25 - الفرقان - Al-Furqaan

Juz : 18

The Criterion
Meccan

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا مُبَشِّرًۭا وَنَذِيرًۭا 56

(56) Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.

(56) 

Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (Al-Furqan: 56)

Yaitu pembawa kabar gembira kepada orang-orang mukmin, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang kafir. Menyampaikan kabar gembira akan masuk surga bagi orang yang taat kepada Allah, dan pemberi peringatan akan datangnya azab yang keras bagi orang yang menentang perintah Allah.

*****



قُلْ مَآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِلَّا مَن شَآءَ أَن يَتَّخِذَ إِلَىٰ رَبِّهِۦ سَبِيلًۭا 57

(57) Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya.

(57) 

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ

Katakanlah, "Aku tidak meminta upah sedikit pun kepada kalian dalam meyampaikan risalah itu.” (Al-Furqan: 57)

Artinya, aku tidak meminta upah dari harta kalian sebagai imbalan dari penyampaian dan peringatan ini, sesungguhnya aku melakukannya hanyalah semata-mata mengharapkan rida Allah Swt.

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

(yaitu) bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus. (At-Takwir: 28)

*****

Firman Allah Swt.:

إِلا مَنْ شَاءَ أَنْ يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلا

melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhannya. (Al-Furqan: 57)

Yaitu mengambil jalan, tuntunan, dan metode yang dianutinya sesuai dengan apa yang aku sampaikan (dari Tuhanku).

******


وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِۦ ۚ وَكَفَىٰ بِهِۦ بِذُنُوبِ عِبَادِهِۦ خَبِيرًا 58

(58) Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.

(58) 

Kemudian Allah Swt. berfirman:

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ

Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati. (Al-Furqan: 58)

Bertawakallah kamu dalam semua urusanmu kepada Allah Yang Mahahidup Yang tidak mati selama-lamanya. Dialah,

الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Hadid: 3)

Yang Mahakekal, Mahatetap selama-lamanya, Yang Mahahidup lagi Yang Maha Berdikari, Tuhan segala sesuatu dan Yang memilikinya. Jadikanlah Dia sebagai tempat mengadu dan tempat berlindungmu. Dialah tempat untuk bertawakal dan mengadu, maka sesungguhnya Dia akan memberimu kecukupan, menolongmu, mendukungmu, dan menjadikanmu berhasil. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ نُفَيْل قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَعْقِل -يَعْنِي ابْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ -عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب قَالَ: لَقِيَ سلمانُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ فِجَاجِ الْمَدِينَةِ، فَسَجَدَ لَهُ، فَقَالَ: "لَا تَسْجُدْ لِي يَا سَلْمَانُ، وَاسْجُدْ لِلْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abi Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Ali ibnu Nufail yang mengatakan bahwa ia pernah belajar dari Ma'qal ibnu Ubaidillah, dari Abdullah ibnu Abu Husain, dari Syahr ibnu Hausyab yang menceritakan bahwa Salman bersua dengan Nabi Saw. di sebuah jalan kota Madinah, lalu Salman bersujud kepada Nabi. Maka Nabi Saw. bersabda: Janganlah kamu bersujud kepadaku, hai Salman. Tetapi bersujudlah kepada Tuhan Yang Hidup (Kekal) yang tidak mati.

Hadis ini berpredikat mursal lagi hasan.

****

Firman Allah Swt.:

وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ

dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. (Al-Furqan: 58)

Yakni barengkanlah antara tahmid dan tasbih dalam doamu. Karena itulah Rasulullah Saw. dalam doanya mengucapkan:

"سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنا وَبِحَمْدِكَ"

Mahasuci Engkau, ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji kepada Engkau.

Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa ikhlaslah kamu dalam beribadah kepada-Nya dan bertawakallah kamu kepada-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:

رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا

(Dialah) Tuhan masyriq dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil: 9)

فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ

maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. (Hud: 123)

Dan firman Allah Swt.:

قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَا

Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Penyayang, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nyalah kami bertawakal.” (Al-Mulk: 29)

****

Adapun firman Allah Swt.:

وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا

Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Al-Furqan: 58)

Yakni melalui ilmu-Nya Yang Mahasempurna, tiada sesuatu pun yang tersembunyi luput dari pengetahuan-Nya, dan tiada sesuatu pun yang seberat zarrah terhalang dari pengetahuan-Nya:

*****


ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۚ ٱلرَّحْمَٰنُ فَسْـَٔلْ بِهِۦ خَبِيرًۭا 59

(59) Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.

(59) 

فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy. (Al-Furqan: 59)

Allah mengatur urusan dan memutuskan yang hak, dan Dia adalah sebaik-baik yang memutuskan.

*****

Firman Allah Swt.:

ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا

kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. (Al-Furqan: 59)

Tanyakanlah tentang Allah kepada orang yang lebih mengetahui dan lebih mengenal-Nya, lalu ikutilah dia dan turutilah jejaknya. Sudah dimaklumi pula bahwa tiada seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah dan lebih mengenal-Nya, selain hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. penghulu anak Adam secara mutlak, di dunia dan di akhirat, yang semua ucapannya itu bukanlah menurut kemauan hawa nafsunya, melainkan hanyalah wahyu yang diturunkan kepadanya. Apa yang diucapkannya adalah hak (benar), dan apa yang diberitakannya adalah benar. Dia adalah Imam yang memutuskan (semua perkara). Bila manusia bertentangan mengenai sesuatu masalah, maka diwajibkan mereka mengembalikannya kepada dia. Maka pendapat yang sesuai dengan sabda dan perbuatannya, berarti pendapat itu benar. Dan pendapat yang bertentangan dengan ucapan dan perbuatannya, berarti dikembalikan kepada orang yang mengatakan dan yang melakukannya, siapa pun dia adanya.

Allah Swt. telah berfirman:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ

Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu. (An-Nisa: 59), hingga akhir ayat.

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

Tentang sesuatu apa pun kalian berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Asy-Syiira: 1) .

Dan firman Allah Swt.:

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا

Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an), sebagai kalimat yang benar dan adil. (Al-An'am: 115)

Yakni benar dalam pemberitaannya, adil dalam semua perintah dan larangan­nya. Karena itulah disebutkan dalam ayat berikut ini oleh firman-Nya:

فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا

maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. (Al-Furqan: 59)

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. (Al-Furqan: 59) Yakni apa pun yang diberitakan kepadamu oleh kalimat Tuhanmu, maka hal itu persis seperti apa yang diberitakannya kepadamu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij.

Syamr ibnu Atiyyah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. (Al-Furqan: 59) Al-Qur'an ini lebih mengetahui tentang Dia.

****



وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱسْجُدُوا۟ لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا۟ وَمَا ٱلرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًۭا ۩ 60

(60) Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang", mereka menjawab: "Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami(bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).

(60) 

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang, " Mereka menjawab, "Siapakah Yang Maha Penyayang itu?” (Al-Furqan: 6 )

Maksudnya, kami tidak mengenal Tuhan Yang Maha Pemurah. Mereka mengingkari penamaan Allah dengan sebutan Yang Maha Pemurah, sebagaimana yang telah mereka lakukan pada hari Perjanjian Hudaibiyah, ketika Nabi Saw. bersabda kepada juru tulisnya, "Tulislah 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'." Maka mereka menjawab, "Kami tidak mengenal Yang Maha Pemurah, dan tidak (pula) Yang Maha Penyayang, tetapi tulislah perjanjian itu sebagaimana yang biasa kamu lakukan, yaitu 'Dengan menyebut nama­Mu, ya Allah'." Karena itulah maka Allah menurunkan firman-Nya:

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى

Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahimn. Dengan nama yang mana saja kamu seru. Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik). (Al-Isra: 11)

Dengan kata lain, Dialah Allah dan Dialah Yang Maha Pemurah. Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Pemurah, " mereka menjawab, "Siapakah Yang Maha Pemurah?” (Al-Furqan: 6)

Yakni kami tidak mengenal-Nya dan tidak pula mengakui-Nya.

أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا

Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya). (Al-Furqan: 6)

Yaitu hanya dengan ucapanmu itu.

وَزَادَهُمْ نُفُورًا

dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman). (Al-Furqan: 6)

Adapun orang-orang mukmin, mereka menyembah Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, mereka mengesakan-Nya sebagai Tuhan dan bersujud kepada-Nya.

Para ulama rahimahumullah telah sepakat bahwa pada ayat surat Al-Furqan ini, pembaca dan pendengarnya dianjurkan melakukan sujud tilawah, seperti yang telah dijelaskan di dalam bab yang menerangkannya (kitab fiqih).


تَبَارَكَ ٱلَّذِى جَعَلَ فِى ٱلسَّمَآءِ بُرُوجًۭا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَٰجًۭا وَقَمَرًۭا مُّنِيرًۭا 61

(61) Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.

(61) 

Allah Swt. mengagungkan dan membesarkan diri-Nya atas keindahan segala apa yang diciptakan-Nya di langit berupa gugusan-gugusan bintang yang besar-besar; menurut pendapat Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Saleh, Al-Hasan, dan Qatadah. Sedangkan menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan al-buruj ialah gedung-gedung penjagaan yang ada di langit. Demikianlah menurut riwayat yang bersumber dari Ali, Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka'b, Ibrahim An-Nakha'i, dan Sulaiman ibnu Mahran Al-A'masy. Pendapat ini dikatakan pula oleh sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Saleh. Akan tetapi, pendapat yang pertamalah yang lebih kuat. Terkecuali jika bintang yang besar-besar itu diumpama­kan sebagai gedung-gedung penjagaan, maka kedua pendapat ini dapat dipertemukan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ

Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang (Al-Mulk: 5), hingga akhir ayat.

Karena itulah disebutkan oleh ayat dalam surat ini:

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا

Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari. (Al-Furqan: 61)

Yakni matahari yang bersinar bagaikan pelita pada alam wujud ini. Seperti juga yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَجَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا

dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari). (An-Naba': 13)

*****

وَقَمَرًا مُنِيرًا

dan bulan yang bercahaya. (Al-Furqan: 61)

Artinya, bercahaya lagi terang dengan cahaya sendiri, bukan cahaya matahari (Ibnu Kasir berpendapat bahwa bulan itu bersinar, dan bukan pantulan dari sinar matahari, pent.). Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا

Dialah Yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. (Yunus: 5)

Dan firman Allah Swt. menceritakan perkataan Nuh a.s. kepada kaumnya:

أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللَّهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? (Nuh: 15-16)

****

Adapun firman Allah Swt.:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً

Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti. (Al-Furqan: 62)

Yakni masing-masing dari keduanya silih berganti, tiada henti-hentinya. Bila yang satunya datang, yang lainnya pergi; dan bila yang lain datang, maka yang satunya pergi; demikianlah seterusnya. Hal yang sama disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ

Dan Dia telah menundukkan (pula) bagi kalian matahari dan bulan yang terus-menerus beredar. (Ibrahim: 33)

يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا

Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)

Dan firman Allah Swt.:

لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ

Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan. (Yasin: 4)

****

Adapun firman Allah Swt.:

لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62)

Artinya, Allah menjadikan siang dan malam silih berganti sebagai pertanda waktu buat hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Maka barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di malam hari, ia dapat menyusulnya di siang hari; dan barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di siang hari, ia dapat menyusulnya di malam hari. Dalam sebuah hadis sahih telah disebutkan melalui firman-Nya:

"إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ"

Sesungguhnya Allah Swt. membuka lebar tangan-Nya di malam hari untuk (menerima) tobat orang yang melakukan dosa di siang hari, dan Dia membuka lebar tangan-Nya di siang hari untuk (menerima) tobat orang yang berbuat dosa di malam hari.

Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-Hasan, bahwa Umar ibnul Khattab mengerjakan salat duhanya cukup panjang. Ketika ditanyakan kepadanya, "Engkau telah melakukan sesuatu pada hari ini yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya masih ada sesuatu dari wiridku yang tersisa, maka aku suka untuk menyempurnakannya (mengqadainya)" Lalu ia membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat, bahwa barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di malam hari, maka ia boleh mengerjakannya di siang hari, atau barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di siang hari, maka ia dapat mengerjakannya di malam hari. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan.

Mujahid dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khilfah" yakni saling bertentangan; yang satu mempunyai ciri khas gelap, sedangkan yang lain mempunyai ciri khas terang.


وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ خِلْفَةًۭ لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًۭا 62

(62) Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.

(62) 

Adapun firman Allah Swt.:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً

Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti. (Al-Furqan: 62)

Yakni masing-masing dari keduanya silih berganti, tiada henti-hentinya. Bila yang satunya datang, yang lainnya pergi; dan bila yang lain datang, maka yang satunya pergi; demikianlah seterusnya. Hal yang sama disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ

Dan Dia telah menundukkan (pula) bagi kalian matahari dan bulan yang terus-menerus beredar. (Ibrahim: 33)

يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا

Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)

Dan firman Allah Swt.:

لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ

Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan. (Yasin: 4)

****

Adapun firman Allah Swt.:

لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62)

Artinya, Allah menjadikan siang dan malam silih berganti sebagai pertanda waktu buat hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Maka barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di malam hari, ia dapat menyusulnya di siang hari; dan barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di siang hari, ia dapat menyusulnya di malam hari. Dalam sebuah hadis sahih telah disebutkan melalui firman-Nya:

"إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ"

Sesungguhnya Allah Swt. membuka lebar tangan-Nya di malam hari untuk (menerima) tobat orang yang melakukan dosa di siang hari, dan Dia membuka lebar tangan-Nya di siang hari untuk (menerima) tobat orang yang berbuat dosa di malam hari.

Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-Hasan, bahwa Umar ibnul Khattab mengerjakan salat duhanya cukup panjang. Ketika ditanyakan kepadanya, "Engkau telah melakukan sesuatu pada hari ini yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya." Maka ia menjawab, "Sesungguhnya masih ada sesuatu dari wiridku yang tersisa, maka aku suka untuk menyempurnakannya (mengqadainya)" Lalu ia membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat, bahwa barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di malam hari, maka ia boleh mengerjakannya di siang hari, atau barang siapa yang meninggalkan sesuatu amalan di siang hari, maka ia dapat mengerjakannya di malam hari. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan.

Mujahid dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khilfah" yakni saling bertentangan; yang satu mempunyai ciri khas gelap, sedangkan yang lain mempunyai ciri khas terang.


وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًۭا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًۭا 63

(63) Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.

(63) 

Berikut ini adalah sifat-sifat hamba-hamba Allah Yang beriman, yaitu:

الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا

orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati. (Al-Furqan: 63)

Yaitu dengan langkah yang tenang dan anggun, tidak sombong, dan tidak angkuh. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong. (Al-Isra: 37), hingga akhir ayat.

Cara jalan mereka tidak sombong, tidak angkuh, tidak jahat, dan tidak takabur. Tetapi makna yang dimaksud bukanlah orang-orang mukmin itu berjalan dengan langkah seperti orang sakit, karena dibuat-buat dan pamer. Karena sesungguhnya penghulu anak Adam (yakni Nabi Saw.) apabila berjalan seakan-akan sedang turun dari tempat yang tinggi (yakni dengan langkah yang tepat) seakan-akan bumi melipatkan diri untuknya.

Sebagian ulama Salaf memakruhkan berjalan dengan langkah yang lemah dan dibuat-buat, sehingga diriwayatkan dari Umar bahwa ia melihat seorang pemuda berjalan pelan-pelan. Maka ia bertanya, "Mengapa kamu berjalan pelan? Apakah kamu sedang sakit?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, wahai Amirul Mu-minin." Maka Umar memukulnya dengan cambuk dan memerintahkan kepadanya agar berjalan dengan langkah yang kuat.

Makna yang dimaksud dengan haunan dalam ayat ini ialah rendah hati dan anggun, seperti yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw.:

"إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ، وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمُ السِّكِينَةُ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلَّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا"

Apabila kalian mendatangi (tempat) salat (masjid), janganlah ka­lian mendatanginya dengan berlari kecil, tetapi berjalanlah dengan langkah yang tenang. Apa yang kalian jumpai dari salat itu, kerja­kanlah; dan apa yang kamu tertinggal darinya, maka sempurnakanlah.

Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Umar ibnul Mukhtar, dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna finnan-Nya: Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah. (Al-Furqan: 63), hingga akhir ayat. Bahwa orang-orang mukmin adalah orang-orang yang rendah hati demi Allah, pendengaran dan penglihatan serta semua anggota tubuh mereka menampilkan sikap yang rendah hati; sehingga orang yang jahil menduga mereka sebagai orang yang sakit, padahal mereka sama sekali tidak sakit. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sehat, tetapi hati mereka dipenuhi oleh rasa takut kepada Allah, tidak seperti selain mereka; dan mereka tidak menyukai dunia karena pengetahuan mereka tentang akhirat. Maka mereka mengatakan dalam doanya, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami." Ingatlah, demi Allah, kesusahan mereka tidaklah seperti kesusahan manusia. Tiada sesuatu pun yang menjadi dambaan mereka selain dari memohon surga. Sesungguhnya mereka menangis karena takut terhadap neraka. Sesungguhnya barang siapa yang tidak berbelasungkawa dengan belasungkawa Allah, maka jiwanya akan dicabut meninggalkan dunia dalam keadaan kecewa. Dan barang siapa yang tidak melihat nikmat Allah selain hanya pada makanan atau minuman, maka sesungguhnya amalnya akan sedikit dan azabnya akan datang menimpanya.

****

Firman Allah Swt.:

وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا

dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (Al-Furqan: 63)

Yaitu apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk, maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang baik-baik. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.; semakin orang jahil bersikap keras, maka semakin pemaaf dan penyantun pula sikap beliau. Dan seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. dalam ayat yang lain:

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya. (Al-Qasas: 55)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي خَالِدٍ الْوَالِبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ مُقَرّن المُزَني قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [وَسَبَّ رجلٌ رَجُلًا عِنْدَهُ، قَالَ: فَجَعَلَ الرَّجُلُ الْمَسْبُوبُ يَقُولُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا] إِنَّ مَلِكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ، كُلَّمَا شَتَمَكَ هَذَا قَالَ لَهُ: بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. وَإِذَا قَالَ لَهُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ، قَالَ: لَا بَلْ عَلَيْكَ، وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. "

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Al-A'masy, dari Abu Khalid Al-Walibi, dari An-Nu'man ibnu Muqarrin Al-Muzani yang mengatakan bahwa pada suatu hari ada seorang lelaki mencaci maki lelaki lainnya di hadapan Rasulullah Saw., lalu orang yang dicaci mengatakan, "'Alaikas salam (semoga engkau selamat)." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Ingatlah, sesungguhnya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu. Setiap kali orang itu mencacimu, malaikat itu berkata, "Bahkan kamulah yang berhak, kamulah yang berhak dicaci.”Dan apabila kamu katakan kepadanya, " 'Alaikas salam," maka malaikat itu berkata, "Tidak, dia tidak berhak mendapatkannya, engkaulah yang berhak mendapatkannya.”

Sanad hadis berpredikat hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (Al-Furqan: 63) Mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung petunjuk.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mereka menjawab dengan kata-kata yang baik.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, mereka mengatakan, "Salamun 'alaikum (semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian)."

Jika mereka dinilai sebagai orang yang kurang akalnya, maka mereka bersabar. Mereka tetap bergaul dengan hamba-hamba Allah di siang harinya dan bersabar terhadap apa pun yang mereka dengar. Kemudian disebutkan bahwa pada malam harinya mereka melakukan ibadah.

****

Allah Swt. berfirman:

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Al-Furqan: 64)

Yakni mengerjakan ketaatan dan beribadah kepada-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Az-Zariyat: 17-18)

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. (As-Sajdah: 16), hingga akhir ayat.

Dan firman Allah Swt.:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ

ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (Az-Zumar: 9), hingga akhir ayat.

Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (Al-Furqan: 65)

Yaitu tetap dan abadi. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair sehubungan dengan makna garaman ini, melalui salah satu bait syairnya:

إنْ يُعَذّب يَكُنْ غَرَامًا، وَإِنْ يُعْـ ... طِ جَزِيلَا فَإِنَّهُ لَا يُبَالي ...

Jika dia (orang yang disanjung penyair) menyiksa, maka siksaannya terus-menerus lagi tetap; dan jika dia memberi dengan pemberian yang banyak, ia tidak peduli (berapa pun banyaknya).

Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Segala sesuatu yang menimpa anak Adam, lalu lenyap darinya, tidak dapat dikatakan garam. Sesungguhnya pengertian garam itu tiada lain bagi sesuatu yang kekal selagi ada bumi dan langit.

Hal yang sama dikatakan oleh Sulaiman At-Taimi.

Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Yakni mereka tidak merasakan nikmat hidup di dunia ini. Sesungguhnya Allah Swt. menanyakan kepada orang-orang kafir tentang nikmat (yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka). Mereka tidak dapat mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Maka Allah menghukum mereka, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka.

*****

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah mencerita­kan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Malik ibnul Haris yang mengatakan bahwa apabila seseorang dilemparkan ke dalam neraka, maka ia terjatuh ke dalamnya. Dan apabila sampai pada salah satu pintunya, dikatakan kepadanya, "Tetaplah di tempatmu, kamu akan diberi jamuan terlebih dahulu." Maka ia diberi minum racun ular hitam dan kalajengking. Perawi mengatakan bahwa lalu kulit, rambut, urat, dan otot-ototnya pecah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan, "Sesungguhnya di dalam neraka benar-benar terdapat sumur-sumur yang di dalamnya terdapat ular-ular yang besarnya seperti unta, dan kalajengking-kalajengking yang besarnya seperti begal yang besar. Apabila ahli neraka dilemparkan ke dalam neraka, maka ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu keluar dari tempat persembunyiannya menuju kepada mereka, lalu menggigit dan mematuki kulit dan rambut mereka sehingga daging mereka sampai ke telapak kaki tersayat. Dan apabila ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu merasakan panasnya neraka, maka mereka kembali ke tempatnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا سَلَّامٌ -يَعْنِي ابْنَ مِسْكِينٍ -عَنْ أَبِي ظِلَالٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ عَبْدًا فِي جَهَنَّمَ لِيُنَادِي أَلْفَ سَنَةٍ: يَا حَنَّانُ، يَا مَنَّانُ. فَيَقُولُ اللَّهُ لِجِبْرِيلَ: اذْهَبْ فَآتِنِي بِعَبْدِي هَذَا. فَيَنْطَلِقُ جِبْرِيلُ فَيَجِدُ أَهْلَ النَّارِ مُنكبين يَبْكُونَ، فَيَرْجِعُ إِلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيُخْبِرُهُ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: آتِنِي بِهِ فَإِنَّهُ فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا. فَيَجِيءُ بِهِ فَيُوقِفُهُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ لَهُ: يَا عَبْدِي، كَيْفَ وَجَدْتَ مَكَانَكَ وَمَقِيلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرَّ مَكَانٍ، شَرَّ مَقِيلٍ. فَيَقُولُ: رُدُّوا عَبْدِي. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا كُنْتُ أَرْجُو إِذْ أَخْرَجَتْنِي مِنْهَا أَنْ تَرُدَّنِي فِيهَا! فَيَقُولُ: دَعَوْا عَبْدِي

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, tela' menceritakan kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Abu Zhalali, dari Anas ibnu Malik r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya ada seorang hamba di dalam neraka Jahanam berseru selama seribu tahun dengan mengucapkan, "Ya hannan Ya Mannan " (Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Tuhan Yang Maha Pemberi anugerah). Maka Allah Swt. berfirman kepada Jibril, "Pergilah kamu dan bawalah hamba-Ku itu.” Jibril berangkat, dan ia menjumpai ahli neraka dalam keadaan terjungkal seraya menangis. Lalu Jibril kembali menghadap kepada Tuhannya, dan menceritakan kepada-Nya apa yang telah dilihatnya. Allah Swt. berfirman, "Bawalah dia kepada-Ku, sesungguhnya dia berada di tempat anu.” Maka Jibril membawa orang tersebut dan memberdirikannya di hadapan Allah Swt. Allah berfirman, "Hai hamba-Ku, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggal dan tempat peristirahatanmu?” Si hamba menjawab, "Wahai Tuhanku, benar­ benar tempat yang buruk dan tempat peristirahatan yang buruk.” Maka Allah Swt. berfirman, "Kembalikanlah hamba-Ku (ke tempatnya).” Si hamba berkata, "Wahai Tuhanku, setelah Engkau keluarkan daku dari neraka, daku sama sekali tidak berharap untuk dikembalikan kepadanya.” Maka Allah Swt. berfirman, "Biarkanlah hamba-Ku.”

*****

Firman Allah Swt.:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67)

Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.

وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan: 67)

Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29), hingga akhir ayat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ ضَمْرَة، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ رِفْقُهُ فِي مَعِيشَتِهِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isham ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Tamim Al-Gassani, dari Damrah, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah mengatakan: Seorang lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya.

Akan tetapi, mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkannya.

قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الْحَدَّادُ، حَدَّثَنَا سُكَين بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ العَبْدي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الهَجَري عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ"

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Abdul Aziz Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seseorang yang berlaku ekonomis tidak akan miskin.

Mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ حَكِيمٍ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ حَبِيبٍ، عَنْ بِلَالٍ -يَعْنِي الْعَبْسِيَّ -عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَا أَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْعِبَادَةِ"

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Hakim, dari Muslim ibnu Habib, dari Bilal Al-Absi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan berkecukupan, dan betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan fakir, dan betapa baiknya sikap ekonomis (pertengahan) dalam (hal) ibadah.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan hanya melalui hadis Huzaifah r.a.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa membelanjakan harta dijalan Allah tidak ada batas berlebih-lebihan. Iyas ibnu Mu'awiyah mengatakan bahwa hal yang melampaui perintah Allah adalah perbuatan berlebih-lebihan. Selain dia mengatakan bahwa berlebih-lebihan dalam membelanja­kan harta itu bila digunakan untuk berbuat durhaka kepada Allah Swt.:


وَٱلَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًۭا وَقِيَٰمًۭا 64

(64) Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.

(64) 

Allah Swt. berfirman:

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Al-Furqan: 64)

Yakni mengerjakan ketaatan dan beribadah kepada-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Az-Zariyat: 17-18)

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. (As-Sajdah: 16), hingga akhir ayat.

Dan firman Allah Swt.:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ

ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (Az-Zumar: 9), hingga akhir ayat.

Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:



وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا 65

(65) Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".

(65) 

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (Al-Furqan: 65)

Yaitu tetap dan abadi. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair sehubungan dengan makna garaman ini, melalui salah satu bait syairnya:

إنْ يُعَذّب يَكُنْ غَرَامًا، وَإِنْ يُعْـ ... طِ جَزِيلَا فَإِنَّهُ لَا يُبَالي ...

Jika dia (orang yang disanjung penyair) menyiksa, maka siksaannya terus-menerus lagi tetap; dan jika dia memberi dengan pemberian yang banyak, ia tidak peduli (berapa pun banyaknya).

Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Segala sesuatu yang menimpa anak Adam, lalu lenyap darinya, tidak dapat dikatakan garam. Sesungguhnya pengertian garam itu tiada lain bagi sesuatu yang kekal selagi ada bumi dan langit.

Hal yang sama dikatakan oleh Sulaiman At-Taimi.

Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Yakni mereka tidak merasakan nikmat hidup di dunia ini. Sesungguhnya Allah Swt. menanyakan kepada orang-orang kafir tentang nikmat (yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka). Mereka tidak dapat mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Maka Allah menghukum mereka, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka.

*****



إِنَّهَا سَآءَتْ مُسْتَقَرًّۭا وَمُقَامًۭا 66

(66) Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.

(66) 

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah mencerita­kan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Malik ibnul Haris yang mengatakan bahwa apabila seseorang dilemparkan ke dalam neraka, maka ia terjatuh ke dalamnya. Dan apabila sampai pada salah satu pintunya, dikatakan kepadanya, "Tetaplah di tempatmu, kamu akan diberi jamuan terlebih dahulu." Maka ia diberi minum racun ular hitam dan kalajengking. Perawi mengatakan bahwa lalu kulit, rambut, urat, dan otot-ototnya pecah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan, "Sesungguhnya di dalam neraka benar-benar terdapat sumur-sumur yang di dalamnya terdapat ular-ular yang besarnya seperti unta, dan kalajengking-kalajengking yang besarnya seperti begal yang besar. Apabila ahli neraka dilemparkan ke dalam neraka, maka ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu keluar dari tempat persembunyiannya menuju kepada mereka, lalu menggigit dan mematuki kulit dan rambut mereka sehingga daging mereka sampai ke telapak kaki tersayat. Dan apabila ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu merasakan panasnya neraka, maka mereka kembali ke tempatnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا سَلَّامٌ -يَعْنِي ابْنَ مِسْكِينٍ -عَنْ أَبِي ظِلَالٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ عَبْدًا فِي جَهَنَّمَ لِيُنَادِي أَلْفَ سَنَةٍ: يَا حَنَّانُ، يَا مَنَّانُ. فَيَقُولُ اللَّهُ لِجِبْرِيلَ: اذْهَبْ فَآتِنِي بِعَبْدِي هَذَا. فَيَنْطَلِقُ جِبْرِيلُ فَيَجِدُ أَهْلَ النَّارِ مُنكبين يَبْكُونَ، فَيَرْجِعُ إِلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيُخْبِرُهُ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: آتِنِي بِهِ فَإِنَّهُ فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا. فَيَجِيءُ بِهِ فَيُوقِفُهُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ لَهُ: يَا عَبْدِي، كَيْفَ وَجَدْتَ مَكَانَكَ وَمَقِيلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرَّ مَكَانٍ، شَرَّ مَقِيلٍ. فَيَقُولُ: رُدُّوا عَبْدِي. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا كُنْتُ أَرْجُو إِذْ أَخْرَجَتْنِي مِنْهَا أَنْ تَرُدَّنِي فِيهَا! فَيَقُولُ: دَعَوْا عَبْدِي

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, tela' menceritakan kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Abu Zhalali, dari Anas ibnu Malik r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya ada seorang hamba di dalam neraka Jahanam berseru selama seribu tahun dengan mengucapkan, "Ya hannan Ya Mannan " (Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Tuhan Yang Maha Pemberi anugerah). Maka Allah Swt. berfirman kepada Jibril, "Pergilah kamu dan bawalah hamba-Ku itu.” Jibril berangkat, dan ia menjumpai ahli neraka dalam keadaan terjungkal seraya menangis. Lalu Jibril kembali menghadap kepada Tuhannya, dan menceritakan kepada-Nya apa yang telah dilihatnya. Allah Swt. berfirman, "Bawalah dia kepada-Ku, sesungguhnya dia berada di tempat anu.” Maka Jibril membawa orang tersebut dan memberdirikannya di hadapan Allah Swt. Allah berfirman, "Hai hamba-Ku, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggal dan tempat peristirahatanmu?” Si hamba menjawab, "Wahai Tuhanku, benar­ benar tempat yang buruk dan tempat peristirahatan yang buruk.” Maka Allah Swt. berfirman, "Kembalikanlah hamba-Ku (ke tempatnya).” Si hamba berkata, "Wahai Tuhanku, setelah Engkau keluarkan daku dari neraka, daku sama sekali tidak berharap untuk dikembalikan kepadanya.” Maka Allah Swt. berfirman, "Biarkanlah hamba-Ku.”

*****



وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًۭا 67

(67) Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

(67) 

Firman Allah Swt.:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67)

Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.

وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan: 67)

Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29), hingga akhir ayat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ ضَمْرَة، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ رِفْقُهُ فِي مَعِيشَتِهِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isham ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Tamim Al-Gassani, dari Damrah, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah mengatakan: Seorang lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya.

Akan tetapi, mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkannya.

قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الْحَدَّادُ، حَدَّثَنَا سُكَين بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ العَبْدي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الهَجَري عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ"

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Abdul Aziz Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seseorang yang berlaku ekonomis tidak akan miskin.

Mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ حَكِيمٍ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ حَبِيبٍ، عَنْ بِلَالٍ -يَعْنِي الْعَبْسِيَّ -عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَا أَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْعِبَادَةِ"

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Hakim, dari Muslim ibnu Habib, dari Bilal Al-Absi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan berkecukupan, dan betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan fakir, dan betapa baiknya sikap ekonomis (pertengahan) dalam (hal) ibadah.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan hanya melalui hadis Huzaifah r.a.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa membelanjakan harta dijalan Allah tidak ada batas berlebih-lebihan. Iyas ibnu Mu'awiyah mengatakan bahwa hal yang melampaui perintah Allah adalah perbuatan berlebih-lebihan. Selain dia mengatakan bahwa berlebih-lebihan dalam membelanja­kan harta itu bila digunakan untuk berbuat durhaka kepada Allah Swt.: