telah bersabda:
"اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَلَكِنَّكَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Kembalilah kamu kepadanya dan katakanlah kepadanya, "Sesungguhnya engkau bukan ahli neraka, tetapi engkau adalah termasuk ahli surga.”
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui jalur ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan telah menceritakan kepada kami Hasyim telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnul Mughirah, dari Sabit, dari Anas Ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2) sampai dengan firman-Nya: sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) Tersebutlah bahwa Sabit ibnu Qais ibnu Syammas seorang yang memiliki suara yang keras. Maka ia berkata, "Akulah yang sering meninggikan suaraku diatas suara Rasulullah Saw. Maka aku termasuk ahli neraka, Semua amalku dihapus." Lalu ia duduk di tempat tinggal keluarganya dengan hati yang sedih dan tidak mau keluar lagi. Maka Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia, lalu sebagian orang berangkat menemuinya di rumahnya. Mereka berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. merasa kehilangan dia, dan mereka menanyakan mengenai penyebabnya. Sabit ibnu Qais menjawab, "Akulah orang yang sering meninggikan suaraku di atas suara Nabi Saw. dan aku sering berkata dengan suara yang keras kepada beliau; maka semua amalku dihapuskan dan aku termasuk ahli neraka." Lalu mereka kembali kepada Nabi Saw dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan olehSabit ibnu Qais. Maka Nabi Saw. bersabda:
"لَا بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"
Tidak, bahkan dia termasuk penghuni surga.
Anas r.a. mengatakan, "Sejak saat itu kami melihatnya berjalan di antara kami, sedangkan kami mengetahui bahwa dia termasuk ahli surga. Ketika Perang Yamamah terjadi, kami mengalami tekanan dari pihak musuh hingga terpukul mundur. Maka datanglah Sabit ibnu Qais ibnu Syammas dalam keadaan telah memakai kapur barus dan mengenakan kain kafan lalu berkata, "Alangkah buruknya apa yang dianjurkan oleh teman-teman kalian," Kemudian ia maju ke barisan musuh dan memerangi mereka hingga ia gugur sebagai syuhada, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepadanya.
Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu malik r.a. yang mengatakan bahwa setelah ayat berikut diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. (Al-Hujurat: 2), hingga akhir ayat. Sabit r.a. mengurung diri di dalam rumahnya, dan mengatakan "Aku termasuk ahli neraka," dan ia tidak lagi mau keluar menemui Nabi Saw Maka Nabi Saw. bertanya kepada Sa'd ibnu Mu'az, "Hai Abu Amr ke mana Sabit, apakah dia sakit?" Sa'd r.a. menjawab, "Dia memang tetanggaku, tetapi aku tidak mengetahui bahwa dia sedang sakit." Lalu Sa'd r.a. mendatanginya dan menceritakan kepadanya perkataan Rasulullah Saw. Maka Sabit r.a. mengatakan, "Ayat ini telah diturunkan, dan seperti yang telah kamu ketahui bahwa aku adalah orang yang paling tinggi nada suaranya di antara kalian melebihi suara Nabi Saw. Karena itu, aku adalah ahli neraka." Sa'd r.a. menceritakan kepada Nabi Saw. apa yang dikatakan oleh Sabit itu. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidak, bahkan dia termasuk ahli surga.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sa'id Ad-Darimi, dari Hayyan ibnu Hilal, dari Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama- tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r a Telah diriwayatkan pula dari Qatn ibnu Basyir, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas r.a. hal yang semisal; Imam Muslim menyebutkan bahwa di dalam riwayatnya ini tidak disebutkan Sa'd ibnu Mu'az r.a. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Hudah ibnu Abdul Ala Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya bercerita dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan (Al-Hujurat ayat 2), lalu disebutkan hal yang semisal, tetapi tidak disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az. Ditambahkan pula bahwa kami menyaksikannya berjalan di antara kami dan kami beranggapan bahwa dia termasuk ahli surga. Ketiga jalur periwayatan ini berbeda dengan riwayat Hammad ibnu Salamah yang diriwayatkannya secara munfarid (tunggal) dan yang di dalamnya disebutkan nama Sa'd ibnu Mu'az r.a.
Menurut pendapat yang benar, di saat turunnya ayat ini Sa'd ibnu Mu'ai r.a. tidak ada lagi. Dia telah gugur beberapa hari sesudah perang dengan Bani Quraizah karena luka yang dideritanya, yaitu pada tahun lima Hijriah. Sedangkan ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi Bani Tamim. Dan menurut riwayat yang mutawatir, para ulama menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu Sabit ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, telah menceritakan kepadaku pamanku Ismail ibnu Muhammad ibnu Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, dari ayahnya yang mengatakan bahwa setelah ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Sabit ibnu Qais r.a. duduk di pinggir jalan seraya menangis. Lalu lewatlah kepadanya Asim ibnu Addi, dari Bani Ajlan dan bertanya kepadanya, "Mengapa engkau menangis, hai Sabit?" Sabit r.a. menjawab, "Ayat inilah yang membuat aku takut, bilamana ia diturunkan berkenaan dengan diriku, karena aku adalah orang yang tinggi suaranya." Asim ibnu Addi r.a. melanjutkan perjalanannya menemui Rasulullah Saw. Tangisan Sabit semakin menjadi-jadi, lalu ia mendatangi istrinya (Jamilah binti Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul) dan berkata, "Jika aku masuk kamarku, maka gemboklah pintunya dari luar dengan paku." Maka istrinya melaksanakan apa yang diperintahkan suaminya itu, lalu Sabit berkata, "Aku tidak akan keluar hingga Allah mewafatkan diriku atau Rasulullah Saw. meridaiku."
Asim r.a. datang kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya apa yang dialami oleh Sabit. Maka beliau Saw. bersabda, "Pergilah kepadanya dan undanglah dia untuk datang kepadaku." Asim r.a. datang ke tempat ia menemui Sabit, tetapi ia tidak menjumpainya. Lalu ia datang ke rumah keluarga Sabit, dan ia menjumpainya berada di dalam kamar sedang mengunci dirinya, lalu ia berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw. memanggilnya. Maka Sabit berkata, "Patahkan saja kuncinya."
Lalu keduanya berangkat menuju rumah Nabi Saw. Sesampainya di hadapan Nabi Saw., beliau bertanya kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis, hai Sabit?" Sabit menjawab, "Saya orang yang tinggi suaranya, dan saya merasa khawatir bila ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri saya," maksudnya adalah firman Allah Swt.: Janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras. (Al-Hujurat: 2) Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Tidakkah kamu puas bila kamu hidup dalam keadaan terpuji, gugur sebagai syuhada, dan masuk ke dalam surga? Lalu Sabit menjawab, "Aku rela dengan berita gembira dari Allah Swt. dan Rasul-Nya, dan aku tidak akan meninggikan suaraku lagi selamanya lebih dari suara Rasulullah Saw." Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3), hingga akhir ayat.
Kisah ini telah diriwayatkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan Tabi'in. Allah Swt. telah melarang orang-orang mukmin meninggikan suaranya di hadapan Rasulullah Saw. Telah diriwayatkan pula kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. bahwa ia mendengar suara dua orang lelaki di dalam Masjid Nabawi sedang bertengkar hingga suara keduanya tinggi dan gaduh. Maka datanglah Umar, lalu berkata, "Tahukah kamu berdua, di manakah kamu berada?" Kemudian Umar r.a. bertanya pula, "Dari manakah kamu berdua?" Keduanya menjawab, "Dari Taif" Maka Umar berkata, "Seandainya kamu berdua dari kalangan penduduk Madinah, tentulah aku pukuli kamu berdua sampai kesakitan."
Para ulama mengatakan bahwa makruh meninggikan suara di hadapan kuburan Nabi Saw. sebagaimana hal tersebut dimakruhkan saat beliau Saw. masih hidup. Karena sesungguhnya beliau Saw. tetap dimuliakan, baik semasa hidupnya maupun sesudah wafatnya untuk selamanya.
Kemudian Allah Swt. melarang orang-orang mukmin berbicara kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana seseorang berbicara dengan temannya, bahkan dia harus bersikap tenang, menghormati, dan memuliakannya saat berbicara kepada beliau Saw. dan tentunya dengan suara yang tidak keras. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain. (Al-Hujurat: 2)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Yakni sesungguhnya Kami melarang kalian meninggikan suara di hadapan Nabi Saw. lebih dari suaranya tiada lain karena dikhawatirkan beliau akan marah, yang karenanya Allah pun marah disebabkan kemarahannya. Dan karenanya maka dihapuslah amal baik orang yang membuatnya marah, sedangkan dia tidak menyadarinya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis sahih yang menyebutkan:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالا يُكْتَبُ لَهُ بِهَا الْجَنَّةُ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ السموات وَالْأَرْضِ"
Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai Allah Swt., sedangkan dia tidak menyadarinya, hingga ditetapkan baginya surga karenanya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai Allah Swt. tanpa ia sadari, hingga menjerumuskan dirinya ke dalam neraka karenanya, lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi.
Kemudian Allah Swt. menganjurkan kepada orang-orang mukmin agar merendahkan suaranya di hadapan Nabi Saw. Allah memberi mereka semangat dan bimbingan serta anjuran kepada mereka untuk melakukannya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَٰتَهُمْ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱمْتَحَنَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ ۚ لَهُم مَّغْفِرَةٌۭ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ 3
(3) Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
(3)
إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. (Al-Hujurat: 3)
Yakni diasah untuk bertakwa dan menjadikannya sebagai ahli dan tempat untuk takwa, sehingga takwa benar-benar meresap ke dalam hati sanubarinya.
لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat: 3)
Imam Ahmad mengatakan di dalam Kitab Zuhud-nya, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah berkirim surat kepada Khalifah Umar r.a. yang isinya sebagai berikut: "Wahai Amirul Mu’minin, seseorang tidak berselera terhadap maksiat dan tidak mempunyai keinginan untuk melakukannya; apakah dia lebih utama daripada seseorang yang ingin melakukan maksiat, tetapi dia tidak mengerjakannya?" Maka Khalifah Umar r.a. menjawab, bahwa sesungguhnya orang-orang yang ingin melakukan maksiat, tetapi mereka tidak mengerjakannya.
أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (Al-Hujurat: 3)
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِن وَرَآءِ ٱلْحُجُرَٰتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ 4
(4) Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
(4)
Kemudian Allah Swt. mencela orang-orang yang memanggil Nabi Saw. dari luar kamarnya, yakni kamar istri-istrinya, seperti yang dilakukan oleh kebiasaan orang-orang Arab kampung yang keras lagi kasar wataknya.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Hujurat:4)
Kemudian Allah Swt. memberi petunjuk kepada etika sopan santun dalam hal tersebut. Untuk itu Allah Swt. berfirman: